Keesokan harinya, Valerie berangkat ke kantor lebih dulu. Dia harus melakukan beberapa pekerjaan hari ini, dan akan mengunjungi Ayahnya nanti. Hari ini adalah hari ulang tahun Ayahnya, dan Valerie akan merayakannya nanti.
Seharusnya Valerie mengatakan kepada Sean semalam, bahwa dia akan pergi ke rumah Ayahnya untuk merayakan ulang tahun sang Ayah. Tetapi begitu mendengar ucapan Sean semalam, Valerie lantas berubah pikiran. Sean masih tidak menghormati Ayahnya, jadi mengapa dia harus peduli apalagi sampai merayakan ulang tahun bersama.“Ah, andai saja dia tidak keras kepala,” ujar Valerie.Sore harinya ketika Valerie sudah selesai dengan semua pekerjaan kantor, dia lantas bergegas untuk pergi. Dia harus membeli hadiah dan juga kue ulang tahun. Jadilah Valerie segera bergegas dan menuju parkiran.Awalnya Clara mengirimkan pesan semalam dan mengatakan bahwa dia ingin bertemu. Tetapi ketika siang hari, dia malah memiliki jadwal menValerie memberikan sebuah kado berukuran besar kepada Ayahnya. Jika dilihat dari bentuknya, maka itu adalah sebuah bingkai foto berukuran besar.“Apa ini?” tanya Tio sembari memegang hadiah tersebut.“Hadiah,” jawab Valerie. Dia sudah bisa menebak reaksi Ayahnya ketika melihat isi bingkisan itu nanti.Tio tersenyum sembari memperhatikan bingkisan itu sejenak, “Tolong ambilin gunting,” ucap Tio yang sudah berniat untuk membuka hadiahnya.“Siap bos,” balas Valerie. Dia beranjak dan segera menuju laci meja untuk mengambil gunting. Semua tempat di rumah itu tidak pernah berubah sedari dulu, dan itu memudahkan Valerie untuk menemukannya.Begitu mendapatkan benda yang diinginkan, Valerie lantas memberikannya, “Terimakasih,” ucap Tio. “Terimakasih untuk hadiahnya juga,” kata Tio lagi.Valerie mengangguk dan memberikan kedua jempolnya. “Ayo dibuka,&
Ketika Valerie pulang ke rumah keesokan harinya, dia mendapati Sean yang sepertinya baru saja datang dari arah ruang kerja. Valerie memang baru kembali pada jam makan malam, karena lebih dulu makan di luar.Sean yang melihat kedatangan Valerie juga langsung mendekat ke arahnya, “Baru pulang?” tanya Sean singkat.Valerie menganggukan kepalanya singkat sebagai jawaban. Padahal Valerie sudah berharap semoga dia tidak bertemu dengan Sean ketika sampai di rumah nanti. Kini dia juga harus berhenti untuk mendengarkan pria itu.Saat itu, Sean menyadari bahwa Valerie tidak begitu ingin berbicara dengan dirinya. Andai saja dia tahu bahwa Sean tidak bisa tidur semalaman setelah mereka berbicara di telepon, bahkan dia belum mengisi perutnya sejak pagi karena Valerie tidak ada di rumah.“Apa saya melakukan kesalahan?” tanya Sean. Dia seharusnya memang langsung bertanya, dan semoga Valerie mengatakan dimana letak kesalahan yang s
“Tunggu,” ucap Sean yang kembali mencegah Valerie. Padahal itu adalah jawaban yang dia harapkan sejak tadi, tetapi Valerie terus saja menghindar untuk menjawab.“Kenapa kamu baru mengatakannya,” ucap Sean yang kini sudah mendekat lagi ke arah Valerie. Dia tidak suka jika berbicara dengan jarak yang jauh seperti itu.“Karena itu memang bukan urusan kamu,” jawab Valerie.Baru saja Valerie akan melangkah pergi, tiba-tiba saja dia mendengar sebuah suara yang aneh saat itu. Akhirnya dia berhenti dan menatap ke arah Sean, “Kamu belum makan?” tanya Valerie.Saat itu, dia menyadari bahwa perut Sean berbunyi meski itu tidak begitu nyaring. Hanya saja dia masih bisa mendengarnya dengan jelas.Sean yang ditanya seperti itupun hanya bisa tersenyum malu sembari menggaruk tengkuk lehernya yang sama sekali tidak gatal saat itu. Bahkan Valerie yang sejak tadi bersikap datar, kini mulai tertawa.
Saat ini, Valerie sedang berada di kantornya. Dia baru saja selesai melakukan sesuatu pekerjaan, dan kini hanya perlu memeriksa beberapa berkas. Dia juga tidak memiliki janji temu yang lain hari ini.Ketika dia sedang membolak balikan sebuah berkas, seseorang tiba-tiba saja mengetuk pintu ruangannya. Valerie menatap ke arah pintu itu tanpa mengatakan apapun, begitu melihat pintu itu sudah dibuka.“Permisi Bu,” sapa Nana.Tentu saja Nana bisa melakukan hal itu, terutama ketika tidak ada tamu di dalam ruangan Valerie. Jadi ketika melihat si pengetuk langsung membuka pintu, Valerie tidak perlu lagi memintanya untuk masuk.“Mari duduk dulu,” ucap Valerie seraya mempersilahkan Nana untuk duduk. Mungkin saja dia hendak memberitahukan beberapa jadwal untuk dilakukan nanti.Begitu Nana duduk, dia lantas berbicara, “Ini bu, berkas yang ibu minta pagi tadi,” kata Nana. Kini dia menyerahkan sebuah dokume
“Dimana rumah sakitnya?” tanya Valerie sembari menyetir.“Gardenia,” balas Nana.Valerie terdiam sejenak ketika mendengar nama itu, “Apa namanya?” ucap Valerie lagi seraya mencoba untuk memastikan pendengarannya.“Itu, Rumah Sakit Gardenia,” kata Nana mengulang ucapannya tadi.Kini Valerie mulai teringat akan sesuatu. Dia mengemudikan mobilnya tetapi pikirannya tidak bisa terlepas dari semua itu. Tempat itu, dia tidak mungkin melupakanya begitu saja. Ada terlalu banyak kenangan penting disana.Tidak lama setelah mereka berkendara, kini mereka sudah sampai di tempat yang dituju. Valerie memarkirkan mobilnya dan bergegas turun. Mereka juga tidak lupa mengeluarkan hadiah yang sudah dibeli tadi, dan berjalan masuk.Valerie menatap bangunan yang menjulang tinggi dan tampak sangat terawat itu sejenak. Meski lebih indah, tetap saja dia masih bisa membayangkan tempat itu dengan
Malam itu Valerie sudah berada di rumah, dan dia akan mengerjakan sesuatu di ruang kerja. Dia sengaja membawa sebuah dokumen agar dia bisa lanjut mengerjakannya begitu berada di rumah.Karena sudah berniat untuk bekerja, Valerie lantas turun dengan membawa dokumen tersebut. Mungkin saja malam ini dia akan istirahat lebih larut, atau jika dia selesai lebih cepat, maka dia bisa langsung tidur.“Dimana Sean?” ucap Valerie di sela-sela perjalanannya.Jika Sean sudah tidak terlihat disana, maka hanya ada dua tempat yang akan di datangi pria itu. Jika bukan ke kamar, maka dia pergi ke ruang kerja. Pekerjaan CEO memang serumit itu, sehingga dia terus berada di ruang kerja setiap hari.Ketika tiba di ruangan kerjanya, Valerie lantas bergegas masuk. Seperti dugaannya tadi, kini dia bisa melihat Sean yang sedang melakukan sesuatu dengan laptopnya. Sudah bisa ditebak bahwa dia sedang bekerja.“Kamu akan bekerja?” ta
Meskipun sudah mendengar jawaban Valerie, Sean tetap saja beranjak dan mendekat ke arah istrinya itu. Dia tidak akan puas hanya karena jawaban singkat Valerie.“Aku sudah bilang kalau aku baik-baik saja,” ucap Valerie lagi.Kini Valerie bisa melihat Sean dengan lekat, karena pria itu menunduk ke arahnya. Sean mengulurkan tangannya dan memeriksa dahi Valerie. Karena sudah seperti itu, akhirnya Valerie tidak lagi menolak dan membiarkan Sean menyentuh dahinya.Begitu Sean menjauhkan tangannya, Valerie lebih dulu melepas kacamata yang dia kenakan sejak tadi, “Aku baik-baik saja,” ucap Valerie seraya menatap Sean.Valerie menjauhkan kursinya karena kursi itu memang beroda. Jadi dia hanya perlu mendorong sedikit agar bisa memberikan jarak diantara mereka.Melihat Valerie yang mendorong kursinya menjauh, membuat Sean menegakkan tubuhnya lagi, “Apa kamu baru saja menghindari saya?” tanya Sean.
Sean masih terus melakukan gerakan pelan dan menyentuh paha Valerie. Bahkan Valerie tidak bisa menghentikannya padahal Sean hanya menggunakan satu tangan.“Sudah aku bilang kalau aku tidak menghindar,” ucap Valerie. Dia hanya berharap agar Sean mau menjauh dan meninggalkan dirinya.“Tetap saja kamu melakukannya berulang kali,” balas Sean. Dia tentu saja tidak lupa betapa susahnya membujuk Valerie untuk mendekat tadi. Jadi ketika sudah berada dalam pelukan Sean, dia tentu tidak akan melepaskannya dengan mudah.Baru saja Sean menghentikan gerakannya, kini dia malah kembali menyentuh lutut Valerie dan langsung membuka paha Valerie menjadi lebih lebar, “Sean!” teriak Valerie.Kini Valerie menyadari bahwa posisinya sudah dalam bahaya. Dia tidak bisa duduk dengan posisi seperti itu dihadapan Sean.Sean mendekatkan dirinya dan itu membuat Valerie mundur ke belakang. Dia bahkan melakukannya dengan sus
Sean perlahan menindih Valerie, tubuh mereka berdekatan begitu erat, hingga mereka bisa merasakan setiap detak jantung yang saling berirama. Tatapan Sean seolah mengatakan sesuatu yang mendalam, seolah-olah dia telah menunggu momen ini selama bertahun-tahun.“Tunggu, apa yang akan kamu lakukan?” tanya Valerie meski dia sudah tahu maksud keinginan Sean.“Aku akan melakukan hal yang seharusnya aku lakukan sejak lama,” balas Sean.Sean menatap Valerie dengan lekat. Dia semakin mendekatkan wajahnya, dan kedua tangannya bahkan menahan lengan Valerie di samping kepalanya."Babe... aku tidak bisa menahan diri lagi," ucap Sean dengan suara yang berat, penuh dengan keinginan yang selama ini ia pendam. "Tolong, jangan hentikan aku kali ini."Valerie tidak berkata apa-apa, hanya tersenyum lembut dan membelai wajah Sean dengan jemarinya. Sentuhan itu membuat Sean semakin tergoda. Dia mendekatkan wajahnya ke Valerie, dan dalam sekejap, bibir merek
Setelah pulang kerja, Valerie segera menelpon Sean untuk berbicara tentang rencana kepergiannya besok. Suara Sean terdengar berat di ujung telepon, dan Valerie merasakan kerinduan pria itu yang semakin mendalam."Hey, babe. Kamu masih di London?" tanya Valerie sambil meregangkan tubuhnya setelah seharian bekerja."Iya, babe. Masih ada beberapa urusan di sini," balas Sean dengan nada yang terdengar lelah namun hangat. "Ada apa? Kamu sudah merindukanku?" lanjutnya dengan nada menggoda.Valerie tersipu, merasa pipinya sedikit memerah mendengar kata-kata Sean yang selalu berhasil membuatnya tersipu. "Iya, aku merindukanmu,” jawab Valerie yang selalu bisa membuat jantung Sean berdetak lebih cepat. “Tapi aku punya undangan pernikahan besok," kata Valerie lagi, mencoba terdengar lebih tenang.Sean tiba-tiba menegakkan tubuhnya. Terdengar juga perubahan dalam nada suaranya. "Pernikahan? Kalau begitu, aku akan pulang sekarang juga," ucap Sean dengan tegas, tan
Ketika Valerie berada di kantor menjelang makan siang, dia mendapat panggilan dari Sean. Ponselnya bergetar di atas meja, dan seketika nama suaminya muncul di layar. Valerie mengangkat panggilan itu dengan senyuman kecil di wajahnya."Hey, babe," sapanya.Di seberang sana, Sean terdengar sedikit lesu. “Babe, aku kangen,” ucap Sean.Wajah Sean yang muncul di layar itu memang terlihat lesu. Dia menyugar rambutnya sembari mengerucutkan bibir.Valerie tertawa melihat itu. Dia menjepit rambutnya yang sejak tadi tergerai. Dia bahkan membuka kancing kemejanya hingga dua kancing, dan itu membuat Sean semakin panas sendiri.“Babe..” panggil Sean. “Aku tahu kamu sengaja memancingku,” lanjut Sean.Sean menatap dengan serius, dan berbicara lagi, “Aku akan kembali besok,” kata Sean.“Baiklah, babe,” balas Valerie.Sebenarnya ketika menelpon Valerie, dia memiliki ide lain. Jadilah dia kembali melan
Keesokan paginya, Sean bangun lebih awal dari biasanya, siap berangkat ke London seperti yang ia katakan semalam. Suasana pagi itu terasa hangat, meski keduanya tahu bahwa Sean akan pergi untuk beberapa hari. Valerie, seperti biasa, sudah bangun dan sibuk mempersiapkan keperluan Sean. Ia memilihkan pakaian, menata dasi, dan memastikan segala kebutuhan suaminya terpenuhi.Sean memandangi Valerie dari belakang. Ada perasaan hangat di dalam hatinya, meski ada sedikit kecemasan juga. Tanpa berpikir panjang, Sean mendekati Valerie yang tengah berdiri di depan cermin, merapikan rambutnya. Sean langsung memeluk pinggang Valerie dari belakang, menariknya ke dalam pelukannya dengan erat.Valerie yang sedikit terkejut, berhenti sejenak dan menatap Sean lewat pantulan di cermin. "Ada apa?" tanyanya, suaranya lembut tapi terdengar sedikit penasaran.“Sepertinya kamu masih marah kepadaku, babe,” ucap Sean dengan nada manja, sementara ia mengeratkan pelukannya. Valerie
Malam itu, Putra dan Clara akhirnya bertemu di taman yang sama, meski awalnya Clara hendak mencari Valerie. Ketika Clara tengah berjalan, Putra tiba-tiba menghentikan langkahnya dengan sebuah sapaan. “Hai!” sapa Putra dengan senyum di wajahnya.Clara yang mendengar sapaan itu terkejut. Dia langsung berusaha berbalik, namun Putra cepat menghentikannya. “Cla,” panggil Putra lagi dengan suara yang lebih lembut.Clara memutar tubuhnya kembali, terpaksa harus menatap Putra, lelaki yang sudah lama tidak dia temui. Putra tersenyum kikuk sambil menggaruk belakang kepalanya.“Lama tidak bertemu. Bagaimana kabarmu?” tanya Putra dengan nada yang terdengar lebih akrab dari sebelumnya.Clara berusaha untuk tetap tenang, meski dalam hatinya jantungnya berdetak sangat cepat. Dia tidak tahu harus mengatakan apa, namun dia berusaha menjaga ekspresinya tetap datar. "Yah, aku baik," jawab Clara dengan singkat.Putra menatap Clara
Sean mengambil ponselnya dan mengirim pesan singkat kepada Valerie, "Aku akan menjemputmu sore ini, babe."Di sisi lain Valerie yang saat itu sedang memeriksa laporan di komputernya, lantas menatap layar ponselnya yang menampilan pesan dari Sean. Begitu membacanya, Valerie hanya diam saja. Dia juga tidak langsung membalas. Sean menggenggam ponselnya dengan erat, menunggu jawaban istrinya. Tetapi hingga beberapa menit kemudian, masih tidak ada balasan dari Valerie. Akhirnya karena tidak tahan lagi, Sean lantas menelponnya. Panggilan itu berdering hingga beberapa detik. Pada panggilan pertama itu, Valerie memilih mengabaikannya. Hingga panggilan yang kedua, Valerie masih diam saja. “Entah apa yang dia rencanakan sekarang,” ujar Valerie.Ketika ponselnya kembali berdering pada panggilan yang ketiga, Valerie langsung menjawabnya.Menyadari bahwa pesannya sudah dijawab, Sean lantas berbicara dengan terburu-buru. “Babe.. Apa kamu sedang d
Ketika hari menjelang subuh, Sean terjaga dengan pikiran yang masih mengganjal tentang Valerie dan Clara. Dia menatap layar ponselnya, kemudian mengetik pesan yang ditujukkan kepada Putra.“Carikan informasi teman istriku bernama Clara. Sedetail mungkin,” tulisnya, lalu mengirim pesan itu tanpa ragu.Sean kembali berbaring di samping Valerie, meskipun masih tidak bisa menutup matanya setelah berjam-jam.Ketika matahari mulai terbit, Valerie menggeliat pelan dan merasakan sebuah tangan kekar memeluk pinggangnya. Dia menoleh ke belakang dan mendapati Sean yang sedang menutup matanya.Valerie berbalik untuk menatap pria itu sejenak, lantas menghembuskan napas pelan. Dia menyingkirkan lengan Sean, dan hendak beranjak.Hanya saja saat itu, Sean ternyata tidak benar-benar terlelap. Dia menarik Valerie lebih dekat dalam pelukannya, dan meletakkan dagunya di bahu Valerie.“Selamat pagi, babe,” ucap Sean.Valerie mengusap rambut Sean
Setelah membayar belanjaan, Valerie dan Clara mengantri untuk membayar di kasir. Antrian cukup panjang sore itu, membuat keduanya harus berdiri lebih lama dari yang diharapkan. Clara mencoba mengalihkan perhatian dengan membicarakan hal-hal ringan. "Val, kamu yakin Putra tidak akan muncul tiba-tiba lagi?" tanya Clara dengan sedikit khawatir, mengingat pertemuan singkat mereka sebelumnya yang sudah cukup membuatnya gugup.Valerie tersenyum menenangkan, menepuk punggung Clara dengan lembut. "Jika dia datang, bukankah itu lebih baik?” ucap Valerie.Dia sengaja tidak mengatakan bahwa dia sudah meminta Sean untuk datang bersama dengan Putra tadi. Semoga saja Sean benar mendengarkan permintaannya.Clara terdiam sejenak, dan tentu saja hatinya masih berdebar kencang. Sesaat setelah selesai membayar belanjaan, Valerie melihat Sean mendekat ke arah mereka, namun kali ini dia sendirian.“Babe..” panggil Sean sembari tersenyum dengan begitu tampan.Ha
Sore itu, jam menunjukkan hampir pukul empat, dan Valerie serta Clara memutuskan untuk pergi lebih awal dari kantor. Mereka berencana memeriksa penjualan produk mereka di sebuah supermarket, seperti yang sudah dijadwalkan sebelumnya. Valerie membereskan barang-barangnya, memastikan tidak ada yang tertinggal. Sesekali dia melirik ke arah Clara yang tampak terburu-buru, seolah ingin cepat keluar dari ruangannya."Kenapa tergesa-gesa? Tenang saja, supermarketnya tidak akan ke mana-mana," canda Valerie, menatap sahabatnya dengan senyum simpul.Clara tertawa kecil. "Aku cuma ingin cepat menyelesaikan ini dan pulang. Rasanya aku butuh istirahat." balas Clara.Karena sebelumnya Valerie sudah membawa tas dan barang-barangnya ke ruangan Clara, jadilah dia tidak perlu lagi kembali ke ruangannya. Mereka berdua lantas keluar dari kantor, dan melangkah menuju mobil Valerie. Hanya saja di sela perjalanan mereka, Valerie baru teringat akan sesuatu. Dia