~~~***~~~
Tak mungkin aku tak munngkiin..Aku kan hadir di pestamuTak sanggup aku tak sanggupMemberi doa restu untukmu …
Ayu memejamkan matanya meresapi lirik lagu dangdut Yulia Citra yang mengalun pelan dari ponselnya. Airmatanya menetes, menembus bulu-bulu matanya. Ingin rasanya ia terus menutup matanya dan melupakan hari yang membuatnya lara ini. Dadanya sakit sekali, lagu ini seakan menyindir nasibnya saat ini.
Tak ada seorangpun yang ingin nasib percintaannya kandas ditengah jalan, apalagi karena terganjal restu calon mertua. Semua ingin hubungannya lancar baik dengan pasangannya maupun dengan calon mertua. Ayu pun ingin hubungannya langgeng sampai pernikahan. Sayang, pertikaian diantara kedua orangtua mereka memupus mimpinya.
Hari ini adalah hari pernikahan Irfan dan Desi yang digelar dengan sangat meriah. Bahkan pedagang es krim, bakso atau somay yang disewa untuk memanjakan lidah para tamu undangan, sudah berjejer dari pagi. Tenda yang terpasang pun nyaris mencapai 5 meter, memenuhi badan jalan. Panggung dangdut dengan para biduanitanya yang sexy, semakin menambah semarak suasana. Suara mereka yang merdu bahkan terdengar sampai ke desa tetangga.
Selang beberapa menit ia menangis, suara lagu dangdut lain yang tak kalah kencang, berasal dari tempat hajatan mengalahkan suara musik di ponselnya.
Pacarku memang dekat 5 langkah dari rumah
Tak perlu kirim surat sms juga gak usahKalau rindu bertemu tinggal nongol depan pintuTangan tinggal melambai sambil bilang hallo sayang..Ayu melempar headphonenya ke tembok mengeluarkan bunyi krak dari tubrukan itu. Ayu sudah tak tahan lagi. ia tidak bisa terus begini. Ia harus secepatnya move on. Ayu beranjak menuju lemari dan mengeluarkan sebuah kotak lantas melemparnya ke lantai. Kotak yang berisi semua barang-barang pemberian Irfan itu berhamburan ke lantai. Dengan marah, Ayu mengambil korek api lantas mengumpulkan semua benda-benda itu ditengah ruangan untuk ia bakar.
Ada gelang yang dibelikan Irfan saat mereka naik paralayang dulu, baju diving saat mereka arung jeram di cai gede, sepatu kets couple saat ngetrack di Giri mukti, obat biru saat ia terluka saat memetik palawija, bahkan sampo khusus memandikan kambing kesayangannya pun ada. Ada kaos couple hitam yang dibeli di pasar malam, topi, kalung dan acesories lainnya. Foto-foto kebersamaan mereka pun masih tersimpan rapi disitu. Melihat sekilas pun, Ayu bisa merasakan ketulusan cinta Irfan disana. Tidak pura-pura seperti yang Desi tuduhkan.
Ayu menangis pilu. Melihat semua kenangan ini, sesak didadanya semakin menjadi-jadi. Bagaimana ia bisa melupakan Irfan sedang kenangan manis diantara mereka seperti udara yang ia hirup. Ia tidak bisa hidup tanpa Irfan.
Ayu meraih botol obat yang selalu ia simpan di lacinya. Obat yang ia kira takkan pernah ia minum lagi. Nyatanya, setelah Irfan meninggalkannya ia masih tetap meminum obat berbahaya ini. Tapi Ayu tak punya pilihan. Ia harus meminum obat ini atau dia bisa menjadi gila.
Baru saja Ayu selesai meminum obat itu, emaknya berteriak memanggilnya.
“Neng … Neng!”
Wah gawat, emaknya datang. Buru-buru Ayu mendorong kotak memori itu ke bawah ranjang. Setelahnya, ia membanting tubuhnya ke atas kasur dan berpura-pura tertidur. Semua ia lakukan secepat kilat. Tak lama pintunya terbuka.
Ceklek …
Emak memanggilnya lagi sambil berjalan ke arah Ayu di kasur.
"Mau kondangan ke si Irfan, gak?" Tanya emaknya sambil menarik bantal yang menutupi wajah Ayu.
Ia berdecak melihat kacaunya muka Ayu. Matanya merah dan bengkak, hidung meler, bantal yang basah dan bekas air mata yang mengering dipipinya. Ckckck ... patah hati sekali anakku !
"Ya nggak lah, Mak. Males amat liat kawinan mereka. Mendingan tidur."
Emaknya berdecak mendengar jawaban melankolis anak semata wayang kesayangannya.
"Ya kalau kamu udah ikhlas, jangan nangis terus. Bengkak itu matamu. Tunjukin dong kalau kamu bisa hidup tanpa si Irfan, kayak gak ada cowok lain aja. Lagian Emak mah sampai kapan juga gak mau besanan sama dia. Sebel sama orangtuanya. Panasan, gak mau kalah sama orang lain, huh," Cerocos Emaknya panjang lebar membuat Ayu tercenung.
Ayu memang tahu keburukan sipat orangtua Irfan yang tidak mau kalah oleh siapapun, baik itu dalam hal materi atau status sosial. Tapi Irfan tidak seperti mereka. Irfan itu laki-laki pekerja keras, tidak gampang panasan, chuek, dan paling penting, ia yang paling tulus cintanya dibandingkan pacarnya yang lain. Yah, meskipun sipatnya terlalu posesif dan selalu mengekangnya.
"Tapi a Irfan mah gak gitu, Mak. A Ifan mah baik. Ke Neng ngejaga banget. Buktinya ga pernah macem-macem selama pacaran." Ayu meringis, ia lupa Irfan nyaris melecehkannya saat ia menolak diajak kawin lari.
"Sebaik apa pun anaknya, kalau sudah nikah mah, pasti orangtua ada ikut campurnya. Sampe sekarang bapakmu sama bapak dia rebutan air di sawah tiap musim katiga, rebutan pembeli domba, rebutan pengen keliatan bagus depan orang. Bencinya juga udah ngakar sampe ulu hati. Kalau ga malu sama orang, Emak males kondangan. Mending minum kopi sambil makan bakwan di rumah. Benci kamunya jadi omongan orang orang gara-gara kamu ditinggal kawin. Disangka cewek gak bener. Kasian Ayu.. ditinggal mantannya nikah, mana nikahnya sama teman dekatnya. Pengen emak remes aja tuh mulut yang ngomongin kamu."
Tes ... air mata Ayu kembali menetes seakan tak ada habisnya. Padahal ia sudah menangis semalaman. Nyatanya, stok airmatanya masih banyak saja.
Emaknya benar. Tentu saja ia tahu tatapan menghakimi atau mengasihani orang-orang semenjak tahu kekasihnya menikah dengan orang lain. Padahal mereka berpacaran selama 5 tahun, bolak-balik antar jemput Ayu tiap hari. Tapi menikahnya dengan orang lain. Makanya jangan kelamaan jagain jodoh orang, Neng !
"Mak, Ayu mau ngerantau ke kota. Siapa tahu kalau jauh, Ayu bisa lupa. Boleh ya?" kata Ayu parau.
"Iya. Mending di kota dulu aja, nenangin pikiran dulu. Ntar ikut si Sri, adek emak di Jakarta. Tapi sambil kerja jangan cuman maen doang."
"Iya atuh, Emak. Masa Ayu maen doang, malu sama yang ditumpangin."
"Ya udah. Sekarang mah Neng tidur aja biar lega, Emak juga ngantuk, mau tidur." Suara emaknya serak, seperti menahan tangis. Emak berpura-pura menguap dan mengucek matanya.
Ayu bangkit dari tidurannya dan memeluk emaknya, terharu.
"Mak, Ayu janji ini bakal jadi airmata terakhir. Ayu gak bakalan nangisin a Irfan lagi. Dan Ayu bakal kasih emak calon menantu yang lebih baik dari a Irfan." Ayu merasa dadanya sesak melihat wajah sedih emaknya.
"Harus atuh, Neng. Neng itu kan cantik, kembang desa kampung ini. Banyak yang naksir sama Neng. Neng aja suka gak nyadar. Kemaren si Joko, anak pak Mud, nanyain Neng ama siapa sekarang? Emak bilang aja lagi sendiri, gak lagi sama siapa-siapa."
Ayu mendengus, kesal." Awas kalau emak nyodor-nyodorin Neng kaya gitu lagi. Neng belum pengen nikah. Masih pengen bebas ah."
Emak tertawa," iya nggak atuh. Udah tidur sono. Emak juga mau tidur siang. Ngantuk." Kata emanya sambil beranjak keluar, sesekali tangannya menyusut matanya yang meneteskan airmata membuat Ayu terharu dengan besarnya kasih sayang orangtuanya yang takkan pernah bisa ia balas sampai kapanpun.
Neng sayang banget sama Emak!
Ayu memejamkan matanya, mencoba kembali tidur. Nyatanya tidak segampang itu. Suara musik hajatan yang mungkin sengaja di volume sangat kencang membuat Ayu terjaga. Ia menangis tertahan merenungi nasibnya. Seandainya Irfan bukan terlahir sebagai anak keluarga Suherman, mungkin sekarang ia-lah yang berada di pelaminan bersamanya dan mereka bisa bahagia selamanya.
Keluarga Dicky Suherman, ayah Irfan dan keluarga Maman Sulaeman, ayahnya bermusuhan sejak mereka mulai menggeluti dunia usaha ternak domba dan sawah. Mereka seakan saling bersaing menunjukan pada warga bahwa mereka paling hebat, paling kaya dan paling berpengaruh di kampung leuwi jurig itu.
Sejak masih berteman sampai akhirnya pacaran pun, tak pernah sekali pun kedua orangtua mereka merespon bahkan cenderung mengabaikan dan menolak kebersamaan mereka. Itu lah sebabnya mereka pacaran backstreet dan berapa kali putus nyambung karena mereka menyadari, tak ada harapan untuk masa depan mereka. Tapi cinta membutakan segalanya. Selalu saja mereka kembali lagi bersama meski akhirnya masa itu berakhir sudah. Karena kini Irfan resmi menikah dengan Desi, mantan sahabat dekatnya yang bisa setega itu menikungnya.
"Mungkin emang harus ngadu nasib di kota aja biar gak gila karena inget kamu terus."
Ayu memejamkan matanya saat kantuk hebat mulai menyerangnya. Sepertinya obat tidurnya sudah mulai bereakasi. Selamat tinggal Aa! Semoga kamu bahagia.
Tak ada yang tahu di pelaminan sana, Irfan berkali-kali menekan dadanya yang sakit karena tak menyangka sesakit ini rasanya meninggalkan Ayu. Senyumnya hambar tak seperti senyum bahagia Desi yang menguar ke tamu undangan membuat semua orang mengira mereka pasangan yang sedang berbahagia.
~~~***~~~
~~~***~~~Hari dimana perhelatan pernikahan Irfan dan Desi digelar mewah dua hari dua malam. Ayu benar-benar terpuruk, tidak keluar kamar, tidak makan dan hanya sekedar minum, ia terus memejamkan matanya membuat Asih dan Maman khawatir. Asih sampai menangis tersedu-sedu setiap menghampiri kamar Ayu, dan mendapati Ayu selalu dalam keadaan tertidur."Mak, telpon Kirana aja, biar Ayu dibawa ke Jakarta. Bapak gak bisa lihat Ayu seperti ini." Maman serak. Ia duduk disamping ranjang Ayu dan mengelus rambut anak semata wayangnya dengan sedih.Asih mengangguk seraya menyusut airmata yang menetes dipipinya. Sebagai seorang ibu, tentu saja dadanya sesak melihat kondisi Ayu. Tapi mereka tidak punya pilihan, kan? Daripada menikahkan Ayu dengan Irfan, Ayu akan lebih menderita. Lebih baik dicegah dari sekarang.~~~***~~~Ayu menggeliat terbangun. Perutnya berteriak minta diisi karena sudah beberapa hari ini ia tidak makan. Salahnya juga sih yang memilih tidur te
~~~***~~~"Dimakan basonya, jangan bengong. Itu baso mahal! Emang gak laper muter-muter mal dua jam cuman buat nyari baju doang?" Sindir Kirana sinis. Ayu mencibir sinis tapi ia menurut juga memakan basonya dengan lahap.Yeah, malamnya Kirana memang mengajak Ayu shopping baju-baju untuk Ayu kerja nanti di mal GI, sekaligus perawatan full body di salon. Dua jam kemudian, mereka selesai. Ayu terperangah saat melihat wajahnya dicermin. Ia seperti terlahir menjadi Ayu yang baru. Tak ada lagi Ayu yang kusam, kuyu dan kampungan. Ia seperti orang kota kebanyakan, yang muda, segar, cantik dan mempesona. Pantas saja Kirana selalu cantik, ternyata ini rahasianya.Kirana berjalan lebih dulu menggiring Ayu ke kedai mie paling enak di mal ini. Ia tahu Ayu menyukai semua makanan dari mie, karena itu daripada mengajaknya makan steak, ia bawa saja Ayu makan bakso king. Sembari menunggu pesanan, mereka kembali mengobrol.“Lo suka gak, perubahan wajah lo ini?”
~~~***~~~Warning, cerita-cerita selanjutnya berdasarkan kejadian disekitar. Jadi bila kalian menemukan bahasa-bahasa yang menyudutkan, percayalah, itu hanya sebagai pembelajaran semata. Happy reading, lovely readers!~~~****~~~Langit gelap meski waktu masih menunjukkan pukul tujuh pagi. Angin berhembus dingin menusuk pori-pori dalam tubuh sehingga membuat seorang laki-laki yang sedang memakan sarapannya seorang diri, terpaksa mengenakan jaket hitam denim andalannya. Dari arah dapur, seorang perempuan berpakaian selutut, menghampirinya. Senyum manis menghias bibirnya yang merah itu."A Irfan, mau makan sore pake apa? Nasi goreng sosis mau gak?""Terserah." Lelaki yang dipanggil Irfan itu menyahut dingin. Tak lama ia berdiri meninggalkan sarapan nasi gorengnya yang masih tersisa setengah lagi."Aku pulang malam. Ada urusan."Selesai mengucapkan itu, Irfan pun berlal
~~~***~~~Ada yang pernah ngalamin kayak Ayu gak? Malemnya mimpi mantan, besoknya jalan ama cowok yang naksir dia?~~~***~~~"Neng, Aa cinta sama Neng!""Hati-hati atuh, Neng. Jantung Aa kayak mau copot kalau Neng kenapa-napa.""Neng, Aa janji bakal nikahin Neng !""Aa, kok bisa tahu Neng lagi di supermarket?""Batin Aa udah konek mau Neng kemana aja, Aa pasti tahu. Ga tahu kenapa begitu. Mungkin karena ikatan batin kita terlalu kuat.""Gombal ! Aa, naek paralayang, yuk!""Boleh. Tapi berdua naeknya biar bisa peluk!""Yeee modus aja..!!"Deg …Deg …Deg …Ayu terlonjak bangun dari tidurnya. Nafasnya terengah-engah, ia mengedarkan pandangan ke sekitarnya. Ia masih berada dikamar kostnya. Tak ada Irfan atau siapapun disampingnya. Ayu menghembuskan nafas lelah. Lagi-lagi ia bermimpi yang kesekian k
~~~***~~~Nafas dulu bentar, makin kesana nafasnya makin megap-megap. Hihihi ...Happy reading ...~~~***~~~"Meja no 15 minta billnya ya!""Ini uang dari meja no 21."Ayu sibuk menghitung dan memberikan kembalian. Menjelang siang restoran memang selalu ramai dengan karyawan yang makan siang dari gedung perkantoran sebrang resto. Samuel selaku pengawas mereka, tampak sesekali mondar mandir memberi pengarahan pada bawahannya. Namun seringnya ia berada depan meja kasir, membantu Ayu menghitung uang di laci sembari tak hentinya menggodanya."Hitung yang bener uangnya, jangan sampe kurang atau gaji lo gue potong!" Ujar Samuel tajam tapi anehnya bibirnya tersenyum menggoda. Bahkan sesekali ia menjilat bibirnya sensual berusaha menggoda Ayu.Ayu hanya menjawab ketus." Iya, Pak Samuel,""Bang Sam …" Samuel meralat panggilan Ayu."Iya, bang Sam..!"Ayu mencibir sebal. Anehnya bukannya tersinggung, Sam malah te
~~~***~~~ Susah ye, Bang, jaga mata kalau pacar jauh. ~~~***~~~ Siapa yang tak kenal Zaki? Bahkan sekelas artis pun mengenalnya karena mereka sering membooking restorannya. Namun bukan itu yang membuatnya terkenal. Melainkan ketampanan dan wibawanya lah yang membuatnya terkenal di kalangannya. Selain itu, karena Zaki adalah pria hedonis yang sangat menjaga penampilannya. Tak peduli di kantor, resto atau bahkan sedang di rumahnya sekali pun, ia senantiasa tampil bersih dan wangi. Membuat siapa pun betah berada di sisinya. Selain penampilannya, sikapnya pun akan membuatmu terpesona Saat ia terdiam, kau akan histeris dalam hati. Lalu berandai-andai, seandainya dia menjadi milikmu. Namun saat dia bicara, kamu akan gugup, dan merasa salah tingkah untuk berbuat apapun. Begitulah gambaran Zaki di mata karyawannya. Sayangnya, pria setampan dia seperti kebal dari pesona
~~~***~~~Jalanan ibu kota yang lengang malam ini seolah menjadi saksi bagaimana ngebutnya kendaraan roda dua yang Ayu kendarai supaya bisa cepat sampai ke kosnya. Dengan lincahnya ia menyalip kendaraan didepannya seakan ia sedang mengejar waktu, yang bila terlewat sedikit saja bisa berakibat fatal. Setelah sampai kosnya, ia bergegas menutup pintu pagar, lantas menutup semua jendela dan mengunci pintunya.Setelah yakin semua jendela dan pintu terkunci rapat, Ayu terduduk lemas disamping ranjang. Ia menghembuskan nafasnya frustasi. Benaknya seketika mengenang saat-saat kebersamaannya dengan Irfan selama ini, namun tak lama ia menggeleng-gelengkan kepalanya. Sebesar apapun ia mencintai Irfan, ia tidak akan mungkin kembali padanya.Bagaimana bisa Irfan mengatakan kalau ia takkan melepaskannya kali ini? Apa dia lupa dia sudah berumahtangga? Bagaimana nasib rumahtangganya nanti? Apa Desi ikut bersamanya? Apa sekarang mereka sudah punya baby? Apa Desi tahu Irfan m
~~~***~~~ Zaki baru saja selesai meeting dengan klien yang akan membooking restonya untuk acara ulang tahun. Hasilnya memuaskan, mereka akan memakai jasa restonya. Selesai meeting itu, Zaki bergegas kembali ke restonya karena tak sabar ingin segera bertemu Ayu. Entahlah, sejak melihat penampilan Ayu di pertemuan waktu itu, benaknya seakan tak henti menayangkan adegan saat Ayu berdiri di belakangnya, lalu senyumnya dan tawanya yang malu-malu kucing. Sungguh mempesona! Serasa ada yang hilang kalau sehari tak bertemu. Malam minggu restoran selalu ramai. Entah itu oleh pasangan muda atau pun yang sudah berkeluarga. Suasana restoran yang temaram semakin menambah kesan exotic. Ditambah live musik yang semakin memeriahkan suasana. Tadinya Zaki ingin segera menghampiri Ayu, tapi keadaan resto yang ramai, berimbas pada kesibukan Ayu yang tak jua berakhir. Jadi yang bisa ia lakukan hanya berdiri di sudut ruangan
~~~***~~~ Flashback on. Beberapa jam sebelum Ayu dan Zaki bertemu, Ayu dan kedua mertuanya tiba menjelang subuh di rumah sakit di mana Irfan dirawat. Namun Ayu auto pingsan saat melihat dari balik kaca, seluruh tubuh Irfan terbungkus perban seperti mummy. Kedua mertuanya panik. Untunglah, petugas rumah sakit dengan sigap membawa Ayu ke ruang pemeriksaan. Menurut salah satu saksi mata yang berada di tempat kejadian, truk bermuatan kosong itu memang sudah oleng dari kejauhan. Dari arah yang berlawanan, mobil carry dengan bak terbuka yang dikendarai Sunar dan Irfan melaju pula dengan kencang. Sehingga saat di belokan, mobil keduanya bertemu dan bertabrakan. Mobil Irfan terseret sampai beberapa meter sebelum akhirnya terguling di samping truk tersebut. Semua pengemudi mobil terluka parah karena benturan berkali-kali yang mengenai kepala mereka. Bahkan kenek supir truk itu meninggal di tempat. Seme
~~~***~~~ “Sudahh berkali-kali Aa bilangin, jangan makan sambal. Lihat kan, akhirnya sekarang lambungmu kena.” “Biarin, suka-suka lah. Ngatur aja.” “Sampai ada yang berani membicarakan Ayu lagi di belakangku, awas kalian!” “Udah Aa, jangan galak gitu. Mereka, kan, cuman ngomongin. Neng gak papa, kok,” “ Biarkan Neng, biar mereka tahu, Aa gak suka kamu jadi bahan gunjingan terus menerus.” “Makanya lain kali pamit kalau mau pergi kemana-mana, gak usah jaim. Jadi kalau kejadian motormu mogok lagi, pulsa habis, dompet hilang, Aa bisa langsung jemput kamu. Main kabur aja. Untung aja Aa pasang gps di ponselmu jadi bisa tahu kamu di mana.” “Kalau bilang dulu, bisa-bisa kamu larang. Males,” “Baru disenyumin aja geer banget. Tuh cowok cuman iseng. Jangan gampangan jadi cewek
~~~***~~~ Semilir angin yang sejuk berhembus menerbangkan dedaunan pohon mangga yang banyak tertanam di depan rumah. Malam menjelang, namun suara deru kendaraan yang hilir mudik di depan rumah besar berhalaman luas itu tak jua berhenti. Sesekali orang yang lewat menyapa sang pemilik rumah yang sedang merokok sambil menatap kolam ikan miliknya. Setelah rokoknya tinggal sedikit, ia membuang puntung itu. Lalu ia memasuki rumahnya menuju ke ruanh makan. Perutnya sudah merintih minta diisi. Sesampainya di meja makan, ia membuka tudung saji itu dengan kening mengernyit. “Neng ..!” lelaki berkulit sawo matang itu memanggil sang pujaan hati. Perempuan cantik berambut sepinggang yang dipanggil Neng itu mendekat dari arah kamar. Ditangannya menggenggam ponsel berwarna perak. Raut wajahnya merengut karena tidak suka kesenangannya terganggu. “Apa sih? Ganggu aja.” “Maen ponsel m
~~~***~~~ Ayu tiba di kampungnya nyaris menjelang tengah malam di saat semua orang sudah tertidur lelap. Rasanya ia ingin cepat masuk kamar tapi Irfan menahannya di depan rumah. Katanya dia ingin berduaan dengannya. Huh, Ayu segan rasanya menghabiskan waktu hanya berdua saja dengannya meskipun itu hanya semenit. Irfan memilin-milin rambut Ayu di jarinya pelan, imbuhnya," kamu aku pingit. Jangan keluar rumah atau pergi kemana pun. Kalau aku tahu kamu pergi keluar rumah, kamu aku pingit di rumahku. Mau?" Ayu memalingkan wajahnya jengah.Lihat kan, dia selalusaja seperti ini dari dulu. Bagaimana ia menjalani hidupnya dengannya nanti? Bisa-bisa ia gila. "Kamu denger Aa gak Neng?" bahkan dalam keadaan tubuhnya penuh memar, akibat perkelahiannya tadi, tak mengurangi sedikitpun sifat posesifnya. Dasar laki-laki gelo! Bukannya memikirkan sakitnya, malah mikirin Ayu dan melarangnya ini itu.
~~~***~~~ Udara pagi itu bersinar cerah. Tak biasanya hari itu tidak turun hujan. Setelah seminggu berturut-turut hujan, pagi ini mentari tersenyum cerah. Menyapa insan dibumi yang sedang sibuk menjalankan aktivitasnya. Di sebuah bangunan sederhana, di mana terdapat enam pintu kost, kesibukan terlihat nyata disana. Satu persatu penghuni kos itu pergi. Ada yang mengenakan seragam kantor, sedang menaiki ojek online pesanannya, ada yang sudah pergi menaiki kendaraannya sendiri, dan ada yang mengenakan seragam kampus, yang dijemput temannya untuk pergi ke kampus bersama. Hingga kini hanya tersisa satu pintu terbuka. Sebuah mobil lossbak berhenti di depan koss Ayu yang sepi. Dua orang pria turun dari sana. Mereka tampak mengobrol dan mengetuk pintu pagar. Tak lama penghuni kos yang terakhir keluar dan membukakan pintu pagar koss. Penghuni kos terakhir itu adalah Wina, tetangga samping kos Ayu. Wina dan oran
~~~***~~~ Siang ini bersinar terik dan sinar radiasinya menusuk kulit. Beberapa orang yang sedang berada di luar ruangan mengeluhkan panasnya terik mentari yang belakangan ini sering sekali mereka alami. Sehinggga mereka bergegas mencari tempat untuk berlindung dari sengatan mentari tersebut. Di salah satu resto dalam mal, tampak Desi sedang menyantap makanannya itu dengan hati dongkol. Bagaimana ia tidak dongkol, Sudah 2 jam ia menunggu notif di ponselnya, berharap ada pemberitahuan uang masuk dari Dicky. Siang ini Dicky berjanji akan mentransfer uang 100 juta supaya dia tidak menyebarkan fhoto-fhoto tidak senonoh Irfan dan Ayu. Namun sampai ia selesai makan pun, tak jua ada pesan masuk. Awas saja kalau sampai mereka ingkar, dia akan menyebarkan foto itu di sosmed juga. Batinnya dalam hati. Desi menggeram kesal saat kembali menelpon mantan mertuanya tapi selalu tulalit. Ia kesal. Apa mantan m
~~~***~~~Ruangan itu kembali sepi setelah Ayu memberikan jawabannya tadi. Sejam yang lalu orang tua Irfan memilih pulang ke apartemen Irfan ditemani Irfan. Entah apa reaksi mereka melihat foto-foto kebersamaan mereka di apartemen itu nanti. Ayu sudah tak mau peduli. Hidupnya sudah tak berarti lagi. Ia hanya akan mengikuti kemana air mengalir. Ia sudah mati semenjak tak ada yang mempedulikan perasaannya lagi.Orangtuanya sendiri sedang makan di kantin sembari sembahyang isya. Ayu tak masalah ditinggal sendiri, toh ada tombol darurat untuk memanggil perawat kalau ia membutuhkan apapun.Lagipula kalau terjadi apapun padanys ya tidak masalah. Hidupnya sudah tidak berharga lagi. Ia sudah hancur.Hiikksss...Kreeet ... suara pintu kamarnya terbuka. Ayu menatap tajam ke arah pintu yang menampilkan sosok Desi dengan senyum sinisnya. Dulu, mungkin Ayu takut Desi yang terkenal paling Bengal di kelompoknya itu, melabraknya atau berbuat ses
~~~***~~~ Irfan terbangun dengan malas karena perutnya berteriak meminta makan. Refleks tangannya meraba tubuh Ayu yang tertidur disampingnya namun tangannya hanya menyentuh tempat kosong. Meski tangannya mulai bergerak kasar menepuk sana sini namun tak jua meraba tubuh Ayu. Sontak ia menoleh kesamping tempat tidurnya yang ternyata memang kosong. Panik, Irfan melonjak bangun sambil berteriak memanggil Ayu. "Neng ... kamu di mana Neng?" Terdengar suara gemericik air dari kamar mandi. Irfan menghela nafas lega. Ayunya ada di kamar mandi. Ia pun turun menuju kamar mandi dan mengetuk pintunya. "Neng, udah belum? Aa mau mandi juga." Hening. Tak ada jawaban. Dengan sabar Irfan mengetuk lagi lebih keras, berharap kali ini Ayu mendengarnya. "Neng, masih lama, gak? Aa mau mandi juga. Bukain dong..!" Hening, kembali tak ada jawaban. Tapi suara air yang terus bergemericik membuat Irfan yakin Ayu sedang mandi di dalamnya. Mendadak Irfan me
~~~***~~~ Setelah pulang dari karaoke itu, Irfan memaksa Ayu berkemas, ia akan mengajaknya pulang kampung besok. Ia berencana melamar Ayu setibanya mereka di kampung. Tak peduli orangtua mereka merestui atau tidak, ia akan tetap menikahi Ayu. Bahkan ia akan memberitahu kedua orangtua masing-masing kalau ia dan Ayu sudah berhubungan jauh. "Setibanya di kampung, Aa bakal langsung lamar kamu lalu kita nikah." Kata Irfan sebelum Ayu keluar dari mobil untuk mengambil baju-bajunya di kos. Ayu hanya mengangguk pasrah. Benaknya malah membayangkan apa reaksi Zaki kalau tahu Irfan memaksanya menikahinya padahal mereka sudah berpacaran. Apa Zaki akan kecewa padanya, menganggapnya perempuan jahat, atau mungkin membencinya. Kalau saja Zaki nekad mengajaknya kawin lari, Ayu bersedia. Sepertinya hidup bersama Zaki lebih menentramkan batinnya daripada hidup bersama Irfan. Tapi Irfan benar, Zaki bisa saja hanya i