“Sementara, itu dulu. Gue akan pastikan bahwa lo akan membuat bajingan itu membusuk di penjara, atau gue akan memutuskan persendiannya, hingga untuk bernafas pun dia nggak ingat.” Ilham dengan segala kekuatan dan juga kekauasaannya sangat mudah melumpuhkan seseorang. Jangankan seorang Galih, bahkan siapa pun tidak akan membuatnya takut. Tapi, tunggu dulu. Apakah Ilham tahu siapa Galih? Bagaimana sepak terjangnya? Mungkin lelaki itu akan membuatnya kerepotan.
Di saat Tias berjuang dengan seluruh kekuatan dan juga kelemahannya untuk lolos dari kematian, Galih di suatu tempat merasa gelisah. Dia tidak menyangka, tindakannya akan melukai istrinya. Sedangkan yang ingin dia bidik adalah lelaki yang telah membawa istrinya kabur. Beribu perasaan menghujani jiwanya membuat dirinya tidak bisa duduk tenang.
“Bos, mondar-mandir saja kayak setrikaan. Duduk lebih enak.” Seorang lelaki dengan tubuh mungil tidak tahan dengan ke
Lelaki itu meraih gelas yang sudah dituangkan setengah cairan wisky. Gelas cristal berwarna bening itu ditenggak isinya sampai tandas. Kemudian dengan kekuatan penuh dia melemparkannya ke dinding. Suara gelas pecah memenuhi ruangan itu. Tubuh dari gelas itu berserakan di lantai sampai memenuhi lantai yang dilapisi permadani itu.Anak buah Galih merasa kaget dengan gerakan Galih yang tiba-tiba. Dia kemudian berbisik sama temannya, “dengar! Lama-lama gelas mahal itu habis. Kurang kerjaan amat si bos banting-banting gelas. Tinggal diletakkan ‘kan beres.”“Hus, namanya juga horang kaya. Jangan berisik, nanti kena semprot!” balas lelaki yang bertubuh cungkring itu.“Baron!” panggil Galih. Lelaki itu akan menyuruh anak buahnya bergerak malam ini. Dia tidak akan memberi ampun pada lelaki bajingan yang telah mencuri istrinya. Rupanya, sampai dtik ini dia belum menyadari, bahwa lepasnya T
“Sepertinya, aku pernah bertemu beberapa kali. Hanya saja, pacarnya tidak tahu orangnya. Makanya aku tanya. Nanti kita salah ngebunuh orang malah berabe,” tukas Baron. Mereka melaju` dengan cepat ke arah rumah Basuki sang sopir Galih yang beberapa waktu lalu sudah mengantarkan Galih saat terjadi insiden di depan gedung dinas pendidikan. Rumah sederhana dengan model gaya leter L terlihat oleh mereka.“Basuki ... Basuki,” teriak Baron sambil mengetok pintu.“Ada apa? Teriak-teriak kayak nangkep maling. Ada apa?” tanya Basuki.Mereka duduk di depan rumah yang disediakan bangku panjang dari bambu.“Ini gawat, Bas. Lo kemarin nganter si bos ‘kan?” tanya Baron.“Iya, gawat kenapa?”“Lo malah balik nanya. Lo tahu kagak orang kemaren yang di tembak si bos?”&ldquo
Seperti beberapa waktu, saat dia ingin mengeksekusi target buruannya, dia malah terkena apes terjebur di parit dan terseret arus sampai beberapa meter. Untung saja, tertolong akar tanaman untuk pegangan. Jadi, dia tidak sampai terseret jauh.“Tapi, lo yakin aman?” tanya Basuki masih belum percaya. Pasalnya, dia teringat saat dulu jadi copet pasar. Dia digebugi habis-habisan. Untung saja, ada Galih yang menolong.Mereka kembali menyusun eksekusi. Mereka akan melakukan eksekusi di depan dinas pendidikan tempat kemarin bosnya melakukan eksekusi pada istrinya sendiri. Ralat, mungkinkah? Basuki tiba-tiba mengingat peristiwa kemarin. Bahwa bosnya itu berteriak tentang lelaki yang ditolong oleh istri bosnya, yang berakibat istrinya tersebut terkena tembakan di punggung.“Aku sepertinya ingat. Lelaki itu satu kantor dengan istri bos. Dia bekerja di kantor itu juga. Dia yang kemarin diselamatkan oleh bu bos. Itu
Mereka terkantuk-kantuk menunggu Ilham yang belum juga kunjung datang. Sekarang sudah pukul lima sore. Mereka masih menunggu di tempat itu. Sesekali mereka memainkan games di gawainya, karena merasa bosan. Sedang memainkan gawainya, tiba-tiba terlihat seorang lelaki tinggi putih lewat di depan pos satpam. Dia terlihat berbicara pada satpam tersebut. Selain itu, kantor itu dijaga ketat oleh beberapa pria berseragam.“Bar, itu ... itu orangnya. Dia memasuki mobil. Cepat!” Mereka mengikuti mobil sport warna hitam yang melaju kencang. Berulang kali mereka menabrak mobil lain untuk bisa mengejar lari sang mobil sport. Ah, tidak didalam mobil itu bukan Ilham, tapi Adit sang asisten. Basuki tidak begitu mengingat rupa Ilham, karena waktu itu dia di dalam mobil. Dia hanya ingat beberapa kali Ilham mengenakan mobil sport itu.Rupanya, mereka memilih lawan yang salah. Aditia bukan anak krece kemarin sore yang dapat dengan mudah di he
Mereka mengintai di area parkiran. Namun, setelah berkeliling beberapa kali, naas tidak menemukan mobil yang di maksud. Mereka berkeliling beberapa kali, sampai dicurigai satpam akan mencuri mobil.“Saya perhatikan kalian berkeliling. Mau ngapain?” tanya Satpam.“Tidak ada. Saya hanya mencari seseorang,” jawab Basuki.“Pak satpam, ada lelaki menggunakan mobil sport mahal baru saja parkir di sini, lihat nggak?” tanya Baron.“Ah, saya lihat banyak mobil. Tapi tidak ada mobil sport yang kalain maksud,” jawab satpam.Mereka saling pandang. Berarti, target memang tidak masuk kemari. Mereka kembali lagi memasuki mobil mereka. Setelah itu, tancap gas pergi dari rumah sakit itu. Aditia yang mengintip dari balik tembok tersenyum meremehkan lelaki itu melenggang ke arah lobi untuk menunggu Ilham tururn. Dia sudah menghubungi bosnya itu. Beber
“Oke, terima kasih. Kamu boleh kembali. Kamu juga hati-hati. Aku mengandalkanmu,” ucap Ilham. Mereka berpisah dengan punggung yang bertolak belakang. Ilham kembali ke atas, sedangkan Aditia keluar untuk kembali ke Jakarta mengurus beberapa keperluan perusahaan milik Ilham. Lelaki dengan rambut lurus itu langsung menuju ke ruangan Tias, untuk menemani sang kekasihnya itu. Dia langsung menaiki lift, saat pintu lift terbuka. Lift berjalan dengan cepat, menuju ke lantai lima. Dia berjalan sangat cepat agar sampai di ruangan Tias.“Jangan ... kumohon ... lepaskan dia ....” Tias berteriak sambil matanya masih terpejam. Ilham berlari untuk menyambangi kekasihnya itu.“Tias, Sayang. Bangun. Yas.” Ilham mengguncang tubuh Tias sangat kencang sehingga wanita itu terbangun dan kaget. Lelaki itu memeluk kekasihnya itu. Tias meringis merasakan perih di area punggungnya. Bekas operasi itu masih menganga, bahkan ter
“Aku nggak gila, Mas,” cibik Tias. Wanita itu sedikit kesal pada diri Ilham.“Siapa yang bilang kamu gila? Konsultasi dengan dokter kejiwaan tidak harus kita gila, Sayang. Kamu sering mimpi buruk. Berarti kamu butuh penanganan. Karena aku tidak ingin kamu gila, makanya aku mengundangnya.” Ilham membujuk wanita itu. Akan tetapi, Tias masih merasa kesal. Dia mmebalik wajahnya hingga menghadap ke tembok.“Sayang, menghadap kemari, Dong. Marah, ya?” bujuk Ilham.“Tinggalkan aku, Mas. Aku pingin sendiri,” pinta Tias.“Baiklah. Aku akan meninggalkanmu sepuluh menit saja. Selesaikan ngambekmu,” Ilham mencium belakang kepala Tias. Sejujurnya, dia mulai lelah posisi tengkurap seperti itu. Akan tetapi, sakit pada punggungnya yang mengharuskan dia berbaring dengan tengkurap.“Ah, sakit banget lagi. Kenapa kamu harus men
“Masuk!” Ilham menyuruh sang pengetuk untuk masuk. Terlihat seorang wanita muda yang cantik jelita mengenakan hijap berwarna hijau pucuk daun. Bajunya agak longgar dengan celana kulot panjang. Wanita itu mengenakan sepatu fantofel berhak sepuluh senti kira-kira. “Apa kabar bapak dan ibu,” sapa wanita itu. Wanita cantik berkerudung itu berjalan mendekat ke arah ranjang. “Apa kabar ibu Tias? Lama tidak ketemu, ya?” sapa dokter Dian Carolina. “Dokter? Jadi anda?” tukas Tias. “Ah, kita ‘kan sudah lama kenal? Jangan formal, ya? Panggil nama saja. Saya dengar kamu ketembak? Kok bisa? Boleh cerita?” Dokter Dian Carolina mulai mendekati Tias. Dia akan mendiaknosa lebih dalam penyebabnya. Kalau dulu, dia memang menangani Tias. Waktu itu dokter mengira bahwa Tias terkena trauma karena kekerasan yang dilakukan oleh suaminya. Namun, ternyata lain. Bukan hanya itu. “Kapan, ya terakh