Meski Karen sudah berumur, tapi tingkahnya masih sama seperti anak muda, dia lebih suka orang lain memanggilnya "Nona Karen".Jeremy melihat Karen dan Thasia berjalan semakin menjauh, dia pun akhirnya memakai topeng. Dia memilih topeng berwarna perak disertai garis berwarna emas.Saat Jeremy berjalan masuk Karen sudah membawa Thasia ke lantai dua.Lantai dua hanya memiliki satu area, balkonnya berada di dalam, bukan di luar, jadi saat melihat ke bawah, mereka bisa melihat pemandangan seluruh aula dari sana.Di lantai dansa ada banyak orang, mereka memakai baju pesta, semua anak muda memperlihatkan bentuk tubuh mereka yang indah.Thasia tidak mengerti tujuan Karen mengadakan pesta ini."Minum jus dulu. Malam ini aku akan membantumu menguji Jeremy sialan itu." Karen memberikan Thasia jus, lalu dia tersenyum, tapi senyumannya terlihat mengerikan.Meski Jeremy sudah bilang, pria itu menikahi Thasia demi mendapat saham Kakek Okson, Karen tetap tidak percaya. Mereka sudah menjadi suami istri
Perhatian Jeremy dan Thasia ditarik oleh suara itu.Kemudian terlihat seorang wanita memakai gaun berwarna pink. Tubuhnya cukup tinggi, kulitnya juga putih, rambutnya disanggul tinggi, seluruh tubuhnya mengeluarkan aura cemerlang. Pihak lawan memakai topeng perak mengilap, dia berjalan dengan cepat ke arah Jeremy.Topeng wanita itu hampir sama dengan topeng yang dipakai Jeremy.Yang paling penting adalah, saat wanita itu tiba di depan Jeremy, tinggi badan mereka kurang lebih sama.Walau Jeremy menggunakan topeng, pihak lawan masih bisa mengenalinya, kelihatannya wanita itu cukup akrab dengan Jeremy."Siapa kamu?"Jeremy mengerutkan alisnya.Jeremy yakin wanita di depannya ini bukan Thasia.Jeremy tidak tahu sebenarnya apa yang direncanakan bibinya itu.Dia lebih tidak tahu lagi bahwa Thasia sedang melihat kejadian ini.Wanita itu tersenyum pada Jeremy. "Jeremy, kamu nggak perlu tahu siapa aku, bisakah aku berdansa denganmu? Hari ini Bibi yang mengadakan pesta, jadi aku harus memanfaatk
Thasia terdiam, entah kenapa reaksi Jeremy menjadi berlebihan."Sudah merasa enakkan?" tanya Thasia lagi padanya.Jeremy yang mendengar ucapan Thasia, merasa bahwa dirinya telah salah sangka, dia merapatkan bibirnya, menutup mata, lalu menjawab. "Hmm, sudah enakkan."Jeremy tahu Thasia sedang mengalihkan pembicaraan, dia hanya diam saja.Thasia terus memijatnya, tangannya terasa pegal.Setelah merasakan napas Jeremy menjadi lebih teratur, Thasia menghentikan gerakannya, lalu mengambil selimut untuk pria itu.Saat Thasia berjalan keluar dari kantor, dia bertemu dengan Vina."Kak Thasia."Saat Vina melihatnya, tanpa sadar gadis itu menyapanya.Thasia berada di dalam kantor Jeremy selama satu jam lebih.Setelah kejadian di pesta kemarin malam, saat Jeremy melemparkan botol bir ke kepala Vincent, mereka pun bisa menebak bahwa ada sesuatu antara Thasia dan Jeremy.Thasia mengangguk dan kembali ke kantornya.Sabrina mengiriminya pesan, "Bagaimana? Kamu mau melakukan saran dariku?"Thasia mem
"Bukan begitu, hari ini dia bertemu dengan tamu yang penting. Kamu lakukan saja pekerjaanmu di kantor dengan baik."Jeremy memang selalu bersikap dingin terhadap siapa pun.Jika pria itu benar-benar tidak suka pada seseorang, dia tidak mau berhubungan sedikit pun dengannya, tidak akan mengizinkan orang itu muncul di depannya.Melihat Vina terdiam, Thasia berkata padanya, "Kamu harus fokus pada pekerjaanmu, fokus melakukan pekerjaanmu dengan baik, jangan fokus pada apakah Pak Jeremy menyukaimu atau nggak.""Memangnya kalau dia nggak suka padamu, maka kamu nggak akan bersemangat lagi bekerja di sini?" Penjelasan Thasia terdengar sangat jelas.Vina berpikir sejenak. "Kak Thasia benar, aku mengerti, aku nggak boleh putus semangat!"Thasia berkata, "Sana kerjakan kerjaanmu."Setelah itu Vina pun kembali mengerjakan pekerjaannya.Jeremy bertemu dengan perwakilan PT Sintrom, jika begitu setelah pulang kerja nanti Thasia bisa bebas, dia berpikir pergi ke rumah orang tuanya.Namun, tanpa disang
Napas Thasia menjadi berat.Dia tetap menutupi hal ini. "Nggak, hanya ingin makan makanan yang rasanya lebih pekat saja."Bianca waktu itu juga sempat menanyakannya, bahkan dia bilang ingin bercerai dengan Jeremy, jika sampai ibunya tahu dirinya hamil, entah apalagi yang harus dia jelaskan.Setelah mendengar ini Bianca pun berkata, "Baguslah kalau nggak hamil, karena kamu sudah memutuskan untuk bercerai, repot kalau saat ini kamu hamil."Bianca tidak berkomentar lagi, Santo terus memberinya isyarat melalui tatapan mata.Santo berkata pada Thasia, "Thasia, makanlah yang banyak. Urusan anak muda biarkan saja dia yang urus sendiri.""Ya."Thasia mengangguk.Karena sedang hamil selera makannya jadi berubah, juga gampang merasa ngantuk.Setelah makan dia merasa sangat ngantuk.Saat Thasia ingin berbaring di kamarnya Tony malah meneleponnya."Bu Thasia, Pak Jeremy mabuk.""... Dia ada di mana?"Thasia tidak bisa mengabaikan hal ini.Tony berkata, "Aku dan Vina sedang mengantarnya ke Vila Ang
Begitu Vina berjalan pergi, mata gelap Jeremy menatap tubuh Thasia."Habis dari mana sampai membawa barang sebanyak itu?"Karena kantongnya tembus pandang, jadi bisa terlihat bahwa isinya berupa makanan yang sudah dibungkus.Thasia berkata, "Pergi ke rumah orang tuaku.""Nggak ketemu Jason?" tanya Jeremy lagi.Saat ini Jeremy tidak terlihat sedang mabuk.Kelihatannya Vina memang bisa belajar dengan cepat.Thasia terlihat tenang. "Dia sedang ada urusan, kami nggak sesenggang itu."Setelah mengatakan hal itu Thasia berjalan ke arah dapur sambil membawa dua kantong besar.Karena akan tinggal di sini cukup lama, Thasia juga tidak berkomentar apa pun.Setelah Thasia selesai meletakkan barang-barangnya, Jeremy mengangguk pada Thasia, mengisyaratkan wanita itu untuk menghampirinya. "Sini."Thasia tidak ingin berdebat dengan pria itu, jadi dia pun segera mendekatinya.Jeremy mengulurkan tangannya, detik berikutnya Thasia masuk ke dalam pelukan pria itu.Aroma alkohol yang pekat pun tercium ole
Thasia takut dengan tindakan pria itu selanjutnya, jadi dia berkata, "Baiklah."Jeremy merasa puas. "Kamu akhir-akhir sedang sakit mag, tapi kenapa malah tambah gendut?"Tubuh Thasia membeku.Jeremy sudah beberapa kali berkata seperti ini.Thasia pun segera mencari alasan. "Mungkin akhir-akhir ini waktu istirahatku nggak teratur, jadi wajahku kelihatan sedikit gendut. Kalau pencernaan nggak baik juga bisa menjadi gendut ...."Jeremy mengerutkan keningnya. "Bukankah sudah ada Vina? Seharusnya kerjaanmu sudah nggak begitu banyak, 'kan?""Mungkin aku yang terlalu perfeksionis."Thasia hanya bisa menjawabnya seperti itu, bahkan tidak berani memandang Jeremy.Jeremy terlihat tidak senang. "Kenapa aku merasa kamu nggak ingin membahas hal ini denganku, jadi kamu terus mencari alasan?""Nggak."Thasia merasa panik, tapi juga tidak berani terlihat terlalu panik.Thasia tidak ingin Jeremy terlalu memperhatikan tubuhnya, tapi pada akhirnya malah jadi seperti ini.Thasia merasa sedikit pusing."Ka
Jeremy meminumnya, rasanya sedikit pahit tapi juga manis.Yang dia minum itu kopi hitam, hanya Thasia yang bisa membuat rasanya menjadi seperti ini.Thasia merasa ragu, tapi dia cukup tertarik. "Kapan kerjaanmu selesai?"Pernikahan mereka, hanya diketahui kedua keluarga mereka, lalu teman dekatnya yang tahu, yang lainnya tidak tahu.Selain akta nikah, foto pernikahan saja mereka tidak ada, apalagi bulan madu.Jika Jeremy membawanya ke Negara Firlanda, maka bisa dibilang itu bulan madu mereka.Anggap saja sebagai kenang-kenangan mereka.Jeremy terdiam sejenak, lalu berkata dengan pelan, "Paling lama satu minggu.""Oke."Dia bisa menunggu jika hanya selama itu.Karena besok tidak perlu ke kantor, dia ingin ke rumah sakit, dia ingin memeriksa kandungannya.Dia bisa menjadikan Sabrina sebagai tameng nanti.Thasia tidak berani terlalu kehilangan fokusnya. "Kalau begitu kamu kerja saja dulu, aku akan kembali ke kamar."Setelah Jeremy mengangguk, Thasia pun berjalan keluar dari ruang kerja.B
"Oke."Tatapan Kent mengikuti sosok Thasia yang berlalu.Thasia mengendarai sepedanya keluar, dia menuju ke pusat kota.Jaraknya tidak terlalu jauh.Jeremy telah memberinya sebuah vila dengan harga yang sangat mahal.Saat ini jalanan cukup ramai, dia sedang menunggu di lampu merah.Setelah lampu berwarna hijau, dia mendorong sepedanya, tiba-tiba ada orang berkata, "Biar aku bantu."Thasia menoleh ke belakang, dia melihat seorang pria muda sedang mendorong belakang sepedanya.Sepertinya pria itu menyadari Thasia sedang hamil, jadi kesulitan mengendarai sepeda.Hari ini Thasia berpakaian dengan santai. Rambutnya dikepang, memakai sebuah topi dan gaun yang lebar, perutnya sedikit menonjol.Selain ibu hamil yang akan berpakaian seperti ini, yang lainnya tidak mungkin.Thasia merasa dirinya tidak selemah itu, tapi dia juga tidak ingin menolak kebaikannya, jadi dia berkata, "Terima kasih."Dia segera sampai ke seberang, orang itu berjalan ke arah yang berlawanan dengannya.Thasia lanjut meng
Sabrina kira dirinya sedang bermimpi, dia merasa kesal, padahal sebelumnya dia melihat mereka saling mencintai, kenapa sekarang malah bercerai. "Apa yang terjadi? Jeremy itu, dasar pria berengsek, dia cepat sekali berubahnya. Nggak bisa, pokoknya aku harus memberinya pelajaran!"Thasia sudah menerima kenyataan ini. "Nggak perlu, ada baiknya kami bercerai, sekarang aku sudah punya rumah dan uang, aku sudah menjadi janda kaya, meski aku nggak bekerja seumur hidup, aku nggak akan mati kelaparan, kamu seharusnya mengucapkan selama padaku.""Keenakan wanita murahan itu!" Sabrina memosisikan dirinya seperti Thasia, mana mungkin dia terima."Biarkan saja." Thasia berkata, "Kamu nggak perlu mengurusi masalah ini, semua sudah berlalu.""Aku mengerti, hanya saja aku khawatir kamu akan merasa sedih, aku ingin bertanya apakah perlu aku temani, tapi kamu nggak menjawab panggilanku, aku juga nggak tahu kamu ada di mana. Membuatku khawatir saja." Sabrina benar-benar khawatir padanya, tapi juga tahu s
Matanya menatap ke arah Kent lagi, pria itu menatapnya dengan tatapan seperti biasa.Bagi Kent hal itu sudah biasa.Thasia akhirnya mengerti, pria ini tumbuh besar di lingkungan yang kejam dan selalu bersembunyi.Seperti katanya, Kent memang hidup di dunia yang gelap, tanpa adanya cahaya.Meski begitu Thasia tetap merasa terkejut, dia tidak mengerti padahal sama-sama manusia, kenapa mereka bisa hidup dengan cara yang sangat berbeda."Kenapa kamu memberikan darahmu padaku?" Thasia ingin menolak. "Aku nanti juga akan siuman kalau pingsan, kamu nggak perlu melukai dirimu, nggak baik bagi tubuhmu, aku nggak mau kamu bertindak seperti ini."Kent tersenyum santai, mungkin hal ini hal paling santai yang pernah dia lakukan. "Nggak masalah, hanya mengeluarkan sedikit darah saja, nggak akan mengancam nyawa.""Nggak boleh bilang begitu, lain kali nggak boleh lagi!" Thasia menentangnya dengan tegas. "Saat kamu bersamaku maka kamu juga harus dihargai, bukan barang untuk dikorbankan, kamu juga nggak
Kent ingin menghindari, jelas dia tidak ingin Thasia menyentuhnya.Saat ini Thasia merasa lebih curiga, dia bertanya, "Kenapa kamu berdarah?"Padahal Kent sudah terluka cukup lama, meski luka di tubuhnya masih belum sembuh total, tidak seharusnya masih meneteskan darah.Kecuali lukanya bertambah lagi.Kent menarik lengan bajunya, tapi beberapa tetes darah itu tidak bisa ditutupi dengan mudah.Pria itu tersenyum, lalu mencari alasan. "Tadi saat memasak nggak sengaja terluka, bukan masalah besar."Alasan itu tidak bisa mengelabui Thasia."Kamu sudah terbiasa melakukan pembedahan, mana mungkin bisa terluka saat memasak. Kamu nggak akan bisa membohongiku!" Thasia mengerutkan keningnya, dia sama sekali tidak percaya pada penjelasannya ini. "Luka ini sepertinya bukan muncul saat kamu memasak tadi, kenapa kamu bisa terluka?"Kent terdiam.Pria itu tidak mau bilang, Thasia tetap punya mata untuk melihat, dia menarik tangan Kent, ternyata di pergelangan tangannya ada luka yang diperban dengan k
"Ini pertama kalinya aku masak."Thasia mengangkat alisnya. "Nggak masalah, aku ingin mencicipi masakanmu, mungkin saja kamu berbakat."Setengah jam kemudian Kent baru berjalan keluar dari dapur.Tidak ada aroma gosong, berarti Kent tidak membuat dapurnya terbakar.Namun, ketika Kent meletakkan masakannya di atas meja, Thasia merasa sangat terkejut.Thasia menatap Kent dengan tatapan ketakutan.Kent pikir Thasia tidak tahu masakan apa ini, jadi dia menjelaskan dengan tenang, "Ini hati ayam, ini ampela ayam ... kedua hal itu termasuk organ dalamnya, ini badan ayam, ini bagian pahanya, ada banyak daging tapi nggak eneg ...."Setelah mendengar penjelasan Kent, dia seakan-akan mendengarkan penjelasan bagian tubuh.Bisa dibayangkan saat Kent memasak, dia membedah ayam itu, begitu melihatnya selera makan Thasia pun menghilang.Sebaliknya malah membuatnya ingin muntah.Melihat Thasia masih belum mulai makan, Kent bertanya, "Kenapa? Kelihatannya nggak enak? Padahal aku sudah berusaha membuatny
Tatapan Kent menjadi rumit, kalau Thasia tahu apa yang telah dirinya lakukan, wanita ini pasti tidak akan berkata seperti itu.Kent saja tidak berani menyentuh tangan Thasia, apalagi melakukan hal jahat padanya.Kent tidak menolak lagi, dia membiarkan Thasia menyentuh tangannya.Mereka berdua terdiam cukup lama, warna darah di gelang mutiara yang dipakai Thasia menjadi lebih pekat, hal ini terlihat oleh wanita itu, dia pun bertanya, "Apakah mutiara di gelang ini bisa berubah warna?"Tatapan Kent menjadi lebih gelap. "Benarkah?"Thasia memosisikan gelang itu di bawah sinar matahari, memang benar warna merahnya jadi lebih pekat. "Aku kira karena ini gelang lama, jadi warnanya bisa lebih gelap, tapi sekarang warna merahnya jadi lebih pekat. Gelang ini biasanya kamu yang pakai, 'kan? Kamu nggak sadar?"Kent tanpa sadar mengelus pergelangan tangannya, tertawa sambil berkata, "Mungkin ini barang palsu, aku nggak tahu, aku nggak pernah tes."Thasia menatap Kent. "Kalau palsu mungkinkah kamu m
Bisa dibilang hidupnya cukup beruntung.Lahir di keluarga yang harmonis, banyak orang yang baik padanya.Hanya dalam percintaan saja dia tidak beruntung.Mungkin hidupnya terlalu datar, agar hidupnya lebih berkreasi, dia harus mengalami perasaan kecewa ini.Perkataannya membuat Kent tertawa.Dia duduk di samping Thasia, menjaganya, matanya yang berwarna coklat terlihat sangat lembut."Kamu nggak pernah berkorban untukmu, tapi kamu memberiku kehidupan." Kent tidak menyembunyikan hal ini, ada hal yang harus dihadapi. "Tunggu ingatanmu pulih kamu juga akan tahu."Kent telah beberapa kali menolongnya, Thasia percaya pria ini tidak akan mencelakainya.Meski Kent bukan orang biasa.Sekarang orang yang menemaninya adalah Kent.Thasia tanpa sadar bertanya, "Kamu punya teman?""Nggak punya."Thasia bertanya lagi, "Kamu nggak ada teman?"Kent malah berkata, "Aku nggak perlu teman.""Orang tuamu di mana?""Aku nggak tahu siapa orang tuaku.""Kalau begitu kamu pasti kesepian, nggak ada keluarga da
Bagi Lisa, dia hanya punya pilihan ini.--Thasia tidak tahu bagaimana dirinya melewati malam ini, waktu terasa sangat lama.Dia terus terjaga di sofa sepanjang malam.Setelah dia merasa lebih sadar, matahari sudah mulai terbit.Rasanya lelah.Sangat lelah.Thasia menyeret tubuhnya yang lelah ke kamar mandi, dia mencuci muka, saat melihat wajahnya di kaca dia merasa terkejut.Dia kira dirinya melihat hantu.Matanya memerah, wajahnya sangat pucat, tidak ada rona darah sama sekali, dia terlihat seperti wanita sakit parah.Thasia mengelus wajahnya, dia tidak percaya dirinya menjadi seperti ini.Setelah hatinya dilukai apakah dirinya semenyedihkan ini?Tanpa Jeremy, apakah dirinya tidak bisa hidup lagi?Jawabannya tidak.Bukannya dia sempat berpikir putus hubungan dengan pria itu dan ingin bercerai?Bedanya kali ini pria itu yang meminta pisah.Thasia masih bisa hidup, dia bahkan bisa hidup dengan jauh lebih baik.Thasia sudah memutuskan, sudah cukup dia merasa sedih semalaman, hari-hari s
Lisa sudah membayangkan.Pernikahannya dan Jeremy akan semeriah apa.Dia akan menjadi pengantin paling bahagia di dunia ini.Pada saat ini, Lisa mendengar suara langkah kaki, dia kira pembantu di rumahnya, jadi dia berkata, "Kamu nggak perlu melayaniku, kamu istirahat saja."Namun, suara langkahnya tidak berhenti.Lisa mengerutkan keningnya, dia merasa sedikit kesal, jadi dia melepas maskernya sambil berkata, "Sudah aku bilang ...."Begitu dia menoleh dan melihat dengan lebih jelas siapa yang datang, dia merasa terkejut, dia membuang maskernya dan berkata dengan hormat, "Ayah ....""Lisa." Pria itu menatap Lisa, lalu berkata sambil tersenyum, "Lama nggak bertemu, ternyata kamu sudah besar."Lisa segera berdiri, dia memeluk pria itu. "Ayah, akhirnya kamu dibebaskan, aku sangat rindu padamu!"Pria yang berusia sekitar 50 tahun itu lebih tinggi sedikit dari Lisa, meski sudah tua tubuhnya cukup tegap, dia mengelus kepala Lisa dengan lembut. "Maaf membuatmu sendirian."Lisa berkata, "Nggak