"Bagaimana, apa ada kabar bagus hari ini?" tanya Davin, kepada sekertarisnnya yang bernama Keenan, atau sering di panggil Ken. Davin baru saja sampai di ruangan kerjanya.
"Maaf bos, orang-orang kita belum mendapatkan informasi tentang nona lagi," jawab sekertaris Ken, sambil membungkuk hormat.
Davin menghelai napasnya, sebelum ia duduk di kursi kebesarannya itu. Wajahnya terlihat frustasi.
"Apa kalian sudah mengunjungi panti asuhan itu lagi?" tanya Davin.
"Sudah bos, namun tetap sama. Pengurus panti bilang mereka tidak tau keberadaan nona sekarang," jawab Ken.
Davin mengusap wajahnya dengan kasar.
"Sudah, kamu keluar!" titahnya, mengusir Ken, sambil menggubiriskan tanganya.
Sekertaris Ken mengangguk, lalu ia berlalu dari ruangan Davin.
''Harus kemana lagi aku mencarimu? Apa kamu baik-baik saja di sana? Bagaimana sekarang wajahmu? Aku merindukanmu gadisku," gumam Davin.
"Tuhan tolong pertemukan aku lagi dengan gadisku, aku sangat merindukannya."
Davin Artama, seorang CEO di salah satu perusahan ternama di negaranya. Davin pewaris tunggal dari perusahaan Ar Jaya Grup. Perusahan yang bergerak di bidang property, sejak perusahan itu dikelola oleh Davin, perusahan semakin berkembang pesat bahkan nama Ar Jaya Grup melambung ke berbagai nagara.
Davin sangat di segani orang-orang, apa lagi oleh orang-orang di kalangan bisnis. Banyak perusahan yang berlomba-lomba agar bisa pekerja sama dengan perusahan yang di kelola Davin.
Paras Davin jangan di ragukan lagi, parasnya yang tampan, tubuh yang atletis, dada bidang bak roti sobek. Davin bisa dikatakan sebagai laki-laki yang sempurna di mata kaum hawa. Apa lagi kekayaan yang melimpah, tidak akan habis dimakan tujuh turun, membuat setiap kaum hawa tergila-gila padanya.
Banyak wanita yang mendekati Davin, tentu saja wanita-wanita itu, wanita yang cantik, anak dari pengusaha pula. Namun Davin tidak pernah sama sekali melirik mereka, bahkan Davin menolak mentah-mentah setiap wanita yang mencoba mendekatinya.
Davin hanya ingin gadis masa lalunya, gadis yang ia kenal 17 tahun yang lalu. Hanya gadis itu yang saat ini Davin harapkan. Namun bertahun-tahun Davin mencarinya, sampai detik ini masih belum Davin temukan.
17 tahun yang lalu...
Setiap akhir pekan orang tua Davin selalu mengajaknya mengunjungi sebuah panti asuhan. Orang tua Davin adalah donatur tetap di panti asuhan tersebut. Panti asuhan tersebut bernama Kasih Ibu.
Panti asuhan tersebut mengasuh cukup banyak anak-anak, jumlahnya sekitar seratus lebih. Davin yang tidak suka keramaian, sebenarnya tidak suka bila ikut orang tuanya kesana. Namun kedua orang tua Davin selalu memaksanya.
Davin selalu memasang wajah dingin dan datar bila berada di panti tersebut, jadi anak-anak panti merasa canggung ingin mengajak Davin bermain bersama.
Namun ada satu anak perempuan waktu itu mengajak Davin bermain, dia tidak sungkan atau takut seperti anak-anak yang lainya, bahkan dia selalu memasang senyumanya.
Setiap Davin ke panti, pasti saja anak perempuan itu mengikuti Davin kemana pun Davin pergi, padahal Davin mengacuhkannya. Pada suatu hari Davin kesal, karna anak perempuan itu terus mengikutinya, Davin pun membentaknya bahkan memarahinya dan meminta agar anak perempuan itu tidak mengganggunya lagi. Namun bukannya takut anak perempuan tersebut, malah tertawa saat Davin memarahinya.
"Kau lucu saat marah," ucap anak perempuan tersebut, sambil tertawa terbahak-bahak.
Davin yang semakin kesal itu pun langsung pergi menghampiri orang tuanya.
Lambat laun Davin mulai sudah terbiasa dengan kehadiran anak perempuan itu. Anak perempuan itu selalu mengoceh apa saja setiap bersama Davin. Ia tak perduli walau Davin mengacuhkannya, suatu hari anak perempuan itu mengeluh kepada Davin, dia bilang tidak ada anak-anak panti yang ingin bermain dengannya, karna dia cerewet.
Davin yang mendengar hal itu ingin sekali tertawa, namun melihat wajah kesedihan anak perempuan itu, Davin menahannya. Hati Davin mulai luluh, ia merasa kasian kepada anak perempuan tersebut.
"Baiklah, aku akan menjadi temanmu sekarang!" ucap Davin, kala itu, ia mengulurkan tanganya kehadapan anak perempuan tersebut.
"Benarkah?" tanya anak perempuan tersebut, matanya berbinar, ia meraih uluran tangan Davin.
Setelah kejadian itu, semakin lama mereka semakin akrab. Setiap Davin ke panti, pasti dia akan mencari anak perempuan itu.
Mereka semakin akrab, bahkan Davin berjanji akan menjaga anak perempuan itu.
"Aku berjanji akan menjaga kamu, kita akan bersama selamanya. Dan jika kita sudah dewasa, aku janji aku akan menikahimu," ucap Davin.
Anak perempuan itu tersenyum sambil mengaggukan kepalanya. Entah bagaimana pikiran Davin saat itu, padahal usianya kala itu masih 10 tahun, yang pasti hatinya ingin terus menjaga anak perempuan tersebut.
***
Sementara itu di tempat lain seorang gadis terlihat tergesa-gesa memasuki sebuah restoran tempat ia berkerja. Sepertinya gadis itu terlambat. Seorang laki-laki terlihat berdiri tegap dengan tangan yang terlipat di depan dadanya, matanya menatap tajam gadis tersebut yang berjalan kearahnya.
"Bagus ya baru datang jam segini! Dengar Yutta saya sudah sering memberi peringatan kepada kamu, tapi kamu masih saja terus seperti ini!" bentak laki-laki tersebut.
"Maaf Pak," ucap Yutta, gadis itu menundukan kepalanya.
"Tidak ada toleransi lagi, mulai hari ini kamu saya pecat!" tegasnya.
"Tapi Pak, saya-kan cuma terlambat 10 menit, Pak saya mohon jangan pecat saya, saya masih butuh pekerjaan ini," ucap Yutta, ia menangkubkan kedua tangannya, memohon belas kasian dari sang menejer restoran tersebut.
"Pergi kamu, saya tidak mau punya karyawan yang tidak disiplin seperti kamu," ucapnya. Mengusir Yutta tanpa ampun.
Yutta pun pasrah, dengan langkah yang menggontai ia pun keluar dari tempat kerjanya itu.
"Bagiamana ini? Aku harus mencari kerja kemana sekarang? Ya tuhan, kenapa berat sekali jalan hidupku," keluh Yutta.
Yutta Berliana, gadis berusia 23 tahun. Yutta hidup sebatang kara, orang tuanya sudah meninggal saat Yutta masih bayi. Menjadi anak yatim piatu, berjuang menghidupi hidupnya sehari-hari.
Yutta hanya mengandalkan ijazah SMA-nya untuk mencari kerja dan kini ia baru saja kehilangan perkerjaan.
Yutta berjalan tanpa arah, entah bagaimana lagi. Yutta bingung, ia harus mencari kerja kemana? Yutta ingat susah payahnya ia dulu untuk kerja di restoran tersebut.
Sebenarnya Yutta gadis yang rajin, dalam hal berkerja pun sangat cekatan. Namun hanya satu sifat yang tidak bisa ia ubah, Yutta tak bisa bangun pagi-pagi, sekali pun alarm ponselnya berbunyi ratusan kali, namun mata Yutta rasanya susah untuk terbuka dan alhasil Yutta selalu terlambat. Sampai-sampai sekarang dia di pecat.
Yutta yang berjalan tanpa arah tujuan itu, memutuskan untuk menghentikan langkahnya di salah satu taman kota, kakinya sudah terasa lelah. Yutta duduk sambil termenung di bangku yang terada di taman tersebut.
Ingin rasanya Yutta menyerah, hari-hari yang ia jalani terasa berat baginya. Tak terasa air mata Yutta lolos begitu saja dari pelupuk mata indah, terkadang Yutta merasa iri dengan gadis-gadis seusianya. Mereka bisa melanjutkan kuliah, menggapai cita-cita mereka. Sedangkan Yutta?
"Tidak, aku tidak boleh menyerah. Aku wanita kuat, ingat Yutta Tuhan tidak akan memberikan cobaan melampaui batas umatnya," ucap Yutta, ia mencoba menyemangati dirinya sendiri.
Lama termenung dengan kekalutan yang membuat pikiranya Davin kacau balau, ia sudah tidak bisa berkonsentrasi lagi berkerja.Davin berajak dari kursi kebesarannya.Davin berjalan mendekati ding-ding yang terbuat dari kaca, dimana ia bisa melihat luasnya kota dari ruangan kerjanya itu.Davin teringat kembali pada gadis di masa lalunya, andai saja Davin tau akan sesulit ini menemukan gadis di masa lalunya itu. Davin pasti tidak akan pernah ikut bersama oma dan opa-Nya. Tinggal bersama mereka, andai saja waktu bisa di ulang kembali. Davin hanya bisa berandai-andai, karna waktu yang sudah berlalu tidak mungkin bisa di putar kembali.Tak lama kemudian, terdengar seseorang mengetuk pintu ruangan Davin.Tok tok tok"Masuk..."Pintu ruangan terbuka, sekertaris Ken terlihat masuk ke dalam ruangan tersebut."Ada apa Ken?" tanya Davin.
"Kemana sih Pah anak itu, selalu saja begini. Apa dia udah gak mau lagi ketemu sama orang tuanya lagi?" gerutu Adelia, Mamahnya Davin. Wajah wanita itu terlihat kesal."Sabar Mah, lagian nanti juga ketemu di Hotel. Davin 'kan bilang, kalau dia mau istirahat dulu di Apartemen-nya!" sahut Pak Wijaya, lembut. Ia mencoba menenangkan sang istri yang sadari terus mengoceh."Di sini juga bisakan Pah? Sama aja. Mamah yakin Davin pasti sengaja menghindar dari kita," ketusnya."Jangan bicara seperti itu Mah, Mamah harus mengerti posisi Davin, mungkin dia cepek. Hari-harinya sibukkan dia!""Lagian jarak kantor dengan Apartemen Davin lebih dekat dari pada kesini," lanjut Wijaya."Papa selalu saja belain Davin." Adelia menekuk wajah kesal. Suami sama anaknya sama sekali tidak bisa mengerti dirinya."Sudah ah, sebaiknya kita siap-siap. Malam inikan pesta Anniversary
Yutta terisak tangis, dengan tubuh yang di balut selimut, menutupi tubuhnya yang polos. Hancur berkeping-keping rasanya, ia merasa jijik dengan tubuhnya sendiri. Merasa terhina. Mengapa? Mengapa, semua jadi seperti ini, hidupnya sudah cukup sulit dan sekarang Yutta harus merasakan masalah yang sangat-sangat berat. Mahkota yang selama ini ia jaga, di renggut begitu saja oleh laki-laki yang tidak ia kenal sama sekali. Yutta menoleh kearah Davin, laki-laki yang sudah merenggut mahkotanya itu, nampak tertidur pulas. *** Sementara itu, di pesta yang masih berlangsung. Orang tua Davin mencari-cari sosok putranya itu. Davin tidak terlihat batang hidungnya, usai Davin memberi selamat dan memberikan kado untuk mereka. Hingga pesta hampir usai, Davin masih tak terlihat lagi di sana. Adelia dan Wijaya pun me
Davin membulatkan matanya, ia terkejut mendengar ucapan yang baru saja keluar dari mulut wanita yang sudah melahirkannya itu."Tidak Mah, aku tidak mau," tolak Davin dengan cepat."Apa kamu bilang tidak mau? Apa kamu tidak sadar apa yang sudah kamu lakukan kepada Yutta hah?" bentak Adelia. Ia tidak terima dengan penolakan Davin."Tapi Mah, Mamah taukan? Aku tidak mencintainya. Semua ini hanya kecelakaan mah. Dan Mamah juga tau kalau aku hanya ingin menikah dengan gadis di masa laluku," jelas Davin. Ia masih mencoba memberikan penolakan, berharap Mamahnya mengerti posisinya sekarang."Tidak Davin, lupakan Lian, lupakan wanita itu. Bagaimana kamu bisa menikah dengan dia, sedangkan sampai saat ini kamu masih belum menemukannya. Mamah tidak mau tau kamu nikahi Yutta, kamu harus mempertanggung jawabkan perbuatan kamu."Yutta hanya menyaksikan perdebatan antara anak dan Ibunya itu. Entahlah, jika boleh jujur Yutta juga tidak mau menikah denga
Beberapa hari berlalu, Yutta kini sudah tinggal di rumah calon mertuanya itu. Yutta diperlukan sangat baik di sana, kedua orang tua Davin sangat menyayangi Yutta, bahkan mereka menganggap Yutta sudah seperti anak mereka sendiri. Entah mengapa Wijaya dan Adelia seperti sudah mengenal Yutta sejak lama, jelas-jelas kenyataan mereka baru bertemu dengan gadis itu saat sang putra—nya Davin melecehkan gadis itu.Sementara itu sejak Yutta tinggal di rumah orang tuanya itu, Davin tidak pernah datang sama sekali. Tapi Wijaya dan Adelia tidak mempermasalahkan semua itu, sebelum Yutta tidak tinggal di sana pun. Anak laki-lakinya jarang sekali berkunjung ke rumah, hanya seminggu sekali itu pun jarang. Yang terpenting saat ini Wijaya dan Adelia bisa melihat Davin menikah, calonnya sudah ada di depan mata, Wijaya dan Adelia pun yakin jika Yutta itu gadis baik-baik. Beberapa hari tinggal di rumahnya, Wijaya dan Adelia memperhatikan sikap Yutta, gadis itu seperti gadis pekerjaan keras, santun dan ca
Davin dengan cepat melajukan mobilnya meninggal kantornya, apa pun caranya ia harus bisa membatalkan pernikahannya dengan Yutta. Ia harus menemui orang tuanya.“Jangan harap pernikahan ini akan terjadi! aku sama sekali tidak sudi menikah dengan wanita itu. Asal-usulnya saja tidak jelas!” geram Davin.Sesampainya di rumah, Davin langsung bergegas masuk. “Mamah ... Papah ... ” teriaknya, namun tidak ada sahutan dari kedua orang tuanya itu.“Kemana Mamah dan Papa?” gumamnya.“Bi, Mamah sama Papah kemana?” tanya Davin pada Bibi asisten rumah tangga di rumah tersebut.“Nyonya gak ada, Den. Tadi pergi keluar sama Non Yutta,” jawabnya.“Kalau Papah?” “Tuan tadi seperti ada, mungkin di halaman belakang, kalau tidak ada biasanya ada diruangan kerjanya, Den.” Setalah mendapatkan jawaban dari Bibi, Davin segara mencari keberadaan sang Papah, pertama ia berjalan menuju ruangan Papahnya, akan tetapi di sana tidak ada siapa-siapa. Davin pun bergegas menuju halaman belakang.Dan benar saja, Papah
Yutta benar-benar tidak bisa tidur, padahal waktu sudah menunjukkan pukul 12 malam. Besok adalah hari pernikahannya dengan Davin akan dilaksanakan. Mungkin, jika sebagai orang yang akan menikah gelisah kerena sudah tidak sabar menunggu hari esok, kerena hari pernikahan umumnya adalah hari kebahagiaan mereka.Akan tetapi tidak baginya, besok seperti hari terburuk di kehidupannya, karena ia terpaksa harus menikah dengan pria yang sama sekali tidak dicintainya.“Aku benar-benar menginginkan hari ini tidak pernah usia! dan hari esok tidak akan terjadi,” gumam Yutta, yang masih terjaga.pikirnya kini melanglang buana, andai saja ia bisa keluar dari situasi ini, andai saja ada pilihan untuk pergi, ia pasti akan pergi. Tapi rasanya semua itu terasa mustahil, apa lagi mengingat kebaikan Mamah Adelia dan Papah Wijaya, mereka sangat baik memperlakukannya.Tiba-tiba saja terdengar suara pintu terbuka, sontak Yutta pun langsung menoleh kearah pintu kamarnya.Terlihat sosok Davin sudah berdiri di
“Dasar pria menyebalkan! Dia pikir aku ini wanita apa, hah? Apa dia pikir harga diriku bisa dibayar dengan uang!” gerutu Yutta, usai Davin meninggalkan kamarnya. “Pake acara ngancam segala lagi! Emangnya dia pikir aku takut! Baiklah, aku akan ikut permainan dia bagaimana!” lanjutnya masih menggerutu.Setalah mendapatkan ucapan yang tidak menyenangkan dari Davin itu, Yutta merasa tertantang juga, baiklah sepertinya ia harus mencoba menaklukkan hati Davin, kita lihat sampai mana Davin akan terus memandang dirinya dengan sebelah mata. ‘Apa dia pikir aku ini wanita lemah yang bisa ditindas begitu saja? Huh, kau salah besar Tuan Davin, kenalkan aku Yutta Berlian, si gadis tangguh, kerasnya dunia saja bisa aku hadapi, apa lagi kamu!’ batin Yutta, merasa percaya diri, tepatnya menyemangati dirinya sendiri. “Non, Non Yuta, bangun Non ... ” Samar-samar Yutta mendengar seperti ada seseorang yang memanggilnya, namun rasa kantuk yang masih menguasai matanya itu, Yutta mengabaikannya, ia berpik
Brak!Yutta yang baru saja memejamkan matanya terlonjat kaget saat mendengar suara pintu kamarnya terbuka dengan cukup keras. Wanita itu bangkit dari tempat tidur mendapati Davin yang sudah berdiri diambang pintu dengan wajah penuh amarah. “Davin ...” lirihnya. “Apa yang kau katakan pada Mamah, hah?” tanya Davin menghampiri wanita itu setalah menutup pintu kamar tersebut. Tak ingin pembicaraannya terdengar keluar, apa lagi sampai terdengar oleh kedua orang tuanya. Yutta mengerutkan keningnya, kebingungan, tidak mengerti dengan pertanyaan pria yang berstatus suaminya itu. “Apa maksudmu?” “Jangan sok polos! Kau yang sudah mengadu perbuatanku tadi pada Mamah, ‘kan?” tuduhnya penuh penekanan. Sontak Yutta langsung menggelengkan kepalanya cepat, menyangkal tuduhan suaminya itu. Dirinya tidak berkata apapun soal kejadian tadi di hotel pada mamah mertuanya.Tidak ada obrolan panjang antara dirinya dan Mamah Adelia tadi, Mamah Adelia hanya bertanya apakah Yutta ingin istirahat di kamar
“Loh Davin, kok kamu sendirian mana istri kamu?” tanya Mamah Adelia disaat melihat kedatangan Davin. Wanita itu menatap Davin penuh tanya, karena Davin turun hanya sendirian tanpa Yutta bersamanya. Davin tak menjawab, putranya itu malah berjalan begitu saja melewati kedua orang tuanya masuk ke dalam mobil dengan raut wajah yang sulit diartikan. “Davin!” panggil sang Mamah menyusulnya.“Mana Yutta?” tanyanya lagi.“Masih di atas,” jawab Davin dingin. “Ken, jemput Yutta,” titah Papah Wijaya langsung mendapatkan anggukan dari sekertaris Ken. Namun, baru saja Sekertaris Ken berbalik, Yutta terlihat sudah muncul di sana. Melihat kedatangan Yutta, Mamah Adelia langsung menghampiri menantunya itu. “Sayang kamu baik-baik aja, ‘kan?” tanyanya panik. Yutta mengangguk kecil seraya menarik tipis ujung bibirnya. Sebisa mungkin Yutta menyembunyikan kesedihannya, ia tidak mau membuat Mamah mertuanya itu khawatir. “Ya sudah, ayo kita pulang,” ajak Papah Wijaya langsung diangguki oleh mereka.
“Kenapa kau menatapku seperti itu?” tanya Davin, tak suka melihat Yutta yang menatapnya. “Emm ... ti-tidak, aku-” ucap Yutta menggantung, ragu untuk mengatakannya. Setelah itu Yutta pun kembali bergegas menuju kamar mandi untuk memakai pakaian tersebut. “Ck! Wanita aneh!” decih Davin, menatap sinis Yutta yang berlalu dari sana.Sementara itu, Yutta yang berada dikamar mandi. Langsung mengeluarkan isi yang ada dalam peperbag tersebut. “Bagaimana bisa ukurannya pas dengan biasa yang aku pakai?” gumam Yutta. Wanita itu memakai pakai dalam atas dan bawahnya, ukuranya sangat pas membuat ia keheranan. Dari mana pria itu tahu ukuran dadanya? Dan ... Ah sudahlah, rasanya Yutta malu sendiri memikirkannya. Hingga beberapa saat kemudian, ia pun sudah selesai mengenakan pakaiannya itu. Yutta pun langsung keluar dari sana dengan perasaan yang lebih lega. Masalah pakaian akhirnya sudah selesai, walaupun dalam hati kecilnya masih bertanya-tanya dari mana pria itu tahu jika Yutta membutuhkan pak
Jam 10 malam tepat, acara resepsi pernikahan Davin dan Yutta selesai. Sepasang pengantin baru itu kini sudah berada di dalam kamar hotel yang sudah disiapkan khusus untuk mereka melewati malam pertama. Dengan ranjang yang sudah dihiasi kelopak bunga mawar merah segar membentuk love, tak lupa hiasan dua angsa dengan kepala yang menyatu membentuk love juga menghiasi di atasnya. Yutta yang sejak awal masuk ke dalam kamar tersebut hanya terduduk ditepi ranjang seraya menatap kesekitar ruangan tersebut. Yutta masih menggunakan gaun bekas resepsi pernikahannya. Sementara Davin, pria itu sudah sejak tadi berada di kamar mandi. Jarum jam terus berjalan, sudah hampir satu jam Yutta duduk termenung di sana, dan Davin pun belum juga keluar dari kamar mandi. “Itu orang mandi apa tidur sih, kenapa lama sekali?” gumam Yutta menggerutu. Pasalnya ia sudah tak tahan ingin segara membersihkan tubuhnya, di tambah badannya terasa tidak nyaman, kerena gaun yang dikenakannya begitu ketat. “Ganti baju
“Dasar pria menyebalkan! Dia pikir aku ini wanita apa, hah? Apa dia pikir harga diriku bisa dibayar dengan uang!” gerutu Yutta, usai Davin meninggalkan kamarnya. “Pake acara ngancam segala lagi! Emangnya dia pikir aku takut! Baiklah, aku akan ikut permainan dia bagaimana!” lanjutnya masih menggerutu.Setalah mendapatkan ucapan yang tidak menyenangkan dari Davin itu, Yutta merasa tertantang juga, baiklah sepertinya ia harus mencoba menaklukkan hati Davin, kita lihat sampai mana Davin akan terus memandang dirinya dengan sebelah mata. ‘Apa dia pikir aku ini wanita lemah yang bisa ditindas begitu saja? Huh, kau salah besar Tuan Davin, kenalkan aku Yutta Berlian, si gadis tangguh, kerasnya dunia saja bisa aku hadapi, apa lagi kamu!’ batin Yutta, merasa percaya diri, tepatnya menyemangati dirinya sendiri. “Non, Non Yuta, bangun Non ... ” Samar-samar Yutta mendengar seperti ada seseorang yang memanggilnya, namun rasa kantuk yang masih menguasai matanya itu, Yutta mengabaikannya, ia berpik
Yutta benar-benar tidak bisa tidur, padahal waktu sudah menunjukkan pukul 12 malam. Besok adalah hari pernikahannya dengan Davin akan dilaksanakan. Mungkin, jika sebagai orang yang akan menikah gelisah kerena sudah tidak sabar menunggu hari esok, kerena hari pernikahan umumnya adalah hari kebahagiaan mereka.Akan tetapi tidak baginya, besok seperti hari terburuk di kehidupannya, karena ia terpaksa harus menikah dengan pria yang sama sekali tidak dicintainya.“Aku benar-benar menginginkan hari ini tidak pernah usia! dan hari esok tidak akan terjadi,” gumam Yutta, yang masih terjaga.pikirnya kini melanglang buana, andai saja ia bisa keluar dari situasi ini, andai saja ada pilihan untuk pergi, ia pasti akan pergi. Tapi rasanya semua itu terasa mustahil, apa lagi mengingat kebaikan Mamah Adelia dan Papah Wijaya, mereka sangat baik memperlakukannya.Tiba-tiba saja terdengar suara pintu terbuka, sontak Yutta pun langsung menoleh kearah pintu kamarnya.Terlihat sosok Davin sudah berdiri di
Davin dengan cepat melajukan mobilnya meninggal kantornya, apa pun caranya ia harus bisa membatalkan pernikahannya dengan Yutta. Ia harus menemui orang tuanya.“Jangan harap pernikahan ini akan terjadi! aku sama sekali tidak sudi menikah dengan wanita itu. Asal-usulnya saja tidak jelas!” geram Davin.Sesampainya di rumah, Davin langsung bergegas masuk. “Mamah ... Papah ... ” teriaknya, namun tidak ada sahutan dari kedua orang tuanya itu.“Kemana Mamah dan Papa?” gumamnya.“Bi, Mamah sama Papah kemana?” tanya Davin pada Bibi asisten rumah tangga di rumah tersebut.“Nyonya gak ada, Den. Tadi pergi keluar sama Non Yutta,” jawabnya.“Kalau Papah?” “Tuan tadi seperti ada, mungkin di halaman belakang, kalau tidak ada biasanya ada diruangan kerjanya, Den.” Setalah mendapatkan jawaban dari Bibi, Davin segara mencari keberadaan sang Papah, pertama ia berjalan menuju ruangan Papahnya, akan tetapi di sana tidak ada siapa-siapa. Davin pun bergegas menuju halaman belakang.Dan benar saja, Papah
Beberapa hari berlalu, Yutta kini sudah tinggal di rumah calon mertuanya itu. Yutta diperlukan sangat baik di sana, kedua orang tua Davin sangat menyayangi Yutta, bahkan mereka menganggap Yutta sudah seperti anak mereka sendiri. Entah mengapa Wijaya dan Adelia seperti sudah mengenal Yutta sejak lama, jelas-jelas kenyataan mereka baru bertemu dengan gadis itu saat sang putra—nya Davin melecehkan gadis itu.Sementara itu sejak Yutta tinggal di rumah orang tuanya itu, Davin tidak pernah datang sama sekali. Tapi Wijaya dan Adelia tidak mempermasalahkan semua itu, sebelum Yutta tidak tinggal di sana pun. Anak laki-lakinya jarang sekali berkunjung ke rumah, hanya seminggu sekali itu pun jarang. Yang terpenting saat ini Wijaya dan Adelia bisa melihat Davin menikah, calonnya sudah ada di depan mata, Wijaya dan Adelia pun yakin jika Yutta itu gadis baik-baik. Beberapa hari tinggal di rumahnya, Wijaya dan Adelia memperhatikan sikap Yutta, gadis itu seperti gadis pekerjaan keras, santun dan ca
Davin membulatkan matanya, ia terkejut mendengar ucapan yang baru saja keluar dari mulut wanita yang sudah melahirkannya itu."Tidak Mah, aku tidak mau," tolak Davin dengan cepat."Apa kamu bilang tidak mau? Apa kamu tidak sadar apa yang sudah kamu lakukan kepada Yutta hah?" bentak Adelia. Ia tidak terima dengan penolakan Davin."Tapi Mah, Mamah taukan? Aku tidak mencintainya. Semua ini hanya kecelakaan mah. Dan Mamah juga tau kalau aku hanya ingin menikah dengan gadis di masa laluku," jelas Davin. Ia masih mencoba memberikan penolakan, berharap Mamahnya mengerti posisinya sekarang."Tidak Davin, lupakan Lian, lupakan wanita itu. Bagaimana kamu bisa menikah dengan dia, sedangkan sampai saat ini kamu masih belum menemukannya. Mamah tidak mau tau kamu nikahi Yutta, kamu harus mempertanggung jawabkan perbuatan kamu."Yutta hanya menyaksikan perdebatan antara anak dan Ibunya itu. Entahlah, jika boleh jujur Yutta juga tidak mau menikah denga