Tipe manusia seperti Galih, selalu memiliki beberapa sisi tak terduga. Ternyata, lelaki itu memiliki sejuta rahasia yang tidak orang lain mengerti. Bahkan, Tias sendiri disinyalir tidak mengetahui pekerjaan sampingan dari Galih. Duh,kasihan sekali wanita itu. Dinginnya malam yang menusuk tulang akibat suhu yang ekstream, tidak membuat Ilham berhenti pada aktivitasnya. Sambil membuat desain peta dan beberapa deskripsi menggunakan sandi, dia membuat kopi untuk menghilangkan kantuk. Secangkir kopi menemaninya malam ini.
Dia terus saja memikirkan hal itu sampai kokok ayam terdengar. Belum juga menemukan titik temu, tapi rasa lelah sudah menderanya. Dia merebahkan tubuhnya pada pukul tiga lewat seperempat pagi. Tanpa banyak ritual, sudah masuk ke alam mimpi. Lelaki itu masuk sangat dalam ke alam mimpi, teredengat dari dengkuran halus saat tertidur.
Tidak lama kemudian, suara adzan mengalun merdu dari beberapa toa masjid. Suara itu mem
“Buka matamu. Aku sudah tahu kalau kau sengaja menarik tangaku. Lepaskan ihh,” pinta Tias.Namun, Ilham tidak mengindahkan pinta Tias. Dia tetap memeluk wanita itu. Nafas mereka masih memburu. Nafas khas bangun tidur yang masih belum fresh, tidak di pedulikan. Ilham tetap memeluk wanita itu.“Aku belum gosok gigi, ih. Nggak bau apa?” cicit Tias.Mendengar hal itu, Ilham membalik tubuh wanita itu, berada di bawahnya. Dia membuka mata, kemudia memandang lekat wajah wanita itu. Cantik, lebih cantik ketika bangun tidur seperti ini.“Kau mau gosok gigi?” Ilham tidak membiarkan kesempatan itu. Dia menghabisi bibir wanita itu dengan sangat lahap. Dia melepaskannya setelah kehabisan nafas.“Ih, nakal deh. Lepaskan! Perutku lapar,” pinta Tias dengan manja.“Kamu di saja. Biar aku yang masak,” tukas Ilham.
Lelaki itu terus mengaduk hingga asap mengepul lebih banyak dari dalam nasi yang sudah berwarna kecoklatan itu. Tandanya, nasi sudah matang. Ilham mengambil sendok, kemudian menyendok nasi goreng yang masih panas itu dan meniupnya. Kemudian, mengarahkan ke mulut Tias. Wanita itu, membuka mulutnya.“Bagaimana? Enak nggak?” tanya Ilham.“Bagiamana, ya?” Tias memberi teka-teki.“Asin, ih ....” Tias menggoda lelaki itu.“Benarkah?” Ilham menyendok nasi goreng yang masih ada di piring itu, kemudian memasukkan ke mulutnya. Tias berlari keluar dari dapur. Kemudian Ilham mengejarnya, karena wanitaq itu sudah membohonginya.“Ah, kamu ...” Ilham mengegelitiki tias, sehingga wanita itu menggelinjang karena merasa sangat deli.“Sudah ... sudah ... tobat, hahaha.” Wanita itu terus tertawa.
“Entar cantiknya hilang, lho?” ucap Ilham. Dia mencoba merayu. Ilham jalan mendekat ke arah Tias berada. “Biarin, jangan ganggu aku!” sarkas Tias. Ketika Ilham Mendekat dan duduk di sampingnya. Ilham mencolek dagu Tias tapi ditepisnya. Dia malah meringsut menghadap ke lain tempat. “Duh, galak banget. Entar aku tambah cinta lho kalau galak-galak. Kayaknya, kalau dicium sembuh nih marahnya.” Ilham bangkit memutar menghampiri Tias agar berada di depannya. Melihat Ilham mulai mendekat, wanita itu melotot kemudian pasang kuda-kuda dan kepalan tangan. “Duh, aku jadi bergairah. Rupanya kekasihku meminta fighting. Oke, aku lebih tertarik dengan fighting bibir tapi,” goda Ilham sambil tertawa ngakak. Ilham masih saja bercanda membuta Tias semakin keki. “Jangan bercanda, aku sedang marah!” Bentak Tias. Dia menepis tangan Ilham yang berada di kedua pipinya. Ilham menciumnya singkat, kemudian membungkuk
“Kita berangkat ke kantor sekarang siapkan dirimu. Kita akan mampir ke butik untuk beli bajumu,” titah Ilham.“Tapi ....”“Hus, nggak pakai tapi, dilarang membantah. Paham!” Tias mengikuti saja. Ilham meninggalkan Tias agar siap-siap dia sendiri juga harus siap-siap. Merekaq bertemu kembali di depan kamar. Ilham mengerutkan kening, saat Tias masih menggunakan baju yang sama.“Kamu nggak ganti baju? Waduh, sebentar aku carikan.” Ilham kembali ke dalam untuk mengambilkan Tias bajunya. Tidak ada pilihan lain, selain meminjami baju pada wanita itu.“Pakai ini dulu coba.”Ilham menyodorkan kaos oblong berwarna putih yang masih ada dalam plastik bungkus. Wanita itu menerima, kemudian masuk ke dalam kamar kembali dan memakainya. Setelah beberapa saat, mereka keluar bersama.Dua cicitan terdengar, berarti sebuah kunci terbuka. Le
Setelah mencoba satu baju berwarna merah muda, dia keluar. Aura kecantikannya tidak diragukan lagi. Baju itu membuat dirinya nampak sangat mempesona. Hingga Ilham tersenyum melihatnya. Dia merasakan sangat perfek baju tersebut berada di tubuh Indah Tias.“Bagus. Cantik. Bungkus yang itu. Warna lain juga, Sya. Kamu pakai itu sekarang untuk pergi ke kantor. Yang lain kamu kirim ke rumah. Alamatnya aku chat entar.” Lelaki itu berjalan beriringan dengan Tias. Mereka berdua menuju ke mobilnya. Lelaki yang menyadari buruannya sudah keluar, ia melepaskan wanita pelayan itu dan mengejar buruannya.Namun, bukan Ilham namanya. Lelaki itu sudah menyadari bahwa ada penguntit yang mengikutinya. Ilham menyetir mobilnya dengan sangat kencang. Untung kali ini dia menggunakan mobil sport dengan mesin ganda. Jadi, bisa dibilang sulit untuk penguntit mengejarnya.“Done, kita lolos ... wuih,” teriak Ilham.&nb
Melihat sang mulut ular itu sudah terpaku, Tias memilih untuk meninggalkannya. Tutukan sepatu dari belakang menyadarkan Ajeng untuk menoleh.Wanita itu tergagap karena suara sepatu iru milik Ilham. Lelaki itu makin lama-makin mendekat dengan Ajeng. Wanita itu berusaha untuk lari, akan tetapi Ilham memanggilnya.“Tunggu!” teriak Ilham.“Aduh! Mati aku!” gumam Ajeng ambil memukul jidadnya dengan telapak tangan kanannya.“Mau ke mana? Kamu salah lewat. Itu lift khusus,” tegur Ilham. Ajeng nyengir mendapat teguran seperti itu. Dia mengangguk minta maaf. Ilham tidak menghiraukannya. Dia langsung masuk ke lift itu. Sebenarnya, lelaki itu memang ingin memberi pelajaran sama wanita yang sok tahu itu. Ilham sudah melihat dari kejauhan, bahwa wanita itu sudah mengintimidasi kekasihnya.Ilham tersenyum miring ketika melihat muka pucat pasi milik Ajeng
“Ada apa, Mas?” sinis Tias.“Kenapa cemberut?” tanya Ilham.“Nggak papa. Kepalaku pusing,” tukas Tias.Ilham memandang wanita itu dengan lekat. Wanita itu memang terlihat pucat. Ilham menelpon satpam untuk dimintai tolong.“Pak, tolong ke ruangan saya,” perintah Ilham dalam sambungan. Tanpa mendengar jawaban, lelaki itu memutus sambungan.“Ada apa sih? Pakai mengundang satpam segala? Aku salah apa?” Rasa penasaran Tias sangat tinggi. Dia tidak merasa melakukan apapun, tapi Ilham mengundang satpam. Tidak lama kemudian, satpam datang. Makin bingunglah Tias.“Pak, anterkan bu Tias pulang, ya?” perintah Ilham.“Baik, Pak. Silakan, Bu Tias.” Satpam itu mengulurkan tangan untuk menyilakan wanita itu. Tias mengerutkan ken
Tias mengepalkan tangannya lebih kencang, hingga kukunya menancap ke panggal tangannya dan berdarah. Tapi, wanita itu tidak merasakannya. Darah mulai mengalir dari pangkal telapak tangannya itu. Tapi, Tias tidak bisa merasakan perih sama sekali. Hatinya penuh dengan duka-lara karena mulut pedas lelaki itu.“Ada apa ini?” Ilham keluar dari dalam gedung itu.“Ah, sang Rahwana penculik Dewi Sinta keluar,” sarkas galih. Ilham mengeratkan rahang-rahangnya. Merasa sangat marah. Lelaki itu sungguh sangat memuakkan. Dia melebihi seorang perempuan yang tidak punya otak.“Jaga bicara anda, Tuan Galih.” Galih tertawa terbahak kemudian menunjuk ke arah Ilham.“Aku? Suruh jaga bicaraku? Kau yang jaga kelakuanmu. Kau seorang pegawai pemerintah. Jabatanmu tertinggi pula. Tapi, kelakuanmu minus. Kau bawa istriku lari! Hai semua anak buah Ilham. Dengarkan sabdaku lelaki
“Sepertinya, sudah waktunya.”“Oh, Galih maaf, aku harus membawanya.” Ilham menggendong sang istri untuk keluar dari pesta itu dia sangat panik. Sedangkan orang-orang juga memandang ke arah kepergian mereka. Ada bisik-bisik doa dari mereka, semoga baik-baik saja.***Meyyis_GN***Ilham langsung memasukkan tubuh sang istri ke dalam mobilnya. Keringatnya bercucuran, karena merasa tegang. “Huff … aduhhh ….”“Tahan, Sayang. Kamu kesakitan begitu. Ya Allah, semoga ….”“Mas, konsen nyetir … hufff ….” Tias menarik napas dan mengembuskan dengan berlahan lewat muluah.“Ahh … sabar, Sayang. Papa sedang berusaha, kita ke rumah sakit, ya?” Tias mengelus perutnya dan menahan rasa sakit yang teramat hebat. Dia menggigit bibir bawahnya. Ahirnya, lelaki itu
“Kamu tidak perlu mengajariku, kamu tahu … Mas Galih tidak akan pernah menyukai gaya itu lagi. Aku akan selalu membuatnya puas, sehingga tidak akan ada waktu lagi untuk memikirkan hal lain selain diriku. Apalagi, memikirkan masa lalu yang menjijikkan.” Mira sepertinya bukan lawan yang sangat tanggung bagi Milea. Dia tersenyum dan mulai berbalik turun. Kepala Milea sudah panas dan berasap. Ingin dia meledak sekarang, tapi tunggu nanti, hingga seluruh orang fokus pada makanannya, itu akan lebih mudah.Milea turun. Dia mengambil gelas dan sendok dan menabuhnya. Mereka semua melihat ke arah Milea. “Mohon perhatiannya, permisi!” Galih sudah tidak tahan lagi, tapi Mira mencegahnya.“Jangan, Mas. Biarkan dia berbuat semaunya. Nanti dia sendiri yang akan malu.” Galih mengangguk.“Kalian tahu, kedua mempelai? Mereka adalah pembatu dan suamiku, ups aku lupa … tepatnya mantan.
“Sudahlah, aku siap mendengarmu kapan saja. Tapi tidak sekarang, pengantin priamu sudah menunggu.” Mira bangkit dibantu oleh Tias. Mereka keluar menuju pelaminan. Karpet merah yang membentang menambah suasana dramatis, bagai ratu sejagad. Tias membantu memegang gaunnya, dengan anggun Mira melewati sejegkal demi sejengkal karpet merah itu. Kelopak mawar ditabur dari kanan dan kiri. Di ujung sebelum mencapai puncak Galih sudah siap menyambut pengantinnya dengan stelan jas tuxedo.***Meyyis_GN***Jangan lupa musik pengiring yang membuat suasana semakin sakral. Seluruh pasang mata berpusat ke arah kedatangan pengantin. Bisik-bisik terdengar, sehingga membuat suasana hati Milea semakin panas.“Kalian nora, pengantin ya cantik, tapi tidak alami.” Yang ada di sebelah Milea tersenyum sinis.“Kau iri? Makanya jangan berulah.” Milea yang sedang marah rasanya ingin meledak da
“Tidak ada, hanya sedikit merasa menekan perut.” Ilham menggangguk.“Mau makan apa? Biar aku ambilkan, sebelum pengantin wanita keluar dan kita akan sibuk memandangnya.” Tias mencubit pinggang suaminya.***Meyyis_GN***“Sepertinya aku mau sate saja. Tapi tolong lepaskan dari tusuknya, ya? Kata mama tidak boleh orang hamil makan langsung dari tusuknya.” Ilham tersenyum. Dia meninggalkan sang istri duduk sendiri dan mengambilkan makanannya yang sudah dipesan istrinya. Lelaki itu dengan elegan menuju ke tempat prasmanan.“Oh, mantan istrinya Mas Galih diundang semua ternyata?” Milea mendekati Tias. Tias tersenyum.“Sebagai mantan istri, tentu masih berkewajiban menjaga tali silaturahmi ‘kan? Bagaimana pun, pernah tidur satu ranjang, jadi tidak ada salahnya kalau berbaik hati mengucapkan selamat pada wanita yang menggantikan menemaninya t
“Satu minggu terasa sangat lama. Sabar ya, Sayang. Kamu akan puas setelah ijab-kabul.” Galih menunjuk miliknya dan tersenyum setelah tatanan rambut selesai. Siang ini, dia akan bermanja-manja dengan Mira. Dia memiliki energi baru untuk memulai sebuah kehidupan. Senyumnya merekah membuai siang yang terasa terik, namun baginya berbalut dengan kesejukan. Dia sduah merindukan sentuhan wanita, menyata kulitnya yang begitu sensitif dengan rangsangan.Galih mempersiapkan pernikahan ini dengan sangat baik. Dia menyewa jasa wedding organizer terbaik untuk mempersiapkan pernikahan ini. Di gedung hotel ternama, sudah disusun acara dengan sangat baik. Galih mengenakan stelan jan warna hitam, karena memang konsepnya internasional. Dia mengenakan tuxedo itu dan memandang penampilannya sendiri di depan cermin. “Ini untuk yang ke tiga kalinya aku mengucapkan ijab kabul. Semoga ini yang terakhir.” Galih berdoa salam hati. Dia membetulkan dasi kupu-k
“Aku ingin lihat! Pertontonkan saja!” Galih mengatakannya tanpa menoleh, dia melenggang pergi. Milea terasa meledak. Dia mengumpat sejadi-jadinya dan membuang benda apa saja ke arah kepergian Galih. Galih merasa lega setelah ancaman kepada Milea tersebut terlaksana. Dia menjadi geli sendiri, pernah tergila-gila pada wanita sejenis itu. Galih menyetir mobilnya dengan cepat menuju ke rumah, harus memastikan kekasihnya baik-baik saja.Galih langsung berlari menuju ke dalam rumah. Dia melihat kekasihnya sedang menggendong putranya, membuat dirinya lega. “Ada apa? Ada yang tertinggal?” Galih menggeleng. Dia memeluk sang istri dari belakang.“Aku mengkhawatirkanmu.” Mira mengerutkan keningya.“Mengkhawatirkanku? Kenapa?” Karena Gibran sudah tenang, maka dia menurunkan anak itu ke lantai yang dilapisi karpet tebal.“Milea tadi datang ‘kan?” M
Mira luruh ke kursi. Dia menyadari, bahwa serangan dari Milea itu normal. Namun dia berpikir lagi, apakah yang dikatakan oleh Milea itu benar? Bahwa dirinya merebut Galih dari tangan Milea? Mira mengingat kembali, kapan mulai saling jatuh cinta dan menyesap indahnya ciuman nikmat.Milea pergi dari rumah Galih dengan tersenyum smirk. Dia yakin pasti Mira merasa tertekan. Dia mengenal Mira selama beberapa tahun, wanita itu berhati baik. Dia pasti akan merasa bersalah dengan tekanan yang diberikan oleh Mira.Sementara itu, Galih menyaksikan aksi manatan istrinya lewat CCTV yang memang sengaja dia pasang. Galih pernah menjadi manusia paling brengsek di muka bumi ini, jadi dia sangat hafal dengan trik brengsek yang dimainkan oleh Milea. Dia menarik napas untuk menenangkan syarafnya. Galih menyuruh ajudannya untuk menyiapkan mobil pribadinya. Dia akan mencari MIlea untuk memberinya pelajaran yang akan wanita itu sesali seumur hidupnya.
“Aku mencintaimu, apa pun yang kau inginkan akan aku lakukan. Apalagi hanya menemani tidur,” bisik Ilham. Lelaki itu tidak berapa lama kemudian terlelap ke alam mimpi menyusul sang istri. Terkadang memang bumil akan sedikit manja.***Meyyis_GN***Milea tidak terima dengan penolakan dari Galih. Dia mencari tahu penyebabnya, bahkan menyelidiki. Dia menemukan Mira sebagai pengasuh dari putranya yang dicintai Galih. Dia menunggu Galih pergi kerja. Pagi itu, terlihat Galih sedang berpamitan dengan Mira. Lelaki itu mencium kening Mira. Semakin terbakar hati Milea.“Kamu lihat nanti! Kalian terlalu enak menikmati masa pacaran, hingga lupa dengan aku yang sakit hati.” Milea menggenggam tanggannya dengan erat, hingga kukunya menancap ke telapak tangannya.“Sayang, jangan lupa kunci rumah. Jangan biarkan siapa pun masuk. Kecuali aku meneleponmu dan memperbolehkan dia masuk.
“Kan bisa mengingatkan baik-baik, kenapa harus teriak, sih?” protes Tias.“Aku nggak teriak, Sayang. Maaf, ih jangan nangis, dong!” Tias sudah hampir nangis karena ucapan Ilham yang agak bernada tinggi. Dasar bumil!Ilham meraih tubuh sang istri yang hampir bergoyang karena menangis. “Ah, seperti inikah orang hamil? Kenapa selalu saja sensitif,” batin Ilham.“Aku akan menggendongmu,” ucap Ilham. Lelaki itu memang sangat memanjakan sang istri. Walau Tias begitu sedikit ceroboh dan jorok, namun lelaki itu tidak masalah untuk membereskn kekacauan yang dibuat oleh istrinya. Terkadang, memang kekurangan pasangan kita yang menjadi dasar pemicu pertengkaran. Tapi tidak dengan Ilham. Dia menjadikan kekurang sang istri sebagai semangat. Terkadang, sepulang kerja dia harus rela membereskan beberapa kekacauan istrinya.Sebenarnya, kadang Tias sudah h