Tias mengepalkan tangannya lebih kencang, hingga kukunya menancap ke panggal tangannya dan berdarah. Tapi, wanita itu tidak merasakannya. Darah mulai mengalir dari pangkal telapak tangannya itu. Tapi, Tias tidak bisa merasakan perih sama sekali. Hatinya penuh dengan duka-lara karena mulut pedas lelaki itu.
“Ada apa ini?” Ilham keluar dari dalam gedung itu.
“Ah, sang Rahwana penculik Dewi Sinta keluar,” sarkas galih. Ilham mengeratkan rahang-rahangnya. Merasa sangat marah. Lelaki itu sungguh sangat memuakkan. Dia melebihi seorang perempuan yang tidak punya otak.
“Jaga bicara anda, Tuan Galih.” Galih tertawa terbahak kemudian menunjuk ke arah Ilham.
“Aku? Suruh jaga bicaraku? Kau yang jaga kelakuanmu. Kau seorang pegawai pemerintah. Jabatanmu tertinggi pula. Tapi, kelakuanmu minus. Kau bawa istriku lari! Hai semua anak buah Ilham. Dengarkan sabdaku lelaki
“Cepat panggil ambulance! Cepat!” Lita langsung menelpon ambulance tangannya gemetar tak menentu. Darah Tias sudah membanjiri tempat itu. Betapa paniknya Ilham rasanya sangat takut kehilangan Tias. “Bertahan untukku, kumohon! Cepat! Kalian lelet!” bentak Ilham. Lita tergagap kemudian berkata, “ segera, Pak. Sudah saya hubungi.” Suara sirine memekakan telinga. Mereka yang tadinya berkerumun abai akan protokol kesehatan, minggir untuk memberi jalan ambulance mendekat. Ilham mengangkat butuh yang bersimpah darah. Dia tidak peduli dengan baju putihnya yang tertimpa darah. Petugas berpakaian serba putih langsung memasangkan selang oksigen untuk Tias. Sura sirine memekakan telinga meninggalkan tempat kejadian perkara. Tias sedikit masih sadar ketika Ilham mengangkat tubuhnya tadi. Tepatnya, dia berusaha sadar agar lelaki itu dapat sedikit ringan mengangkat tubuhnya. Tapi, setelah tubuhnya men
Tiba-tiba pintu kamar operasi terbuka. Terlihat sosok tinggi dengan pakaian APD khas ruang operasi keluar.“Bagaimana keadaan, Tias? Apakah baik-baik saja?” tanya Ilham dengan penuh harap.“Keadaannya ....” Dokter menjeda perkatannya. Perasaan Ilham makin tegang dengan raut muka yang sangat serius. Dokter menjeda perkataannya. Dia menghirup nafasnya dalam-dalam. Kemudian mengulangi perkataannya lagi.“Keadaannya lumayan baik. Peluru sudah berhasil kami keluarkan dari punggugnya. Akan tetapi, pasien masih tak sadarkan diri karena pengaruh anastesi.” Dokter tersebut masih mengenakan maskernya, ketika berbicara. Namun, masih jelas dapat ditangkap dengan baik perkatannya.“Apakah kami boleh menjenguknya, Dok?” tanya Ilham.“Boleh, tapi setelah dipindahkan ke ruang inap. Nanti petugas akan mengurusnya,” tukas dokter. Lelaki d
Tidak berapa lama, tim medis datang untuk menjawab panggilan Ilham. Dua orang berseragam putih menyambangi ruangan itu.“Ada yang bisa saya bantu?” tanya wanita berbaju putih itu.“Tolong diperiksa. Jemarinya menjentik tadi,” tukas Ilham sambil berbinar.“Sebentar, Pak. Kami ambil tindakan.” Kedua suster itu keluar kmbali, mungkin akan mengambil peralatan. Setelah beberapa menit, dia kembali dengan membawa dokter yang tadi menangani Tias.“Ada perubahan, Pak?” tanya dokter tersebut.“Iya, Dok. Tadi, jemarinya menjentik. Mohon maafd, Dok. Apakah dia mulai dapat merespon suara atau gerakan dari luar?” tanya Ilham.“Sepertinya begitu. Beri stimulus terus. Ajak dia bicara, agar cepat sadar.” Dokter memeriksa seluruh keadaan wanita itu. Ilham menyaksikan dengan seksama yang dilakukan oleh dokt
“Sementara, itu dulu. Gue akan pastikan bahwa lo akan membuat bajingan itu membusuk di penjara, atau gue akan memutuskan persendiannya, hingga untuk bernafas pun dia nggak ingat.” Ilham dengan segala kekuatan dan juga kekauasaannya sangat mudah melumpuhkan seseorang. Jangankan seorang Galih, bahkan siapa pun tidak akan membuatnya takut. Tapi, tunggu dulu. Apakah Ilham tahu siapa Galih? Bagaimana sepak terjangnya? Mungkin lelaki itu akan membuatnya kerepotan.Di saat Tias berjuang dengan seluruh kekuatan dan juga kelemahannya untuk lolos dari kematian, Galih di suatu tempat merasa gelisah. Dia tidak menyangka, tindakannya akan melukai istrinya. Sedangkan yang ingin dia bidik adalah lelaki yang telah membawa istrinya kabur. Beribu perasaan menghujani jiwanya membuat dirinya tidak bisa duduk tenang.“Bos, mondar-mandir saja kayak setrikaan. Duduk lebih enak.” Seorang lelaki dengan tubuh mungil tidak tahan dengan ke
Lelaki itu meraih gelas yang sudah dituangkan setengah cairan wisky. Gelas cristal berwarna bening itu ditenggak isinya sampai tandas. Kemudian dengan kekuatan penuh dia melemparkannya ke dinding. Suara gelas pecah memenuhi ruangan itu. Tubuh dari gelas itu berserakan di lantai sampai memenuhi lantai yang dilapisi permadani itu.Anak buah Galih merasa kaget dengan gerakan Galih yang tiba-tiba. Dia kemudian berbisik sama temannya, “dengar! Lama-lama gelas mahal itu habis. Kurang kerjaan amat si bos banting-banting gelas. Tinggal diletakkan ‘kan beres.”“Hus, namanya juga horang kaya. Jangan berisik, nanti kena semprot!” balas lelaki yang bertubuh cungkring itu.“Baron!” panggil Galih. Lelaki itu akan menyuruh anak buahnya bergerak malam ini. Dia tidak akan memberi ampun pada lelaki bajingan yang telah mencuri istrinya. Rupanya, sampai dtik ini dia belum menyadari, bahwa lepasnya T
“Sepertinya, aku pernah bertemu beberapa kali. Hanya saja, pacarnya tidak tahu orangnya. Makanya aku tanya. Nanti kita salah ngebunuh orang malah berabe,” tukas Baron. Mereka melaju` dengan cepat ke arah rumah Basuki sang sopir Galih yang beberapa waktu lalu sudah mengantarkan Galih saat terjadi insiden di depan gedung dinas pendidikan. Rumah sederhana dengan model gaya leter L terlihat oleh mereka.“Basuki ... Basuki,” teriak Baron sambil mengetok pintu.“Ada apa? Teriak-teriak kayak nangkep maling. Ada apa?” tanya Basuki.Mereka duduk di depan rumah yang disediakan bangku panjang dari bambu.“Ini gawat, Bas. Lo kemarin nganter si bos ‘kan?” tanya Baron.“Iya, gawat kenapa?”“Lo malah balik nanya. Lo tahu kagak orang kemaren yang di tembak si bos?”&ldquo
Seperti beberapa waktu, saat dia ingin mengeksekusi target buruannya, dia malah terkena apes terjebur di parit dan terseret arus sampai beberapa meter. Untung saja, tertolong akar tanaman untuk pegangan. Jadi, dia tidak sampai terseret jauh.“Tapi, lo yakin aman?” tanya Basuki masih belum percaya. Pasalnya, dia teringat saat dulu jadi copet pasar. Dia digebugi habis-habisan. Untung saja, ada Galih yang menolong.Mereka kembali menyusun eksekusi. Mereka akan melakukan eksekusi di depan dinas pendidikan tempat kemarin bosnya melakukan eksekusi pada istrinya sendiri. Ralat, mungkinkah? Basuki tiba-tiba mengingat peristiwa kemarin. Bahwa bosnya itu berteriak tentang lelaki yang ditolong oleh istri bosnya, yang berakibat istrinya tersebut terkena tembakan di punggung.“Aku sepertinya ingat. Lelaki itu satu kantor dengan istri bos. Dia bekerja di kantor itu juga. Dia yang kemarin diselamatkan oleh bu bos. Itu
Mereka terkantuk-kantuk menunggu Ilham yang belum juga kunjung datang. Sekarang sudah pukul lima sore. Mereka masih menunggu di tempat itu. Sesekali mereka memainkan games di gawainya, karena merasa bosan. Sedang memainkan gawainya, tiba-tiba terlihat seorang lelaki tinggi putih lewat di depan pos satpam. Dia terlihat berbicara pada satpam tersebut. Selain itu, kantor itu dijaga ketat oleh beberapa pria berseragam.“Bar, itu ... itu orangnya. Dia memasuki mobil. Cepat!” Mereka mengikuti mobil sport warna hitam yang melaju kencang. Berulang kali mereka menabrak mobil lain untuk bisa mengejar lari sang mobil sport. Ah, tidak didalam mobil itu bukan Ilham, tapi Adit sang asisten. Basuki tidak begitu mengingat rupa Ilham, karena waktu itu dia di dalam mobil. Dia hanya ingat beberapa kali Ilham mengenakan mobil sport itu.Rupanya, mereka memilih lawan yang salah. Aditia bukan anak krece kemarin sore yang dapat dengan mudah di he
“Sepertinya, sudah waktunya.”“Oh, Galih maaf, aku harus membawanya.” Ilham menggendong sang istri untuk keluar dari pesta itu dia sangat panik. Sedangkan orang-orang juga memandang ke arah kepergian mereka. Ada bisik-bisik doa dari mereka, semoga baik-baik saja.***Meyyis_GN***Ilham langsung memasukkan tubuh sang istri ke dalam mobilnya. Keringatnya bercucuran, karena merasa tegang. “Huff … aduhhh ….”“Tahan, Sayang. Kamu kesakitan begitu. Ya Allah, semoga ….”“Mas, konsen nyetir … hufff ….” Tias menarik napas dan mengembuskan dengan berlahan lewat muluah.“Ahh … sabar, Sayang. Papa sedang berusaha, kita ke rumah sakit, ya?” Tias mengelus perutnya dan menahan rasa sakit yang teramat hebat. Dia menggigit bibir bawahnya. Ahirnya, lelaki itu
“Kamu tidak perlu mengajariku, kamu tahu … Mas Galih tidak akan pernah menyukai gaya itu lagi. Aku akan selalu membuatnya puas, sehingga tidak akan ada waktu lagi untuk memikirkan hal lain selain diriku. Apalagi, memikirkan masa lalu yang menjijikkan.” Mira sepertinya bukan lawan yang sangat tanggung bagi Milea. Dia tersenyum dan mulai berbalik turun. Kepala Milea sudah panas dan berasap. Ingin dia meledak sekarang, tapi tunggu nanti, hingga seluruh orang fokus pada makanannya, itu akan lebih mudah.Milea turun. Dia mengambil gelas dan sendok dan menabuhnya. Mereka semua melihat ke arah Milea. “Mohon perhatiannya, permisi!” Galih sudah tidak tahan lagi, tapi Mira mencegahnya.“Jangan, Mas. Biarkan dia berbuat semaunya. Nanti dia sendiri yang akan malu.” Galih mengangguk.“Kalian tahu, kedua mempelai? Mereka adalah pembatu dan suamiku, ups aku lupa … tepatnya mantan.
“Sudahlah, aku siap mendengarmu kapan saja. Tapi tidak sekarang, pengantin priamu sudah menunggu.” Mira bangkit dibantu oleh Tias. Mereka keluar menuju pelaminan. Karpet merah yang membentang menambah suasana dramatis, bagai ratu sejagad. Tias membantu memegang gaunnya, dengan anggun Mira melewati sejegkal demi sejengkal karpet merah itu. Kelopak mawar ditabur dari kanan dan kiri. Di ujung sebelum mencapai puncak Galih sudah siap menyambut pengantinnya dengan stelan jas tuxedo.***Meyyis_GN***Jangan lupa musik pengiring yang membuat suasana semakin sakral. Seluruh pasang mata berpusat ke arah kedatangan pengantin. Bisik-bisik terdengar, sehingga membuat suasana hati Milea semakin panas.“Kalian nora, pengantin ya cantik, tapi tidak alami.” Yang ada di sebelah Milea tersenyum sinis.“Kau iri? Makanya jangan berulah.” Milea yang sedang marah rasanya ingin meledak da
“Tidak ada, hanya sedikit merasa menekan perut.” Ilham menggangguk.“Mau makan apa? Biar aku ambilkan, sebelum pengantin wanita keluar dan kita akan sibuk memandangnya.” Tias mencubit pinggang suaminya.***Meyyis_GN***“Sepertinya aku mau sate saja. Tapi tolong lepaskan dari tusuknya, ya? Kata mama tidak boleh orang hamil makan langsung dari tusuknya.” Ilham tersenyum. Dia meninggalkan sang istri duduk sendiri dan mengambilkan makanannya yang sudah dipesan istrinya. Lelaki itu dengan elegan menuju ke tempat prasmanan.“Oh, mantan istrinya Mas Galih diundang semua ternyata?” Milea mendekati Tias. Tias tersenyum.“Sebagai mantan istri, tentu masih berkewajiban menjaga tali silaturahmi ‘kan? Bagaimana pun, pernah tidur satu ranjang, jadi tidak ada salahnya kalau berbaik hati mengucapkan selamat pada wanita yang menggantikan menemaninya t
“Satu minggu terasa sangat lama. Sabar ya, Sayang. Kamu akan puas setelah ijab-kabul.” Galih menunjuk miliknya dan tersenyum setelah tatanan rambut selesai. Siang ini, dia akan bermanja-manja dengan Mira. Dia memiliki energi baru untuk memulai sebuah kehidupan. Senyumnya merekah membuai siang yang terasa terik, namun baginya berbalut dengan kesejukan. Dia sduah merindukan sentuhan wanita, menyata kulitnya yang begitu sensitif dengan rangsangan.Galih mempersiapkan pernikahan ini dengan sangat baik. Dia menyewa jasa wedding organizer terbaik untuk mempersiapkan pernikahan ini. Di gedung hotel ternama, sudah disusun acara dengan sangat baik. Galih mengenakan stelan jan warna hitam, karena memang konsepnya internasional. Dia mengenakan tuxedo itu dan memandang penampilannya sendiri di depan cermin. “Ini untuk yang ke tiga kalinya aku mengucapkan ijab kabul. Semoga ini yang terakhir.” Galih berdoa salam hati. Dia membetulkan dasi kupu-k
“Aku ingin lihat! Pertontonkan saja!” Galih mengatakannya tanpa menoleh, dia melenggang pergi. Milea terasa meledak. Dia mengumpat sejadi-jadinya dan membuang benda apa saja ke arah kepergian Galih. Galih merasa lega setelah ancaman kepada Milea tersebut terlaksana. Dia menjadi geli sendiri, pernah tergila-gila pada wanita sejenis itu. Galih menyetir mobilnya dengan cepat menuju ke rumah, harus memastikan kekasihnya baik-baik saja.Galih langsung berlari menuju ke dalam rumah. Dia melihat kekasihnya sedang menggendong putranya, membuat dirinya lega. “Ada apa? Ada yang tertinggal?” Galih menggeleng. Dia memeluk sang istri dari belakang.“Aku mengkhawatirkanmu.” Mira mengerutkan keningya.“Mengkhawatirkanku? Kenapa?” Karena Gibran sudah tenang, maka dia menurunkan anak itu ke lantai yang dilapisi karpet tebal.“Milea tadi datang ‘kan?” M
Mira luruh ke kursi. Dia menyadari, bahwa serangan dari Milea itu normal. Namun dia berpikir lagi, apakah yang dikatakan oleh Milea itu benar? Bahwa dirinya merebut Galih dari tangan Milea? Mira mengingat kembali, kapan mulai saling jatuh cinta dan menyesap indahnya ciuman nikmat.Milea pergi dari rumah Galih dengan tersenyum smirk. Dia yakin pasti Mira merasa tertekan. Dia mengenal Mira selama beberapa tahun, wanita itu berhati baik. Dia pasti akan merasa bersalah dengan tekanan yang diberikan oleh Mira.Sementara itu, Galih menyaksikan aksi manatan istrinya lewat CCTV yang memang sengaja dia pasang. Galih pernah menjadi manusia paling brengsek di muka bumi ini, jadi dia sangat hafal dengan trik brengsek yang dimainkan oleh Milea. Dia menarik napas untuk menenangkan syarafnya. Galih menyuruh ajudannya untuk menyiapkan mobil pribadinya. Dia akan mencari MIlea untuk memberinya pelajaran yang akan wanita itu sesali seumur hidupnya.
“Aku mencintaimu, apa pun yang kau inginkan akan aku lakukan. Apalagi hanya menemani tidur,” bisik Ilham. Lelaki itu tidak berapa lama kemudian terlelap ke alam mimpi menyusul sang istri. Terkadang memang bumil akan sedikit manja.***Meyyis_GN***Milea tidak terima dengan penolakan dari Galih. Dia mencari tahu penyebabnya, bahkan menyelidiki. Dia menemukan Mira sebagai pengasuh dari putranya yang dicintai Galih. Dia menunggu Galih pergi kerja. Pagi itu, terlihat Galih sedang berpamitan dengan Mira. Lelaki itu mencium kening Mira. Semakin terbakar hati Milea.“Kamu lihat nanti! Kalian terlalu enak menikmati masa pacaran, hingga lupa dengan aku yang sakit hati.” Milea menggenggam tanggannya dengan erat, hingga kukunya menancap ke telapak tangannya.“Sayang, jangan lupa kunci rumah. Jangan biarkan siapa pun masuk. Kecuali aku meneleponmu dan memperbolehkan dia masuk.
“Kan bisa mengingatkan baik-baik, kenapa harus teriak, sih?” protes Tias.“Aku nggak teriak, Sayang. Maaf, ih jangan nangis, dong!” Tias sudah hampir nangis karena ucapan Ilham yang agak bernada tinggi. Dasar bumil!Ilham meraih tubuh sang istri yang hampir bergoyang karena menangis. “Ah, seperti inikah orang hamil? Kenapa selalu saja sensitif,” batin Ilham.“Aku akan menggendongmu,” ucap Ilham. Lelaki itu memang sangat memanjakan sang istri. Walau Tias begitu sedikit ceroboh dan jorok, namun lelaki itu tidak masalah untuk membereskn kekacauan yang dibuat oleh istrinya. Terkadang, memang kekurangan pasangan kita yang menjadi dasar pemicu pertengkaran. Tapi tidak dengan Ilham. Dia menjadikan kekurang sang istri sebagai semangat. Terkadang, sepulang kerja dia harus rela membereskan beberapa kekacauan istrinya.Sebenarnya, kadang Tias sudah h