Di perjalanan pulang, mobil Chris sangat berisik karena Aksa selalu mengoceh. Gabriel selalu menanggapi ocehan Aksa tersebut. Sedangkan Chris hanya diam, fokus dalam mengendarai mobil, meskipun sesekali Chris tersenyum sangat tipis, sangat sangat tipis hingga tak terlihat oleh Gabriel dan Aksa.
“Pi kita makan siangnya dimana?” Chris memang selalu mengajak Aksa untuk makan siang diluar. Tapi karena Chris tahu Gabriel sudah memasak makanan untuk makan siangnya dengan Aksa, Chris meminta untuk makan di rumah saja.
“Makan di rumah saja ya, Mami sudah membuatkan kita makanan.” Mendengar ucapan Chris, hati Gabriel seperti sedang dipenuhi dengan kupu-kupu terbang. Bolehkah Gabriel berharap lebih?
“Ah tidak tidak,” batin Gabriel saat membayangkannya.
Chris sangat bersifat hangat kepada keluarganya dan sahabatnya Alex, terutama kepada Aksa. Chris memang menghangatkan perasaannya saat bersama Aksa, namun ia tidak pernah memanjakan Aksa sekalipun. Meskipun Chris tajir melintir, ia tidak pernah memberikan sesuatu yang diinginkan Aksa dengan cuma-cuma. Pasti ada syarat-syarat tertentu yang harus dilakukan Aksa, tentunya syarat tersebut dilakukan untuk kebaikan Aksa sendiri.
Sikap Chris di kantor ataupun di luar rumah sangat-sangat berbeda dengan di rumah. Chris bersikap dingin layaknya es kutub selatan.
Kalian tahu kenapa Chris bersikap hangat pada Gabriel saat pertemuan pertama mereka?
Chris tertarik pada Gabriel. Ia lebih tertarik lagi saat Aksa yang jarang dekat dengan orang di sekitarnya, justru sangat akrab pada Gabriel yang baru ia temui.
Chris ingin membuka hatinya setelah sekian lama ia pernah disakiti oleh seorang perempuan yang tidak layak untuk dirinya. Chris harus belajar dari masa lalunya yang membuat ia menderita dan trauma akan perempuan.
Chris melakukan ini juga untuk kebaikan Aksa. Semua yang ia lakukan di dunia ini hanya untuk kebaikan Aksa. Ia ingin memberikan banyak hal yang layak untuk Aksa nikmati di dunia panas ini.
“Em... Uenuek buenguet Mi!” Aksa memasukan capcay, telur dan nasi kedalam mulut kecilnya.
“Pelan-pelan Aksa, nanti tersedak!” Tegur Chris dengan nada yang pelan.
“Mi, Aksa dimarahin Papi,” ucap Aksa manja setelah ia berhasil memasukkan makanan ke lambungnya. Gabriel yang mendengar suara manja Aksa, hanya menanggapinya dengan mengatakan, “Pi jangan kasar-kasar sama Aksa dong, kasian ya anak Mami yang ganteng ini,” ucap Gabriel memegang kepala Aksa sambil mengelusnya dengan lembut.
Melihat Aksa yang menjadi manja saat bersama Gabriel membuat Chris hanya bisa menghela napas.
Makan siang sudah selesai. Aksa pun sudah tidur siang di kamarnya.
“Jangan terlalu memanjakan Aksa,” Chris mendatangi Gabriel yang sedang menidurkan Aksa diranjang. Posisi Gabriel yang semula sedang memeluk Aksa. Mendengar suara Chris, ia pelan-pelan bangun dan berusaha agar Aksa tidak terusik karenanya.
“Eungghhh....” Lenguhan Aksa membuat Gabriel menjadi kembali menepuk-nepuk bokong Aksa agar kembali tertidur. “Sstttt... sstttt... sstttt.” Menenangkan Aksa agar kembali ke alam mimpinya.
Setelah melihat Aksa kembali tenang, Gabriel langsung datang mendekati Chris sambil berbisik, “Ayo berbicara di luar saja!”
Disinilah Chris dan Gabriel berdiri menatap langit mendung, entah mengapa matahari enggan menampakkan dirinya dibalik awan putih. Chris yang meminta pada Gabriel untuk berbicara di rooftop milik Chris yang berukuran luas.
“Jangan terlalu memanjakan Aksa," ucap Chris datar, Chris mengawali percakapan antara mereka. Tangan dimasukkan saku membuat kesan gagah muncul dari diri seorang Chris. Gabriel hanya menganga melihat tingkah Chris itu.
Chris yang merasa Gabriel hanya diam saja, langsung menoleh ke arah Gabriel sambil mengangkat salah satu alisnya karena Gabriel tak menjawab pernyataannya. Gabriel yang terciduk sedang memperhatikan Chris langsung mengalihkan pandangannya karena ia baru sadar bahwa dari tadi ia hanya memperhatikan tingkah Chris tanpa menjawab apapun.
“A–ah ... a–aku hanya ingin menyayanginya selayaknya ibu kandung.”
Mendengar pengucapan itu, Chris langsung menatap dalam pada Gabriel. Mencari kebohongan dimatanya, karena jujur Chris takut Gabriel hanya mengatas namakan Aksa untuk mengambil hartanya seperti ... Ah sudahlah.
“Tapi itu tidak baik untuk masa depannya, lagi pula jika suatu saat kau pergi pasti akan sulit bagi Aksa untuk melupakanmu.”
Sebegitu kah ia menginginkan ku pergi? pikir Gabriel.
Ingat Gabriel! Chris membutuhkanmu karena Aksa bukan karena perasaan. Gabriel menerima semua ini, tapi ia hanyalah perempuan yang memiliki perasaan. Bukan salahnya jika ia memiliki perasaan pada Chris setelah perilaku yang diberikan Chris padanya.
“Kau sangat menginginkanku pergi?"
"M–maksudku bukan begitu, kau juga pasti akan pergi dari kita jika itu sudah waktunya kan?" Chris malah bertanya balik pada Gabriel.
"Hem kau benar, aku akan pergi jik...."
"Begini saja!" potong Chris sambil menghadap Gabriel dan menatap mata indahnya. Entah sadar atau tidak, Chris juga meletakkan kedua tangannya dikedua pundak Gabriel.
"Kau boleh pergi dari kita jika Aksa sudah beranjak dewasa. Jadi yang memilih kau boleh pergi atau tidak itu Aksa." Gabriel mengerutkan alisnya bingung dan pandangan yang awalnya menatap Chris, berpindah ke kedua tangan yang memegang pundaknya.
Chris yang sadar jika Gabriel sedang bingung karena tingkahnya, langsung menjauhkan tangannya dari pundak Gabriel dan berkata.
"Ah, m–maafkan aku, aku tadi terlalu bersemangat," ucap Chris. Ia salah tingkah dengan perbuatannya sendiri.
"Hahahaha ... kenapa kau lucu sekali." Gabriel tertawa lepas saat melihat Chris yang salah tingkah sendiri. Chris terdiam menatap dan memperhatikan Gabriel yang sedang tertawa lepas itu.
Gabriel berhenti tertawa saat dia menyadari bahwa sejak tadi Chris tidak ikut tertawa bersamanya. Ia hanya memperhatikan Gabriel tertawa. Melihat itu Gabriel langsung pergi dengan mengatakan dengan gugup.
"A-aku ingin ke taman dulu." Gabriel langsung pergi menjauh dari Chris setelah mengatakan itu.
'Gubrak'
"Ah kenapa hari ini aku sial sekali," gumam Gabriel saat dirinya sudah mencium lantai.
"Kau tidak apa-apa?" tanya Chris khawatir.
"Aku tidak apa-apa," ucap Gabriel menunduk menatap lantai.
"Sepertinya kakimu keseleo, ayo kuantar kau ke kamar." Chris membantu Gabriel bangun, namun tidak berhasil. Gabriel kesakitan saat ia mencoba bangun.
"Naik ke punggungku." Chris memajukan badannya agar mempermudah Gabriel untuk naik ke punggungnya. Namun tetap gagal , akhirnya Chris langsung bertindak dengan menggendong Gabriel dengan cara yang berbeda. Chris menggendong Gabriel di depan, dengan tangan Gabriel yang dikalungkan di leher Chris. Dari sini, Gabriel dapat melihat dengan jelas rahang tegas seorang Chris Brandon.
Chris lalu membawa Gabriel ke kamar Gabriel dengan hati-hati. Saat sudah sampai di kamar Gabriel, Chris menidurkan Gabriel di ranjang milik Gabriel tentunya. Tapi karena Chris kesulitan saat akan menidurkan Gabriel, Chris kehilangan keseimbangan, dan posisi Chris sekarang seperti sedang mengungkung Gabriel.
Bukannya bangun, mereka justru saling menatap satu sama lain. Tiba-tiba tatapan Chris berpindah pada bibir merah mudah dan tipis milik Gabriel. Pikiran Chris sudah kemana-mana saat melihatnya. Entah dorongan dari mana, Chris mulai mendekatkan wajahnya pada Gabriel, Gabriel hanya diam tak bisa berkutik. Sedikit lagi bibir mereka akan saling bersentuhan. Namun tiba-tiba!
"Papi! Mami mau diapain!"
Suara dentuman keras ini memang sudah biasa bagi para pengunjung club disini. Club ini diisi oleh para pria hidung belang dan pria yang ingin membuang uang nya secara percuma dengan botol-botol yang bisa dibilang fantastis untuk harga satu botolnya. Seperti CEO bernama Chris Brandon. Seorang konglomerat dan pengusaha di Kota New York, kota terpadat di Amerika Serikat. Kita bisa bayangkan seberapa kaya keluarga Brandon. Dia memiliki sifat yang dingin, tegas, dan memiliki aura yang kuat. Masih muda dan kaya membuat banyak wanita yang ingin mendekatinya. Namun Chris tidak pernah merespon mereka satu pun. Karena Chris tau, mereka mendekati nya hanya karena uang dan ketampanan yang ia miliki. "Ada yang baru nih, gak mau nyoba Chris?" ucap sahabat Chris, Alex. "Gak! gua kesini cuma mau nenangin pikirian Al." Chris paham betul apa yang dimaksud oleh Alex. Maksud dari Alex yaitu ada pelacur baru di club ini. Chris sangat terbuka dengan
Di sini lah Chris dan perempuan yang di club tadi, di mobil Chris dengan keheningan. "Siapa namamu?" tanya Chris untuk memecahkan keheningan di dalam mobil. "Gabriel." "Nama panjang mu," tanya Chris lagi. "Nafeesa Gabriella." "Berapa umurmu?" Gabriel merasa diinterogasi. Dia juga merasa risih saat ditanya umurnya karena itu merupakan privasi Gabriel. "Kenapa kau bertanya umurku?" jawab Gabriel. "Hanya ingin tahu saja," singkat Chris. "Aku kelas 3 SMA." "Are you seriusly?" kaget Chris. Chris sangat kaget mengetahui umur Gabriel. Tiga SMA bukankah berarti Gabriel masih berusia sekitar 17 tahun? "Memang kenapa?" heran Gabriel karena pria disampingnya ini sangat terkejut saat mengatakan umurnya. "Tubuhmu tidak terlihat seperti siswi kelas 3 SMA pada umumnya." Gabriel masih belum paham dengan pria disampingnya ini, "Maksudmu apa?" tanya Gabriel tidak paham. "Tubuh
"Aksa, kenapa kamu belum tidur sayang," ucap lembut Chris mengelus lembut kepala anaknya yang masih berusia 7 tahun. "Aku terbangun pi, aku haus, ingin mengambil minum didapur." "Kamu bisa menyuruh pembantu untuk mengambilkannya." "Tidak pi, biar mereka beristirahat lagipula ini sudah malam." Wow. Anak Chris sangatlah dewasa diusianya. "Chris tidak gagal dalam mendidik anak ini," batin Gabriel. Gabriel masih terdiam menyaksikan anak dan bapak yang sedari tadi berbincang tanpa dirinya. Ya iya lah, memang Gabriel siapanya mereka, sampai bisa ikut berbincang-bincang dengan mereka berdua. "Pi dia siapa?" tanya Aksa sambil menunjuk Gabriel. Maklum dia masih kecil, anak kecil pasti jika ingin tahu sesuatu pasti sambil menunjuk kan? "Ah, dia adalah tamu kita Aksa, kau harus baik ya pada tante ini, dia menginap semalam di rumah kita." Gabriel melotot kaget saat Chris memanggilnya tante, bukankah Chris lebih
"Kak Iel, suapin Aksa!" pinta Aksa pada Gabriel untuk menyuapinya. Mereka bertiga sedang berada dimeja makan yang biasanya hanya digunakan oleh Chris dan Aksa untuk sarapan. Tapi kali ini terdapat Gabriel duduk disamping Aksa. Pagi yang cerah, suasana seperti keluarga kecil yang bahagia. Padahal mereka bukanlah keluarga kecil. Melainkan seorang pelacur yang tinggal di rumah seorang CEO konglomerat karena bingung ingin bermalam di mana, serta sebagai pengasuh anak mungkin? "Aksa makan sendiri saja ya," ucap Chris karena ia selalu mengajarkan sifat mandiri pada Aksa agar Aksa tidak ketergantungan pada orang lain. "Kak Iel...." panggil Aksa dengan suara imutnya serta wajah imut yang dimiliki Aksa agar Gabriel luluh dan ingin menyuapi Aksa. "Oke, Kak Iel bakal nyuapin Aksa, tapi ngunyah nya yang cepat ya, biar nggak telat masuk sekolah." "Oke... Aaaa amm." Gabriel memasukkan sarapan Aksa dengan telaten, tidak lupa dengan canda tawa kecil. Ch
"Aksa anak dari adikku," ucap Chris, Gabriel diam menunggu kelanjutan dari ucapan Chris. "Aksa adalah anak yang tidak diinginkan. Adikku meninggal karena pacarnya tidak ingin tanggung jawab. Sejak dia melahirkan Aksa, adikku stres dan beberapa mencoba untuk bunuh diri. Semua ahli psikologis sudah dikerahkan pada adikku. Tapi semua menyerah, tidak ada yang bisa mengobati adikku. Adikku terakhir kali ditemukan meninggal di kamar mandi , ia bunuh diri di bathtub, ia sengaja meminum obat tidur sebelum berendam di bathtub. Tuhan lebih sayang adikku, jadi Tuhan mengambilnya saat adikku akan dibawa ke rumah sakit." Penjelasan Chris membuat Gabriel terpaku. Ternyata pemikiran Gabriel yang selama ini ia pikirkan salah. Gabriel pikir Aksa adalah anak kandung Chris. Gabriel juga berpikir istrinya berselingkuh dan meninggalkan Chris dan Aksa. Mungkin Gabriel terlalu kebanyakan membaca novel, jadi pemikirannya seperti itu. "A-aku pikir kau ditinggal oleh istrimu." Gabriel
Di perjalanan pulang, mobil Chris sangat berisik karena Aksa selalu mengoceh. Gabriel selalu menanggapi ocehan Aksa tersebut. Sedangkan Chris hanya diam, fokus dalam mengendarai mobil, meskipun sesekali Chris tersenyum sangat tipis, sangat sangat tipis hingga tak terlihat oleh Gabriel dan Aksa.“Pi kita makan siangnya dimana?” Chris memang selalu mengajak Aksa untuk makan siang diluar. Tapi karena Chris tahu Gabriel sudah memasak makanan untuk makan siangnya dengan Aksa, Chris meminta untuk makan di rumah saja.“Makan di rumah saja ya, Mami sudah membuatkan kita makanan.” Mendengar ucapan Chris, hati Gabriel seperti sedang dipenuhi dengan kupu-kupu terbang. Bolehkah Gabriel berharap lebih?“Ah tidak tidak,” batin Gabriel saat membayangkannya.Chris sangat bersifat hangat kepada keluarganya dan sahabatnya Alex, terutama kepada Aksa. Chris memang menghangatkan perasaannya saat bersama Aksa, namun ia tidak pernah memanjaka
"Aksa anak dari adikku," ucap Chris, Gabriel diam menunggu kelanjutan dari ucapan Chris. "Aksa adalah anak yang tidak diinginkan. Adikku meninggal karena pacarnya tidak ingin tanggung jawab. Sejak dia melahirkan Aksa, adikku stres dan beberapa mencoba untuk bunuh diri. Semua ahli psikologis sudah dikerahkan pada adikku. Tapi semua menyerah, tidak ada yang bisa mengobati adikku. Adikku terakhir kali ditemukan meninggal di kamar mandi , ia bunuh diri di bathtub, ia sengaja meminum obat tidur sebelum berendam di bathtub. Tuhan lebih sayang adikku, jadi Tuhan mengambilnya saat adikku akan dibawa ke rumah sakit." Penjelasan Chris membuat Gabriel terpaku. Ternyata pemikiran Gabriel yang selama ini ia pikirkan salah. Gabriel pikir Aksa adalah anak kandung Chris. Gabriel juga berpikir istrinya berselingkuh dan meninggalkan Chris dan Aksa. Mungkin Gabriel terlalu kebanyakan membaca novel, jadi pemikirannya seperti itu. "A-aku pikir kau ditinggal oleh istrimu." Gabriel
"Kak Iel, suapin Aksa!" pinta Aksa pada Gabriel untuk menyuapinya. Mereka bertiga sedang berada dimeja makan yang biasanya hanya digunakan oleh Chris dan Aksa untuk sarapan. Tapi kali ini terdapat Gabriel duduk disamping Aksa. Pagi yang cerah, suasana seperti keluarga kecil yang bahagia. Padahal mereka bukanlah keluarga kecil. Melainkan seorang pelacur yang tinggal di rumah seorang CEO konglomerat karena bingung ingin bermalam di mana, serta sebagai pengasuh anak mungkin? "Aksa makan sendiri saja ya," ucap Chris karena ia selalu mengajarkan sifat mandiri pada Aksa agar Aksa tidak ketergantungan pada orang lain. "Kak Iel...." panggil Aksa dengan suara imutnya serta wajah imut yang dimiliki Aksa agar Gabriel luluh dan ingin menyuapi Aksa. "Oke, Kak Iel bakal nyuapin Aksa, tapi ngunyah nya yang cepat ya, biar nggak telat masuk sekolah." "Oke... Aaaa amm." Gabriel memasukkan sarapan Aksa dengan telaten, tidak lupa dengan canda tawa kecil. Ch
"Aksa, kenapa kamu belum tidur sayang," ucap lembut Chris mengelus lembut kepala anaknya yang masih berusia 7 tahun. "Aku terbangun pi, aku haus, ingin mengambil minum didapur." "Kamu bisa menyuruh pembantu untuk mengambilkannya." "Tidak pi, biar mereka beristirahat lagipula ini sudah malam." Wow. Anak Chris sangatlah dewasa diusianya. "Chris tidak gagal dalam mendidik anak ini," batin Gabriel. Gabriel masih terdiam menyaksikan anak dan bapak yang sedari tadi berbincang tanpa dirinya. Ya iya lah, memang Gabriel siapanya mereka, sampai bisa ikut berbincang-bincang dengan mereka berdua. "Pi dia siapa?" tanya Aksa sambil menunjuk Gabriel. Maklum dia masih kecil, anak kecil pasti jika ingin tahu sesuatu pasti sambil menunjuk kan? "Ah, dia adalah tamu kita Aksa, kau harus baik ya pada tante ini, dia menginap semalam di rumah kita." Gabriel melotot kaget saat Chris memanggilnya tante, bukankah Chris lebih
Di sini lah Chris dan perempuan yang di club tadi, di mobil Chris dengan keheningan. "Siapa namamu?" tanya Chris untuk memecahkan keheningan di dalam mobil. "Gabriel." "Nama panjang mu," tanya Chris lagi. "Nafeesa Gabriella." "Berapa umurmu?" Gabriel merasa diinterogasi. Dia juga merasa risih saat ditanya umurnya karena itu merupakan privasi Gabriel. "Kenapa kau bertanya umurku?" jawab Gabriel. "Hanya ingin tahu saja," singkat Chris. "Aku kelas 3 SMA." "Are you seriusly?" kaget Chris. Chris sangat kaget mengetahui umur Gabriel. Tiga SMA bukankah berarti Gabriel masih berusia sekitar 17 tahun? "Memang kenapa?" heran Gabriel karena pria disampingnya ini sangat terkejut saat mengatakan umurnya. "Tubuhmu tidak terlihat seperti siswi kelas 3 SMA pada umumnya." Gabriel masih belum paham dengan pria disampingnya ini, "Maksudmu apa?" tanya Gabriel tidak paham. "Tubuh
Suara dentuman keras ini memang sudah biasa bagi para pengunjung club disini. Club ini diisi oleh para pria hidung belang dan pria yang ingin membuang uang nya secara percuma dengan botol-botol yang bisa dibilang fantastis untuk harga satu botolnya. Seperti CEO bernama Chris Brandon. Seorang konglomerat dan pengusaha di Kota New York, kota terpadat di Amerika Serikat. Kita bisa bayangkan seberapa kaya keluarga Brandon. Dia memiliki sifat yang dingin, tegas, dan memiliki aura yang kuat. Masih muda dan kaya membuat banyak wanita yang ingin mendekatinya. Namun Chris tidak pernah merespon mereka satu pun. Karena Chris tau, mereka mendekati nya hanya karena uang dan ketampanan yang ia miliki. "Ada yang baru nih, gak mau nyoba Chris?" ucap sahabat Chris, Alex. "Gak! gua kesini cuma mau nenangin pikirian Al." Chris paham betul apa yang dimaksud oleh Alex. Maksud dari Alex yaitu ada pelacur baru di club ini. Chris sangat terbuka dengan