Valerie duduk dengan santai sembari menatap Sean yang sedang fokus dengan pekerjaannya. Jika saja dia tahu bahwa dirinya akan berada lama disana, dia pasti akan membawa cemilan tadi. Setidaknya dia tidak perlu berdiam diri karena tidak melakuka apapun.
Ternyata Sean yang sedang sibuk dengan pekerjaannya itu, juga menyadari bahwa Valerie menatapnya sejak tadi. “Ada apa?” tanya Sean. “Kamu tidak sedang memikirkan hal aneh tentang saya, kan?” lanjut Sean lagi.“Iya,” balas Valerie cepat sembari menganggukan kepalanya. Entah karena merasa bosan atau karena pikirannya yang sedang memikirkan makanan, sehingga dia tidak begitu fokus dengan perkataan Sean.Sean yang hendak memeriksa sesuatu itupun kini menghentikan gerakannya. “Jangan memikirkan hal yang aneh,” kata Sean. Dia berusaha untuk terlihat tenang, tetapi sebenarnya dia menjadi grogi karena tatapan Valerie.“Itu tidak aneh. Aku seharusKeesokan harinya, Valerie berangkat ke kantor lebih dulu. Dia harus melakukan beberapa pekerjaan hari ini, dan akan mengunjungi Ayahnya nanti. Hari ini adalah hari ulang tahun Ayahnya, dan Valerie akan merayakannya nanti.Seharusnya Valerie mengatakan kepada Sean semalam, bahwa dia akan pergi ke rumah Ayahnya untuk merayakan ulang tahun sang Ayah. Tetapi begitu mendengar ucapan Sean semalam, Valerie lantas berubah pikiran. Sean masih tidak menghormati Ayahnya, jadi mengapa dia harus peduli apalagi sampai merayakan ulang tahun bersama.“Ah, andai saja dia tidak keras kepala,” ujar Valerie.Sore harinya ketika Valerie sudah selesai dengan semua pekerjaan kantor, dia lantas bergegas untuk pergi. Dia harus membeli hadiah dan juga kue ulang tahun. Jadilah Valerie segera bergegas dan menuju parkiran.Awalnya Clara mengirimkan pesan semalam dan mengatakan bahwa dia ingin bertemu. Tetapi ketika siang hari, dia malah memiliki jadwal men
Valerie memberikan sebuah kado berukuran besar kepada Ayahnya. Jika dilihat dari bentuknya, maka itu adalah sebuah bingkai foto berukuran besar.“Apa ini?” tanya Tio sembari memegang hadiah tersebut.“Hadiah,” jawab Valerie. Dia sudah bisa menebak reaksi Ayahnya ketika melihat isi bingkisan itu nanti.Tio tersenyum sembari memperhatikan bingkisan itu sejenak, “Tolong ambilin gunting,” ucap Tio yang sudah berniat untuk membuka hadiahnya.“Siap bos,” balas Valerie. Dia beranjak dan segera menuju laci meja untuk mengambil gunting. Semua tempat di rumah itu tidak pernah berubah sedari dulu, dan itu memudahkan Valerie untuk menemukannya.Begitu mendapatkan benda yang diinginkan, Valerie lantas memberikannya, “Terimakasih,” ucap Tio. “Terimakasih untuk hadiahnya juga,” kata Tio lagi.Valerie mengangguk dan memberikan kedua jempolnya. “Ayo dibuka,&
Ketika Valerie pulang ke rumah keesokan harinya, dia mendapati Sean yang sepertinya baru saja datang dari arah ruang kerja. Valerie memang baru kembali pada jam makan malam, karena lebih dulu makan di luar.Sean yang melihat kedatangan Valerie juga langsung mendekat ke arahnya, “Baru pulang?” tanya Sean singkat.Valerie menganggukan kepalanya singkat sebagai jawaban. Padahal Valerie sudah berharap semoga dia tidak bertemu dengan Sean ketika sampai di rumah nanti. Kini dia juga harus berhenti untuk mendengarkan pria itu.Saat itu, Sean menyadari bahwa Valerie tidak begitu ingin berbicara dengan dirinya. Andai saja dia tahu bahwa Sean tidak bisa tidur semalaman setelah mereka berbicara di telepon, bahkan dia belum mengisi perutnya sejak pagi karena Valerie tidak ada di rumah.“Apa saya melakukan kesalahan?” tanya Sean. Dia seharusnya memang langsung bertanya, dan semoga Valerie mengatakan dimana letak kesalahan yang s
“Tunggu,” ucap Sean yang kembali mencegah Valerie. Padahal itu adalah jawaban yang dia harapkan sejak tadi, tetapi Valerie terus saja menghindar untuk menjawab.“Kenapa kamu baru mengatakannya,” ucap Sean yang kini sudah mendekat lagi ke arah Valerie. Dia tidak suka jika berbicara dengan jarak yang jauh seperti itu.“Karena itu memang bukan urusan kamu,” jawab Valerie.Baru saja Valerie akan melangkah pergi, tiba-tiba saja dia mendengar sebuah suara yang aneh saat itu. Akhirnya dia berhenti dan menatap ke arah Sean, “Kamu belum makan?” tanya Valerie.Saat itu, dia menyadari bahwa perut Sean berbunyi meski itu tidak begitu nyaring. Hanya saja dia masih bisa mendengarnya dengan jelas.Sean yang ditanya seperti itupun hanya bisa tersenyum malu sembari menggaruk tengkuk lehernya yang sama sekali tidak gatal saat itu. Bahkan Valerie yang sejak tadi bersikap datar, kini mulai tertawa.
Saat ini, Valerie sedang berada di kantornya. Dia baru saja selesai melakukan sesuatu pekerjaan, dan kini hanya perlu memeriksa beberapa berkas. Dia juga tidak memiliki janji temu yang lain hari ini.Ketika dia sedang membolak balikan sebuah berkas, seseorang tiba-tiba saja mengetuk pintu ruangannya. Valerie menatap ke arah pintu itu tanpa mengatakan apapun, begitu melihat pintu itu sudah dibuka.“Permisi Bu,” sapa Nana.Tentu saja Nana bisa melakukan hal itu, terutama ketika tidak ada tamu di dalam ruangan Valerie. Jadi ketika melihat si pengetuk langsung membuka pintu, Valerie tidak perlu lagi memintanya untuk masuk.“Mari duduk dulu,” ucap Valerie seraya mempersilahkan Nana untuk duduk. Mungkin saja dia hendak memberitahukan beberapa jadwal untuk dilakukan nanti.Begitu Nana duduk, dia lantas berbicara, “Ini bu, berkas yang ibu minta pagi tadi,” kata Nana. Kini dia menyerahkan sebuah dokume
“Dimana rumah sakitnya?” tanya Valerie sembari menyetir.“Gardenia,” balas Nana.Valerie terdiam sejenak ketika mendengar nama itu, “Apa namanya?” ucap Valerie lagi seraya mencoba untuk memastikan pendengarannya.“Itu, Rumah Sakit Gardenia,” kata Nana mengulang ucapannya tadi.Kini Valerie mulai teringat akan sesuatu. Dia mengemudikan mobilnya tetapi pikirannya tidak bisa terlepas dari semua itu. Tempat itu, dia tidak mungkin melupakanya begitu saja. Ada terlalu banyak kenangan penting disana.Tidak lama setelah mereka berkendara, kini mereka sudah sampai di tempat yang dituju. Valerie memarkirkan mobilnya dan bergegas turun. Mereka juga tidak lupa mengeluarkan hadiah yang sudah dibeli tadi, dan berjalan masuk.Valerie menatap bangunan yang menjulang tinggi dan tampak sangat terawat itu sejenak. Meski lebih indah, tetap saja dia masih bisa membayangkan tempat itu dengan
Malam itu Valerie sudah berada di rumah, dan dia akan mengerjakan sesuatu di ruang kerja. Dia sengaja membawa sebuah dokumen agar dia bisa lanjut mengerjakannya begitu berada di rumah.Karena sudah berniat untuk bekerja, Valerie lantas turun dengan membawa dokumen tersebut. Mungkin saja malam ini dia akan istirahat lebih larut, atau jika dia selesai lebih cepat, maka dia bisa langsung tidur.“Dimana Sean?” ucap Valerie di sela-sela perjalanannya.Jika Sean sudah tidak terlihat disana, maka hanya ada dua tempat yang akan di datangi pria itu. Jika bukan ke kamar, maka dia pergi ke ruang kerja. Pekerjaan CEO memang serumit itu, sehingga dia terus berada di ruang kerja setiap hari.Ketika tiba di ruangan kerjanya, Valerie lantas bergegas masuk. Seperti dugaannya tadi, kini dia bisa melihat Sean yang sedang melakukan sesuatu dengan laptopnya. Sudah bisa ditebak bahwa dia sedang bekerja.“Kamu akan bekerja?” ta
Meskipun sudah mendengar jawaban Valerie, Sean tetap saja beranjak dan mendekat ke arah istrinya itu. Dia tidak akan puas hanya karena jawaban singkat Valerie.“Aku sudah bilang kalau aku baik-baik saja,” ucap Valerie lagi.Kini Valerie bisa melihat Sean dengan lekat, karena pria itu menunduk ke arahnya. Sean mengulurkan tangannya dan memeriksa dahi Valerie. Karena sudah seperti itu, akhirnya Valerie tidak lagi menolak dan membiarkan Sean menyentuh dahinya.Begitu Sean menjauhkan tangannya, Valerie lebih dulu melepas kacamata yang dia kenakan sejak tadi, “Aku baik-baik saja,” ucap Valerie seraya menatap Sean.Valerie menjauhkan kursinya karena kursi itu memang beroda. Jadi dia hanya perlu mendorong sedikit agar bisa memberikan jarak diantara mereka.Melihat Valerie yang mendorong kursinya menjauh, membuat Sean menegakkan tubuhnya lagi, “Apa kamu baru saja menghindari saya?” tanya Sean.