Malam itu Valerie sudah berada di rumah, dan dia akan mengerjakan sesuatu di ruang kerja. Dia sengaja membawa sebuah dokumen agar dia bisa lanjut mengerjakannya begitu berada di rumah.
Karena sudah berniat untuk bekerja, Valerie lantas turun dengan membawa dokumen tersebut. Mungkin saja malam ini dia akan istirahat lebih larut, atau jika dia selesai lebih cepat, maka dia bisa langsung tidur.“Dimana Sean?” ucap Valerie di sela-sela perjalanannya.Jika Sean sudah tidak terlihat disana, maka hanya ada dua tempat yang akan di datangi pria itu. Jika bukan ke kamar, maka dia pergi ke ruang kerja. Pekerjaan CEO memang serumit itu, sehingga dia terus berada di ruang kerja setiap hari.Ketika tiba di ruangan kerjanya, Valerie lantas bergegas masuk. Seperti dugaannya tadi, kini dia bisa melihat Sean yang sedang melakukan sesuatu dengan laptopnya. Sudah bisa ditebak bahwa dia sedang bekerja.“Kamu akan bekerja?” taMeskipun sudah mendengar jawaban Valerie, Sean tetap saja beranjak dan mendekat ke arah istrinya itu. Dia tidak akan puas hanya karena jawaban singkat Valerie.“Aku sudah bilang kalau aku baik-baik saja,” ucap Valerie lagi.Kini Valerie bisa melihat Sean dengan lekat, karena pria itu menunduk ke arahnya. Sean mengulurkan tangannya dan memeriksa dahi Valerie. Karena sudah seperti itu, akhirnya Valerie tidak lagi menolak dan membiarkan Sean menyentuh dahinya.Begitu Sean menjauhkan tangannya, Valerie lebih dulu melepas kacamata yang dia kenakan sejak tadi, “Aku baik-baik saja,” ucap Valerie seraya menatap Sean.Valerie menjauhkan kursinya karena kursi itu memang beroda. Jadi dia hanya perlu mendorong sedikit agar bisa memberikan jarak diantara mereka.Melihat Valerie yang mendorong kursinya menjauh, membuat Sean menegakkan tubuhnya lagi, “Apa kamu baru saja menghindari saya?” tanya Sean.
Sean masih terus melakukan gerakan pelan dan menyentuh paha Valerie. Bahkan Valerie tidak bisa menghentikannya padahal Sean hanya menggunakan satu tangan.“Sudah aku bilang kalau aku tidak menghindar,” ucap Valerie. Dia hanya berharap agar Sean mau menjauh dan meninggalkan dirinya.“Tetap saja kamu melakukannya berulang kali,” balas Sean. Dia tentu saja tidak lupa betapa susahnya membujuk Valerie untuk mendekat tadi. Jadi ketika sudah berada dalam pelukan Sean, dia tentu tidak akan melepaskannya dengan mudah.Baru saja Sean menghentikan gerakannya, kini dia malah kembali menyentuh lutut Valerie dan langsung membuka paha Valerie menjadi lebih lebar, “Sean!” teriak Valerie.Kini Valerie menyadari bahwa posisinya sudah dalam bahaya. Dia tidak bisa duduk dengan posisi seperti itu dihadapan Sean.Sean mendekatkan dirinya dan itu membuat Valerie mundur ke belakang. Dia bahkan melakukannya dengan sus
Valerie berjalan ke arah dapur dan berniat untuk berbincang dengan bibi, sembari menyiapkan makan malam. Dia juga hendak mengatakan sesuatu, “Makan malamnya tolong buatin sup juga, bi,” ucap Valerie.“Kemarin saya ke rumah sakit, dan kata dokter sekarang lagi banyak orang sakit, karen cuaca juga,” kata Valerie lagi.Bibi yang mendengar itupun lantas mengangguk paham. Mereka juga akan membuatkan sup panas untuk hidangan makan malam sebentar.Tetapi bibi baru tersadar bahwa dia belum menanyakan sesuatu, “Apa nyonya baik-baik saja?” tanya bibi yang terdengar khawatir.Valerie tersenyum seraya memberikan anggukan singkat, “Saya baik, hanya untuk berjaga-jaga,” jawab Valerie.Dia ingat bahwa kemarin dia juga meminta beberapa vitamin, “Ah iya, jangan lupa siapkan vitamin juga di rumah,” kata Valerie.Mereka mulai sibuk menyiapkan makanan, karena sebentar lagi sudah
Valerie menatap ke arah Sean yang kini sedang tertawa remeh yang tentu saja ditujukkan untuk dirinya. Dia menghetikan kegiatannya dan hanya menatap pria itu.“Saya membenci tempat itu,” ucap Sean. Dia menyandarkan tubuhnya dan mulai menceritakan sesuatu.Kini Valerie hanya bisa diam dan mendengarkan. Dia tidak ingin membuat keadaan menjadi semakin memburuk, hanya karena melihat tingkah Sean yang seperti itu.“Jika saya mengingatnya lagi, tempat itu adalah tempat sampah yang seharusnya tidak dikunjungi,” kata Sean lagi.Cukup sudah. Valerie mengepalkan tangannya ketika mendengar hal itu. Dia sudah tidak bisa lagi menahan diri, “Itu bukan tempat sampah,” ucap Valerie.Sean semakin tertawa begitu Valerie menyelesaikan kalimatnya, “Lalu, kamu bahkan tidak tahu apa yang terjadi didalamnya,” kata Sean.Semakin Valerie kukuh dengan ucapannya tentang tempat itu, semakin membuat
Jika biasanya Valerie mengenakan celana kantoran, maka kali ini berbeda. Hari ini dia mengenakan celana jeans berwarna hitam, dan blazer berwarna biru muda. Dia merubah gaya rambutnya menjadi model curly dan mengurainya. Kali ini penampilannya terlihat seperti berusia 20-an.“Baiklah, kamu harus bersikap acuh hari ini,” ucap Valerie sembari menatap pantulan wajahnya di cermin.Begitu selesai, dia bergegas untuk turun akan sarapan lebih dulu. Meski dia sudah tahu bahwa akan ada hal yang berbeda di meja makan, dia tetap tidak akan melewatkan sarapan paginya. Dia bukan tipe orang yang akan meluapkan emosi pada semua hal.Baru saja dia sampai di tangga, dari arah yang berlawanan tampak Sean yang berjalan hendak menuruni tangga sepertinya. Melihat itu, Valerie hanya bersikap acuh dan melanjutkan langkahnya, seolah dia tidak pernah menyadari keberadaan Sean.Sean yang saat itu menyadari keberadaan Valerie di tangga, lantas berniat un
Jika Valerie bisa berangkat ke kantor dengan tenang sembari berusaha untuk tidak memikirkan tentang masalah mereka semalam, maka Sean berbeda. Dia terus memilirkan semua kejadian itu ketika dalam perjalanan menuju kantor.Sean tidak tahu mengapa Valerie menjadi kesal ketika dia meminta agar tidak menyebutkan nama tempat itu. Tidak bisakah Valerie melihat bahwa dia terganggu karena mendengar nama tempat itu semalam.“Apa yang salah dengannya?” batin Sean.Seberapa banyakpun dia mencoba untuk memikirkan hal itu, dia masih tidak mengerti mengapa Valerie menjadi begitu kesal. Pasti ada sesuatu yang lain, sehingga membuat Valerie menjadi mengacuhkan dirinya.Jika dia tidak salah menebak, maka dia tahu bahwa alasan Valerie datang ke rumah sakit itu ialah untuk mendapatkan vitamin. Itu hanya vitamin biasa yang dia ketahui dapat dikonsumsi setiap hari. Hanya itu saja.Semakin dia memikirkannya, semakin membuatnya penasaran.
Ketika Valerie sedang berkendara menuju rumah, dia masih berusaha untuk tidak terlalu memikirkan Sean. Jika memang hubungan mereka terus saja memburuk, maka bisa jadi itu adalah pertanda bahwa mereka berdua memang tidak berjodoh.Jika itu benar, maka tidak ada gunanya terus bertahan, dan bersikap seolah semuanya akan berakhir dengan baik nantinya. Jika sejak awal tidak ada yang baik-baik saja, maka hingga akhir sekalipun tidak ada yang berbeda.Mereka berdua adalah dua orang asing yang tiba-tiba saja bertemu, dan cepat atau lambat mereka akan kembali menjadi asing seperti sebelumnya. Mungkin saja mereka memang ditakdirkan untuk saling bertemu, tetapi tidak bisa saling memiliki selamanya.“Lucu sekali hidupku,” ucap Valerie.Dia berhenti di lampu merah dan mengistirahatkan tangannya sebentar. Tetapi ketika itu, dia mendengar suara tawa anak kecil di sebelahnya. Ternyata di sampingnya ada pengendara motor bersama dengan istri dan
Karena mulai merasa lelah dengan semua beban di pikirannya, Sean lantas memutuskan untuk mandi dengan air dingin. Mungkin saja membiarkan air itu membasahi dirinya akan membuatnya menjadi lebih tenang.Akhirnya Sean beranjak ke kamar mandi dan melakukan hal tersebut. Dia menyalakan shower dan air dingin itu segera mengguyur tubuhnya. Hanya ini yang dapat dia lakukan untuk menenangkan diri sekarang.Beberapa saat berlalu dan kini Sean sudah selesai dengan ritual mandinya. Dia juga sudah berpakaian, dengan mengenakan celana pendek serta kemeja yang tangannya dia gulung hingga siku.Mungkin itu adalah kebiasannya, karena Sean sudah terbiasa mengenakan kemeja dan tidak pernah mengenakan baju kaos, bahkan ketika dia berada di rumah. Itu sudah menjadi kebiasaan dirinya sejak dulu.Kini Sean berjalan keluar karena waktu sudah menunjukkan jam makan malam. Dia bergegas turun ke lantai dasar dan berharap akan menemukan Valerie disana. Tetapi begitu
Sean perlahan menindih Valerie, tubuh mereka berdekatan begitu erat, hingga mereka bisa merasakan setiap detak jantung yang saling berirama. Tatapan Sean seolah mengatakan sesuatu yang mendalam, seolah-olah dia telah menunggu momen ini selama bertahun-tahun.“Tunggu, apa yang akan kamu lakukan?” tanya Valerie meski dia sudah tahu maksud keinginan Sean.“Aku akan melakukan hal yang seharusnya aku lakukan sejak lama,” balas Sean.Sean menatap Valerie dengan lekat. Dia semakin mendekatkan wajahnya, dan kedua tangannya bahkan menahan lengan Valerie di samping kepalanya."Babe... aku tidak bisa menahan diri lagi," ucap Sean dengan suara yang berat, penuh dengan keinginan yang selama ini ia pendam. "Tolong, jangan hentikan aku kali ini."Valerie tidak berkata apa-apa, hanya tersenyum lembut dan membelai wajah Sean dengan jemarinya. Sentuhan itu membuat Sean semakin tergoda. Dia mendekatkan wajahnya ke Valerie, dan dalam sekejap, bibir merek
Setelah pulang kerja, Valerie segera menelpon Sean untuk berbicara tentang rencana kepergiannya besok. Suara Sean terdengar berat di ujung telepon, dan Valerie merasakan kerinduan pria itu yang semakin mendalam."Hey, babe. Kamu masih di London?" tanya Valerie sambil meregangkan tubuhnya setelah seharian bekerja."Iya, babe. Masih ada beberapa urusan di sini," balas Sean dengan nada yang terdengar lelah namun hangat. "Ada apa? Kamu sudah merindukanku?" lanjutnya dengan nada menggoda.Valerie tersipu, merasa pipinya sedikit memerah mendengar kata-kata Sean yang selalu berhasil membuatnya tersipu. "Iya, aku merindukanmu,” jawab Valerie yang selalu bisa membuat jantung Sean berdetak lebih cepat. “Tapi aku punya undangan pernikahan besok," kata Valerie lagi, mencoba terdengar lebih tenang.Sean tiba-tiba menegakkan tubuhnya. Terdengar juga perubahan dalam nada suaranya. "Pernikahan? Kalau begitu, aku akan pulang sekarang juga," ucap Sean dengan tegas, tan
Ketika Valerie berada di kantor menjelang makan siang, dia mendapat panggilan dari Sean. Ponselnya bergetar di atas meja, dan seketika nama suaminya muncul di layar. Valerie mengangkat panggilan itu dengan senyuman kecil di wajahnya."Hey, babe," sapanya.Di seberang sana, Sean terdengar sedikit lesu. “Babe, aku kangen,” ucap Sean.Wajah Sean yang muncul di layar itu memang terlihat lesu. Dia menyugar rambutnya sembari mengerucutkan bibir.Valerie tertawa melihat itu. Dia menjepit rambutnya yang sejak tadi tergerai. Dia bahkan membuka kancing kemejanya hingga dua kancing, dan itu membuat Sean semakin panas sendiri.“Babe..” panggil Sean. “Aku tahu kamu sengaja memancingku,” lanjut Sean.Sean menatap dengan serius, dan berbicara lagi, “Aku akan kembali besok,” kata Sean.“Baiklah, babe,” balas Valerie.Sebenarnya ketika menelpon Valerie, dia memiliki ide lain. Jadilah dia kembali melan
Keesokan paginya, Sean bangun lebih awal dari biasanya, siap berangkat ke London seperti yang ia katakan semalam. Suasana pagi itu terasa hangat, meski keduanya tahu bahwa Sean akan pergi untuk beberapa hari. Valerie, seperti biasa, sudah bangun dan sibuk mempersiapkan keperluan Sean. Ia memilihkan pakaian, menata dasi, dan memastikan segala kebutuhan suaminya terpenuhi.Sean memandangi Valerie dari belakang. Ada perasaan hangat di dalam hatinya, meski ada sedikit kecemasan juga. Tanpa berpikir panjang, Sean mendekati Valerie yang tengah berdiri di depan cermin, merapikan rambutnya. Sean langsung memeluk pinggang Valerie dari belakang, menariknya ke dalam pelukannya dengan erat.Valerie yang sedikit terkejut, berhenti sejenak dan menatap Sean lewat pantulan di cermin. "Ada apa?" tanyanya, suaranya lembut tapi terdengar sedikit penasaran.“Sepertinya kamu masih marah kepadaku, babe,” ucap Sean dengan nada manja, sementara ia mengeratkan pelukannya. Valerie
Malam itu, Putra dan Clara akhirnya bertemu di taman yang sama, meski awalnya Clara hendak mencari Valerie. Ketika Clara tengah berjalan, Putra tiba-tiba menghentikan langkahnya dengan sebuah sapaan. “Hai!” sapa Putra dengan senyum di wajahnya.Clara yang mendengar sapaan itu terkejut. Dia langsung berusaha berbalik, namun Putra cepat menghentikannya. “Cla,” panggil Putra lagi dengan suara yang lebih lembut.Clara memutar tubuhnya kembali, terpaksa harus menatap Putra, lelaki yang sudah lama tidak dia temui. Putra tersenyum kikuk sambil menggaruk belakang kepalanya.“Lama tidak bertemu. Bagaimana kabarmu?” tanya Putra dengan nada yang terdengar lebih akrab dari sebelumnya.Clara berusaha untuk tetap tenang, meski dalam hatinya jantungnya berdetak sangat cepat. Dia tidak tahu harus mengatakan apa, namun dia berusaha menjaga ekspresinya tetap datar. "Yah, aku baik," jawab Clara dengan singkat.Putra menatap Clara
Sean mengambil ponselnya dan mengirim pesan singkat kepada Valerie, "Aku akan menjemputmu sore ini, babe."Di sisi lain Valerie yang saat itu sedang memeriksa laporan di komputernya, lantas menatap layar ponselnya yang menampilan pesan dari Sean. Begitu membacanya, Valerie hanya diam saja. Dia juga tidak langsung membalas. Sean menggenggam ponselnya dengan erat, menunggu jawaban istrinya. Tetapi hingga beberapa menit kemudian, masih tidak ada balasan dari Valerie. Akhirnya karena tidak tahan lagi, Sean lantas menelponnya. Panggilan itu berdering hingga beberapa detik. Pada panggilan pertama itu, Valerie memilih mengabaikannya. Hingga panggilan yang kedua, Valerie masih diam saja. “Entah apa yang dia rencanakan sekarang,” ujar Valerie.Ketika ponselnya kembali berdering pada panggilan yang ketiga, Valerie langsung menjawabnya.Menyadari bahwa pesannya sudah dijawab, Sean lantas berbicara dengan terburu-buru. “Babe.. Apa kamu sedang d
Ketika hari menjelang subuh, Sean terjaga dengan pikiran yang masih mengganjal tentang Valerie dan Clara. Dia menatap layar ponselnya, kemudian mengetik pesan yang ditujukkan kepada Putra.“Carikan informasi teman istriku bernama Clara. Sedetail mungkin,” tulisnya, lalu mengirim pesan itu tanpa ragu.Sean kembali berbaring di samping Valerie, meskipun masih tidak bisa menutup matanya setelah berjam-jam.Ketika matahari mulai terbit, Valerie menggeliat pelan dan merasakan sebuah tangan kekar memeluk pinggangnya. Dia menoleh ke belakang dan mendapati Sean yang sedang menutup matanya.Valerie berbalik untuk menatap pria itu sejenak, lantas menghembuskan napas pelan. Dia menyingkirkan lengan Sean, dan hendak beranjak.Hanya saja saat itu, Sean ternyata tidak benar-benar terlelap. Dia menarik Valerie lebih dekat dalam pelukannya, dan meletakkan dagunya di bahu Valerie.“Selamat pagi, babe,” ucap Sean.Valerie mengusap rambut Sean
Setelah membayar belanjaan, Valerie dan Clara mengantri untuk membayar di kasir. Antrian cukup panjang sore itu, membuat keduanya harus berdiri lebih lama dari yang diharapkan. Clara mencoba mengalihkan perhatian dengan membicarakan hal-hal ringan. "Val, kamu yakin Putra tidak akan muncul tiba-tiba lagi?" tanya Clara dengan sedikit khawatir, mengingat pertemuan singkat mereka sebelumnya yang sudah cukup membuatnya gugup.Valerie tersenyum menenangkan, menepuk punggung Clara dengan lembut. "Jika dia datang, bukankah itu lebih baik?” ucap Valerie.Dia sengaja tidak mengatakan bahwa dia sudah meminta Sean untuk datang bersama dengan Putra tadi. Semoga saja Sean benar mendengarkan permintaannya.Clara terdiam sejenak, dan tentu saja hatinya masih berdebar kencang. Sesaat setelah selesai membayar belanjaan, Valerie melihat Sean mendekat ke arah mereka, namun kali ini dia sendirian.“Babe..” panggil Sean sembari tersenyum dengan begitu tampan.Ha
Sore itu, jam menunjukkan hampir pukul empat, dan Valerie serta Clara memutuskan untuk pergi lebih awal dari kantor. Mereka berencana memeriksa penjualan produk mereka di sebuah supermarket, seperti yang sudah dijadwalkan sebelumnya. Valerie membereskan barang-barangnya, memastikan tidak ada yang tertinggal. Sesekali dia melirik ke arah Clara yang tampak terburu-buru, seolah ingin cepat keluar dari ruangannya."Kenapa tergesa-gesa? Tenang saja, supermarketnya tidak akan ke mana-mana," canda Valerie, menatap sahabatnya dengan senyum simpul.Clara tertawa kecil. "Aku cuma ingin cepat menyelesaikan ini dan pulang. Rasanya aku butuh istirahat." balas Clara.Karena sebelumnya Valerie sudah membawa tas dan barang-barangnya ke ruangan Clara, jadilah dia tidak perlu lagi kembali ke ruangannya. Mereka berdua lantas keluar dari kantor, dan melangkah menuju mobil Valerie. Hanya saja di sela perjalanan mereka, Valerie baru teringat akan sesuatu. Dia