Jeremy menatap mereka. "Jadi menurut kalian, kalau aku mempekerjakan karyawan baru, maka aku harus melalui persetujuan para petinggi dulu?""Bukan begitu."Vina yang berada di belakang merasa Jeremy menyinggung tentang dirinya, dia pun berkata, "Halo semuanya, aku adalah karyawan baru di sini, namaku Vina. Senang bertemu dengan kalian semua."Mata semua orang pun tertuju pada Vina.Mereka berpikir, anak dari mana ini, beraninya dia berbicara di sini.Saat orang-orang menatap dirinya, Vina malah semakin berani, dia pun lanjut berkata, "Pemimpin di sini adalah Pak Jeremy, kali ini Pak Jeremy mengadakan rapat untuk menghormati semua orang di sini, karena pada akhirnya semua keputusan ada di tangan Pak Jeremy. Tujuan Pak Jeremy tentu saja untuk kepentingan perusahaan, kalian ikut dengan Pak Jeremy pasti karena telah melihat kemampuannya, bagaimana mungkin kalian masih ragu dengan pilihannya, atau jangan-jangan kalian memiliki niat lain?"Setelah mendengar ini, Jeremy menyipitkan matanya.P
Mata Jeremy yang gelap terlihat sinis. "Ketemu orangnya dari mana?"Cepat sekali Thasia mencari penggantinya.Selanjutnya wanita ini akan meninggalkannya.Jeremy saja belum setuju, tapi Thasia sudah mengatur semuanya dengan baik!Thasia masih merasa bingung dirinya salah apa sehingga membuat Jeremy marah, dia tidak kepikiran alasannya.Thasia ingin mendorong pihak lawan. "Dari kumpulan orang yang melamar ke sini. Pak Jeremy nggak suka sekretaris baru itu?""Kalau kamu nggak mau kerja lagi, aku akan mengizinkanmu berhenti. Kamu bisa diam di rumah dan fokus menjadi istriku," kata Jeremy dengan nada dingin.Jari Jeremy sedikit mengeluarkan tenaga, sehingga wajah Thasia mau tak mau pun terangkat. Saat itu, di mata mereka terpancar sosok satu sama lain.Thasia berkata dengan tidak senang, "Kenapa? Kamu merasa aku nggak mau bekerja, hanya ingin di rumah menjadi istrimu? Kamu lupa perkataanmu setelah kita menikah? Harus sadar diri, jangan sampai kelewatan batas, setelah masa kontrak tiga tahu
"Bisa jadi. Tapi wajah dan tubuh Bu Thasia memang menggoda!"...Thasia tidak tahu bahwa dirinya sedang diperhatikan.Karena dia sedang fokus melakukan apa yang dikatakan Jeremy tadi, melatih Vina melakukan pekerjaannya dengan baik.Vina berjalan di sisinya, dia tahu hari Thasia sedang tidak enak badan, jadi dia pun berusaha untuk menggantikannya minum bir jika diajak bersulang.Vina lumayan pandai minum, jadi dia melakukannya dengan lugas.Thasia tidak minum bir, jadi bisa dibilang Vina yang menggantikannya minum sudah lumayan membantu pekerjaan Jeremy.Semua pertanyaan yang diajukan oleh mitra kerja sama dijawab oleh Vina dengan baik, bahkan pihak lawan merasa kagum dan memuji Jeremy."Pak Jeremy, dari mana kamu mendapatkan karyawan sepintar ini?""Pak Lorenzo, apakah Anda pernah mendengar istilah batu yang diasah pasti akan menghasilkan barang bagus?" Perkataan Vina membuat suasana menjadi lebih santai.Vina mengumpamakan dirinya sebagai batu, sedangkan Thasia dan Jeremy yang mengas
Tangan Thasia tiba-tiba ditarik dengan kuat ke belakang.Detik berikutnya tubuh Thasia masuk ke dalam pelukan seseorang.Aroma mint dicampur dengan alkohol dan tembakau tercium olehnya, seketika napas Thasia menjadi berat."Vincent, aku masih belum mati."Suara bernada dingin terdengar dari atas kepala Thasia.Vincent, yang melihat Jeremy merasa terkejut, begitu banyak orang menggosipkan Thasia, termasuk Jeremy yang membawa orang baru.Pada akhirnya!Jeremy malah melindungi Thasia?Tidak peduli bagaimanapun, saat ini paling penting dia harus menjelaskan keadaan tadi pada Jeremy.Vincent menatap kedua mata gelap Jeremy sambil tersenyum menyanjung. "Pak Jeremy, meski kita sudah nggak bekerja sama lagi, nggak ada yang tahu hari esok."Jeremy tidak menjawabnya, bibirnya tipisnya tertutup membentuk garis lurus.Kedua matanya menatap dengan dingin.Thasia sadar Jeremy sudah marah.Thasia menelan air ludahnya, dia berpikir untuk mengatakan sesuatu, tapi Jeremy malah mengambil botol bir, lalu
"Tadi kenapa kamu menghalangiku?" tanya Jeremy dengan kesal.Jeremy tidak menahan amarahnya yang sudah membeludak, dia pun menarik Thasia hingga ke atas tubuhnya. Wanita itu masih belum bereaksi, tapi tangan besar Jeremy sudah mengurungnya.Thasia berkata dengan suara serak, "Bagaimanapun Vincent itu CEO sebuah perusahaan, seperti kata pihak lawan, kalian mungkin saja ke depannya akan melakukan kerja sama. Lagi pula, tadi ada banyak orang, kalau kamu memukulnya, kamu akan menjadi cercaan ....""Apakah aku harus membiarkan orang lain menggoda istriku di depan mataku?"Sebelum Thasia selesai bicara, Jeremy sudah memotongnya dengan nada dingin, senyuman pria itu terlihat mengerikan, kedua mata hitamnya menatap dengan sangat sinis.Thasia tidak berani melihatnya. "Pernikahan kita juga nggak diketahui orang-orang."Pernikahan mereka telah disembunyikan dan masa kontraknya selama tiga tahun juga sudah habis. Jika Thasia tidak bilang, Jeremy juga tidak akan menyuruh media menyebarkannya, jadi
Jeremy segera mendorong Thasia menjauh dan mengangkat telepon.Thasia berada di sampingnya, jadi dia bisa mendengar Lisa berkata, "Jeremy, aku takut ... apakah kamu bisa ke sini? Sepertinya aku melihat Ella, ah!"Tut, tut!Setelah Lisa berteriak dengan ketakutan, panggilan itu pun terputus.Jeremy segera menyimpan ponselnya sambil berkata pada sopir, "Antar aku ke rumah sakit dulu, lalu antar Thasia ke Vila Anggrek."Nada bicara Jeremy terdengar tegas."Baik."Sopir itu mengikuti perintah Jeremy dan mengganti rute mereka.Tidak sampai 40 menit, sopir sudah menghentikan mobil di depan rumah sakit.Jeremy pun menoleh pada Thasia yang duduk di samping, dia berkata dengan datar, "Nanti malam aku akan pulang, aku harap saat pulang nanti aku akan melihatmu!"Pria itu bukan memintanya, tapi memerintahnya.Setelah berkata seperti itu Jeremy segera berjalan pergi.Thasia menatap punggung pria itu yang dingin, dia merasa pemandangan ini sangat menyakitkan, membuat hatinya hancur. Tubuhnya seakan
Jeremy mengerutkan alisnya, dia berjalan mendekati Lisa. "Jangan berpikir yang nggak-nggak, Ella yang cari mati sendiri, nggak ada hubungannya denganmu, untuk apa kamu sampai ketakutan seperti ini?"Lisa diam-diam meremas tangannya, dia menunduk sambil bergumam, "Bagaimanapun dia juga manusia, aku sudah melihatnya jatuh dengan mata kepalaku sendiri, mana mungkin aku berpura-pura nggak melihatnya .... Jeremy, nyawa orang itu ternyata sangat lemah, ya!""Semua hal pasti ada balasannya, kalau kamu begini terus, aku akan mencarikanmu ahli psikolog." Jeremy berdiri tidak jauh dari Lisa, tingginya 188 cm, tatapannya yang mengarah ke bawah pada Lisa terlihat dingin, bahkan juga terasa sedikit asing.Lisa merasa panik, dia pun berkata dengan histeris, "Nggak mau, Jeremy, jangan cari ahli psikolog, kalau kamu panggil ahli psikolog, bagaimana dengan syutingku? Bagaimana bisa ada artis yang gila? Aku sudah nggak bisa menjadi penyanyi lagi seperti dulu, aku nggak mau satu-satunya cara agar aku bis
Detik berikutnya Ricky segera berdiri.Dia berjalan mendekati Jeremy, mengulurkan tangan, ingin memeriksa denyut nadi pria itu.Jeremy segera menghindar. "Carikan ahli psikolog yang bagus untuk Lisa."Mendengar pria itu ingin membahas hal yang berhubungan dengan Lisa, Ricky pun terlihat tidak senang. "Kak, kamu sudah menikah selama tiga tahun! Kalau kamu masih bersikap seperti ini, kamu nggak takut Thasia salah sangka?"Jeremy berkata dengan datar, "Hanya membantunya saja."Dirinya selalu menjaga jarak dengan Lisa.Ricky merasa tidak percaya, dia pun tertawa. "Hubungan suami istri biasanya dimulai dari saling membantu. Kalau sudah menikah berarti kalian berjodoh, hargailah dia!"Ricky menepuk bahu Jeremy.Kali ini Ricky cukup banyak berkomentar.Jeremy mengiyakannya, ekspresinya masih datar.Kalau Jeremy sudah datang dan berkata seperti ini, tidak mungkin Ricky tidak membantunya.Saat Ricky sedang membantunya menghubungi ahli psikolog, Jeremy juga menatap layar ponselnya.Tidak ada per