Jika biasanya Valerie mengenakan celana kantoran, maka kali ini berbeda. Hari ini dia mengenakan celana jeans berwarna hitam, dan blazer berwarna biru muda. Dia merubah gaya rambutnya menjadi model curly dan mengurainya. Kali ini penampilannya terlihat seperti berusia 20-an.
“Baiklah, kamu harus bersikap acuh hari ini,” ucap Valerie sembari menatap pantulan wajahnya di cermin.Begitu selesai, dia bergegas untuk turun akan sarapan lebih dulu. Meski dia sudah tahu bahwa akan ada hal yang berbeda di meja makan, dia tetap tidak akan melewatkan sarapan paginya. Dia bukan tipe orang yang akan meluapkan emosi pada semua hal.Baru saja dia sampai di tangga, dari arah yang berlawanan tampak Sean yang berjalan hendak menuruni tangga sepertinya. Melihat itu, Valerie hanya bersikap acuh dan melanjutkan langkahnya, seolah dia tidak pernah menyadari keberadaan Sean.Sean yang saat itu menyadari keberadaan Valerie di tangga, lantas berniat unJika Valerie bisa berangkat ke kantor dengan tenang sembari berusaha untuk tidak memikirkan tentang masalah mereka semalam, maka Sean berbeda. Dia terus memilirkan semua kejadian itu ketika dalam perjalanan menuju kantor.Sean tidak tahu mengapa Valerie menjadi kesal ketika dia meminta agar tidak menyebutkan nama tempat itu. Tidak bisakah Valerie melihat bahwa dia terganggu karena mendengar nama tempat itu semalam.“Apa yang salah dengannya?” batin Sean.Seberapa banyakpun dia mencoba untuk memikirkan hal itu, dia masih tidak mengerti mengapa Valerie menjadi begitu kesal. Pasti ada sesuatu yang lain, sehingga membuat Valerie menjadi mengacuhkan dirinya.Jika dia tidak salah menebak, maka dia tahu bahwa alasan Valerie datang ke rumah sakit itu ialah untuk mendapatkan vitamin. Itu hanya vitamin biasa yang dia ketahui dapat dikonsumsi setiap hari. Hanya itu saja.Semakin dia memikirkannya, semakin membuatnya penasaran.
Ketika Valerie sedang berkendara menuju rumah, dia masih berusaha untuk tidak terlalu memikirkan Sean. Jika memang hubungan mereka terus saja memburuk, maka bisa jadi itu adalah pertanda bahwa mereka berdua memang tidak berjodoh.Jika itu benar, maka tidak ada gunanya terus bertahan, dan bersikap seolah semuanya akan berakhir dengan baik nantinya. Jika sejak awal tidak ada yang baik-baik saja, maka hingga akhir sekalipun tidak ada yang berbeda.Mereka berdua adalah dua orang asing yang tiba-tiba saja bertemu, dan cepat atau lambat mereka akan kembali menjadi asing seperti sebelumnya. Mungkin saja mereka memang ditakdirkan untuk saling bertemu, tetapi tidak bisa saling memiliki selamanya.“Lucu sekali hidupku,” ucap Valerie.Dia berhenti di lampu merah dan mengistirahatkan tangannya sebentar. Tetapi ketika itu, dia mendengar suara tawa anak kecil di sebelahnya. Ternyata di sampingnya ada pengendara motor bersama dengan istri dan
Karena mulai merasa lelah dengan semua beban di pikirannya, Sean lantas memutuskan untuk mandi dengan air dingin. Mungkin saja membiarkan air itu membasahi dirinya akan membuatnya menjadi lebih tenang.Akhirnya Sean beranjak ke kamar mandi dan melakukan hal tersebut. Dia menyalakan shower dan air dingin itu segera mengguyur tubuhnya. Hanya ini yang dapat dia lakukan untuk menenangkan diri sekarang.Beberapa saat berlalu dan kini Sean sudah selesai dengan ritual mandinya. Dia juga sudah berpakaian, dengan mengenakan celana pendek serta kemeja yang tangannya dia gulung hingga siku.Mungkin itu adalah kebiasannya, karena Sean sudah terbiasa mengenakan kemeja dan tidak pernah mengenakan baju kaos, bahkan ketika dia berada di rumah. Itu sudah menjadi kebiasaan dirinya sejak dulu.Kini Sean berjalan keluar karena waktu sudah menunjukkan jam makan malam. Dia bergegas turun ke lantai dasar dan berharap akan menemukan Valerie disana. Tetapi begitu
Selama dua hari belakangan ini, Sean dan Valerie berada dalam keadaan yang sama. Sean masih berusaha untuk memperbaiki hubungan mereka, tetapi Valerie masih saja terus menghindar. Sebenarnya dia juga tidak bisa disebut menghindar, karena dia masih melakukan kebiasaan yang selalu mereka lakukan.Hanya saja, Valerie terus saja diam dan menjawab dengan singkat, sehingga Sean juga tidak tahu harus bersikap bagaimana. Melihat tatapan Valerie yang begitu dingin saja sudah membuat Sean ragu. Dia menyesal karena sudah merubah Valere sejauh itu.Pagi ini, seperti biasanya mereka akan bersiap menuju kantor, dan tidak lupa untuk menyantap sarapan. Satu hal yang masih Sean syukuri, ialah Valerie yang masih mau sarapan bersama setiap pagi, meski tidak pernah ada perbincangan di antara mereka.“Apa Tuan menginginkan yang lain?” tanya Bibi ketika Sean tidak melakukan apapun dan hanya duduk dengan diam.Sebenarnya saat itu dia sedang memperhat
Ketika berada di kantor, Sean terus memikirkan tentang keadaan Valerie. Dia memang ponselnya sejak tadi dan layarnya hanya menampilkan nomor telepon Valerie.“Bagaimana keadaannya?” ucap Sean.Dia tidak bisa tenang hanya karena memikirkan Valerie. Walaupun Valerie juga sudah mengatakan bahwa dia baik-baik saja tadi, tapi tetap saja Sean tidak bisa melupakannya begitu saja. Dia juga harus bersikap gentle.Tetapi bahkan jika Sean menelpon untuk memastikan keadaan Valerie, dia pasti tidak akan menjawabnya. Hanya karena kejadian pagi tadi, bukan berarti hubungan mereka menjadi baik-baik saja.Akhirnya ketika waktu hampir menunjukkan jam makan siang, Sean lantas beranjak dari tempatnya. Dia bergegas keluar dan mendapati Putra yang sedang berada di tempat kerjanya seperti biasa.“Apa saya punya janji sebentar lagi?” tanya Sean yang berniat untuk memastikan jadwalnya lebih dulu.Putra mengambil ponsel
Sean masih berdiri disana karena dia tidak bisa langsung masuk begitu saja. Meskipun saat itu ruangan Valerie sedang terbuka, dia berpikir untuk membiarkan Valerie tahu tentang kedatangannya lebih dulu.“Beritahukan saja jika saya datang,” ucap Sean.Karena saat itu Valerie masih memiliki urusan dengan dua orang karyawan lain, jadilah Nana meminta Sean untuk menunggu sebentar.“Mohon tunggu sebentar pak, Bu Valerie masih memiliki urusan,” kata Nana yang mencoba untuk menjelaskan.Ketika Nana akan masuk ke dalam ruangan, Sean lebih dulu mencegahnya, “Tunggu saja hingga mereka selesai,” ucap Sean.Sean sengaja melakukan hal itu karena dia ingin melihat bagaimana Valerie ketika dia sedang bekerja. Dia juga menyadari bahwa sekretaris Valerie lebih ramah dibanding dengan Putra, yang selalu bekerja dengan cepat karena khawatir ditegur oleh Sean.Sebenarnya ini adalah kali pertama Sean dat
Sean mengeluarkan sebuah kue berukuran besar yang dia belikan untuk Valerie tadi. Dia sengaja melakukan itu agar bisa berbincang lebih lama dengan Valerie.“Apa ada yang berulang tahun?” ujar Valerie. Dia tidak menyangka bahwa Sean membawakan kue sebesar itu, layaknya hadiah untuk merayakan hari spesial seseorang.Sean memotongnya dan meletakkan itu di piring kecil yang dia beli bersamaan tadi. Dia sudah berpikir untuk memotong kue itu setelah memberikannya kepada Valerie. Anggap saja bahwa dia sudah memikirkan beberapa hal terlebih dulu.“Saya tahu kamu suka kue,” ucap Sean. Dia ingin terus memberitahukan bahwa dia peduli dengan Valerie, meski tidak mengatakannya secara lanhsung.Valerie menerima potongan kue yang diberikan oleh Sean, dan hanya bisa tersenyum sembari mengucapkan terimakasih, “Kamu terlalu baik kepadaku,” ucap Valerie.Mereka menyantap kue itu bersama, meski sebenarnya Sean le
Begitu Sean keluar dari ruangan Valerie, dia bertemu lagi dengan Nana yang masih berada di meja kerjanya. Awalnya Sean tidak ingin menyapa, sebelum dia melihat sebuah bungkusan obat seperti yang dia temukan di meja kerja Valerie beberapa hari yang lalu. Melihat keberadaan Sean itupun, Nana lantas berdiri dan menyapa dengan sopan karena berpikir bahwa Sean akan segera pergi dari sana, “Apa ada yang bisa saya bantu, pak?” tanya Nana. Saat itu, dia baru menyadari jika tatapan Sean terus tertuju ke arah sesuatu di atas meja kerjanya, sehingga dia tidak langsung pergi dan malah berhenti sejenak di sana. Itulah yang membuatnya langsung bertanya. Sean berpikir bahwa mungkin saja dia bisa mendapatkan alasan lain jika dia bertanya, “Apa istri saya pergi ke rumah sakit beberapa hari yang lalu?” tanya Sean langsung. Kapan lagi dia akan menemukan kebetulan seperti itu. Nana menatap ke arah bungkusan obat dan mengangguk perlahan, “Iya pak, kami sempat pergi bersama,” ucap Nana. “Jelaskan deng