“Kita putus ya, Neng !"
Deg … deg … deg …
Ayu mengedipkan matanya beberapa kali seakan ingin meyakinkan pendengarannya. Siapa tahu ia lupa mengorek kupingnya. Mereka saling bertatapan dalam diam. Ayu tampak shock tapi tak lama ia terkekeh. Di langit, awan mulai gelap pertanda sebentar lagi hujan akan turun.
"Aa itu kenapa? Ada masalah? Dikit-dikit bilang putus."
"Neng, Aa serius. Kita mesti putus." Irfan menarik tangan Ayu yang sedang memainkan ranting didepannya, agar menghadapnya. Mereka duduk berhadapan dengan raut wajah berbeda. Ayu yang mesam-mesem tak percaya, dan Irfan yang menatapnya terluka.
"Sok aja lah. Palingan juga nanti kangen sama Neng, balikan lagi. Aa mah kan gitu. Bilangnya putus, tapi nanti malah makin gencar ngerayu Neng. Ujung ujungnya ngajak balikan. Gak aneh." Cibir Ayu sambil memukul pelan pipi Irfan.
Namun Irfan tak bergeming, ia tak jua melepaskan pandangannya dari wajah Ayu meski Ayu meneruskan memukul dan mencubit pipinya pelan. Ayu mengerutkan kening, dalam hati ia menduga tentang satu hal. Jangan-jangan,
"Kemaren, domba bapak Aa kalah lagi sama si Asep, domba bapak Neng. Bapak ngamuk trus nyuruh mutusin Neng." Tuh kan bener ...
"Trus masalahnya apa, Aa? Kan kita mah udah biasa kayak gini. Orangtua berantem, kita yang disuruh putus tapi tar juga balikan lagi kan? Ini mah kamuflase aja biar ortu kita tenang kan?"
Irfan memalingkan wajahnya ke kiri, menyamarkan kesedihan di wajahnya. Ayu membalikkan wajah Irfan supaya menghadapnya, namun kali ini Irfan menepisnya dan menatap ke arah lain. Ayu mengerucutkan bibirnya kesal.
"Terus aja bilang gitu, Neng gak percaya lagi."
"Maaf, Neng. Kali ini kita beneran putus. Aa dijodohin sama temen deket Neng, si Desi."
Deg deg deg.. Me Ni Kah ??!!! Jadi ini teh beneran.
Ayu meraung menangis tak percaya. Ia memukul dada Irfan sekuat yang ia mampu. Ia tak terima Irfan meninggalkanya begitu saja setelah 5 tahun mereka bersama. Harusnya Irfan menolak perjodohan itu dan memperjuangkan cinta suci diantara mereka. Bukankah Irfan selalu berjanji akan menikahinya?
"Neng gak terima. Harusnya Aa tolak perjodohan itu. Kamu janji bakal nikah sama Neng. Dasar pembohong." Ayu meraung histeris.
"Maafin Aa, Neng. Aa juga ga mau dinikahin sama Desi tapi ini keputusan orangtua. Aa ga mau jadi anak durhaka. Selamanya Neng akan menjadi yang terbaik di hati Aa,"
Plaakk...
"Neng! Ngomong dong, jangan diem terus." Irfan memanggilnya sambil mengguncang jemari tangannya yang mendadak dingin. Ayu tersentak dari lamunannya. Ia meringis dalam hati. Ternyata kemarahannya itu hanya ada dalam hatinya saja. Seandainya ia bisa mengatakannya dan meminta Irfan menolak perjodohan itu.
"Kenapa harus Desi? Emang gak ada cewek lain. Neng sama Desi kan teman dekat." Ulu hatinya berdenyut sakit. Ingin rasanya ia berteriak melampiaskan kemarahan dan kekecewaannya, tapi itu tidak mungkin. Ayu terlalu takut untuk melakukannya. Ia selalu takut. Ia melampiaskan ketakutannya dengan melempar ranting kayu disampingnya dan mengenai kadal yang sedang bersembunyi dibalik rerumputan. Kadal itu auto lari ketakutan.
"Itu mau Mamah bukan Aa. Tahu sendiri kan Desi sering ngasih dia masakannya. Katanya Desi pinter masak jadi pasti bisa ngurusin Aa, makanya mamah memilihnya."
Ayu menggigit bibirnya, pahit. Di langit, air hujan mulai meneteskan butirannya, mengenai kakinya.
"Ya udah, mau gimana lagi. Gimana pun juga hubungan kita emang gak akan ada masa depan tanpa restu orangtua. Apalagi Mamah, dia kan ga suka banget sama Neng," Gadis manis bertahi lalat tipis dibawah bibir itu tersenyum getir, ia memalingkan wajahnya ke depan. Menatap hamparan padi yang hijau." Sudahlah, ikutin aja mau Mamah. Yang penting mereka bahagia."
“Tapi Aa mah gak bisa jauh dari kamu, Neng. Kita kawin lari aja, hayu! Aa janji bakal bahagiain Neng." Lelaki berambut cepak itu menepuk dadanya sendiri, bangga.” Kalau cuman nafkahin Neng seorang mah Aa sanggup. Beliin rumah, motor, Aa bisa. Gak bakal sengsara hidup sama Aa mah.”
Ayu terkekeh. Kalau lagi ngerayu, lelaki bertampang sangar ini manis sekali. Es krim saja bisa mencair kalau mendengar rayuannya. Kadang dia sedang marah pun lupa dengan marahnya, malah makin jatuh cinta. Hujan mulai menetes sedikit demi sedikit, mengenai ujung kakinya yang hanya mengenakan sandal teplek. Saung tempat mereka berteduh mengeluarkan bunyi nyaring saat tetesan hujan mengenai atapnya.
"Jangan jadi anak durhaka. Mana ada orang hidup bahagia kalau melawan orangtua? Turutin aja maunya orangtua biar hidupnya berkah. Neng ikhlas kok Aa nikah sama Desi." Mendadak Ayu merasa seperti ada silet yang mengiris ulu hatinya. Ngomong apa sih kamu, Yu! Hiiikks …
Irfan menggeleng-gelengkan kepalanya, ia mencibir tak percaya." Yakin Aa boleh nikah sama Desi? Wajahnya pucat gitu. Asal Neng bilang ga boleh, Aa ikutin. Aa mah ngikutin apa kata Neng aja."
Lagi, Ayu tertawa melihat kebesaran tekad laki-laki yang sudah lima tahun menjalani hubungan dengannya. " iya, Neng rela melepas Aa kali ini untuk selamanya. Selamat ya! Semoga berbahagia.” Ayu mengulurkan tangannya, mengucapkan selamat.
Bukannya membalas uluran tangan itu, Irfan meraung." Kamu mah selalu begitu dari dulu. Gak pernah peduliin perasaan Aa itu cuman cinta sama Neng dan cuman pengen nikah sama Neng. Ngerti gak?”
Ayu salah tingkah melihat Irfan seputus asa itu.“ Jangan ngomong gitu atuh, Aa. Aa harus belajar melepas Neng. Ya udah atuh, Neng pulang dulu biar Aa cepat lupa sama Neng. Hujannya juga makin lebat. Nanti Emak nyariin. Selamat tinggal Aa …”
Baru saja kaki gadis manis itu menginjak tanah dibawah saung, bola matanya membelalak lebar saat Irfan menarik tubuhnya kembali ke dalam saung. Tubuhnya jatuh terlentang diatas lantai kayu yang terbuat dari kayu itu..
“Kalau cara baik-baik gak bisa, begini saja .."
Belum sempat Ayu mencerna perkataan Irfan, tiba-tiba Irfan menindih tubuhnya. Sontak Ayu menendangnya sampai Irfan terjengkang ke luar. Hujan deras mengguyur tubuh Irfan seketika saat tubuhnya berada di alam terbuka.
Ayu menangis tertahan, bibirnya bergetar." Aa gila. Neng gak nyangka Aa tega berbuat begitu sama Neng. Aa jahat!"
"Maaf Neng, Aa khilaf ta ..." Suara Irfan terputus saat suara yang lebih besar memekakkan gendang telinga mereka. Ayu menjerit ketakutan, ia menutup kedua telinganya dengan kedua tangannya.
Jegerr ... jeger ...
Suara petir menggelegar, kilatan cahayanya saat mengenai hamparan padi terlihat mengerikan. Hujan auto turun dengan derasnya bak ditumpahkan dari langit sana. Ayu melepaskan tangan yang menutup kupingnya saat suara petir menghilang. Ia menatap Irfan kecewa.
“Jangan pernah temuin Neng lagi. Kita putus.”
Ayu berlari menuju kendaraannya yang basah kuyup dibawah pohon. Ia mengebut pulang tanpa mempedulikan lelaki dibelakangnya yang memandanginya dengan tatapan terluka.
~~~***~~~
Musim rendeng atau musim penghujan sudah datang. Hujan turun hampir setiap hari dengan curahnya yang deras. Untung Ayu menaiki motornya sendiri, jadi ia bisa ngebut pulang, meski ia yakin Irfan takkan mengejarnya. Sepanjang perjalanan itu, Ayu hanya bisa menelan kekecewannya dalam hati. Harusnya ia marah dengan perbuatan Irfan tapi entahlah. Disatu sisi Ayu memaklumi sikap Irfan yang nekad itu karena ingin memilikinya dengan jalan pintas, tapi disisi lain ia bingung. Perbuatan Irfan sungguh merupakan dosa besar!
Sesampainya di daerah tempat tingalnya, hujan sudah berhenti turun. Ayu nyaris membelokkan motornya ke rumahnya saat dilihatnya di jalan, seekor rubah sedang berjalan sendiri menenteng plastik berisi baso. Sepertinya dia baru saja membeli baso ke pedagang baso yang mangkal diujung jalan dekat rumahnya. Ayu membelokkan motornya, menghadang jalan rubah tak tahu malu itu. Sosok rubah bertelinga panjang yang sedang menunduk memainkan ponselnya, mengangkat kepalanya karena terkejut. Namun raut wajah itu berganti senang setelah mengetahui siapa yang menghalangi jalannya.
"Eh Ayu, darimana?"
Ayu berdecih," Selamat ya, akhirnya mimpimu bersanding dengan a Irfan terkabul juga."
Senyum rubah itu lenyap, berganti seringai." Terima kasih juga karena udah jagain jodohku.”
Ayu mendengus, ia mulai emosi.“ Des, kita kan teman. Harusnya kamu menolak lamaran itu, untuk menjaga perasaanku. Kenapa kamu tega ngelakuin ini sama aku?”
"Aku terpaksa menerima lamarannya. Kan pamali nolak lamaran orang, nanti bisa susah lagi. Kamu tahu kisah Tari yang nolak lamaran, trus diguna-guna sama orang yang ngelamarnya. Akhirnya sampai sekarang belum nikah juga padahal usianya menginjak kepala tiga. Aku gak mau lah kayak gitu. Sereemm ..." wajah Desi berubah murung, nyaris menangis.
"Omong kosong. A Irfan tak mungkin melakukan itu. Kamu memang sengaja kan melakukan ini karena kamu emang sudah lama naksir A Irfan, kan? Jangan-jangan masakan yang aku titip buat Mamah, kamu akuin itu sebagai masakanmu. Iya?" tutur Ayu sengit.
"Kalau aku bilang itu dari kamu, mamah gak akan makan. Mamah kan benci banget sama kamu. Dengar nama kamu aja dia marah, apalagi memakan masakanmu. Sayang kan, daripada makanannya dibuang, mending diakalin gitu. Harusnya kamu berterima kasih sama aku. Berkat kepintaranku, makananmu tidak terbuang." Desi mencibir.
Ayu tercekat. Seharusnya ia mendengarkan kata hatinya selama ini. Ia memang sudah curiga sejak Desi selalu sengaja bertanya setiap hari, mana titipan untuk Mamah. Sekarang terbongkar sudah.
“Kenapa kamu tega ngelakuin ini sama aku? Apa salahku sama kamu?”
"Gak usah sok sedih deh, bukannya sejak dulu kamu ingin putus selamanya dari Irfan? Kenapa sekarang malah sewot? Harusnya kamu berterima kasih sama aku, karena berkat aku kalian bisa putus selamanya. Haha …“
Ayu mengepalkan tangannya, menahan amarah yang semakin membuncah didadanya. Desi menepuk motor Ayu pelan, karena Ayu tak menyahuti ucapannya.
“Sebenarnya Irfan sudah lama ingin mutusin kamu. Tapi dia bingung kapan waktu yang tepat untuk mutusin kamu. karena dia tahu mana perempuan yang pantas diajak nikah, mana yang hanya untuk main-main saja. Nih, lihat pesannya …” Desi menunjukan sebuah chatingan diponselnya, didepan wajah Ayu. Sayang, Ayu tak bisa melihatnya dengan jelas.
“Dia bilang kalau sebenarnya dia cinta sama aku dari dulu. Sama kamu itu cuman gak enak aja, soalnya kamu kelihatan cinta banget sama dia. Asal kamu tahu, kalau kita sedang berdua, dia itu romantic banget sama aku. Tapi kalau didepan kamu, kita bersikap biasa aja untuk menjaga perasaanmu.”
Seperti menuang cuka dilukanya yang masih terbuka, perih sekali. Ayu kecewa, ia tak menyangka Irfan tega mempermainkannya selama ini. Untung saja mereka putus, kalau tidak pasti lebih sakit lagi kalau ternyata Irfan bermain dibelakangnya setelah menikah. Dasar pembohong kamu, Fan! Aku benci sama kamu.
“Aku benci sama kamu, Desi! Pengkhianat seperti kamu pantas diberi pelajaran.”
Ayu turun dari motornya dengan marah. Ia ingin memberi pelajaran rubah tukang tikung itu. Tapi belum ia memberi bogem mentahnya, Desi lebih dulu mendorongnya dengan keras ke tanah.
“Aku gak takut sama kamu, mah, Yu! Kamu bahkan bukan tandinganku. Haha ….”Desi tertawa terbahak-bahak.
Ayu menggigit bibirnya, pahit.“ Jahat kamu, Desi. Padahal aku benar-benar tulus sama kamu. bahkan nganggap kamu saudara aku. Tapi kamu tega menusukku dari belakang. Aku nyesel pernah nerima kamu jadi temanku.” Tutur Ayu serak. Sudut matanya mulai berkaca-kaca.
Desi tertawa melengking,” buodo amat ya, haha …”
Kawin, kawin, minggu depan aku kawin… kawin, kawin, bobo ada yang ngelonin.
Desi berlalu menyisakan tawanya yang mengerikan. Ayu terisak. Tak mengira hidupnya semenyedihkan ini.
~~~***~~~“Eh, kalian tahu gak sih? Irfan ninggalin Ayu buat nikah sama Desi. Kok bisa gitu ya? Padahal apa kurangnya Ayu daripada Desi?”“Mereka kan tidak direstui orang tua masing-masing, jadi wajar saja berpisah.”"Tapi katanya, selama pacaran, Ayu itu manja, gak menghargai Irfan sebagai laki laki. Sering nyuruh sesuka dia. Ngelunjak ." "Iya, betul. Katanya pacaran sama Ayu mah main-main. Irfan cintanya sama Desi dari dulu.""Selama pacaran, Ayu sering morotin, makanya orangtua Irfan gak setuju. Dan bla … bla …"Langkah kaki Ayu terhenti didepan gardu. Didalam sana, teman-temannya sedang ramai menggosipkannya. Sepertinya mereka tak menyadari kehadirannya karena mereka masih asyik bergosip. Ayu meringis dalam hati, bagaimana bisa teman-temannya membicarakannya dibelakangnya padahal selama ini mereka sering nongkrong bareng.Suara bisikan yang m
~~~***~~~ Minggu pagi yang cerah dan menyegarkan. Udaranya begitu sejuk dan segar menerbangkan anak-anak rambut di sekitar telinga seorang gadis cantik rupawan yang sedang berlari seorang diri itu. Gadis itu berhenti berlari sejenak untuk merapikan rambut panjangnya yang berantakan, lalu mengikatnya menjadi kuncir kuda. Setelah selesai, ia melanjutkan kembali lari paginya seorang diri. Melihat penampilan Ayu yang ceria seperti biasanya, takkan ada yang menyangka kalau ia depresi kekasihnya bertunangan dengan orang lain. Ia terlihat santai dan cantik seperti biasanya membuat beberapa pria menoleh terpesona padanya. Bahkan tak sedikit yang bersiul memanggilnya namun tidak Ayu pedulikan. Ayu berlari seorang diri menuju alun-alun tempat di mana banyak pedagang makanan menjajakan makanan yang disukainya. Dalam hati ia merutuki Irfan karena semenjak berpacaran dengan Irfan, ia tidak mempunyai teman dekat wanita selain Desi. Irfan selalu mara
~~~***~~~ Majalengka, kota kecil yang berada di wilayah Jawa Barat ini terkenal sebagai kota angin. Perbukitan, persawahan dan pepohonan yang masih banyak membuat suhu angin pun bertiup kencang. Seperti sore yang teduh ini, angin bertiup kencang sore menjelang. Di salah satu tanggul pesawahan yang sejuk karena terdapat pohon mangga besar yang rimbun di sebelahnya, seorang gadis berparas ayu sedang duduk seorang diri sambil memandang hamparan padi yang menguning di depannya. Rambut panjangnya yang legam berkibar tertiup angin yang berhembus. Sebenarnya, Ayu sudah keluar dari rumah sejak pagi hari karena lara yang menderanya. Bagaimana ia tidak berduka bila Desi dengan sengaja lewat bolak-balik depan rumahnya sambil tertawa-tawa dan memanggil Aa pada seseorang di telpon sana dengan manja. Desi seakan ingin menunjukan bahwa Irfan bahagia bersamanya.
~~~***~~~Tak mungkin aku tak munngkiin..Aku kan hadir di pestamuTak sanggup aku tak sanggupMemberi doa restu untukmu … Ayu memejamkan matanya meresapi lirik lagu dangdut Yulia Citra yang mengalun pelan dari ponselnya. Airmatanya menetes, menembus bulu-bulu matanya. Ingin rasanya ia terus menutup matanya dan melupakan hari yang membuatnya lara ini. Dadanya sakit sekali, lagu ini seakan menyindir nasibnya saat ini.Tak ada seorangpun yang ingin nasib percintaannya kandas ditengah jalan, apalagi karena terganjal restu calon mertua. Semua ingin hubungannya lancar baik dengan pasangannya maupun dengan calon mertua. Ayu pun ingin hubungannya langgeng sampai pernikahan. Sayang, pertikaian diantara kedua orangtua mereka memupus mimpinya.Hari ini adalah hari pernikahan Irfan dan Desi yang digelar dengan sangat meriah. Bahkan pedagang es krim, bakso atau somay yang disewa untuk memanjakan lidah para tamu undangan, sudah berjejer
~~~***~~~Hari dimana perhelatan pernikahan Irfan dan Desi digelar mewah dua hari dua malam. Ayu benar-benar terpuruk, tidak keluar kamar, tidak makan dan hanya sekedar minum, ia terus memejamkan matanya membuat Asih dan Maman khawatir. Asih sampai menangis tersedu-sedu setiap menghampiri kamar Ayu, dan mendapati Ayu selalu dalam keadaan tertidur."Mak, telpon Kirana aja, biar Ayu dibawa ke Jakarta. Bapak gak bisa lihat Ayu seperti ini." Maman serak. Ia duduk disamping ranjang Ayu dan mengelus rambut anak semata wayangnya dengan sedih.Asih mengangguk seraya menyusut airmata yang menetes dipipinya. Sebagai seorang ibu, tentu saja dadanya sesak melihat kondisi Ayu. Tapi mereka tidak punya pilihan, kan? Daripada menikahkan Ayu dengan Irfan, Ayu akan lebih menderita. Lebih baik dicegah dari sekarang.~~~***~~~Ayu menggeliat terbangun. Perutnya berteriak minta diisi karena sudah beberapa hari ini ia tidak makan. Salahnya juga sih yang memilih tidur te
~~~***~~~"Dimakan basonya, jangan bengong. Itu baso mahal! Emang gak laper muter-muter mal dua jam cuman buat nyari baju doang?" Sindir Kirana sinis. Ayu mencibir sinis tapi ia menurut juga memakan basonya dengan lahap.Yeah, malamnya Kirana memang mengajak Ayu shopping baju-baju untuk Ayu kerja nanti di mal GI, sekaligus perawatan full body di salon. Dua jam kemudian, mereka selesai. Ayu terperangah saat melihat wajahnya dicermin. Ia seperti terlahir menjadi Ayu yang baru. Tak ada lagi Ayu yang kusam, kuyu dan kampungan. Ia seperti orang kota kebanyakan, yang muda, segar, cantik dan mempesona. Pantas saja Kirana selalu cantik, ternyata ini rahasianya.Kirana berjalan lebih dulu menggiring Ayu ke kedai mie paling enak di mal ini. Ia tahu Ayu menyukai semua makanan dari mie, karena itu daripada mengajaknya makan steak, ia bawa saja Ayu makan bakso king. Sembari menunggu pesanan, mereka kembali mengobrol.“Lo suka gak, perubahan wajah lo ini?”
~~~***~~~Warning, cerita-cerita selanjutnya berdasarkan kejadian disekitar. Jadi bila kalian menemukan bahasa-bahasa yang menyudutkan, percayalah, itu hanya sebagai pembelajaran semata. Happy reading, lovely readers!~~~****~~~Langit gelap meski waktu masih menunjukkan pukul tujuh pagi. Angin berhembus dingin menusuk pori-pori dalam tubuh sehingga membuat seorang laki-laki yang sedang memakan sarapannya seorang diri, terpaksa mengenakan jaket hitam denim andalannya. Dari arah dapur, seorang perempuan berpakaian selutut, menghampirinya. Senyum manis menghias bibirnya yang merah itu."A Irfan, mau makan sore pake apa? Nasi goreng sosis mau gak?""Terserah." Lelaki yang dipanggil Irfan itu menyahut dingin. Tak lama ia berdiri meninggalkan sarapan nasi gorengnya yang masih tersisa setengah lagi."Aku pulang malam. Ada urusan."Selesai mengucapkan itu, Irfan pun berlal
~~~***~~~Ada yang pernah ngalamin kayak Ayu gak? Malemnya mimpi mantan, besoknya jalan ama cowok yang naksir dia?~~~***~~~"Neng, Aa cinta sama Neng!""Hati-hati atuh, Neng. Jantung Aa kayak mau copot kalau Neng kenapa-napa.""Neng, Aa janji bakal nikahin Neng !""Aa, kok bisa tahu Neng lagi di supermarket?""Batin Aa udah konek mau Neng kemana aja, Aa pasti tahu. Ga tahu kenapa begitu. Mungkin karena ikatan batin kita terlalu kuat.""Gombal ! Aa, naek paralayang, yuk!""Boleh. Tapi berdua naeknya biar bisa peluk!""Yeee modus aja..!!"Deg …Deg …Deg …Ayu terlonjak bangun dari tidurnya. Nafasnya terengah-engah, ia mengedarkan pandangan ke sekitarnya. Ia masih berada dikamar kostnya. Tak ada Irfan atau siapapun disampingnya. Ayu menghembuskan nafas lelah. Lagi-lagi ia bermimpi yang kesekian k
~~~***~~~ Flashback on. Beberapa jam sebelum Ayu dan Zaki bertemu, Ayu dan kedua mertuanya tiba menjelang subuh di rumah sakit di mana Irfan dirawat. Namun Ayu auto pingsan saat melihat dari balik kaca, seluruh tubuh Irfan terbungkus perban seperti mummy. Kedua mertuanya panik. Untunglah, petugas rumah sakit dengan sigap membawa Ayu ke ruang pemeriksaan. Menurut salah satu saksi mata yang berada di tempat kejadian, truk bermuatan kosong itu memang sudah oleng dari kejauhan. Dari arah yang berlawanan, mobil carry dengan bak terbuka yang dikendarai Sunar dan Irfan melaju pula dengan kencang. Sehingga saat di belokan, mobil keduanya bertemu dan bertabrakan. Mobil Irfan terseret sampai beberapa meter sebelum akhirnya terguling di samping truk tersebut. Semua pengemudi mobil terluka parah karena benturan berkali-kali yang mengenai kepala mereka. Bahkan kenek supir truk itu meninggal di tempat. Seme
~~~***~~~ “Sudahh berkali-kali Aa bilangin, jangan makan sambal. Lihat kan, akhirnya sekarang lambungmu kena.” “Biarin, suka-suka lah. Ngatur aja.” “Sampai ada yang berani membicarakan Ayu lagi di belakangku, awas kalian!” “Udah Aa, jangan galak gitu. Mereka, kan, cuman ngomongin. Neng gak papa, kok,” “ Biarkan Neng, biar mereka tahu, Aa gak suka kamu jadi bahan gunjingan terus menerus.” “Makanya lain kali pamit kalau mau pergi kemana-mana, gak usah jaim. Jadi kalau kejadian motormu mogok lagi, pulsa habis, dompet hilang, Aa bisa langsung jemput kamu. Main kabur aja. Untung aja Aa pasang gps di ponselmu jadi bisa tahu kamu di mana.” “Kalau bilang dulu, bisa-bisa kamu larang. Males,” “Baru disenyumin aja geer banget. Tuh cowok cuman iseng. Jangan gampangan jadi cewek
~~~***~~~ Semilir angin yang sejuk berhembus menerbangkan dedaunan pohon mangga yang banyak tertanam di depan rumah. Malam menjelang, namun suara deru kendaraan yang hilir mudik di depan rumah besar berhalaman luas itu tak jua berhenti. Sesekali orang yang lewat menyapa sang pemilik rumah yang sedang merokok sambil menatap kolam ikan miliknya. Setelah rokoknya tinggal sedikit, ia membuang puntung itu. Lalu ia memasuki rumahnya menuju ke ruanh makan. Perutnya sudah merintih minta diisi. Sesampainya di meja makan, ia membuka tudung saji itu dengan kening mengernyit. “Neng ..!” lelaki berkulit sawo matang itu memanggil sang pujaan hati. Perempuan cantik berambut sepinggang yang dipanggil Neng itu mendekat dari arah kamar. Ditangannya menggenggam ponsel berwarna perak. Raut wajahnya merengut karena tidak suka kesenangannya terganggu. “Apa sih? Ganggu aja.” “Maen ponsel m
~~~***~~~ Ayu tiba di kampungnya nyaris menjelang tengah malam di saat semua orang sudah tertidur lelap. Rasanya ia ingin cepat masuk kamar tapi Irfan menahannya di depan rumah. Katanya dia ingin berduaan dengannya. Huh, Ayu segan rasanya menghabiskan waktu hanya berdua saja dengannya meskipun itu hanya semenit. Irfan memilin-milin rambut Ayu di jarinya pelan, imbuhnya," kamu aku pingit. Jangan keluar rumah atau pergi kemana pun. Kalau aku tahu kamu pergi keluar rumah, kamu aku pingit di rumahku. Mau?" Ayu memalingkan wajahnya jengah.Lihat kan, dia selalusaja seperti ini dari dulu. Bagaimana ia menjalani hidupnya dengannya nanti? Bisa-bisa ia gila. "Kamu denger Aa gak Neng?" bahkan dalam keadaan tubuhnya penuh memar, akibat perkelahiannya tadi, tak mengurangi sedikitpun sifat posesifnya. Dasar laki-laki gelo! Bukannya memikirkan sakitnya, malah mikirin Ayu dan melarangnya ini itu.
~~~***~~~ Udara pagi itu bersinar cerah. Tak biasanya hari itu tidak turun hujan. Setelah seminggu berturut-turut hujan, pagi ini mentari tersenyum cerah. Menyapa insan dibumi yang sedang sibuk menjalankan aktivitasnya. Di sebuah bangunan sederhana, di mana terdapat enam pintu kost, kesibukan terlihat nyata disana. Satu persatu penghuni kos itu pergi. Ada yang mengenakan seragam kantor, sedang menaiki ojek online pesanannya, ada yang sudah pergi menaiki kendaraannya sendiri, dan ada yang mengenakan seragam kampus, yang dijemput temannya untuk pergi ke kampus bersama. Hingga kini hanya tersisa satu pintu terbuka. Sebuah mobil lossbak berhenti di depan koss Ayu yang sepi. Dua orang pria turun dari sana. Mereka tampak mengobrol dan mengetuk pintu pagar. Tak lama penghuni kos yang terakhir keluar dan membukakan pintu pagar koss. Penghuni kos terakhir itu adalah Wina, tetangga samping kos Ayu. Wina dan oran
~~~***~~~ Siang ini bersinar terik dan sinar radiasinya menusuk kulit. Beberapa orang yang sedang berada di luar ruangan mengeluhkan panasnya terik mentari yang belakangan ini sering sekali mereka alami. Sehinggga mereka bergegas mencari tempat untuk berlindung dari sengatan mentari tersebut. Di salah satu resto dalam mal, tampak Desi sedang menyantap makanannya itu dengan hati dongkol. Bagaimana ia tidak dongkol, Sudah 2 jam ia menunggu notif di ponselnya, berharap ada pemberitahuan uang masuk dari Dicky. Siang ini Dicky berjanji akan mentransfer uang 100 juta supaya dia tidak menyebarkan fhoto-fhoto tidak senonoh Irfan dan Ayu. Namun sampai ia selesai makan pun, tak jua ada pesan masuk. Awas saja kalau sampai mereka ingkar, dia akan menyebarkan foto itu di sosmed juga. Batinnya dalam hati. Desi menggeram kesal saat kembali menelpon mantan mertuanya tapi selalu tulalit. Ia kesal. Apa mantan m
~~~***~~~Ruangan itu kembali sepi setelah Ayu memberikan jawabannya tadi. Sejam yang lalu orang tua Irfan memilih pulang ke apartemen Irfan ditemani Irfan. Entah apa reaksi mereka melihat foto-foto kebersamaan mereka di apartemen itu nanti. Ayu sudah tak mau peduli. Hidupnya sudah tak berarti lagi. Ia hanya akan mengikuti kemana air mengalir. Ia sudah mati semenjak tak ada yang mempedulikan perasaannya lagi.Orangtuanya sendiri sedang makan di kantin sembari sembahyang isya. Ayu tak masalah ditinggal sendiri, toh ada tombol darurat untuk memanggil perawat kalau ia membutuhkan apapun.Lagipula kalau terjadi apapun padanys ya tidak masalah. Hidupnya sudah tidak berharga lagi. Ia sudah hancur.Hiikksss...Kreeet ... suara pintu kamarnya terbuka. Ayu menatap tajam ke arah pintu yang menampilkan sosok Desi dengan senyum sinisnya. Dulu, mungkin Ayu takut Desi yang terkenal paling Bengal di kelompoknya itu, melabraknya atau berbuat ses
~~~***~~~ Irfan terbangun dengan malas karena perutnya berteriak meminta makan. Refleks tangannya meraba tubuh Ayu yang tertidur disampingnya namun tangannya hanya menyentuh tempat kosong. Meski tangannya mulai bergerak kasar menepuk sana sini namun tak jua meraba tubuh Ayu. Sontak ia menoleh kesamping tempat tidurnya yang ternyata memang kosong. Panik, Irfan melonjak bangun sambil berteriak memanggil Ayu. "Neng ... kamu di mana Neng?" Terdengar suara gemericik air dari kamar mandi. Irfan menghela nafas lega. Ayunya ada di kamar mandi. Ia pun turun menuju kamar mandi dan mengetuk pintunya. "Neng, udah belum? Aa mau mandi juga." Hening. Tak ada jawaban. Dengan sabar Irfan mengetuk lagi lebih keras, berharap kali ini Ayu mendengarnya. "Neng, masih lama, gak? Aa mau mandi juga. Bukain dong..!" Hening, kembali tak ada jawaban. Tapi suara air yang terus bergemericik membuat Irfan yakin Ayu sedang mandi di dalamnya. Mendadak Irfan me
~~~***~~~ Setelah pulang dari karaoke itu, Irfan memaksa Ayu berkemas, ia akan mengajaknya pulang kampung besok. Ia berencana melamar Ayu setibanya mereka di kampung. Tak peduli orangtua mereka merestui atau tidak, ia akan tetap menikahi Ayu. Bahkan ia akan memberitahu kedua orangtua masing-masing kalau ia dan Ayu sudah berhubungan jauh. "Setibanya di kampung, Aa bakal langsung lamar kamu lalu kita nikah." Kata Irfan sebelum Ayu keluar dari mobil untuk mengambil baju-bajunya di kos. Ayu hanya mengangguk pasrah. Benaknya malah membayangkan apa reaksi Zaki kalau tahu Irfan memaksanya menikahinya padahal mereka sudah berpacaran. Apa Zaki akan kecewa padanya, menganggapnya perempuan jahat, atau mungkin membencinya. Kalau saja Zaki nekad mengajaknya kawin lari, Ayu bersedia. Sepertinya hidup bersama Zaki lebih menentramkan batinnya daripada hidup bersama Irfan. Tapi Irfan benar, Zaki bisa saja hanya i