~~~***~~~
"Dimakan basonya, jangan bengong. Itu baso mahal! Emang gak laper muter-muter mal dua jam cuman buat nyari baju doang?" Sindir Kirana sinis. Ayu mencibir sinis tapi ia menurut juga memakan basonya dengan lahap.
Yeah, malamnya Kirana memang mengajak Ayu shopping baju-baju untuk Ayu kerja nanti di mal GI, sekaligus perawatan full body di salon. Dua jam kemudian, mereka selesai. Ayu terperangah saat melihat wajahnya dicermin. Ia seperti terlahir menjadi Ayu yang baru. Tak ada lagi Ayu yang kusam, kuyu dan kampungan. Ia seperti orang kota kebanyakan, yang muda, segar, cantik dan mempesona. Pantas saja Kirana selalu cantik, ternyata ini rahasianya.
Kirana berjalan lebih dulu menggiring Ayu ke kedai mie paling enak di mal ini. Ia tahu Ayu menyukai semua makanan dari mie, karena itu daripada mengajaknya makan steak, ia bawa saja Ayu makan bakso king. Sembari menunggu pesanan, mereka kembali mengobrol.
“Lo suka gak, perubahan wajah lo ini?” Kirana bertanya. Dalam hati ia bangga sudah membuat perubahan sedrastis ini untuk Ayu. Karena dipoles sedikit saja, Ayu yang memang dasarnya sudah ayu, berubah secantik artis korea idolanya, Song Hye Kyu. Dalam hati dia penasaran, kenapa Ayu tidak pernah merias dirinya. Apa dia sayang uang untuk membeli kosmetiknya atau bagaimana?
Ayu mengangguk senang.”Suka lah, Ayu ngerasa lebih cantik. Makasih ya udah ngajak Ayu ke salon. Dulu mana pernah mikirin ke salon. Mending uangnya buat ditabung. Ternyata nyalon enak juga ya.”
“Kalau mau cantik ya emang mesti keluar modal. Karena cantik itu dibentuk, bukan datang sendiri.” Sindir Kirana.
“Iye, Ndorooo …” Ayu mencibir yang dibalas Kirana dengan tertawa puas.
Ayu mengeluarkan struk belanjaan dari dompetnya. Kirana tertawa dalam hati. Ia sudah menebak apa yang akan terjadi selanjutanya. Wajah sumringah Ayu mendadak lesu saat melihat nominal di struk itu. Bisa bisanya ia membelanjakan uangnya seperti orang kalap begini.
"Gila, kalau kamu yang ngajak belanja. Dananya ngelebihin batas gini. Ayu gak mau lagi ah belanja sama kamu. Bisa cepet miskin dompetku nanti."
Tuh kan, Ayu masih sama seperti dulu. Perhitungan bingit. Hahaha…
"Belanja gak nyampe 1 juta aja riweh pisan. Nanti kalau udah kerja juga keisi lagi dompetnya. Udah cepetan makan basonya. Kalau habis gue yang bayar deh."
Wajah Ayu yang lesu mendadak sumringah kembali. Lanjutnya," bener ya dibayarin. Awas kalau bohong!"
Kirana gemas, pengen getok kepala perempuan berambut sebahu, yang ada didepannya itu." Iya lah. Aneh, uwak kan juragan kambing. Tanahnya aja hektaran. Tapi kenapa anaknya bilang gak ada duit mulu. Bohong lu ya, bilang gak ada duit?"
"Kan hemat pangkal kaya." Ayu mesem-mesem sendiri.
Kirana geleng-geleng kepala menghadapi sikap Ayu yang tak jua berubah sejak dulu. Meski disatu sisi ia iri karena Ayu pintar memanage keuangannya sendiri. Hasil didikan uwak perempuannya nih pasti.
Orangtua Ayu sendiri menyusul ke Jakarta kemarin sore. Namun kini mereka sudah pulang kembali ke kampung halaman tercinta. Mereka menitipkan Ayu pada keluarga Kirana. Bahkan mereka sampai bawa dua kambing segala untuk bekal Ayu makan selama tinggal bersama Kirana. Mentang-mentang juragan kambing. Siapa coba yang mau memotong kambingnya nanti?
Gak tanggung-tanggung, Ayu juga dibelikan motor baru supaya dia bebas kesana kemari. Perlakuan yang wah sekali terhadap anaknya ini, bikin iri. Sungguh orangtua idaman setiap anak. Berbeda dengan Kirana yang harus selalu berbagi dengan Nando, adik bungsunya. Giliran Nando yang minta dibelikan ini itu, langsung saja dibelikan. Giliran dia minta ini itu aja jawabnya tar sok ... tar nanti, nasib! Untung bisnis clothing couple onlinenya sukses jadi dia gak selalu ngiri karena perbedaan bentuk kasih sayang itu.
Saat sedang asyik makan, seorang laki-laki berparas tampan dengan rambut belahan duanya, lewat didepan mereka dan duduk di belakang Ayu. Sesaat, Ayu dan Kirana terkesima melihat ketampanan cowok itu.
“Coba deh, lo nengok ke belakang. Kalau dia senyumin lo, berarti dia suka sama lo.” Bisik Kirana pada Ayu saat cowok itu sedang memesan makanan.
Ayu bergidik,” kurang kerjaan amat sih. Males ah,”
“Nengok bentar aja, kalau lo gak mau, gue gak jadi nraktir nih.”
Ayu berdecak sebal. Namun ia menurut juga apa kata Kirana. Perlahan ia menoleh dan tersenyum pada cowok itu. Tak disangka, pria itu balas tersenyum manis. Ayu terkejut, lalu membalikkan kepalanya dengan cepat. Kirana tertawa cekikikan.
“Kayaknya dia suka sama lo. Udah sih, pepet aja. Lumayan loh, ganteng gitu.” Kirani mengompori.
Ayu menyentil kening Kirana kesal." Lagi males pacaran lagi. Masih sakit hati."
Tawa Kirana meledak mendengar ucapan Ayu.“ Obatnya sakit hati karena cowok ya cari cowok lagi lah. Nanti juga lupa dengan sendirinya.”
“Masalahnya, dimana-mana kalau abis putus, yang diinget pasti manisnya. Jeleknya lupa.”
“Itu sih emang lo nya aja yang gak niat lupain. Dikota itu banyak orang ganteng. Irfan mah lewat. Eh, tuh cowok masih senyum terus loh kesini. Lumayan loh, Yu. Dia ganteng, gak malu-maluin diajak kondangan.”
“Ganteng tapi nyakitin buat apa? Mending biasa tapi dia bucin ama kita.”
“Iye, trus ujung-ujungnya ditinggalin nikah. Hahaha…”
Ayu melempar Kirana dengan tisu didepannya gemas. Kirana ini senang sekali meledeknya. Sepanjang sisa waktu di mal itu, mereka habiskan sisa waktu itu dengan saling mengejek, sampai pengunjung lainnya yang mendengar banyolan mereka, ikut tersenyum ceria. Termasuk pria tampan dibelakang Ayu.
****
Berbekal alamat yang diberikan Kirana dan gps di ponselnya, jadilah Ayu sekarang berdiri di depan bangunan 2 lantai resto Meat&Meats. Restorannya mewah sekali. Dihalaman saja terparkir aneka mobil. Sepertinya milik para pelanggan. Ayu terkesima. Ia belum pernah melihat restoran sebesar dan semewah ini.
Mendadak Ayu merasa tidak percaya diri. Dipandanginya penampilannya saat ini. Rok span hitam sebatas lutut, kemeja putih yang mulai kusut karena naik motor belum lagi mukanya yang kusam akibat terkena terik sinar matahari siang plus debu jalanan. Belum rambut bobnya yang berasa mengembang. Ayu mengeluh dalam hati. Padahal ia sudah menghabiskan waktu nyaris satu jam untuk berdandan tapi penampilannya sekarang kacau lagi.
Seorang security berbadan besar menghampiri Ayu. Ayu menegakkan kembali pundaknya dan tersenyum ramah pada security bername tag Burhan itu.
“Mau cari siapa, Dek?”
"Saya mau bertemu dengan Pak Zaki. Saya ada janji mau interview."
Burhan menelisik Ayu dari atas sampai bawah. Ayu gugup, ada yang salah ya dengan penampilannya?
“Nama adek siapa?”
“Ayu,”
Security itu menggunakan walkie talkienya. Sesaat ia berbicara entah dengan siapa. Ayu memilih melihat pemandangan disekitarnya yang asri sambil menunggu security itu selesai menelpon.
"Ayo saya antar." Akhirnya Burhan selesai juga menelpon. Ayu mendesah lega.
Burhan melangkah melalui pintu samping menuju lantai 2. Ayu mengikuti dibelakangnya, sambil melirik ke kanan kirinya. Sepanjang perjalanan ke lantai 2 itu, Ayu melihat di lantai bawah banyak waitress sibuk melayani customer yang rata-rata ber jas dan berpakaian modis. Hampir setiap kursi itu terisi membuat suasana terlihat ramai sekali padahal baru jam 11 siang. Tapi bukan keramaian ini yang membuatnya terperangah, tetapi karena yang makan tampak cantik dan tampan, seperti artis sinetron yang ia lihat di televisi. Ayu girang sekali. Kalau begini caranya, ia yakin bisa cepat move on.
Lantai atas lebih seperti ruang VVIP karena terdapat beberapa ruangan tertutup meski pintunya terbuat dari kaca bening. Bunga-bunga hidup mengisi setiap sudut ruangan. Lampu lampu gantung yang artistik dengan pencahayaanya yang temaram, membuat suasana terasa romantis. Belum lagi ruang terbuka di balkon yang menghadap ke jalan langsung dengan aneka bunga yang menghiasi setiap mejanya. Indah sekali dan sangat artistik.
"Itu ruangannya. Udah ditungguin sama pak Zaki! Masuk aja."
Suara Burhan mengagetkan Ayu yang sedang asyik mengamati keadaan disekitarnya. ia tak sadar sudah sampai diruangan owner restoran ini. Ayu mengucapkan terima kasih. Sejurus kemudian, Burhan kembali turun ke lantai bawah. Meninggalkan Ayu dengan segala keguugpannya yang luar biasa. Dengan jantung berdebar, Ayu mengetuk pintu.
Tok tok tok ...
"Masuk !" baritone suara berat dan maskulin menyahuti ketukan pintu. Ayu terkesima, nada suaranya berkharisma sekali. Apa ia juga seganteng yang Kirana katakan.
Ayu membuka pintu itu perlahan. Yang pertama dilihatnya adalah sofa-sofa kulit coklat kemerahan dengan meja kaca panjang, lalu lemari, sebuah pintu yang tertutup mungkin kamar mandi dan ada glekk ... laki-laki muda dengan sorot mata tajam, alis hitam seperti ulat bulu dan rahang yang tegas. Ayu terkikik dalam hati. Kirana benar, bosnya ganteng banget. Lebih ganteng dari Irfan.
Zaki balas memandang Ayu tak berkedip. Kalau tidak melihat tatapannya yang tajam, mungkin Ayu masih senyam-senyum sendiri karena terpesona. Senyum Ayu perlahan surut melihat tatapan itu. Apa dia marah karena Ayu lancang memelototi ruangannya? Atau karena ia senyum-senyum terus? Aduh, gimana ini? Deg deg deg ...
"Permisi, Pak! Tadi Bapak menyuruh saya masuk !"
"Tentu saja. Masuklah. Kamu Ayu yang ingin melamar kerja itu kan? Temannya Sandy, pacar Kirana?" Tanya Zaki dengan nada dingin.
Ayu mengangguk cepat. Duh lututnya terasa lemas, hanya karena mendengar suaranya yang dingin namun berwibawa itu. Apa dia bakal ditolak ya? Zaki mengulurkan tangannya meminta Ayu menyerahkan amplop lamaran kerja yang dibawanya. Gugup, Ayu maju dan menyerahkan berkas tersebut.
"Duduklah, jangan tegang gitu!"
Ayu pun duduk dikursi di depan meja Zaki. Zaki membuka amplop besar itu dan membaca berkas berisikan informasi tentang Ayu itu beberapa lama.
"Apa kamu pernah kerja sebelumnya?" Zaki meletakkan berkasnya ke atas meja, seraya menyenderkan punggungnya ke kursi. Sorot matanya yang hitam menatap Ayu lekat-lekat.
"Saya bekerja membantu ibu saya jaga toko kelontong di pasar, selain itu belum pernah!"
"Sudah seumur kamu tapi belum pernah bekerja dimana-mana? Belum pengalaman sama sekali?"
Ayu mengangguk pasrah. Ditolak deh ini mah, gara-gara tidak pengalaman kerja. Tahu begini, dari keluar sekolah dia kerja dulu di pabrik atau dimana gitu.
"Tapi berarti kamu terbiasa hitung menghitung cepat kan?"
.Ayu mengangguk cepat." Iya, Pak,"
Ayu merasa ada harapan. Apalagi suara Zaki tidak sedingin sebelumnya. Sorot matanya pun lebih bersahabat. Fyuuh leganya ...
Zaki tampak manggut-manggut." Baiklah kamu saya terima untuk bagian kasir. Nanti Samuel akan mengajarimu cara menggunakan mesin tellernya."
Ayu cengok, udah segitu aja wawancaranya dan dia langsung diterima? Yee, Ayu berteriak dalam hati. Ia girang sekali. Akhirnya ia bisa mendapatkan pekerjaan.
Zaki menekan tombol intercom, memanggil salah satu karyawannya.
"Samuel ke ruangan saya!"
"Iya, Pak !"
Zaki menatap Ayu kembali. Menelisik penampilannya dari atas sampai kaki, membuat Ayu salah tingkah.
"Ke ... kenapa Bapak ngeliatin saya begitu?" Ayu gugup sampai pipinya memerah.
Untuk sesaat pria hedon ini terkesima melihat rona merah di pipi Ayu. Namun ia kembali merubah ekpresinya menjadi dingin.
"Kenapa? Ada masalah? Wajar kan kalau saya mengamati calon karyawan saya. Kalau ternyata ada kekurangan biar diperbaiki."
Ayu tersenyum malu. Ia menunduk menyembunyikan rona merah di pipinya. Tanpa Ayu sadari, Zaki tersenyum samar.
"Omong-omong untuk karyawan yang baru keterima kerja, kamu berani juga ya protes !"
"Maaf, Pak. Ayu gak bermaksud ngelawan Bapak,"
"It's ok. Kamu memang harus berani mengatakan apa yang kamu pikirin. Jangan selalu dipendam, nanti sakit paru."
Ayu terperangah, bosnya bijak sekali. Ayu tersentuh, sungguh!
"Kamu bisa masak ?" Suara Zaki mengembalikan kewarasan Ayu kembali.
"Bisa. Kata emak saya sih enak." Kata a Ifan apalagi. Enak pake banget deeh. Hadeeh, Irfan lagi. move on, Neng!
"Kalau gitu, kapan-kapan saya tes masak ya?"
"Siap, Pak !"
Bersamaan dengan itu terdengar pintu diketuk. Zaki berdehem mempersilahkan masuk. Seorang laki-laki berusia akhir 20 an, berambut tegak berdiri seperti di shagy masuk ke ruangan Zaki. Ia melirik Ayu sekilas, memperlihatkan seulas senyum yang manis dibibirnya.
"Samuel, kamu ajarin dia cara menggunakan mesin di kasir. Dia akan menggantikan Susanna yang mau cuti hamil,"
"Iya, Pak !"
Samuel memberi isyarat supaya Ayu mengikutinya. Ayu berdiri dari duduknya, mengangguk sopan pada Zaki lalu keluar mengikuti langkah Samuel. Zaki memandangi kepergian Ayu sembari tersenyum tipis. Bola matanya tak berkedip memandangi perempuan bertubuh sintal itu sampai akhirnya sosoknya menghilang dibalik pintu. Ia menyeringai.
Manis juga!
~~~*~~~
~~~***~~~Warning, cerita-cerita selanjutnya berdasarkan kejadian disekitar. Jadi bila kalian menemukan bahasa-bahasa yang menyudutkan, percayalah, itu hanya sebagai pembelajaran semata. Happy reading, lovely readers!~~~****~~~Langit gelap meski waktu masih menunjukkan pukul tujuh pagi. Angin berhembus dingin menusuk pori-pori dalam tubuh sehingga membuat seorang laki-laki yang sedang memakan sarapannya seorang diri, terpaksa mengenakan jaket hitam denim andalannya. Dari arah dapur, seorang perempuan berpakaian selutut, menghampirinya. Senyum manis menghias bibirnya yang merah itu."A Irfan, mau makan sore pake apa? Nasi goreng sosis mau gak?""Terserah." Lelaki yang dipanggil Irfan itu menyahut dingin. Tak lama ia berdiri meninggalkan sarapan nasi gorengnya yang masih tersisa setengah lagi."Aku pulang malam. Ada urusan."Selesai mengucapkan itu, Irfan pun berlal
~~~***~~~Ada yang pernah ngalamin kayak Ayu gak? Malemnya mimpi mantan, besoknya jalan ama cowok yang naksir dia?~~~***~~~"Neng, Aa cinta sama Neng!""Hati-hati atuh, Neng. Jantung Aa kayak mau copot kalau Neng kenapa-napa.""Neng, Aa janji bakal nikahin Neng !""Aa, kok bisa tahu Neng lagi di supermarket?""Batin Aa udah konek mau Neng kemana aja, Aa pasti tahu. Ga tahu kenapa begitu. Mungkin karena ikatan batin kita terlalu kuat.""Gombal ! Aa, naek paralayang, yuk!""Boleh. Tapi berdua naeknya biar bisa peluk!""Yeee modus aja..!!"Deg …Deg …Deg …Ayu terlonjak bangun dari tidurnya. Nafasnya terengah-engah, ia mengedarkan pandangan ke sekitarnya. Ia masih berada dikamar kostnya. Tak ada Irfan atau siapapun disampingnya. Ayu menghembuskan nafas lelah. Lagi-lagi ia bermimpi yang kesekian k
~~~***~~~Nafas dulu bentar, makin kesana nafasnya makin megap-megap. Hihihi ...Happy reading ...~~~***~~~"Meja no 15 minta billnya ya!""Ini uang dari meja no 21."Ayu sibuk menghitung dan memberikan kembalian. Menjelang siang restoran memang selalu ramai dengan karyawan yang makan siang dari gedung perkantoran sebrang resto. Samuel selaku pengawas mereka, tampak sesekali mondar mandir memberi pengarahan pada bawahannya. Namun seringnya ia berada depan meja kasir, membantu Ayu menghitung uang di laci sembari tak hentinya menggodanya."Hitung yang bener uangnya, jangan sampe kurang atau gaji lo gue potong!" Ujar Samuel tajam tapi anehnya bibirnya tersenyum menggoda. Bahkan sesekali ia menjilat bibirnya sensual berusaha menggoda Ayu.Ayu hanya menjawab ketus." Iya, Pak Samuel,""Bang Sam …" Samuel meralat panggilan Ayu."Iya, bang Sam..!"Ayu mencibir sebal. Anehnya bukannya tersinggung, Sam malah te
~~~***~~~ Susah ye, Bang, jaga mata kalau pacar jauh. ~~~***~~~ Siapa yang tak kenal Zaki? Bahkan sekelas artis pun mengenalnya karena mereka sering membooking restorannya. Namun bukan itu yang membuatnya terkenal. Melainkan ketampanan dan wibawanya lah yang membuatnya terkenal di kalangannya. Selain itu, karena Zaki adalah pria hedonis yang sangat menjaga penampilannya. Tak peduli di kantor, resto atau bahkan sedang di rumahnya sekali pun, ia senantiasa tampil bersih dan wangi. Membuat siapa pun betah berada di sisinya. Selain penampilannya, sikapnya pun akan membuatmu terpesona Saat ia terdiam, kau akan histeris dalam hati. Lalu berandai-andai, seandainya dia menjadi milikmu. Namun saat dia bicara, kamu akan gugup, dan merasa salah tingkah untuk berbuat apapun. Begitulah gambaran Zaki di mata karyawannya. Sayangnya, pria setampan dia seperti kebal dari pesona
~~~***~~~Jalanan ibu kota yang lengang malam ini seolah menjadi saksi bagaimana ngebutnya kendaraan roda dua yang Ayu kendarai supaya bisa cepat sampai ke kosnya. Dengan lincahnya ia menyalip kendaraan didepannya seakan ia sedang mengejar waktu, yang bila terlewat sedikit saja bisa berakibat fatal. Setelah sampai kosnya, ia bergegas menutup pintu pagar, lantas menutup semua jendela dan mengunci pintunya.Setelah yakin semua jendela dan pintu terkunci rapat, Ayu terduduk lemas disamping ranjang. Ia menghembuskan nafasnya frustasi. Benaknya seketika mengenang saat-saat kebersamaannya dengan Irfan selama ini, namun tak lama ia menggeleng-gelengkan kepalanya. Sebesar apapun ia mencintai Irfan, ia tidak akan mungkin kembali padanya.Bagaimana bisa Irfan mengatakan kalau ia takkan melepaskannya kali ini? Apa dia lupa dia sudah berumahtangga? Bagaimana nasib rumahtangganya nanti? Apa Desi ikut bersamanya? Apa sekarang mereka sudah punya baby? Apa Desi tahu Irfan m
~~~***~~~ Zaki baru saja selesai meeting dengan klien yang akan membooking restonya untuk acara ulang tahun. Hasilnya memuaskan, mereka akan memakai jasa restonya. Selesai meeting itu, Zaki bergegas kembali ke restonya karena tak sabar ingin segera bertemu Ayu. Entahlah, sejak melihat penampilan Ayu di pertemuan waktu itu, benaknya seakan tak henti menayangkan adegan saat Ayu berdiri di belakangnya, lalu senyumnya dan tawanya yang malu-malu kucing. Sungguh mempesona! Serasa ada yang hilang kalau sehari tak bertemu. Malam minggu restoran selalu ramai. Entah itu oleh pasangan muda atau pun yang sudah berkeluarga. Suasana restoran yang temaram semakin menambah kesan exotic. Ditambah live musik yang semakin memeriahkan suasana. Tadinya Zaki ingin segera menghampiri Ayu, tapi keadaan resto yang ramai, berimbas pada kesibukan Ayu yang tak jua berakhir. Jadi yang bisa ia lakukan hanya berdiri di sudut ruangan
~~~~***~~~~ Siang bersinar terik sekali memaparkan sinar radiasinya. Dicky pun hanya mengenakan singlet dan celana selutut, lantas membuat kopi untuk dirinya sendiri dan membawa kopinya ke samping rumah, di mana terdapat kursi untuk bersantai. "Ke mana si Desi, Mak? Suaminya ga ada tuh malah main terus. Kadang suka kepergok sama bapak, dia lagi belanja di pasar!" Dicky menggerutu sendiri saat menyadari rumahnya yang besar terasa sepi. Hanya ada dia dan Ambar, istrinya. "Lah emang gitu kelakuannya. Kalau gak makan sama teman-temannya, ya shopping. Pamer kali dia sekarang banyak uang," Sahut Ambar dari dalam rumah. Tak lama ia berjalan menghampiri Dicky dan duduk di sampingnya. Ia juga membawa secangkir kopi hitam pahit, kesukaannya. "Boros banget. Emangnya di rumah ga makan sampai makan di luar terus? Suami kerja susah payah sampai ke luar kota tapi dihambur-hamburin. Istri maca
~~~***~~~ Ditusuk dari belakang itu emang gak enak. ~~~***~~~ Waktu menunjukkan pukul 1.35 wib, siang. Udara cerah dan sejuk meski mentari terselimuti awan biru. Ayu mondar-mandir di kamar Kirana, gelisah. Jujur, ia masih takut menghadapi Samuel setelah apa yang terjadi di ruangan Samuel waktu itu. Apa nanti Samuel akan membalas dendam padanya? Lalu, melakukan hal-hal yang tidak senonoh padanya.Ayu mulai panic, kenapa jadi gini sih, kejadiannya? Aarrgghh .. Belum selesai berurusan dengan Samuel, Irfan kembali hadir. Tapi statusnya yang berbeda sebagai suami orang membuatnya ngeri. Desi akan marah kalau tahu Irfan mendekatinya kembali lalu mengancamnya lalu ... lalu ... aarghhh! Dunianya pasti sudah gila. Aarrggh... "Ayu mesti resign. Mau bagaimana lagi. Hidup Ayu sudah dalam bahaya. Irfan itu selalu mendapatkan apa yang ia mau kal
~~~***~~~ Flashback on. Beberapa jam sebelum Ayu dan Zaki bertemu, Ayu dan kedua mertuanya tiba menjelang subuh di rumah sakit di mana Irfan dirawat. Namun Ayu auto pingsan saat melihat dari balik kaca, seluruh tubuh Irfan terbungkus perban seperti mummy. Kedua mertuanya panik. Untunglah, petugas rumah sakit dengan sigap membawa Ayu ke ruang pemeriksaan. Menurut salah satu saksi mata yang berada di tempat kejadian, truk bermuatan kosong itu memang sudah oleng dari kejauhan. Dari arah yang berlawanan, mobil carry dengan bak terbuka yang dikendarai Sunar dan Irfan melaju pula dengan kencang. Sehingga saat di belokan, mobil keduanya bertemu dan bertabrakan. Mobil Irfan terseret sampai beberapa meter sebelum akhirnya terguling di samping truk tersebut. Semua pengemudi mobil terluka parah karena benturan berkali-kali yang mengenai kepala mereka. Bahkan kenek supir truk itu meninggal di tempat. Seme
~~~***~~~ “Sudahh berkali-kali Aa bilangin, jangan makan sambal. Lihat kan, akhirnya sekarang lambungmu kena.” “Biarin, suka-suka lah. Ngatur aja.” “Sampai ada yang berani membicarakan Ayu lagi di belakangku, awas kalian!” “Udah Aa, jangan galak gitu. Mereka, kan, cuman ngomongin. Neng gak papa, kok,” “ Biarkan Neng, biar mereka tahu, Aa gak suka kamu jadi bahan gunjingan terus menerus.” “Makanya lain kali pamit kalau mau pergi kemana-mana, gak usah jaim. Jadi kalau kejadian motormu mogok lagi, pulsa habis, dompet hilang, Aa bisa langsung jemput kamu. Main kabur aja. Untung aja Aa pasang gps di ponselmu jadi bisa tahu kamu di mana.” “Kalau bilang dulu, bisa-bisa kamu larang. Males,” “Baru disenyumin aja geer banget. Tuh cowok cuman iseng. Jangan gampangan jadi cewek
~~~***~~~ Semilir angin yang sejuk berhembus menerbangkan dedaunan pohon mangga yang banyak tertanam di depan rumah. Malam menjelang, namun suara deru kendaraan yang hilir mudik di depan rumah besar berhalaman luas itu tak jua berhenti. Sesekali orang yang lewat menyapa sang pemilik rumah yang sedang merokok sambil menatap kolam ikan miliknya. Setelah rokoknya tinggal sedikit, ia membuang puntung itu. Lalu ia memasuki rumahnya menuju ke ruanh makan. Perutnya sudah merintih minta diisi. Sesampainya di meja makan, ia membuka tudung saji itu dengan kening mengernyit. “Neng ..!” lelaki berkulit sawo matang itu memanggil sang pujaan hati. Perempuan cantik berambut sepinggang yang dipanggil Neng itu mendekat dari arah kamar. Ditangannya menggenggam ponsel berwarna perak. Raut wajahnya merengut karena tidak suka kesenangannya terganggu. “Apa sih? Ganggu aja.” “Maen ponsel m
~~~***~~~ Ayu tiba di kampungnya nyaris menjelang tengah malam di saat semua orang sudah tertidur lelap. Rasanya ia ingin cepat masuk kamar tapi Irfan menahannya di depan rumah. Katanya dia ingin berduaan dengannya. Huh, Ayu segan rasanya menghabiskan waktu hanya berdua saja dengannya meskipun itu hanya semenit. Irfan memilin-milin rambut Ayu di jarinya pelan, imbuhnya," kamu aku pingit. Jangan keluar rumah atau pergi kemana pun. Kalau aku tahu kamu pergi keluar rumah, kamu aku pingit di rumahku. Mau?" Ayu memalingkan wajahnya jengah.Lihat kan, dia selalusaja seperti ini dari dulu. Bagaimana ia menjalani hidupnya dengannya nanti? Bisa-bisa ia gila. "Kamu denger Aa gak Neng?" bahkan dalam keadaan tubuhnya penuh memar, akibat perkelahiannya tadi, tak mengurangi sedikitpun sifat posesifnya. Dasar laki-laki gelo! Bukannya memikirkan sakitnya, malah mikirin Ayu dan melarangnya ini itu.
~~~***~~~ Udara pagi itu bersinar cerah. Tak biasanya hari itu tidak turun hujan. Setelah seminggu berturut-turut hujan, pagi ini mentari tersenyum cerah. Menyapa insan dibumi yang sedang sibuk menjalankan aktivitasnya. Di sebuah bangunan sederhana, di mana terdapat enam pintu kost, kesibukan terlihat nyata disana. Satu persatu penghuni kos itu pergi. Ada yang mengenakan seragam kantor, sedang menaiki ojek online pesanannya, ada yang sudah pergi menaiki kendaraannya sendiri, dan ada yang mengenakan seragam kampus, yang dijemput temannya untuk pergi ke kampus bersama. Hingga kini hanya tersisa satu pintu terbuka. Sebuah mobil lossbak berhenti di depan koss Ayu yang sepi. Dua orang pria turun dari sana. Mereka tampak mengobrol dan mengetuk pintu pagar. Tak lama penghuni kos yang terakhir keluar dan membukakan pintu pagar koss. Penghuni kos terakhir itu adalah Wina, tetangga samping kos Ayu. Wina dan oran
~~~***~~~ Siang ini bersinar terik dan sinar radiasinya menusuk kulit. Beberapa orang yang sedang berada di luar ruangan mengeluhkan panasnya terik mentari yang belakangan ini sering sekali mereka alami. Sehinggga mereka bergegas mencari tempat untuk berlindung dari sengatan mentari tersebut. Di salah satu resto dalam mal, tampak Desi sedang menyantap makanannya itu dengan hati dongkol. Bagaimana ia tidak dongkol, Sudah 2 jam ia menunggu notif di ponselnya, berharap ada pemberitahuan uang masuk dari Dicky. Siang ini Dicky berjanji akan mentransfer uang 100 juta supaya dia tidak menyebarkan fhoto-fhoto tidak senonoh Irfan dan Ayu. Namun sampai ia selesai makan pun, tak jua ada pesan masuk. Awas saja kalau sampai mereka ingkar, dia akan menyebarkan foto itu di sosmed juga. Batinnya dalam hati. Desi menggeram kesal saat kembali menelpon mantan mertuanya tapi selalu tulalit. Ia kesal. Apa mantan m
~~~***~~~Ruangan itu kembali sepi setelah Ayu memberikan jawabannya tadi. Sejam yang lalu orang tua Irfan memilih pulang ke apartemen Irfan ditemani Irfan. Entah apa reaksi mereka melihat foto-foto kebersamaan mereka di apartemen itu nanti. Ayu sudah tak mau peduli. Hidupnya sudah tak berarti lagi. Ia hanya akan mengikuti kemana air mengalir. Ia sudah mati semenjak tak ada yang mempedulikan perasaannya lagi.Orangtuanya sendiri sedang makan di kantin sembari sembahyang isya. Ayu tak masalah ditinggal sendiri, toh ada tombol darurat untuk memanggil perawat kalau ia membutuhkan apapun.Lagipula kalau terjadi apapun padanys ya tidak masalah. Hidupnya sudah tidak berharga lagi. Ia sudah hancur.Hiikksss...Kreeet ... suara pintu kamarnya terbuka. Ayu menatap tajam ke arah pintu yang menampilkan sosok Desi dengan senyum sinisnya. Dulu, mungkin Ayu takut Desi yang terkenal paling Bengal di kelompoknya itu, melabraknya atau berbuat ses
~~~***~~~ Irfan terbangun dengan malas karena perutnya berteriak meminta makan. Refleks tangannya meraba tubuh Ayu yang tertidur disampingnya namun tangannya hanya menyentuh tempat kosong. Meski tangannya mulai bergerak kasar menepuk sana sini namun tak jua meraba tubuh Ayu. Sontak ia menoleh kesamping tempat tidurnya yang ternyata memang kosong. Panik, Irfan melonjak bangun sambil berteriak memanggil Ayu. "Neng ... kamu di mana Neng?" Terdengar suara gemericik air dari kamar mandi. Irfan menghela nafas lega. Ayunya ada di kamar mandi. Ia pun turun menuju kamar mandi dan mengetuk pintunya. "Neng, udah belum? Aa mau mandi juga." Hening. Tak ada jawaban. Dengan sabar Irfan mengetuk lagi lebih keras, berharap kali ini Ayu mendengarnya. "Neng, masih lama, gak? Aa mau mandi juga. Bukain dong..!" Hening, kembali tak ada jawaban. Tapi suara air yang terus bergemericik membuat Irfan yakin Ayu sedang mandi di dalamnya. Mendadak Irfan me
~~~***~~~ Setelah pulang dari karaoke itu, Irfan memaksa Ayu berkemas, ia akan mengajaknya pulang kampung besok. Ia berencana melamar Ayu setibanya mereka di kampung. Tak peduli orangtua mereka merestui atau tidak, ia akan tetap menikahi Ayu. Bahkan ia akan memberitahu kedua orangtua masing-masing kalau ia dan Ayu sudah berhubungan jauh. "Setibanya di kampung, Aa bakal langsung lamar kamu lalu kita nikah." Kata Irfan sebelum Ayu keluar dari mobil untuk mengambil baju-bajunya di kos. Ayu hanya mengangguk pasrah. Benaknya malah membayangkan apa reaksi Zaki kalau tahu Irfan memaksanya menikahinya padahal mereka sudah berpacaran. Apa Zaki akan kecewa padanya, menganggapnya perempuan jahat, atau mungkin membencinya. Kalau saja Zaki nekad mengajaknya kawin lari, Ayu bersedia. Sepertinya hidup bersama Zaki lebih menentramkan batinnya daripada hidup bersama Irfan. Tapi Irfan benar, Zaki bisa saja hanya i