Yutta terisak tangis, dengan tubuh yang di balut selimut, menutupi tubuhnya yang polos.
Hancur berkeping-keping rasanya, ia merasa jijik dengan tubuhnya sendiri. Merasa terhina. Mengapa? Mengapa, semua jadi seperti ini, hidupnya sudah cukup sulit dan sekarang Yutta harus merasakan masalah yang sangat-sangat berat.
Mahkota yang selama ini ia jaga, di renggut begitu saja oleh laki-laki yang tidak ia kenal sama sekali. Yutta menoleh kearah Davin, laki-laki yang sudah merenggut mahkotanya itu, nampak tertidur pulas.
***
Sementara itu, di pesta yang masih berlangsung. Orang tua Davin mencari-cari sosok putranya itu.
Davin tidak terlihat batang hidungnya, usai Davin memberi selamat dan memberikan kado untuk mereka. Hingga pesta hampir usai, Davin masih tak terlihat lagi di sana.
Adelia dan Wijaya pun menghampiri sekertaris Ken, untuk menanyakan keberadaan Davin. Usai para tamu undangan sudah mulai meninggalkan pesta tersebut.
"Ken, apa kamu liat Davin?" tanya Adelia.
"Kemana Davin Ken?" timpal Wijaya.
"Bos Davin sedang istirahat di kamar Nyonya, Tuan," jawab Ken. Ken tak berani menatap kedua orang tua Davin.
"Ken kau taukan, kita sedang mengadakan pesta. Kenapa kau tak memaksanya untuk bergabung?" pekik Adelia. Ia merasa kecewa, biasanya Ken bisa membujuk Putranya itu.
"Saya sudah memaksa Nyonya, tapi Bos tetap tidak mau. Nyonya tau sendirikan, kalau bos tidak suka keramaian," jelas Ken.
"Antarkan saya ke kamarnya cepat!" pinta Adelia.
Sekertaris Ken menganggukan kepalanya.
"Mari Tuan, nyonya," ujar Ken, mempersilahkan kedua orang tua Davin berjalan terlebih dahulu.
Wijaya dan Adelia pun mulai melangkahkan kakinya, di ikuti oleh sekertaris Ken yang berjalan di belakang mereka.
Mereka berjalan masuk menuju lift, sekertaris Ken menekan tombol lantai 13. Tak lama kemudian mereka sampai, usai lift terbuka mereka langsung berjalan menuju kamar Davin.
"Ini kamarnya tuan," ucap sekertaris Ken.
Brakkk...
Wijaya langsung membuka pintu kamar tersebut dengan keras.
Yutta terlonjak kaget saat mendengar pintu terbuka dengan keras, ia langsung menoleh kearah pintu tersebut.
Adelia, Wijaya dan sekertaris Ken, tak kalah terkejut, mendapati Davin yang tengah tertidur pulas dan di sampingnya terlihat ada wanita yang sedang terisak tangis. Pakaian terlihat berserakan di lantai kamar tersebut.
Sudah dipastikan pasti sudah terjadi sesuatu antara Davin dan wanita itu.
"Apa-apa ini?" teriak Wijaya. Ia langsung masuk menghampiri mereka, dengan wajah penuh amarah.
Sementara itu, Yutta nampak ketakutan. Air mata semakin meluncur deras membasahi pipinya. Yutta bertanya-tanya, siapa mereka? Tapi Yutta merasa tidak asing dengan wajah Adelia dan Wijaya.
"Davin..." Panggil Wijaya dengan suara yang keras.
Davin yang tertidur langsung membuka matanya, ia begitu terkejut melihat kehadiran kedua orang tuanya, apa lagi melihat ada Yutta yang berada di sampingnya.
"Pa—papa..." Davin terbata-bata.
Plakk...
Satu tamparan mendarat di pipi sebelah kanan Davin.
"P—pa, Davin bi—"
Plak...
Belum saja Davin melanjutkan ucapnya. Satu tamparan mendarat kembali di pipi sebelah kiri Davin.
"Dasar anak kurang ngajar kamu, apa yang sudah kamu lakukan Davin?" tanya Wijaya penuh amarah.
"Cukup!" teriak Adelia.
Sebagai seorang ibu, Adelia tak kuat melihat suaminya kasar kepada Davin, walau pun ia tau Davin sudah melakukan kesalahan besar. Namun kekerasan tidak akan menyelesaikan semuanya.
Sementara Yutta, ia hanya diam ketakutan masih dengan terisak tangis. Semua badannya terasa gemetar, lidahnya terasa kelu, bibirnya terasa ada yang mengunci.
"Sudah Pah, kekerasan tidak akan menyelesaikan semuanya," lanjut Adelia. Ia mencoba meredakan amarah suaminya. Ia tau suaminya itu kecewa pada Davin. Adelia juga merasakan hal yang sama, bahkan rasa kecewa lebih dalam.
"Davin jelaskan semuanya pada Mamah dan Papa," pinta Adelia. Terdengar penuh penekanan.
Wijaya mengusap wajahnya dengan kasar. Ia merasa menyesal telah menampar Davin. Wijaya terbawa esmosi, untuk pertama kalinya ia berbuat sekasar ini kepada putranya itu.
Karna Wijaya benar-benar sangat kecewa dan marah kepada Davin, tak menyangka kalau putranya itu akan berbuat sehina ini. Sungguh memalukan! Dosa apa selama ini Wijaya, hingga mempunyai putra seperti Davin. Selama ini Wijaya dan Adelia selalu mendidik Davin agar jadi anak yang baik, mengajarinya untuk menghargai wanita, tapi apa? Lihatlah apa yang sudah putranya itu lakukan, Davin menodai wanita itu.
"Pakai dulu baju kalian, kami akan menunggu penjelasan dari kalian, titah Wijaya. Lalu ia berjalan keluar dari kamar tersebut, di ikuti oleh istrinya dan sekertaris Ken.
Yutta turun dari ranjang tersebut, masih dengan balutan selimut yang menutupi tubuh polosnya, Yutta memunguti semua pakaiannya yang berceceran di bawah lantai kamar itu. Davin nampak acuh tak menghiraukannya, walau pun melihat Yutta yang berjalan tertatih-tatih karna menahan sakit dan perih di daerah sensitifnya.
Yutta pun berjalan menuju kamar mandi.
Davin terkejut saat melihat ada bercak merah di atas seprai kasur tersebut.
"Apa? Dia masih perawan?" gumam Davin. Ada rasa bersalah menghinggap di hati Davin.
"Sial kenapa aku tidak bisa mengontrol diriku sendiri," gerutu Davin. Menyesal? Tentu saja. Ini untuk pertama kalinya Davin melakukannya.
Davin pun mulai memakai kembali pakaiannya. Entah harus bagaimana Davin sekarang, bagaimana menjelaskan semuanya kepada orang tuanya?
Orang tua Davin kembali masuk ke dalam kamar tersebut, Davin terlihat sudah memakai pakaiannya kembali.
Adelia dan Wijaya menatap Davin dengan tatapan yang sulit diartikan. Sementara Davin ia hanya menundukkan kepalanya, gugup dan takut terlihat dari diri Davin.
Tak lama kemudian pintu kamar mandi terbuka, sosok Yutta terlihat keluar dari kamar mandi tersebut, dengan pakaian yang sudah membalut rapi tubuhnya, Yutta berjalan menghampiri mereka semua dengan kepala yang menunduk. Yutta sekarang tau, kalau mereka itu orang tua Davin.
"Sini..." Panggil Adelia kepada Yutta, entah mengapa Adelia merasa tidak asing dengan Yutta, ia merasa pernah kenal dengan gadis itu sebelumnya. Entahlah, entah itu perasaan Adelia saja, atau memang ia merasa iba kepada Yutta. Karna Adelia tau, ini bukan salah Yutta, sudah di pastikan ini salah putranya.
Melihat wajah Yutta yang sengat tertekan dan ketakutan sudah di pastikan kalau Yutta adalah korban, korban dari nafsu bejad sang anaknya.
Yutta duduk di samping Adelia. Adelia meraih tangan Yutta. Sebagai seorang wanita Adelia tau betul bagai mana perasaan Yutta saat ini.
"Siapa namamu?" tanya Adelia.
"Yu--yuta..." Jawab Yutta terbata-bata.
Adelia tersenyum, ia mengusap rambut Yutta. Berharap rasa ketakutan di diri gadis itu mereda.
"Kenapa rasanya aku tidak asing dengan orang tua laki-laki ini," gumam Yutta. Otaknya mulai berputar mengingat-ingat kembali. Dimana dia pernah bertemu dengan mereka? Namun sayangnya Yutta tak mengingat.
"Pah, mah. Sumpah demi apa pun, Davin khilaf melakukan ini Pah, Mah. Davin sedang mabuk jadi Davin gak bisa kontrol diri Davin." Davin mulai membuka suaranya. Raut wajah penyesalan terlihat jelas dari wajah laki-laki itu.
"Maafin Davin Pah, Mah...," ucap Davin lagi.
"Kamu benar-benar keterlaluan Davin. Harusnya kamu bukan minta maaf sama Papa dan Mamah, harusnya kamu minta maaf sama Yutta. Wanita yang sudah kamu perlakukan tidak baik, kamu sudah mengotorinya!" pekik Wijaya.
"Yutta saya minta maaf, saya tidak bermaksud melakukan itu sama kamu, kamu juga liatkan tadi kalau saya melakukan itu sama kamu karna saya mabuk," ucap Davin sambil melihat kearah Yutta. Berharap wanita itu memaafkannya, dan mengerti posisinya. Agar masalah ini selasai.
Namun Yutta hanya terdiam dengan kepala yang masih tertunduk. Entah bagaimana Yutta harus menjawabnya, di sini memang dia korbannya, Yutta tau memang Davin tadi mabuk. Tapi untuk membiarkan begitu saja, menurutnya tidak adil. Bagiamana kalau nanti Yutta hamil?
"Kamu harus menikahi Yutta!" tegas Adelia.
Davin membulatkan matanya, ia terkejut mendengar ucapan yang baru saja keluar dari mulut wanita yang sudah melahirkannya itu."Tidak Mah, aku tidak mau," tolak Davin dengan cepat."Apa kamu bilang tidak mau? Apa kamu tidak sadar apa yang sudah kamu lakukan kepada Yutta hah?" bentak Adelia. Ia tidak terima dengan penolakan Davin."Tapi Mah, Mamah taukan? Aku tidak mencintainya. Semua ini hanya kecelakaan mah. Dan Mamah juga tau kalau aku hanya ingin menikah dengan gadis di masa laluku," jelas Davin. Ia masih mencoba memberikan penolakan, berharap Mamahnya mengerti posisinya sekarang."Tidak Davin, lupakan Lian, lupakan wanita itu. Bagaimana kamu bisa menikah dengan dia, sedangkan sampai saat ini kamu masih belum menemukannya. Mamah tidak mau tau kamu nikahi Yutta, kamu harus mempertanggung jawabkan perbuatan kamu."Yutta hanya menyaksikan perdebatan antara anak dan Ibunya itu. Entahlah, jika boleh jujur Yutta juga tidak mau menikah denga
Beberapa hari berlalu, Yutta kini sudah tinggal di rumah calon mertuanya itu. Yutta diperlukan sangat baik di sana, kedua orang tua Davin sangat menyayangi Yutta, bahkan mereka menganggap Yutta sudah seperti anak mereka sendiri. Entah mengapa Wijaya dan Adelia seperti sudah mengenal Yutta sejak lama, jelas-jelas kenyataan mereka baru bertemu dengan gadis itu saat sang putra—nya Davin melecehkan gadis itu.Sementara itu sejak Yutta tinggal di rumah orang tuanya itu, Davin tidak pernah datang sama sekali. Tapi Wijaya dan Adelia tidak mempermasalahkan semua itu, sebelum Yutta tidak tinggal di sana pun. Anak laki-lakinya jarang sekali berkunjung ke rumah, hanya seminggu sekali itu pun jarang. Yang terpenting saat ini Wijaya dan Adelia bisa melihat Davin menikah, calonnya sudah ada di depan mata, Wijaya dan Adelia pun yakin jika Yutta itu gadis baik-baik. Beberapa hari tinggal di rumahnya, Wijaya dan Adelia memperhatikan sikap Yutta, gadis itu seperti gadis pekerjaan keras, santun dan ca
Davin dengan cepat melajukan mobilnya meninggal kantornya, apa pun caranya ia harus bisa membatalkan pernikahannya dengan Yutta. Ia harus menemui orang tuanya.“Jangan harap pernikahan ini akan terjadi! aku sama sekali tidak sudi menikah dengan wanita itu. Asal-usulnya saja tidak jelas!” geram Davin.Sesampainya di rumah, Davin langsung bergegas masuk. “Mamah ... Papah ... ” teriaknya, namun tidak ada sahutan dari kedua orang tuanya itu.“Kemana Mamah dan Papa?” gumamnya.“Bi, Mamah sama Papah kemana?” tanya Davin pada Bibi asisten rumah tangga di rumah tersebut.“Nyonya gak ada, Den. Tadi pergi keluar sama Non Yutta,” jawabnya.“Kalau Papah?” “Tuan tadi seperti ada, mungkin di halaman belakang, kalau tidak ada biasanya ada diruangan kerjanya, Den.” Setalah mendapatkan jawaban dari Bibi, Davin segara mencari keberadaan sang Papah, pertama ia berjalan menuju ruangan Papahnya, akan tetapi di sana tidak ada siapa-siapa. Davin pun bergegas menuju halaman belakang.Dan benar saja, Papah
Yutta benar-benar tidak bisa tidur, padahal waktu sudah menunjukkan pukul 12 malam. Besok adalah hari pernikahannya dengan Davin akan dilaksanakan. Mungkin, jika sebagai orang yang akan menikah gelisah kerena sudah tidak sabar menunggu hari esok, kerena hari pernikahan umumnya adalah hari kebahagiaan mereka.Akan tetapi tidak baginya, besok seperti hari terburuk di kehidupannya, karena ia terpaksa harus menikah dengan pria yang sama sekali tidak dicintainya.“Aku benar-benar menginginkan hari ini tidak pernah usia! dan hari esok tidak akan terjadi,” gumam Yutta, yang masih terjaga.pikirnya kini melanglang buana, andai saja ia bisa keluar dari situasi ini, andai saja ada pilihan untuk pergi, ia pasti akan pergi. Tapi rasanya semua itu terasa mustahil, apa lagi mengingat kebaikan Mamah Adelia dan Papah Wijaya, mereka sangat baik memperlakukannya.Tiba-tiba saja terdengar suara pintu terbuka, sontak Yutta pun langsung menoleh kearah pintu kamarnya.Terlihat sosok Davin sudah berdiri di
“Dasar pria menyebalkan! Dia pikir aku ini wanita apa, hah? Apa dia pikir harga diriku bisa dibayar dengan uang!” gerutu Yutta, usai Davin meninggalkan kamarnya. “Pake acara ngancam segala lagi! Emangnya dia pikir aku takut! Baiklah, aku akan ikut permainan dia bagaimana!” lanjutnya masih menggerutu.Setalah mendapatkan ucapan yang tidak menyenangkan dari Davin itu, Yutta merasa tertantang juga, baiklah sepertinya ia harus mencoba menaklukkan hati Davin, kita lihat sampai mana Davin akan terus memandang dirinya dengan sebelah mata. ‘Apa dia pikir aku ini wanita lemah yang bisa ditindas begitu saja? Huh, kau salah besar Tuan Davin, kenalkan aku Yutta Berlian, si gadis tangguh, kerasnya dunia saja bisa aku hadapi, apa lagi kamu!’ batin Yutta, merasa percaya diri, tepatnya menyemangati dirinya sendiri. “Non, Non Yuta, bangun Non ... ” Samar-samar Yutta mendengar seperti ada seseorang yang memanggilnya, namun rasa kantuk yang masih menguasai matanya itu, Yutta mengabaikannya, ia berpik
Jam 10 malam tepat, acara resepsi pernikahan Davin dan Yutta selesai. Sepasang pengantin baru itu kini sudah berada di dalam kamar hotel yang sudah disiapkan khusus untuk mereka melewati malam pertama. Dengan ranjang yang sudah dihiasi kelopak bunga mawar merah segar membentuk love, tak lupa hiasan dua angsa dengan kepala yang menyatu membentuk love juga menghiasi di atasnya. Yutta yang sejak awal masuk ke dalam kamar tersebut hanya terduduk ditepi ranjang seraya menatap kesekitar ruangan tersebut. Yutta masih menggunakan gaun bekas resepsi pernikahannya. Sementara Davin, pria itu sudah sejak tadi berada di kamar mandi. Jarum jam terus berjalan, sudah hampir satu jam Yutta duduk termenung di sana, dan Davin pun belum juga keluar dari kamar mandi. “Itu orang mandi apa tidur sih, kenapa lama sekali?” gumam Yutta menggerutu. Pasalnya ia sudah tak tahan ingin segara membersihkan tubuhnya, di tambah badannya terasa tidak nyaman, kerena gaun yang dikenakannya begitu ketat. “Ganti baju
“Kenapa kau menatapku seperti itu?” tanya Davin, tak suka melihat Yutta yang menatapnya. “Emm ... ti-tidak, aku-” ucap Yutta menggantung, ragu untuk mengatakannya. Setelah itu Yutta pun kembali bergegas menuju kamar mandi untuk memakai pakaian tersebut. “Ck! Wanita aneh!” decih Davin, menatap sinis Yutta yang berlalu dari sana.Sementara itu, Yutta yang berada dikamar mandi. Langsung mengeluarkan isi yang ada dalam peperbag tersebut. “Bagaimana bisa ukurannya pas dengan biasa yang aku pakai?” gumam Yutta. Wanita itu memakai pakai dalam atas dan bawahnya, ukuranya sangat pas membuat ia keheranan. Dari mana pria itu tahu ukuran dadanya? Dan ... Ah sudahlah, rasanya Yutta malu sendiri memikirkannya. Hingga beberapa saat kemudian, ia pun sudah selesai mengenakan pakaiannya itu. Yutta pun langsung keluar dari sana dengan perasaan yang lebih lega. Masalah pakaian akhirnya sudah selesai, walaupun dalam hati kecilnya masih bertanya-tanya dari mana pria itu tahu jika Yutta membutuhkan pak
“Loh Davin, kok kamu sendirian mana istri kamu?” tanya Mamah Adelia disaat melihat kedatangan Davin. Wanita itu menatap Davin penuh tanya, karena Davin turun hanya sendirian tanpa Yutta bersamanya. Davin tak menjawab, putranya itu malah berjalan begitu saja melewati kedua orang tuanya masuk ke dalam mobil dengan raut wajah yang sulit diartikan. “Davin!” panggil sang Mamah menyusulnya.“Mana Yutta?” tanyanya lagi.“Masih di atas,” jawab Davin dingin. “Ken, jemput Yutta,” titah Papah Wijaya langsung mendapatkan anggukan dari sekertaris Ken. Namun, baru saja Sekertaris Ken berbalik, Yutta terlihat sudah muncul di sana. Melihat kedatangan Yutta, Mamah Adelia langsung menghampiri menantunya itu. “Sayang kamu baik-baik aja, ‘kan?” tanyanya panik. Yutta mengangguk kecil seraya menarik tipis ujung bibirnya. Sebisa mungkin Yutta menyembunyikan kesedihannya, ia tidak mau membuat Mamah mertuanya itu khawatir. “Ya sudah, ayo kita pulang,” ajak Papah Wijaya langsung diangguki oleh mereka.
Brak!Yutta yang baru saja memejamkan matanya terlonjat kaget saat mendengar suara pintu kamarnya terbuka dengan cukup keras. Wanita itu bangkit dari tempat tidur mendapati Davin yang sudah berdiri diambang pintu dengan wajah penuh amarah. “Davin ...” lirihnya. “Apa yang kau katakan pada Mamah, hah?” tanya Davin menghampiri wanita itu setalah menutup pintu kamar tersebut. Tak ingin pembicaraannya terdengar keluar, apa lagi sampai terdengar oleh kedua orang tuanya. Yutta mengerutkan keningnya, kebingungan, tidak mengerti dengan pertanyaan pria yang berstatus suaminya itu. “Apa maksudmu?” “Jangan sok polos! Kau yang sudah mengadu perbuatanku tadi pada Mamah, ‘kan?” tuduhnya penuh penekanan. Sontak Yutta langsung menggelengkan kepalanya cepat, menyangkal tuduhan suaminya itu. Dirinya tidak berkata apapun soal kejadian tadi di hotel pada mamah mertuanya.Tidak ada obrolan panjang antara dirinya dan Mamah Adelia tadi, Mamah Adelia hanya bertanya apakah Yutta ingin istirahat di kamar
“Loh Davin, kok kamu sendirian mana istri kamu?” tanya Mamah Adelia disaat melihat kedatangan Davin. Wanita itu menatap Davin penuh tanya, karena Davin turun hanya sendirian tanpa Yutta bersamanya. Davin tak menjawab, putranya itu malah berjalan begitu saja melewati kedua orang tuanya masuk ke dalam mobil dengan raut wajah yang sulit diartikan. “Davin!” panggil sang Mamah menyusulnya.“Mana Yutta?” tanyanya lagi.“Masih di atas,” jawab Davin dingin. “Ken, jemput Yutta,” titah Papah Wijaya langsung mendapatkan anggukan dari sekertaris Ken. Namun, baru saja Sekertaris Ken berbalik, Yutta terlihat sudah muncul di sana. Melihat kedatangan Yutta, Mamah Adelia langsung menghampiri menantunya itu. “Sayang kamu baik-baik aja, ‘kan?” tanyanya panik. Yutta mengangguk kecil seraya menarik tipis ujung bibirnya. Sebisa mungkin Yutta menyembunyikan kesedihannya, ia tidak mau membuat Mamah mertuanya itu khawatir. “Ya sudah, ayo kita pulang,” ajak Papah Wijaya langsung diangguki oleh mereka.
“Kenapa kau menatapku seperti itu?” tanya Davin, tak suka melihat Yutta yang menatapnya. “Emm ... ti-tidak, aku-” ucap Yutta menggantung, ragu untuk mengatakannya. Setelah itu Yutta pun kembali bergegas menuju kamar mandi untuk memakai pakaian tersebut. “Ck! Wanita aneh!” decih Davin, menatap sinis Yutta yang berlalu dari sana.Sementara itu, Yutta yang berada dikamar mandi. Langsung mengeluarkan isi yang ada dalam peperbag tersebut. “Bagaimana bisa ukurannya pas dengan biasa yang aku pakai?” gumam Yutta. Wanita itu memakai pakai dalam atas dan bawahnya, ukuranya sangat pas membuat ia keheranan. Dari mana pria itu tahu ukuran dadanya? Dan ... Ah sudahlah, rasanya Yutta malu sendiri memikirkannya. Hingga beberapa saat kemudian, ia pun sudah selesai mengenakan pakaiannya itu. Yutta pun langsung keluar dari sana dengan perasaan yang lebih lega. Masalah pakaian akhirnya sudah selesai, walaupun dalam hati kecilnya masih bertanya-tanya dari mana pria itu tahu jika Yutta membutuhkan pak
Jam 10 malam tepat, acara resepsi pernikahan Davin dan Yutta selesai. Sepasang pengantin baru itu kini sudah berada di dalam kamar hotel yang sudah disiapkan khusus untuk mereka melewati malam pertama. Dengan ranjang yang sudah dihiasi kelopak bunga mawar merah segar membentuk love, tak lupa hiasan dua angsa dengan kepala yang menyatu membentuk love juga menghiasi di atasnya. Yutta yang sejak awal masuk ke dalam kamar tersebut hanya terduduk ditepi ranjang seraya menatap kesekitar ruangan tersebut. Yutta masih menggunakan gaun bekas resepsi pernikahannya. Sementara Davin, pria itu sudah sejak tadi berada di kamar mandi. Jarum jam terus berjalan, sudah hampir satu jam Yutta duduk termenung di sana, dan Davin pun belum juga keluar dari kamar mandi. “Itu orang mandi apa tidur sih, kenapa lama sekali?” gumam Yutta menggerutu. Pasalnya ia sudah tak tahan ingin segara membersihkan tubuhnya, di tambah badannya terasa tidak nyaman, kerena gaun yang dikenakannya begitu ketat. “Ganti baju
“Dasar pria menyebalkan! Dia pikir aku ini wanita apa, hah? Apa dia pikir harga diriku bisa dibayar dengan uang!” gerutu Yutta, usai Davin meninggalkan kamarnya. “Pake acara ngancam segala lagi! Emangnya dia pikir aku takut! Baiklah, aku akan ikut permainan dia bagaimana!” lanjutnya masih menggerutu.Setalah mendapatkan ucapan yang tidak menyenangkan dari Davin itu, Yutta merasa tertantang juga, baiklah sepertinya ia harus mencoba menaklukkan hati Davin, kita lihat sampai mana Davin akan terus memandang dirinya dengan sebelah mata. ‘Apa dia pikir aku ini wanita lemah yang bisa ditindas begitu saja? Huh, kau salah besar Tuan Davin, kenalkan aku Yutta Berlian, si gadis tangguh, kerasnya dunia saja bisa aku hadapi, apa lagi kamu!’ batin Yutta, merasa percaya diri, tepatnya menyemangati dirinya sendiri. “Non, Non Yuta, bangun Non ... ” Samar-samar Yutta mendengar seperti ada seseorang yang memanggilnya, namun rasa kantuk yang masih menguasai matanya itu, Yutta mengabaikannya, ia berpik
Yutta benar-benar tidak bisa tidur, padahal waktu sudah menunjukkan pukul 12 malam. Besok adalah hari pernikahannya dengan Davin akan dilaksanakan. Mungkin, jika sebagai orang yang akan menikah gelisah kerena sudah tidak sabar menunggu hari esok, kerena hari pernikahan umumnya adalah hari kebahagiaan mereka.Akan tetapi tidak baginya, besok seperti hari terburuk di kehidupannya, karena ia terpaksa harus menikah dengan pria yang sama sekali tidak dicintainya.“Aku benar-benar menginginkan hari ini tidak pernah usia! dan hari esok tidak akan terjadi,” gumam Yutta, yang masih terjaga.pikirnya kini melanglang buana, andai saja ia bisa keluar dari situasi ini, andai saja ada pilihan untuk pergi, ia pasti akan pergi. Tapi rasanya semua itu terasa mustahil, apa lagi mengingat kebaikan Mamah Adelia dan Papah Wijaya, mereka sangat baik memperlakukannya.Tiba-tiba saja terdengar suara pintu terbuka, sontak Yutta pun langsung menoleh kearah pintu kamarnya.Terlihat sosok Davin sudah berdiri di
Davin dengan cepat melajukan mobilnya meninggal kantornya, apa pun caranya ia harus bisa membatalkan pernikahannya dengan Yutta. Ia harus menemui orang tuanya.“Jangan harap pernikahan ini akan terjadi! aku sama sekali tidak sudi menikah dengan wanita itu. Asal-usulnya saja tidak jelas!” geram Davin.Sesampainya di rumah, Davin langsung bergegas masuk. “Mamah ... Papah ... ” teriaknya, namun tidak ada sahutan dari kedua orang tuanya itu.“Kemana Mamah dan Papa?” gumamnya.“Bi, Mamah sama Papah kemana?” tanya Davin pada Bibi asisten rumah tangga di rumah tersebut.“Nyonya gak ada, Den. Tadi pergi keluar sama Non Yutta,” jawabnya.“Kalau Papah?” “Tuan tadi seperti ada, mungkin di halaman belakang, kalau tidak ada biasanya ada diruangan kerjanya, Den.” Setalah mendapatkan jawaban dari Bibi, Davin segara mencari keberadaan sang Papah, pertama ia berjalan menuju ruangan Papahnya, akan tetapi di sana tidak ada siapa-siapa. Davin pun bergegas menuju halaman belakang.Dan benar saja, Papah
Beberapa hari berlalu, Yutta kini sudah tinggal di rumah calon mertuanya itu. Yutta diperlukan sangat baik di sana, kedua orang tua Davin sangat menyayangi Yutta, bahkan mereka menganggap Yutta sudah seperti anak mereka sendiri. Entah mengapa Wijaya dan Adelia seperti sudah mengenal Yutta sejak lama, jelas-jelas kenyataan mereka baru bertemu dengan gadis itu saat sang putra—nya Davin melecehkan gadis itu.Sementara itu sejak Yutta tinggal di rumah orang tuanya itu, Davin tidak pernah datang sama sekali. Tapi Wijaya dan Adelia tidak mempermasalahkan semua itu, sebelum Yutta tidak tinggal di sana pun. Anak laki-lakinya jarang sekali berkunjung ke rumah, hanya seminggu sekali itu pun jarang. Yang terpenting saat ini Wijaya dan Adelia bisa melihat Davin menikah, calonnya sudah ada di depan mata, Wijaya dan Adelia pun yakin jika Yutta itu gadis baik-baik. Beberapa hari tinggal di rumahnya, Wijaya dan Adelia memperhatikan sikap Yutta, gadis itu seperti gadis pekerjaan keras, santun dan ca
Davin membulatkan matanya, ia terkejut mendengar ucapan yang baru saja keluar dari mulut wanita yang sudah melahirkannya itu."Tidak Mah, aku tidak mau," tolak Davin dengan cepat."Apa kamu bilang tidak mau? Apa kamu tidak sadar apa yang sudah kamu lakukan kepada Yutta hah?" bentak Adelia. Ia tidak terima dengan penolakan Davin."Tapi Mah, Mamah taukan? Aku tidak mencintainya. Semua ini hanya kecelakaan mah. Dan Mamah juga tau kalau aku hanya ingin menikah dengan gadis di masa laluku," jelas Davin. Ia masih mencoba memberikan penolakan, berharap Mamahnya mengerti posisinya sekarang."Tidak Davin, lupakan Lian, lupakan wanita itu. Bagaimana kamu bisa menikah dengan dia, sedangkan sampai saat ini kamu masih belum menemukannya. Mamah tidak mau tau kamu nikahi Yutta, kamu harus mempertanggung jawabkan perbuatan kamu."Yutta hanya menyaksikan perdebatan antara anak dan Ibunya itu. Entahlah, jika boleh jujur Yutta juga tidak mau menikah denga