"Kak Iel, suapin Aksa!" pinta Aksa pada Gabriel untuk menyuapinya.
Mereka bertiga sedang berada dimeja makan yang biasanya hanya digunakan oleh Chris dan Aksa untuk sarapan. Tapi kali ini terdapat Gabriel duduk disamping Aksa. Pagi yang cerah, suasana seperti keluarga kecil yang bahagia. Padahal mereka bukanlah keluarga kecil. Melainkan seorang pelacur yang tinggal di rumah seorang CEO konglomerat karena bingung ingin bermalam di mana, serta sebagai pengasuh anak mungkin?
"Aksa makan sendiri saja ya," ucap Chris karena ia selalu mengajarkan sifat mandiri pada Aksa agar Aksa tidak ketergantungan pada orang lain.
"Kak Iel...." panggil Aksa dengan suara imutnya serta wajah imut yang dimiliki Aksa agar Gabriel luluh dan ingin menyuapi Aksa.
"Oke, Kak Iel bakal nyuapin Aksa, tapi ngunyah nya yang cepat ya, biar nggak telat masuk sekolah."
"Oke... Aaaa amm." Gabriel memasukkan sarapan Aksa dengan telaten, tidak lupa dengan canda tawa kecil. Chris melihat itu hanya bisa tersenyum tipis, sangat tipis. Hingga tak ada yang bisa melihat senyuman tipisnya.
Ditengah-tengah acara sarapan mereka, Chris ingin menanyakan sesuatu yang mengganjal di hatinya pada Gabriel.
"Apa yang kau lakukan ketika kita pergi?" Akhirnya setelah mengumpulkan keberaniannya, Chris mengeluarkan pertanyaan yang ingin ia tanyakan kepada Gabriel. Ya memang setelah sarapan, Chris akan mengantarkan Aksa ke sekolahnya.
"Oh... Aku akan membereskan semua barangku dan pergi dari sini, kau jangan khawatir," jawab Gabriel. Sebenarnya ia belum mempunyai tempat tinggal, hanya saja ia tidak ingin merepotkan Chris yang sudah membantunya.
"Kak Iel jangan ninggalin Aksa! Kak Iel mau pergi kemana? Kalo Kak Iel pergi, siapa yang nemenin Aksa tidur?" cegah Aksa agar Gabriel tidak pergi. Mendengar cegahan dari Aksa membuat Chris tertegun. Memang selama ini ia tidak pernah membawa wanita kerumahnya. Tapi ia bisa melihat dari mata Aksa bahwa Aksa benar-benar tidak ingin ditinggal pergi oleh Gabriel.
"Kau benar-benar ingin pergi?" tanya Chris pada Gabriel. Chris menjadi ragu untuk membiarkan Gabriel pergi dari rumah ini. Ia sadar memang, bahwa Aksa membutuhkan seorang ibu. Apakah ini sudah waktunya untuk Aksa memiliki seorang ibu? Entahlah. Ia hanya ingin mengikuti alur saja jika masalah Aksa memiliki seorang ibu.
"Pokoknya Aksa nggak nge bolehin Kak Iel pergi! Aksa gak mau!" Aksa merajuk pada Gabriel.
"Aksa juga pengen dianterin Kak Gabriel nanti, temen-temen Aksa pada ngejekin Aksa soalnya Aksa gak pernah dianter sama Mami, selalu Papi doang yang nganterin. Aksa juga pengen kaya temen-temen Aksa yang dianterin sama Mami Papinya." Lanjut penjelasan panjang Aksa membuat Chris dan Gabriel diam membisu.
Gabriel menatap Chris memberi kode bahwa Gabriel boleh mengantarkan Aksa atau tidak. Chris hanya mengangguk pertanda boleh. Chris tidak tega jika ia menolak permintaan Aksa.
"Oke, hari ini Kak Iel bakalan nemenin Aksa berangkat sekolah."
"Yeyyy...makasih Kak Iel." Aksa langsung memeluk erat Gabriel yang ada disampingnya.
"E--em... maaf merepotkan mu." Chris merasa tidak enak pada Gabriel karena tingkah laku anaknya.
"Tidak apa-apa, ini juga pembalasanku karena kau telah memberikan izin untuk menginap dirumahmu dan telah menolongku." Gabriel tidak merasa repot karena Aksa, Gabriel malah senang karena Aksa adalah anak yang baik menurutnya.
"Masalah untuk kau tetap menginap di rumahku atau tidak, kita bahas setelah mengantarkan Aksa ke sekolah." Chris seperti tidak rela jika Gabriel pergi meninggalkan rumahnya dan Aksa.
"Tapi aku sudah membereskan beberapa barangku."
"Itu bukan masalah besar," singkat Chris.
Chris bangkit dari kursi "Ayo kita berangkat." Setelah mengatakan itu Chris melangkahkan kakinya menuju mobil. Gabriel pun ikut bangkit dari duduknya dan membantu Aksa untuk turun dari kursinya lalu menggandeng tangan Aksa untuk menuju mobil layaknya ibu yang akan mengantarkan anaknya ke sekolah.
Chris sedari tadi sudah berada didalam mobil menunggu Aksa dan Gabriel keluar dari pintu rumah. Setelah mereka keluar dari pintu, Chris melihat pemandangan sejuk dimatanya. Terlihat jelas tatapan bahagia Aksa saat menggandeng tangan Gabriel. Pandangan yang sangat langka untuk dilihat oleh Chris.
Saat Gabriel membuka pintu belakang mobil dan ingin memasukkan Aksa kedalam, Chris mencegahnya dengan berucap, "Jangan dibelakang, aku bukan supir dan tolong pangku Aksa didepan."
Gabriel hanya menuruti permintaan Chris. Gabriel duduk di depan bersama Chris dan memangku Aksa seperti layaknya pasangan suami istri yang akan mengantarkan anaknya ke sekolah.
Saat mobil sedang dalam keadaan hening, tiba tiba Aksa mengatakan, "Kak Iel mau nggak jadi Mami aku?" Gabriel mendelik kaget tapi tidak lama. Sama dengan Gabriel, Chris sangat tidak menduga jika Aksa akan mengatakan hal ini kepada Gabriel. Padahal mereka baru bertemu semalam. Sebegitu kah Aksa ingin memiliki ibu?
Jika Chris pikir-pikir, meskipun Gabriel bisa disebut dengan seorang pelacur, Gabriel sangat sayang kepada Aksa yang baru ia kenal. Dari mata Gabriel menunjukkan bahwa ia tulus menyayangi Aksa.
Gabriel mendengar ucapan Aksa merasa tersentuh, ia paham bagaimana rasanya tidak merasakan kasih sayang dari seorang ibu. "Oke, panggil Kak Gabriel Mami mulai sekarang," tegas Gabriel.
Gabriel melakukan ini hanya untuk Aksa agar Aksa merasakan kasih sayang dari seorang ibu, tidak seperti dirinya. Meskipun Gabriel mempunyai Tante yang sangat menyayanginya, itu sangat berbeda dengan adanya seorang ibu disampingnya.
Mereka telah sampai didepan gerbang sekolah Aksa. Sebelum Aksa masuk gerbang, Chris dan Gabriel memberikan beberapa nasehat pada Aksa. "Karena Kak Iel udah jadi Mami nya Aksa, Aksa harus semangat sekolah nya oke" ucap Gabriel mengelus kepala Aksa yang berukuran kurang lebih setelapak tangan Gabriel.
"Aksa juga harus patuh sama guru Aksa, kamu juga harus mandiri dikelas." Nasehat Chris pada Aksa.
"Oke Pi, Mi." Aksa mencium pipi Gabriel dilanjut mencium pipi Chris. Gabriel dan Chris hanya tersenyum melihat tingkah Aksa.
"Bye Pi Mi!" pamit Aksa keluar dari mobil.
"Bye sayang!" jawab Gabriel.
Aksa telah masuk gerbang. Melihat Aksa sudah masuk gerbang, Chris melajukan mobilnya menjauhi sekolah Aksa. Hening seperti biasa.
"Maaf aku telah melewati batas." Gabriel merasa tidak pantas untuk menjadi Maminya Aksa, jadi ia memberanikan diri untuk meminta maaf pada Chris.
"Tidak apa, aku tau niat kamu baik," datar Chris menjawab pernyataan Gabriel.
"Aku melakukan ini agar Aksa tahu bagaimana rasanya mendapatkan kasih sayang yang lengkap dari orang tua. Aku merasakan bagaimana rasanya tidak mendapatkan kasih sayang dari ibu, dari ayah pun aku tidak merasakannya," curhat panjang Gabriel.
"Memang orangtuamu dimana?"
"Orang tuaku meninggal dunia saat aku masih masuk sekolah dasar."
Chris hanya diam, ia menunggu kelanjutan cerita Gabriel. Gabriel yang tahu Chris ingin mengetahui kelanjutannya, ia mengambil udara banyak lalu bercuhat pada Chris.
"Aku selama ini menumpang di rumah Tante ku. Beliau telah memiliki anak, tapi anaknya sudah menikah semenjak aku SMP. Aku diurus olehnya dengan kasih sayang layaknya seorang ibu. Karena aku tidak mau membebaninya lagi, aku memutuskan untuk bekerja. Aku tidak tahu bahwa pekerjaanku sebagai pelacur."
"Hahaha... takdir memang sudah sering mempermainkan ku," renyah Gabriel.
"Jangan salahkan takdir." Seperti biasa, Chris menjawab dengan singkat.
"Sebenarnya Aksa juga bukanlah anak ku," sambung Chris.
"HAH?" kaget Gabriel.
"Aksa anak dari adikku," ucap Chris, Gabriel diam menunggu kelanjutan dari ucapan Chris. "Aksa adalah anak yang tidak diinginkan. Adikku meninggal karena pacarnya tidak ingin tanggung jawab. Sejak dia melahirkan Aksa, adikku stres dan beberapa mencoba untuk bunuh diri. Semua ahli psikologis sudah dikerahkan pada adikku. Tapi semua menyerah, tidak ada yang bisa mengobati adikku. Adikku terakhir kali ditemukan meninggal di kamar mandi , ia bunuh diri di bathtub, ia sengaja meminum obat tidur sebelum berendam di bathtub. Tuhan lebih sayang adikku, jadi Tuhan mengambilnya saat adikku akan dibawa ke rumah sakit." Penjelasan Chris membuat Gabriel terpaku. Ternyata pemikiran Gabriel yang selama ini ia pikirkan salah. Gabriel pikir Aksa adalah anak kandung Chris. Gabriel juga berpikir istrinya berselingkuh dan meninggalkan Chris dan Aksa. Mungkin Gabriel terlalu kebanyakan membaca novel, jadi pemikirannya seperti itu. "A-aku pikir kau ditinggal oleh istrimu." Gabriel
Di perjalanan pulang, mobil Chris sangat berisik karena Aksa selalu mengoceh. Gabriel selalu menanggapi ocehan Aksa tersebut. Sedangkan Chris hanya diam, fokus dalam mengendarai mobil, meskipun sesekali Chris tersenyum sangat tipis, sangat sangat tipis hingga tak terlihat oleh Gabriel dan Aksa.“Pi kita makan siangnya dimana?” Chris memang selalu mengajak Aksa untuk makan siang diluar. Tapi karena Chris tahu Gabriel sudah memasak makanan untuk makan siangnya dengan Aksa, Chris meminta untuk makan di rumah saja.“Makan di rumah saja ya, Mami sudah membuatkan kita makanan.” Mendengar ucapan Chris, hati Gabriel seperti sedang dipenuhi dengan kupu-kupu terbang. Bolehkah Gabriel berharap lebih?“Ah tidak tidak,” batin Gabriel saat membayangkannya.Chris sangat bersifat hangat kepada keluarganya dan sahabatnya Alex, terutama kepada Aksa. Chris memang menghangatkan perasaannya saat bersama Aksa, namun ia tidak pernah memanjaka
Suara dentuman keras ini memang sudah biasa bagi para pengunjung club disini. Club ini diisi oleh para pria hidung belang dan pria yang ingin membuang uang nya secara percuma dengan botol-botol yang bisa dibilang fantastis untuk harga satu botolnya. Seperti CEO bernama Chris Brandon. Seorang konglomerat dan pengusaha di Kota New York, kota terpadat di Amerika Serikat. Kita bisa bayangkan seberapa kaya keluarga Brandon. Dia memiliki sifat yang dingin, tegas, dan memiliki aura yang kuat. Masih muda dan kaya membuat banyak wanita yang ingin mendekatinya. Namun Chris tidak pernah merespon mereka satu pun. Karena Chris tau, mereka mendekati nya hanya karena uang dan ketampanan yang ia miliki. "Ada yang baru nih, gak mau nyoba Chris?" ucap sahabat Chris, Alex. "Gak! gua kesini cuma mau nenangin pikirian Al." Chris paham betul apa yang dimaksud oleh Alex. Maksud dari Alex yaitu ada pelacur baru di club ini. Chris sangat terbuka dengan
Di sini lah Chris dan perempuan yang di club tadi, di mobil Chris dengan keheningan. "Siapa namamu?" tanya Chris untuk memecahkan keheningan di dalam mobil. "Gabriel." "Nama panjang mu," tanya Chris lagi. "Nafeesa Gabriella." "Berapa umurmu?" Gabriel merasa diinterogasi. Dia juga merasa risih saat ditanya umurnya karena itu merupakan privasi Gabriel. "Kenapa kau bertanya umurku?" jawab Gabriel. "Hanya ingin tahu saja," singkat Chris. "Aku kelas 3 SMA." "Are you seriusly?" kaget Chris. Chris sangat kaget mengetahui umur Gabriel. Tiga SMA bukankah berarti Gabriel masih berusia sekitar 17 tahun? "Memang kenapa?" heran Gabriel karena pria disampingnya ini sangat terkejut saat mengatakan umurnya. "Tubuhmu tidak terlihat seperti siswi kelas 3 SMA pada umumnya." Gabriel masih belum paham dengan pria disampingnya ini, "Maksudmu apa?" tanya Gabriel tidak paham. "Tubuh
"Aksa, kenapa kamu belum tidur sayang," ucap lembut Chris mengelus lembut kepala anaknya yang masih berusia 7 tahun. "Aku terbangun pi, aku haus, ingin mengambil minum didapur." "Kamu bisa menyuruh pembantu untuk mengambilkannya." "Tidak pi, biar mereka beristirahat lagipula ini sudah malam." Wow. Anak Chris sangatlah dewasa diusianya. "Chris tidak gagal dalam mendidik anak ini," batin Gabriel. Gabriel masih terdiam menyaksikan anak dan bapak yang sedari tadi berbincang tanpa dirinya. Ya iya lah, memang Gabriel siapanya mereka, sampai bisa ikut berbincang-bincang dengan mereka berdua. "Pi dia siapa?" tanya Aksa sambil menunjuk Gabriel. Maklum dia masih kecil, anak kecil pasti jika ingin tahu sesuatu pasti sambil menunjuk kan? "Ah, dia adalah tamu kita Aksa, kau harus baik ya pada tante ini, dia menginap semalam di rumah kita." Gabriel melotot kaget saat Chris memanggilnya tante, bukankah Chris lebih
Di perjalanan pulang, mobil Chris sangat berisik karena Aksa selalu mengoceh. Gabriel selalu menanggapi ocehan Aksa tersebut. Sedangkan Chris hanya diam, fokus dalam mengendarai mobil, meskipun sesekali Chris tersenyum sangat tipis, sangat sangat tipis hingga tak terlihat oleh Gabriel dan Aksa.“Pi kita makan siangnya dimana?” Chris memang selalu mengajak Aksa untuk makan siang diluar. Tapi karena Chris tahu Gabriel sudah memasak makanan untuk makan siangnya dengan Aksa, Chris meminta untuk makan di rumah saja.“Makan di rumah saja ya, Mami sudah membuatkan kita makanan.” Mendengar ucapan Chris, hati Gabriel seperti sedang dipenuhi dengan kupu-kupu terbang. Bolehkah Gabriel berharap lebih?“Ah tidak tidak,” batin Gabriel saat membayangkannya.Chris sangat bersifat hangat kepada keluarganya dan sahabatnya Alex, terutama kepada Aksa. Chris memang menghangatkan perasaannya saat bersama Aksa, namun ia tidak pernah memanjaka
"Aksa anak dari adikku," ucap Chris, Gabriel diam menunggu kelanjutan dari ucapan Chris. "Aksa adalah anak yang tidak diinginkan. Adikku meninggal karena pacarnya tidak ingin tanggung jawab. Sejak dia melahirkan Aksa, adikku stres dan beberapa mencoba untuk bunuh diri. Semua ahli psikologis sudah dikerahkan pada adikku. Tapi semua menyerah, tidak ada yang bisa mengobati adikku. Adikku terakhir kali ditemukan meninggal di kamar mandi , ia bunuh diri di bathtub, ia sengaja meminum obat tidur sebelum berendam di bathtub. Tuhan lebih sayang adikku, jadi Tuhan mengambilnya saat adikku akan dibawa ke rumah sakit." Penjelasan Chris membuat Gabriel terpaku. Ternyata pemikiran Gabriel yang selama ini ia pikirkan salah. Gabriel pikir Aksa adalah anak kandung Chris. Gabriel juga berpikir istrinya berselingkuh dan meninggalkan Chris dan Aksa. Mungkin Gabriel terlalu kebanyakan membaca novel, jadi pemikirannya seperti itu. "A-aku pikir kau ditinggal oleh istrimu." Gabriel
"Kak Iel, suapin Aksa!" pinta Aksa pada Gabriel untuk menyuapinya. Mereka bertiga sedang berada dimeja makan yang biasanya hanya digunakan oleh Chris dan Aksa untuk sarapan. Tapi kali ini terdapat Gabriel duduk disamping Aksa. Pagi yang cerah, suasana seperti keluarga kecil yang bahagia. Padahal mereka bukanlah keluarga kecil. Melainkan seorang pelacur yang tinggal di rumah seorang CEO konglomerat karena bingung ingin bermalam di mana, serta sebagai pengasuh anak mungkin? "Aksa makan sendiri saja ya," ucap Chris karena ia selalu mengajarkan sifat mandiri pada Aksa agar Aksa tidak ketergantungan pada orang lain. "Kak Iel...." panggil Aksa dengan suara imutnya serta wajah imut yang dimiliki Aksa agar Gabriel luluh dan ingin menyuapi Aksa. "Oke, Kak Iel bakal nyuapin Aksa, tapi ngunyah nya yang cepat ya, biar nggak telat masuk sekolah." "Oke... Aaaa amm." Gabriel memasukkan sarapan Aksa dengan telaten, tidak lupa dengan canda tawa kecil. Ch
"Aksa, kenapa kamu belum tidur sayang," ucap lembut Chris mengelus lembut kepala anaknya yang masih berusia 7 tahun. "Aku terbangun pi, aku haus, ingin mengambil minum didapur." "Kamu bisa menyuruh pembantu untuk mengambilkannya." "Tidak pi, biar mereka beristirahat lagipula ini sudah malam." Wow. Anak Chris sangatlah dewasa diusianya. "Chris tidak gagal dalam mendidik anak ini," batin Gabriel. Gabriel masih terdiam menyaksikan anak dan bapak yang sedari tadi berbincang tanpa dirinya. Ya iya lah, memang Gabriel siapanya mereka, sampai bisa ikut berbincang-bincang dengan mereka berdua. "Pi dia siapa?" tanya Aksa sambil menunjuk Gabriel. Maklum dia masih kecil, anak kecil pasti jika ingin tahu sesuatu pasti sambil menunjuk kan? "Ah, dia adalah tamu kita Aksa, kau harus baik ya pada tante ini, dia menginap semalam di rumah kita." Gabriel melotot kaget saat Chris memanggilnya tante, bukankah Chris lebih
Di sini lah Chris dan perempuan yang di club tadi, di mobil Chris dengan keheningan. "Siapa namamu?" tanya Chris untuk memecahkan keheningan di dalam mobil. "Gabriel." "Nama panjang mu," tanya Chris lagi. "Nafeesa Gabriella." "Berapa umurmu?" Gabriel merasa diinterogasi. Dia juga merasa risih saat ditanya umurnya karena itu merupakan privasi Gabriel. "Kenapa kau bertanya umurku?" jawab Gabriel. "Hanya ingin tahu saja," singkat Chris. "Aku kelas 3 SMA." "Are you seriusly?" kaget Chris. Chris sangat kaget mengetahui umur Gabriel. Tiga SMA bukankah berarti Gabriel masih berusia sekitar 17 tahun? "Memang kenapa?" heran Gabriel karena pria disampingnya ini sangat terkejut saat mengatakan umurnya. "Tubuhmu tidak terlihat seperti siswi kelas 3 SMA pada umumnya." Gabriel masih belum paham dengan pria disampingnya ini, "Maksudmu apa?" tanya Gabriel tidak paham. "Tubuh
Suara dentuman keras ini memang sudah biasa bagi para pengunjung club disini. Club ini diisi oleh para pria hidung belang dan pria yang ingin membuang uang nya secara percuma dengan botol-botol yang bisa dibilang fantastis untuk harga satu botolnya. Seperti CEO bernama Chris Brandon. Seorang konglomerat dan pengusaha di Kota New York, kota terpadat di Amerika Serikat. Kita bisa bayangkan seberapa kaya keluarga Brandon. Dia memiliki sifat yang dingin, tegas, dan memiliki aura yang kuat. Masih muda dan kaya membuat banyak wanita yang ingin mendekatinya. Namun Chris tidak pernah merespon mereka satu pun. Karena Chris tau, mereka mendekati nya hanya karena uang dan ketampanan yang ia miliki. "Ada yang baru nih, gak mau nyoba Chris?" ucap sahabat Chris, Alex. "Gak! gua kesini cuma mau nenangin pikirian Al." Chris paham betul apa yang dimaksud oleh Alex. Maksud dari Alex yaitu ada pelacur baru di club ini. Chris sangat terbuka dengan