Detik berikutnya Ricky segera berdiri.Dia berjalan mendekati Jeremy, mengulurkan tangan, ingin memeriksa denyut nadi pria itu.Jeremy segera menghindar. "Carikan ahli psikolog yang bagus untuk Lisa."Mendengar pria itu ingin membahas hal yang berhubungan dengan Lisa, Ricky pun terlihat tidak senang. "Kak, kamu sudah menikah selama tiga tahun! Kalau kamu masih bersikap seperti ini, kamu nggak takut Thasia salah sangka?"Jeremy berkata dengan datar, "Hanya membantunya saja."Dirinya selalu menjaga jarak dengan Lisa.Ricky merasa tidak percaya, dia pun tertawa. "Hubungan suami istri biasanya dimulai dari saling membantu. Kalau sudah menikah berarti kalian berjodoh, hargailah dia!"Ricky menepuk bahu Jeremy.Kali ini Ricky cukup banyak berkomentar.Jeremy mengiyakannya, ekspresinya masih datar.Kalau Jeremy sudah datang dan berkata seperti ini, tidak mungkin Ricky tidak membantunya.Saat Ricky sedang membantunya menghubungi ahli psikolog, Jeremy juga menatap layar ponselnya.Tidak ada per
Jeremy tidak terlalu memedulikannya, dia malah tersenyum sinis dan berkata, "Kebaikan sesaat nggak bisa menghapus semua perbuatan jahat yang telah dilakukan."Setelah berkata seperti itu, Jeremy tidak menoleh lagi dan langsung berjalan ke atas melewati Yasmin.Wajah Yasmin memerah.Jika begini terus, lama-kelamaan posisi nyonya besar Keluarga Okson akan menjadi milik Thasia.Tidak hanya Kakek Okson yang menyukai Thasia, tapi sekarang Jeremy juga begitu.Tidak bisa.Hal itu tidak boleh terjadi!Seketika tatapan Yasmin menunjukkan makna licik....Thasia sudah sampai di apartemennya Sabrina.Sekali melihat, Sabrina sudah tahu bahwa suasana hati Thasia sedang buruk, wanita itu terlihat tidak fokus."Kalau sudah bercerai, maka kamu harus berpikir dengan lapang dada, perasaan itu juga akan berlalu, kamu harus belajar untuk berpikir terbuka. Kalau belum bercerai, maka kamu harus berpikir bagaimana caranya agar kamu bisa bercerai secepat mungkin."Sabrina membawa Thasia duduk di sofa, lalu me
"Selain datang ke tempatmu, Thasia bisa pergi ke mana lagi?"Suara Jeremy terdengar tegas, bahkan juga dingin.Thasia langsung terduduk.Dia baru sadar sekarang sudah pagi.Sabrina berkata dengan menyindir, "Jeremy, kamu nggak merasa perkataanmu ini terdengar konyol?"Thasia tidak sedang bermimpi, Jeremy benar-benar datang ke sini.Thasia segera turun dari ranjang dan berjalan keluar.Dia melihat Jeremy dan Sabrina sedang berdiri berhadapan di ruang tamu. Jeremy hari ini memakai kemeja berwarna abu. Tingginya Sabrina hanya 160 cm, jadi tinggi badannya hanya sampai setengah kepala pria itu."Jeremy, kalau kamu datang untuk mengabulkan permintaanku, maka aku akan pulang denganmu." Thasia menutup bibirnya, setelah berkata seperti itu dia berjalan ke arah Jeremy.Jeremy dan Sabrina secara bersamaan menatap ke arah Thasia.Jeremy menatap baju tidur yang dipakai Thasia.Gambarnya kartun doraemon, seketika tatapan mata Jeremy menjadi lebih gelap.Selama Thasia bersamanya, wanita itu tidak per
Pria ini terkadang lembut, terkadang kejam.Namun, dia tidak membahas tentang cerai.Thasia ingin menarik tangannya, tapi pegangan pria itu menjadi lebih kuat. "Thasia, jangan melawan."Thasia merasa lebih sedih lagi. "Kenapa aku nggak boleh melawan? Kalau pemikiranmu sama dengan ibumu, maka aku akan mengembalikan uang 20 miliar itu.""Thasia, dari mana kamu dapat uang 20 miliar?"Jeremy tidak percaya padanya.Saat ini mobil pun perlahan-lahan melaju.Pintunya dikunci mati oleh sopir, jadi Thasia tidak bisa membukanya.Thasia berkata dengan serak, "Sekarang nggak ada, tapi aku bisa cari."Jeremy pun tertawa. "Kamu mau cari di mana? Kalau kamu berhenti dari PT Okson, menurutmu siapa yang mau menerimamu? Kamu mau memberiku satu bulan berapa duit?"Sebelum Thasia menjawab Jeremy sudah berkata, "Kamu rencananya mau berapa lama baru bisa mengambalikan 20 miliar itu?"Thasia terdiam.Dia masih belum memikirkan masalah ini.Karena Jeremy bertanya, dia pun berpikir untuk kerja paruh waktu atau
Thasia berkata dengan datar, "Aku harus menuruti katamu, nggak membuat Bibi kesal, juga harus membuat ibumu senang, bagaimana denganku?"Jeremy merasa sedikit kesal. "Thasia, jangan lupa perkataanmu pada Kakek waktu itu, kamu bilang ingin menikah denganku."Thasia jadi teringat pada uang 20 miliar, teringat pada saham itu.Kepalanya terasa sakit, jantungnya seakan-akan diremas oleh sepasang tangan yang kasat mata.Seketika napasnya menjadi sesak.Dia tidak ingin membahas masalah ini lagi dengan Jeremy, dia bersandar pada jendela dan menutup matanya.Jeremy juga terdiam, dia berpikir Thasia kelelahan.Tidak lama kemudian, sopir sudah menghentikan mobil di Vila Anggrek.Jeremy awalnya tidak ingin membangunkan Thasia, membiarkannya tidur sebentar lagi. Namun, siapa sangka wanita itu malah segera membuka pintu mobil.Melihat Thasia melangkah dengan tegak, Jeremy pun sadar akan sesuatu. Thasia tadi tidak mengantuk, hanya malas saja meladeni dirinya.Jeremy merapatkan bibirnya, lalu berjalan
Meski Karen sudah berumur, tapi tingkahnya masih sama seperti anak muda, dia lebih suka orang lain memanggilnya "Nona Karen".Jeremy melihat Karen dan Thasia berjalan semakin menjauh, dia pun akhirnya memakai topeng. Dia memilih topeng berwarna perak disertai garis berwarna emas.Saat Jeremy berjalan masuk Karen sudah membawa Thasia ke lantai dua.Lantai dua hanya memiliki satu area, balkonnya berada di dalam, bukan di luar, jadi saat melihat ke bawah, mereka bisa melihat pemandangan seluruh aula dari sana.Di lantai dansa ada banyak orang, mereka memakai baju pesta, semua anak muda memperlihatkan bentuk tubuh mereka yang indah.Thasia tidak mengerti tujuan Karen mengadakan pesta ini."Minum jus dulu. Malam ini aku akan membantumu menguji Jeremy sialan itu." Karen memberikan Thasia jus, lalu dia tersenyum, tapi senyumannya terlihat mengerikan.Meski Jeremy sudah bilang, pria itu menikahi Thasia demi mendapat saham Kakek Okson, Karen tetap tidak percaya. Mereka sudah menjadi suami istri
Perhatian Jeremy dan Thasia ditarik oleh suara itu.Kemudian terlihat seorang wanita memakai gaun berwarna pink. Tubuhnya cukup tinggi, kulitnya juga putih, rambutnya disanggul tinggi, seluruh tubuhnya mengeluarkan aura cemerlang. Pihak lawan memakai topeng perak mengilap, dia berjalan dengan cepat ke arah Jeremy.Topeng wanita itu hampir sama dengan topeng yang dipakai Jeremy.Yang paling penting adalah, saat wanita itu tiba di depan Jeremy, tinggi badan mereka kurang lebih sama.Walau Jeremy menggunakan topeng, pihak lawan masih bisa mengenalinya, kelihatannya wanita itu cukup akrab dengan Jeremy."Siapa kamu?"Jeremy mengerutkan alisnya.Jeremy yakin wanita di depannya ini bukan Thasia.Jeremy tidak tahu sebenarnya apa yang direncanakan bibinya itu.Dia lebih tidak tahu lagi bahwa Thasia sedang melihat kejadian ini.Wanita itu tersenyum pada Jeremy. "Jeremy, kamu nggak perlu tahu siapa aku, bisakah aku berdansa denganmu? Hari ini Bibi yang mengadakan pesta, jadi aku harus memanfaatk
Thasia terdiam, entah kenapa reaksi Jeremy menjadi berlebihan."Sudah merasa enakkan?" tanya Thasia lagi padanya.Jeremy yang mendengar ucapan Thasia, merasa bahwa dirinya telah salah sangka, dia merapatkan bibirnya, menutup mata, lalu menjawab. "Hmm, sudah enakkan."Jeremy tahu Thasia sedang mengalihkan pembicaraan, dia hanya diam saja.Thasia terus memijatnya, tangannya terasa pegal.Setelah merasakan napas Jeremy menjadi lebih teratur, Thasia menghentikan gerakannya, lalu mengambil selimut untuk pria itu.Saat Thasia berjalan keluar dari kantor, dia bertemu dengan Vina."Kak Thasia."Saat Vina melihatnya, tanpa sadar gadis itu menyapanya.Thasia berada di dalam kantor Jeremy selama satu jam lebih.Setelah kejadian di pesta kemarin malam, saat Jeremy melemparkan botol bir ke kepala Vincent, mereka pun bisa menebak bahwa ada sesuatu antara Thasia dan Jeremy.Thasia mengangguk dan kembali ke kantornya.Sabrina mengiriminya pesan, "Bagaimana? Kamu mau melakukan saran dariku?"Thasia mem