“Tunggu,” ucap Sean yang kembali mencegah Valerie. Padahal itu adalah jawaban yang dia harapkan sejak tadi, tetapi Valerie terus saja menghindar untuk menjawab.
“Kenapa kamu baru mengatakannya,” ucap Sean yang kini sudah mendekat lagi ke arah Valerie. Dia tidak suka jika berbicara dengan jarak yang jauh seperti itu.“Karena itu memang bukan urusan kamu,” jawab Valerie.Baru saja Valerie akan melangkah pergi, tiba-tiba saja dia mendengar sebuah suara yang aneh saat itu. Akhirnya dia berhenti dan menatap ke arah Sean, “Kamu belum makan?” tanya Valerie.Saat itu, dia menyadari bahwa perut Sean berbunyi meski itu tidak begitu nyaring. Hanya saja dia masih bisa mendengarnya dengan jelas.Sean yang ditanya seperti itupun hanya bisa tersenyum malu sembari menggaruk tengkuk lehernya yang sama sekali tidak gatal saat itu. Bahkan Valerie yang sejak tadi bersikap datar, kini mulai tertawa.Saat ini, Valerie sedang berada di kantornya. Dia baru saja selesai melakukan sesuatu pekerjaan, dan kini hanya perlu memeriksa beberapa berkas. Dia juga tidak memiliki janji temu yang lain hari ini.Ketika dia sedang membolak balikan sebuah berkas, seseorang tiba-tiba saja mengetuk pintu ruangannya. Valerie menatap ke arah pintu itu tanpa mengatakan apapun, begitu melihat pintu itu sudah dibuka.“Permisi Bu,” sapa Nana.Tentu saja Nana bisa melakukan hal itu, terutama ketika tidak ada tamu di dalam ruangan Valerie. Jadi ketika melihat si pengetuk langsung membuka pintu, Valerie tidak perlu lagi memintanya untuk masuk.“Mari duduk dulu,” ucap Valerie seraya mempersilahkan Nana untuk duduk. Mungkin saja dia hendak memberitahukan beberapa jadwal untuk dilakukan nanti.Begitu Nana duduk, dia lantas berbicara, “Ini bu, berkas yang ibu minta pagi tadi,” kata Nana. Kini dia menyerahkan sebuah dokume
“Dimana rumah sakitnya?” tanya Valerie sembari menyetir.“Gardenia,” balas Nana.Valerie terdiam sejenak ketika mendengar nama itu, “Apa namanya?” ucap Valerie lagi seraya mencoba untuk memastikan pendengarannya.“Itu, Rumah Sakit Gardenia,” kata Nana mengulang ucapannya tadi.Kini Valerie mulai teringat akan sesuatu. Dia mengemudikan mobilnya tetapi pikirannya tidak bisa terlepas dari semua itu. Tempat itu, dia tidak mungkin melupakanya begitu saja. Ada terlalu banyak kenangan penting disana.Tidak lama setelah mereka berkendara, kini mereka sudah sampai di tempat yang dituju. Valerie memarkirkan mobilnya dan bergegas turun. Mereka juga tidak lupa mengeluarkan hadiah yang sudah dibeli tadi, dan berjalan masuk.Valerie menatap bangunan yang menjulang tinggi dan tampak sangat terawat itu sejenak. Meski lebih indah, tetap saja dia masih bisa membayangkan tempat itu dengan
Malam itu Valerie sudah berada di rumah, dan dia akan mengerjakan sesuatu di ruang kerja. Dia sengaja membawa sebuah dokumen agar dia bisa lanjut mengerjakannya begitu berada di rumah.Karena sudah berniat untuk bekerja, Valerie lantas turun dengan membawa dokumen tersebut. Mungkin saja malam ini dia akan istirahat lebih larut, atau jika dia selesai lebih cepat, maka dia bisa langsung tidur.“Dimana Sean?” ucap Valerie di sela-sela perjalanannya.Jika Sean sudah tidak terlihat disana, maka hanya ada dua tempat yang akan di datangi pria itu. Jika bukan ke kamar, maka dia pergi ke ruang kerja. Pekerjaan CEO memang serumit itu, sehingga dia terus berada di ruang kerja setiap hari.Ketika tiba di ruangan kerjanya, Valerie lantas bergegas masuk. Seperti dugaannya tadi, kini dia bisa melihat Sean yang sedang melakukan sesuatu dengan laptopnya. Sudah bisa ditebak bahwa dia sedang bekerja.“Kamu akan bekerja?” ta
Meskipun sudah mendengar jawaban Valerie, Sean tetap saja beranjak dan mendekat ke arah istrinya itu. Dia tidak akan puas hanya karena jawaban singkat Valerie.“Aku sudah bilang kalau aku baik-baik saja,” ucap Valerie lagi.Kini Valerie bisa melihat Sean dengan lekat, karena pria itu menunduk ke arahnya. Sean mengulurkan tangannya dan memeriksa dahi Valerie. Karena sudah seperti itu, akhirnya Valerie tidak lagi menolak dan membiarkan Sean menyentuh dahinya.Begitu Sean menjauhkan tangannya, Valerie lebih dulu melepas kacamata yang dia kenakan sejak tadi, “Aku baik-baik saja,” ucap Valerie seraya menatap Sean.Valerie menjauhkan kursinya karena kursi itu memang beroda. Jadi dia hanya perlu mendorong sedikit agar bisa memberikan jarak diantara mereka.Melihat Valerie yang mendorong kursinya menjauh, membuat Sean menegakkan tubuhnya lagi, “Apa kamu baru saja menghindari saya?” tanya Sean.
Sean masih terus melakukan gerakan pelan dan menyentuh paha Valerie. Bahkan Valerie tidak bisa menghentikannya padahal Sean hanya menggunakan satu tangan.“Sudah aku bilang kalau aku tidak menghindar,” ucap Valerie. Dia hanya berharap agar Sean mau menjauh dan meninggalkan dirinya.“Tetap saja kamu melakukannya berulang kali,” balas Sean. Dia tentu saja tidak lupa betapa susahnya membujuk Valerie untuk mendekat tadi. Jadi ketika sudah berada dalam pelukan Sean, dia tentu tidak akan melepaskannya dengan mudah.Baru saja Sean menghentikan gerakannya, kini dia malah kembali menyentuh lutut Valerie dan langsung membuka paha Valerie menjadi lebih lebar, “Sean!” teriak Valerie.Kini Valerie menyadari bahwa posisinya sudah dalam bahaya. Dia tidak bisa duduk dengan posisi seperti itu dihadapan Sean.Sean mendekatkan dirinya dan itu membuat Valerie mundur ke belakang. Dia bahkan melakukannya dengan sus
Valerie berjalan ke arah dapur dan berniat untuk berbincang dengan bibi, sembari menyiapkan makan malam. Dia juga hendak mengatakan sesuatu, “Makan malamnya tolong buatin sup juga, bi,” ucap Valerie.“Kemarin saya ke rumah sakit, dan kata dokter sekarang lagi banyak orang sakit, karen cuaca juga,” kata Valerie lagi.Bibi yang mendengar itupun lantas mengangguk paham. Mereka juga akan membuatkan sup panas untuk hidangan makan malam sebentar.Tetapi bibi baru tersadar bahwa dia belum menanyakan sesuatu, “Apa nyonya baik-baik saja?” tanya bibi yang terdengar khawatir.Valerie tersenyum seraya memberikan anggukan singkat, “Saya baik, hanya untuk berjaga-jaga,” jawab Valerie.Dia ingat bahwa kemarin dia juga meminta beberapa vitamin, “Ah iya, jangan lupa siapkan vitamin juga di rumah,” kata Valerie.Mereka mulai sibuk menyiapkan makanan, karena sebentar lagi sudah
Valerie menatap ke arah Sean yang kini sedang tertawa remeh yang tentu saja ditujukkan untuk dirinya. Dia menghetikan kegiatannya dan hanya menatap pria itu.“Saya membenci tempat itu,” ucap Sean. Dia menyandarkan tubuhnya dan mulai menceritakan sesuatu.Kini Valerie hanya bisa diam dan mendengarkan. Dia tidak ingin membuat keadaan menjadi semakin memburuk, hanya karena melihat tingkah Sean yang seperti itu.“Jika saya mengingatnya lagi, tempat itu adalah tempat sampah yang seharusnya tidak dikunjungi,” kata Sean lagi.Cukup sudah. Valerie mengepalkan tangannya ketika mendengar hal itu. Dia sudah tidak bisa lagi menahan diri, “Itu bukan tempat sampah,” ucap Valerie.Sean semakin tertawa begitu Valerie menyelesaikan kalimatnya, “Lalu, kamu bahkan tidak tahu apa yang terjadi didalamnya,” kata Sean.Semakin Valerie kukuh dengan ucapannya tentang tempat itu, semakin membuat
Jika biasanya Valerie mengenakan celana kantoran, maka kali ini berbeda. Hari ini dia mengenakan celana jeans berwarna hitam, dan blazer berwarna biru muda. Dia merubah gaya rambutnya menjadi model curly dan mengurainya. Kali ini penampilannya terlihat seperti berusia 20-an.“Baiklah, kamu harus bersikap acuh hari ini,” ucap Valerie sembari menatap pantulan wajahnya di cermin.Begitu selesai, dia bergegas untuk turun akan sarapan lebih dulu. Meski dia sudah tahu bahwa akan ada hal yang berbeda di meja makan, dia tetap tidak akan melewatkan sarapan paginya. Dia bukan tipe orang yang akan meluapkan emosi pada semua hal.Baru saja dia sampai di tangga, dari arah yang berlawanan tampak Sean yang berjalan hendak menuruni tangga sepertinya. Melihat itu, Valerie hanya bersikap acuh dan melanjutkan langkahnya, seolah dia tidak pernah menyadari keberadaan Sean.Sean yang saat itu menyadari keberadaan Valerie di tangga, lantas berniat un