Thasia berkata dengan datar, "Aku harus menuruti katamu, nggak membuat Bibi kesal, juga harus membuat ibumu senang, bagaimana denganku?"Jeremy merasa sedikit kesal. "Thasia, jangan lupa perkataanmu pada Kakek waktu itu, kamu bilang ingin menikah denganku."Thasia jadi teringat pada uang 20 miliar, teringat pada saham itu.Kepalanya terasa sakit, jantungnya seakan-akan diremas oleh sepasang tangan yang kasat mata.Seketika napasnya menjadi sesak.Dia tidak ingin membahas masalah ini lagi dengan Jeremy, dia bersandar pada jendela dan menutup matanya.Jeremy juga terdiam, dia berpikir Thasia kelelahan.Tidak lama kemudian, sopir sudah menghentikan mobil di Vila Anggrek.Jeremy awalnya tidak ingin membangunkan Thasia, membiarkannya tidur sebentar lagi. Namun, siapa sangka wanita itu malah segera membuka pintu mobil.Melihat Thasia melangkah dengan tegak, Jeremy pun sadar akan sesuatu. Thasia tadi tidak mengantuk, hanya malas saja meladeni dirinya.Jeremy merapatkan bibirnya, lalu berjalan
Meski Karen sudah berumur, tapi tingkahnya masih sama seperti anak muda, dia lebih suka orang lain memanggilnya "Nona Karen".Jeremy melihat Karen dan Thasia berjalan semakin menjauh, dia pun akhirnya memakai topeng. Dia memilih topeng berwarna perak disertai garis berwarna emas.Saat Jeremy berjalan masuk Karen sudah membawa Thasia ke lantai dua.Lantai dua hanya memiliki satu area, balkonnya berada di dalam, bukan di luar, jadi saat melihat ke bawah, mereka bisa melihat pemandangan seluruh aula dari sana.Di lantai dansa ada banyak orang, mereka memakai baju pesta, semua anak muda memperlihatkan bentuk tubuh mereka yang indah.Thasia tidak mengerti tujuan Karen mengadakan pesta ini."Minum jus dulu. Malam ini aku akan membantumu menguji Jeremy sialan itu." Karen memberikan Thasia jus, lalu dia tersenyum, tapi senyumannya terlihat mengerikan.Meski Jeremy sudah bilang, pria itu menikahi Thasia demi mendapat saham Kakek Okson, Karen tetap tidak percaya. Mereka sudah menjadi suami istri
Perhatian Jeremy dan Thasia ditarik oleh suara itu.Kemudian terlihat seorang wanita memakai gaun berwarna pink. Tubuhnya cukup tinggi, kulitnya juga putih, rambutnya disanggul tinggi, seluruh tubuhnya mengeluarkan aura cemerlang. Pihak lawan memakai topeng perak mengilap, dia berjalan dengan cepat ke arah Jeremy.Topeng wanita itu hampir sama dengan topeng yang dipakai Jeremy.Yang paling penting adalah, saat wanita itu tiba di depan Jeremy, tinggi badan mereka kurang lebih sama.Walau Jeremy menggunakan topeng, pihak lawan masih bisa mengenalinya, kelihatannya wanita itu cukup akrab dengan Jeremy."Siapa kamu?"Jeremy mengerutkan alisnya.Jeremy yakin wanita di depannya ini bukan Thasia.Jeremy tidak tahu sebenarnya apa yang direncanakan bibinya itu.Dia lebih tidak tahu lagi bahwa Thasia sedang melihat kejadian ini.Wanita itu tersenyum pada Jeremy. "Jeremy, kamu nggak perlu tahu siapa aku, bisakah aku berdansa denganmu? Hari ini Bibi yang mengadakan pesta, jadi aku harus memanfaatk
Thasia terdiam, entah kenapa reaksi Jeremy menjadi berlebihan."Sudah merasa enakkan?" tanya Thasia lagi padanya.Jeremy yang mendengar ucapan Thasia, merasa bahwa dirinya telah salah sangka, dia merapatkan bibirnya, menutup mata, lalu menjawab. "Hmm, sudah enakkan."Jeremy tahu Thasia sedang mengalihkan pembicaraan, dia hanya diam saja.Thasia terus memijatnya, tangannya terasa pegal.Setelah merasakan napas Jeremy menjadi lebih teratur, Thasia menghentikan gerakannya, lalu mengambil selimut untuk pria itu.Saat Thasia berjalan keluar dari kantor, dia bertemu dengan Vina."Kak Thasia."Saat Vina melihatnya, tanpa sadar gadis itu menyapanya.Thasia berada di dalam kantor Jeremy selama satu jam lebih.Setelah kejadian di pesta kemarin malam, saat Jeremy melemparkan botol bir ke kepala Vincent, mereka pun bisa menebak bahwa ada sesuatu antara Thasia dan Jeremy.Thasia mengangguk dan kembali ke kantornya.Sabrina mengiriminya pesan, "Bagaimana? Kamu mau melakukan saran dariku?"Thasia mem
"Bukan begitu, hari ini dia bertemu dengan tamu yang penting. Kamu lakukan saja pekerjaanmu di kantor dengan baik."Jeremy memang selalu bersikap dingin terhadap siapa pun.Jika pria itu benar-benar tidak suka pada seseorang, dia tidak mau berhubungan sedikit pun dengannya, tidak akan mengizinkan orang itu muncul di depannya.Melihat Vina terdiam, Thasia berkata padanya, "Kamu harus fokus pada pekerjaanmu, fokus melakukan pekerjaanmu dengan baik, jangan fokus pada apakah Pak Jeremy menyukaimu atau nggak.""Memangnya kalau dia nggak suka padamu, maka kamu nggak akan bersemangat lagi bekerja di sini?" Penjelasan Thasia terdengar sangat jelas.Vina berpikir sejenak. "Kak Thasia benar, aku mengerti, aku nggak boleh putus semangat!"Thasia berkata, "Sana kerjakan kerjaanmu."Setelah itu Vina pun kembali mengerjakan pekerjaannya.Jeremy bertemu dengan perwakilan PT Sintrom, jika begitu setelah pulang kerja nanti Thasia bisa bebas, dia berpikir pergi ke rumah orang tuanya.Namun, tanpa disang
Napas Thasia menjadi berat.Dia tetap menutupi hal ini. "Nggak, hanya ingin makan makanan yang rasanya lebih pekat saja."Bianca waktu itu juga sempat menanyakannya, bahkan dia bilang ingin bercerai dengan Jeremy, jika sampai ibunya tahu dirinya hamil, entah apalagi yang harus dia jelaskan.Setelah mendengar ini Bianca pun berkata, "Baguslah kalau nggak hamil, karena kamu sudah memutuskan untuk bercerai, repot kalau saat ini kamu hamil."Bianca tidak berkomentar lagi, Santo terus memberinya isyarat melalui tatapan mata.Santo berkata pada Thasia, "Thasia, makanlah yang banyak. Urusan anak muda biarkan saja dia yang urus sendiri.""Ya."Thasia mengangguk.Karena sedang hamil selera makannya jadi berubah, juga gampang merasa ngantuk.Setelah makan dia merasa sangat ngantuk.Saat Thasia ingin berbaring di kamarnya Tony malah meneleponnya."Bu Thasia, Pak Jeremy mabuk.""... Dia ada di mana?"Thasia tidak bisa mengabaikan hal ini.Tony berkata, "Aku dan Vina sedang mengantarnya ke Vila Ang
Begitu Vina berjalan pergi, mata gelap Jeremy menatap tubuh Thasia."Habis dari mana sampai membawa barang sebanyak itu?"Karena kantongnya tembus pandang, jadi bisa terlihat bahwa isinya berupa makanan yang sudah dibungkus.Thasia berkata, "Pergi ke rumah orang tuaku.""Nggak ketemu Jason?" tanya Jeremy lagi.Saat ini Jeremy tidak terlihat sedang mabuk.Kelihatannya Vina memang bisa belajar dengan cepat.Thasia terlihat tenang. "Dia sedang ada urusan, kami nggak sesenggang itu."Setelah mengatakan hal itu Thasia berjalan ke arah dapur sambil membawa dua kantong besar.Karena akan tinggal di sini cukup lama, Thasia juga tidak berkomentar apa pun.Setelah Thasia selesai meletakkan barang-barangnya, Jeremy mengangguk pada Thasia, mengisyaratkan wanita itu untuk menghampirinya. "Sini."Thasia tidak ingin berdebat dengan pria itu, jadi dia pun segera mendekatinya.Jeremy mengulurkan tangannya, detik berikutnya Thasia masuk ke dalam pelukan pria itu.Aroma alkohol yang pekat pun tercium ole
Thasia takut dengan tindakan pria itu selanjutnya, jadi dia berkata, "Baiklah."Jeremy merasa puas. "Kamu akhir-akhir sedang sakit mag, tapi kenapa malah tambah gendut?"Tubuh Thasia membeku.Jeremy sudah beberapa kali berkata seperti ini.Thasia pun segera mencari alasan. "Mungkin akhir-akhir ini waktu istirahatku nggak teratur, jadi wajahku kelihatan sedikit gendut. Kalau pencernaan nggak baik juga bisa menjadi gendut ...."Jeremy mengerutkan keningnya. "Bukankah sudah ada Vina? Seharusnya kerjaanmu sudah nggak begitu banyak, 'kan?""Mungkin aku yang terlalu perfeksionis."Thasia hanya bisa menjawabnya seperti itu, bahkan tidak berani memandang Jeremy.Jeremy terlihat tidak senang. "Kenapa aku merasa kamu nggak ingin membahas hal ini denganku, jadi kamu terus mencari alasan?""Nggak."Thasia merasa panik, tapi juga tidak berani terlihat terlalu panik.Thasia tidak ingin Jeremy terlalu memperhatikan tubuhnya, tapi pada akhirnya malah jadi seperti ini.Thasia merasa sedikit pusing."Ka