Begitu Vina berjalan pergi, mata gelap Jeremy menatap tubuh Thasia."Habis dari mana sampai membawa barang sebanyak itu?"Karena kantongnya tembus pandang, jadi bisa terlihat bahwa isinya berupa makanan yang sudah dibungkus.Thasia berkata, "Pergi ke rumah orang tuaku.""Nggak ketemu Jason?" tanya Jeremy lagi.Saat ini Jeremy tidak terlihat sedang mabuk.Kelihatannya Vina memang bisa belajar dengan cepat.Thasia terlihat tenang. "Dia sedang ada urusan, kami nggak sesenggang itu."Setelah mengatakan hal itu Thasia berjalan ke arah dapur sambil membawa dua kantong besar.Karena akan tinggal di sini cukup lama, Thasia juga tidak berkomentar apa pun.Setelah Thasia selesai meletakkan barang-barangnya, Jeremy mengangguk pada Thasia, mengisyaratkan wanita itu untuk menghampirinya. "Sini."Thasia tidak ingin berdebat dengan pria itu, jadi dia pun segera mendekatinya.Jeremy mengulurkan tangannya, detik berikutnya Thasia masuk ke dalam pelukan pria itu.Aroma alkohol yang pekat pun tercium ole
Thasia takut dengan tindakan pria itu selanjutnya, jadi dia berkata, "Baiklah."Jeremy merasa puas. "Kamu akhir-akhir sedang sakit mag, tapi kenapa malah tambah gendut?"Tubuh Thasia membeku.Jeremy sudah beberapa kali berkata seperti ini.Thasia pun segera mencari alasan. "Mungkin akhir-akhir ini waktu istirahatku nggak teratur, jadi wajahku kelihatan sedikit gendut. Kalau pencernaan nggak baik juga bisa menjadi gendut ...."Jeremy mengerutkan keningnya. "Bukankah sudah ada Vina? Seharusnya kerjaanmu sudah nggak begitu banyak, 'kan?""Mungkin aku yang terlalu perfeksionis."Thasia hanya bisa menjawabnya seperti itu, bahkan tidak berani memandang Jeremy.Jeremy terlihat tidak senang. "Kenapa aku merasa kamu nggak ingin membahas hal ini denganku, jadi kamu terus mencari alasan?""Nggak."Thasia merasa panik, tapi juga tidak berani terlihat terlalu panik.Thasia tidak ingin Jeremy terlalu memperhatikan tubuhnya, tapi pada akhirnya malah jadi seperti ini.Thasia merasa sedikit pusing."Ka
Jeremy meminumnya, rasanya sedikit pahit tapi juga manis.Yang dia minum itu kopi hitam, hanya Thasia yang bisa membuat rasanya menjadi seperti ini.Thasia merasa ragu, tapi dia cukup tertarik. "Kapan kerjaanmu selesai?"Pernikahan mereka, hanya diketahui kedua keluarga mereka, lalu teman dekatnya yang tahu, yang lainnya tidak tahu.Selain akta nikah, foto pernikahan saja mereka tidak ada, apalagi bulan madu.Jika Jeremy membawanya ke Negara Firlanda, maka bisa dibilang itu bulan madu mereka.Anggap saja sebagai kenang-kenangan mereka.Jeremy terdiam sejenak, lalu berkata dengan pelan, "Paling lama satu minggu.""Oke."Dia bisa menunggu jika hanya selama itu.Karena besok tidak perlu ke kantor, dia ingin ke rumah sakit, dia ingin memeriksa kandungannya.Dia bisa menjadikan Sabrina sebagai tameng nanti.Thasia tidak berani terlalu kehilangan fokusnya. "Kalau begitu kamu kerja saja dulu, aku akan kembali ke kamar."Setelah Jeremy mengangguk, Thasia pun berjalan keluar dari ruang kerja.B
Tanpa disangka, begitu berjalan masuk mereka melihat Yasmin di dalam.Wajah Yasmin terlihat tidak senang."Setelah membuat kehebohan, kalian malah asik menjalani hidup sendiri."Masalah Jeremy yang membela Thasia di acara PT Moriz sudah membuat berita heboh di mana-mana.Jeremy melirik Thasia.Thasia langsung mengerti, tapi dia tetap menoleh pada Yasmin dan menyapanya. "Ibu, sarapannya sudah siap, kalau kamu belum makan, aku akan menyuruh mbak membuatkannya juga untukmu."Semua pembantu di vila ini cukup pintar.Karena Thasia tidak ke dapur, saat sudah tiba jamnya sarapan, mereka akan membuatkan sarapan.Namun, Yasmin tidak melirik Thasia sama sekali. "Jeremy, aku sedang berbicara denganmu!"`Jeremy menjawab dengan datar, "Masalah pernikahan kami cepat atau lambat juga akan ketahuan, apalagi semua orang sudah penasaran."Ada begitu banyak orang yang bergosip, Jeremy merasa tidak perlu disembunyikan lagi.Dada Yasmin bergerak naik turun.Dia berusaha menahan amarahnya. "Aku dengar Karen
Jeremy tidak ingin berdebat dengannya. "Barangnya sudah dibawa oleh Thasia, kalau masih ada hal lain kamu bisa telepon."Maksud kalimatnya adalah jika tidak ada masalah, maka jangan datang ke sini.Jeremy tidak suka Yasmin ke sini!Sepertinya Lisa harus lebih berjuang lagi!Yasmin juga tidak ingin berdebat dengan Jeremy lagi. "Aku ini nyonya besar Keluarga Okson, istri ayahmu."Jeremy malas meladeninya, dia pun langsung berjalan pergi....Thasia membawakan semua barang yang dia bawa kepada Lisa dulu.Saat Lisa mendengar suara pintu dibuka, dia kira yang datang adalah Jeremy.Sehingga saat melihat Thasia, senyuman Lisa pun membeku."Kenapa jadi kamu yang datang ke sini?"Thasia berkata, "Ibu mertuaku sedang nggak enak badan, jadi aku membantunya mengantarkan barang untukmu."Setelah berkata seperti itu dia berjalan ke sisi ranjang Lisa, meletakkan barang yang dia bawa di samping ranjang.Setelah Thasia meletakkan barangnya, dia berpikir untuk pergi.Namun, Lisa malah memanggilnya, "Tha
Suara yang familier itu membuat tubuh Thasia membeku.Thasia pun hanya bisa menoleh.Ternyata yang memanggilnya adalah teman kuliahnya dulu, Xander Firnizo.Dia ingat pada Xander.Tiga bulan yang lalu dia berhasil diterima di PT Okson Bagian Teknisi. Waktu itu, Thasia sendiri yang mewawancarainya. Selain fakta bahwa Xander adalah teman kuliahnya, penampilan Xander kala itu cukup bagus, bahkan jauh melampaui semua persyaratan yang ada.Thasia hanya bisa tersenyum. "Kebetulan sekali."Thasia merasa takut karena ingin mempertahankan anaknya ini, jadi dia tadi bersikap waspada."Aku hari ini sedang libur, jadi aku ke sini untuk melakukan pemeriksaan, nggak disangka aku malah bertemu denganmu. Thasia, Jumat depan anak Ketua Kelas sudah satu bulan, apakah kamu akan pergi melihatnya?"Saat Xander melihat Thasia, dia pun mengajaknya berbicara.Ketua kelas mereka saat di bangku kuliah adalah orang yang sangat alim, dia berasal dari pedesaan terpencil. Ketua kelas mereka sangat baik, tidak pedul
Saat ini Thasia baru menelepon Sabrina.Mendengar suara malas Sabrina, Thasia merasa bersalah. "Maaf mengganggu waktumu istirahat. Aku saat ini sedang di jalan menuju mal di dekat rumahmu. Aku akan menunggumu di sana.""Oke." Sabrina tidak menolak ajakannya.Setelah Thasia sampai di mal, dia mencari toko teh susu, lalu memesan dua gelas minuman.Saat Sabrina sampai, dari kejauhan dia sudah bisa melihat Thasia, yang sedang duduk di meja bundar berwarna putih sambil meminum teh susu."Hari ini mengajakku keluar, bahkan memilih tempat minuman yang cukup terkenal. Bilang saja, apa tujuanmu?" Sabrina melirik Thasia dengan galak.Meski berkata seperti itu, dia tetap menarik kursi dan duduk di hadapan Thasia.Thasia tertawa. "Nggak ada tujuan apa-apa, aku menyuruhmu ke sini karena ingin memintamu menemaniku jalan-jalan saja, lalu ... Jeremy bilang masalah pameranmu sudah beres diurus oleh Tony."Awalnya saat tidak membahas Jeremy suasana hati Sabrina masih baik-baik saja, bahkan masih bisa be
Wanita itu adalah saingan Sabrina, Novita Sari.Saat Sabrina membuka pameran, Novita ikut-ikutan, saat dia mengeluarkan gambar desain, wanita itu juga ikut-ikutan. Pokoknya apa pun yang dia kerjakan, Novita akan selalu mengikutinya.Beberapa pegawai toko itu juga hanya bisa memihak pada tamu yang lebih berkuasa.Mana mungkin Thasia memberikan baju yang sudah dirinya pilihan untuk Sabrina pada orang lain?Saat ini Thasia segera mengeluarkan kartu hitam milik Jeremy dari tasnya. "Gesek ini, aku mau baju ini."Thasia menarik tangan Sabrina sambil berjalan keluar dari ruang coba.Kelihatan jelas bahwa mereka belum mencoba bajunya.Pokoknya saat ini aura mereka terlihat lebih berkuasa daripada Novita.Saat Novita dan pegawai toko itu melihat kartu hitam, mata mereka terbuka lebar, terutama Novita, dia pun berkata dengan tidak senang, "Kamu hanya seorang sekretaris, beraninya kamu mengeluarkan kartu bosmu di sini untuk pamer!"Dirinya adalah tamu VIP di sini!Sabrina memang lebih berbakat da