“Kamu bawa kartu?” tanya Sean saat mereka sedang mengantri untuk membayar. Dia hanya ingin memastikan bahwa Valerie menggunakan kartu yang dia berikan.
Valerie menganggukan kepalanya dan mengeluarkan dompet dari dalam tasnya. Dia membuka dompet itu dan menunjukkan deretan kartu yang dia miliki kepada Sean.Sean menyipitkan matanya ketika melihat hal itu. “Dimana kartu yang saya berikan?” tanya Sean lagi. Dari semua kartu yang Valerie tunjukkan, dia tidak melihat kartu itu disana. Jadi artinya, Valerie masih belum menggunakan kartu itu selama ini.“Kamu masih tidak menggunakannya?” ujar Sean menyimpulkan. Bahkan hanya dengan melihat saja, Sean sudah bisa mengetahui jawabannya.“Itu..” Valerie sengaja menggantungkan kalimatnya karena tidak tahu harus menjawab apa. Sean sudah mengetahui jawabannya sehingga Valerie tidak bisa lagi mengelak.Melihat itu, Sean segera mengeluarkan dompetSelama perjalanan itu, Sean dan Valerie terus saja mengobrol tentang masalah yang tidak begitu jauh. Jika sebelumnya mereka membahas tentang dompet dan kartu kredit, kini mereka mulai membahas hal lain meski tidak begitu jauh berbeda.“Saya kira kamu akan mengajak ke toko barang mewah tadi,” ucap Sean di sela-sela perjalanan mereka.Malam itu memang banyak kendaraan yang berlalu lalang, sehingga mereka harus berkendara dengan perlahan. Untung saja Sean sedang bersama dengan Valerie, sehingga dia tidak pernah merasa bosan.Mendengar hal itu, Valerie menatap ke arah depan sembari melihat banyak kendaraan yang juga sedang terkena macet. “Kamu sudah memberikan banyak barang mewah di rumah. Jadi aku tidak perlu membeli lagi,” jawab Valerie.Sean mengelus tangan Valerie dengan lembut dan melepaskan seatbelt sebelum dia menyandarkan kepalanya di bahu Valerie.“Tenanglah, sepertinya ini akan memakan waktu l
Setelah mereka makan bersama malam itu, Sean dan Valerie lantas memutuskan untuk pergi ke ruang kerja. Tetapi sebelum itu, Valerie teringat bahwa dia harus mengambil sesuatu lebih dulu.“Aku akan menyusul sebentar lagi,” ujar Valerie ketika Sean sudah hendak pergi ke ruang kerja mereka.Mendengar hal itu, Sean juga tidak langsung membiarkan Valerie pergi. “Mau kemana?” tanya Sean seraya menahan Valerie agar dia tidak bisa pergi sebelum memberikan jawaban yang pasti untuk didengar.“Aku harus mengambil ponsel sebentar,” kata Valerie.Karena sudah mendapatkan jawaban, kini Sean bisa melepaskan Valerie. Dia tidak ingin berada di ruangan sendirian, sehingga dia akan menunggu Valerie datang. “Baiklah, saya akan menunggu,” kata Sean.Valerie tersenyum setelah mendengar kalimat itu. “Aku tidak akan lama,” balas Valerie.Seperti perkataannya tadi, dia harus pergi unt
“Apa kamu masih sibuk?” tanya Valerie sebelum dia berjalan mendekat ke ruangan Sean. Dia masih ingin memastikan bahwa Sean tidak akan terganggu jika dia datang ke sana.Sean yang mendengar itu langsung menutup layar dokumen itu dengan tergesa. Dia tidak ingin Valerie mengetahui kelakuannya yang sebenarnya.“Tidak lagi sekarang,” jawab Sean. Dia bersikap seolah tidak ada yang terjadi tadi, agar Valerie tidak merasa curiga.Valerie mengambil dompet milik Sean sebelum berbicara lagi, “Aku ingin mengembalikan barang milikmu,” kata Valerie.Meskipun sudah mengatakan niatnya, Valerie masih saja tidak berjalan mendekat. Dia hanya berdiri di posisinya seperti itu sejak tadi.Melihat Valerie yang tidak kunjung mendekat, membuat Sean berbicara lagi, “Datanglah kesini,” kata Sean.Valerie berpikir bahwa dia hanya harus memberikannya pada Sean, dan langsung pergi setelahnya. Dia aka
Ketika Valerie hendak membantu Sean menutup dompetnya, saat itu tangannya berhenti pada sebuah foto. Itu adalah foto yang sejak siang tadi ingin dia tanyakan. Sepertinya saat ini adalah waktu yang tepat untuk bertanya.“Siapa ini?” tanya Valerie. Dia sengaja meletakkan tangannya disana sehingga Sean bisa ikut melihatnya juga.Menyadari bahwa Sean tidak langsung bereaksi dan juga tidak menolak, membuat Valerie kembali melanjutkan kalimatnya. “Apa dia adikmu?” tanya Valerie lagi.“Saya anak tunggal,” jawab Sean.Valerie mengarahkan pandangannya pada Sean seolah ingin memastikan. “Benarkah?” ujar Valerie yang tidak terdengar yakin.Karena merasa bahwa Valerie tidak percaya dengan ucapannya barusan, membuat Sean kembali menjelaskan ucapannya. “Ada apa? itu memang saya,” kata Sean.Valerie tertawa simpul sebelum berbicara. “Dia sangat tampan,” ucap Val
Ketika Valerie sedang berada di lantai satu rumah mereka, saat itu dia bertemu dengan Putra. Pria itu tampaknya baru saja datang karena masih mengenakan setelan kantor.“Selamat malam, nyonya,” sapa Putra ketika menyadari keberadaan Valerie.Valerie menatapnya dengan mata yang memincing seraya menjawab, “Malam Pak Putra,” kata Valerie. “Ada yang bisa saya bantu?” lanjutnya lagi.Putra berdiri dengan lebih tegak ketika mendengar balasan Valerie yang terlewat formal itu. Rasanya sedikit aneh disana.“Ada apa? Aku sudah bilang jangan memanggilku seperti itu. Tidak perlu terlalu formal,” ujar Valerie lagi.Tentu saja Valerie berbicara seperti itu agar obrolan diantara mereka tidak menjadi kaku. Dirinya lebih menyukai obrolan santai.“Baiklah, aku akan lebih santai sekarang,” balas Putra. Itulah yang seharusnya dia lakukan sejak awal. Jadi Valerie juga tidak perlu
Valerie duduk dengan santai sembari menatap Sean yang sedang fokus dengan pekerjaannya. Jika saja dia tahu bahwa dirinya akan berada lama disana, dia pasti akan membawa cemilan tadi. Setidaknya dia tidak perlu berdiam diri karena tidak melakuka apapun.Ternyata Sean yang sedang sibuk dengan pekerjaannya itu, juga menyadari bahwa Valerie menatapnya sejak tadi. “Ada apa?” tanya Sean. “Kamu tidak sedang memikirkan hal aneh tentang saya, kan?” lanjut Sean lagi.“Iya,” balas Valerie cepat sembari menganggukan kepalanya. Entah karena merasa bosan atau karena pikirannya yang sedang memikirkan makanan, sehingga dia tidak begitu fokus dengan perkataan Sean.Sean yang hendak memeriksa sesuatu itupun kini menghentikan gerakannya. “Jangan memikirkan hal yang aneh,” kata Sean. Dia berusaha untuk terlihat tenang, tetapi sebenarnya dia menjadi grogi karena tatapan Valerie.“Itu tidak aneh. Aku seharus
Keesokan harinya, Valerie berangkat ke kantor lebih dulu. Dia harus melakukan beberapa pekerjaan hari ini, dan akan mengunjungi Ayahnya nanti. Hari ini adalah hari ulang tahun Ayahnya, dan Valerie akan merayakannya nanti.Seharusnya Valerie mengatakan kepada Sean semalam, bahwa dia akan pergi ke rumah Ayahnya untuk merayakan ulang tahun sang Ayah. Tetapi begitu mendengar ucapan Sean semalam, Valerie lantas berubah pikiran. Sean masih tidak menghormati Ayahnya, jadi mengapa dia harus peduli apalagi sampai merayakan ulang tahun bersama.“Ah, andai saja dia tidak keras kepala,” ujar Valerie.Sore harinya ketika Valerie sudah selesai dengan semua pekerjaan kantor, dia lantas bergegas untuk pergi. Dia harus membeli hadiah dan juga kue ulang tahun. Jadilah Valerie segera bergegas dan menuju parkiran.Awalnya Clara mengirimkan pesan semalam dan mengatakan bahwa dia ingin bertemu. Tetapi ketika siang hari, dia malah memiliki jadwal men
Valerie memberikan sebuah kado berukuran besar kepada Ayahnya. Jika dilihat dari bentuknya, maka itu adalah sebuah bingkai foto berukuran besar.“Apa ini?” tanya Tio sembari memegang hadiah tersebut.“Hadiah,” jawab Valerie. Dia sudah bisa menebak reaksi Ayahnya ketika melihat isi bingkisan itu nanti.Tio tersenyum sembari memperhatikan bingkisan itu sejenak, “Tolong ambilin gunting,” ucap Tio yang sudah berniat untuk membuka hadiahnya.“Siap bos,” balas Valerie. Dia beranjak dan segera menuju laci meja untuk mengambil gunting. Semua tempat di rumah itu tidak pernah berubah sedari dulu, dan itu memudahkan Valerie untuk menemukannya.Begitu mendapatkan benda yang diinginkan, Valerie lantas memberikannya, “Terimakasih,” ucap Tio. “Terimakasih untuk hadiahnya juga,” kata Tio lagi.Valerie mengangguk dan memberikan kedua jempolnya. “Ayo dibuka,&