"Selain datang ke tempatmu, Thasia bisa pergi ke mana lagi?"Suara Jeremy terdengar tegas, bahkan juga dingin.Thasia langsung terduduk.Dia baru sadar sekarang sudah pagi.Sabrina berkata dengan menyindir, "Jeremy, kamu nggak merasa perkataanmu ini terdengar konyol?"Thasia tidak sedang bermimpi, Jeremy benar-benar datang ke sini.Thasia segera turun dari ranjang dan berjalan keluar.Dia melihat Jeremy dan Sabrina sedang berdiri berhadapan di ruang tamu. Jeremy hari ini memakai kemeja berwarna abu. Tingginya Sabrina hanya 160 cm, jadi tinggi badannya hanya sampai setengah kepala pria itu."Jeremy, kalau kamu datang untuk mengabulkan permintaanku, maka aku akan pulang denganmu." Thasia menutup bibirnya, setelah berkata seperti itu dia berjalan ke arah Jeremy.Jeremy dan Sabrina secara bersamaan menatap ke arah Thasia.Jeremy menatap baju tidur yang dipakai Thasia.Gambarnya kartun doraemon, seketika tatapan mata Jeremy menjadi lebih gelap.Selama Thasia bersamanya, wanita itu tidak per
Pria ini terkadang lembut, terkadang kejam.Namun, dia tidak membahas tentang cerai.Thasia ingin menarik tangannya, tapi pegangan pria itu menjadi lebih kuat. "Thasia, jangan melawan."Thasia merasa lebih sedih lagi. "Kenapa aku nggak boleh melawan? Kalau pemikiranmu sama dengan ibumu, maka aku akan mengembalikan uang 20 miliar itu.""Thasia, dari mana kamu dapat uang 20 miliar?"Jeremy tidak percaya padanya.Saat ini mobil pun perlahan-lahan melaju.Pintunya dikunci mati oleh sopir, jadi Thasia tidak bisa membukanya.Thasia berkata dengan serak, "Sekarang nggak ada, tapi aku bisa cari."Jeremy pun tertawa. "Kamu mau cari di mana? Kalau kamu berhenti dari PT Okson, menurutmu siapa yang mau menerimamu? Kamu mau memberiku satu bulan berapa duit?"Sebelum Thasia menjawab Jeremy sudah berkata, "Kamu rencananya mau berapa lama baru bisa mengambalikan 20 miliar itu?"Thasia terdiam.Dia masih belum memikirkan masalah ini.Karena Jeremy bertanya, dia pun berpikir untuk kerja paruh waktu atau
Di sebuah kamar hotel yang berantakan.Saat Thasia terbangun seluruh badannya terasa nyeri.Dia mengucek matanya. Saat dia hendak bangun, dia melihat seseorang sedang berbaring di sebelahnya.Seorang pria dengan wajah yang tampan dan menawan.Pria itu masih belum bangun, juga tidak terlihat akan bangun.Thasia segera terduduk. Selimut di tubuhnya merosot ke bawah, memperlihatkan pundaknya yang putih penuh dengan tanda semalam.Dia pun segera turun dari ranjang. Di atas ranjang terlihat jelas noda darah yang mencolok.Setelah melihat jam, ternyata sudah hampir jam masuk kerja, dia pun segera mengambil baju kerjanya yang berantakan dan memakainya.Stoking yang dia pakai semalam sudah dirobek oleh pria itu.Dia pun meremasnya menjadi sebuah bola, melemparnya ke dalam tong sampah, lalu memakai sepatu hak tingginya.Saat itu ada orang yang mengetuk pintu.Thasia sudah berpakaian rapi, kembali ke penampilannya sebagai seorang sekretaris. Dia segera mengambil tasnya dan berjalan keluar.Orang
Mendengar ini Thasia hampir terjatuh karena terkejut.Tubuhnya pun bersandar pada pria itu.Saat Jeremy merasa Thasia hampir terjatuh, tangannya langsung melingkar di pinggangnya.Kehangatan tubuh pria itu seketika mengingatkannya pada pergulatan mereka semalam.Thasia segera menenangkan dirinya. Dia mendongak, menatap sepasang mata gelap pria itu.Tatapan pria itu begitu serius, ada kebingungan dan keraguan, seakan-akan bisa membaca isi pikiran Thasia.Jantung Thasia berdetak kencang.Dia segera menghindari tatapan pria itu dengan menundukkan kepalanya.Barusan saat Jeremy berpikir pasangannya semalam adalah wanita panggilannya tadi, pria itu sudah mengamuk, kalau Thasia mengakuinya, bukannya dirinya akan berakhir dengan mengerikan.Dia tidak terima.Namun, kalau Jeremy tahu bahwa wanita semalam adalah dirinya, apakah pernikahan mereka masih bisa dipertahankan?Thasia tidak berani menatap matanya. "Kenapa bertanya seperti itu?"Hanya Thasia yang tahu bahwa dirinya sangat penasaran pad
Saat menoleh, dia melihat Lisa sedang memakai celemek, di tangannya terdapat sendok sup.Saat wanita itu melihat Thasia, senyumannya seketika membeku, tapi detik berikutnya dia berkata dengan ramah, "Tamu Bibi, ya? Kebetulan aku membuat supnya cukup banyak, ayo masuk."Sikapnya sangat lugas seakan-akan dia adalah tuan rumah ini.Sedangkan Thasia adalah tamu yang datang berkunjung.Kalau dipikir-pikir, benar juga, gadis itu sebentar lagi akan menjadi tuan rumah di sini.Thasia mengerutkan keningnya, dia merasa sedikit tidak senang.Pernikahannya dan Jeremy disiarkan di seluruh kota, Lisa bahkan sempat mengirimkan kartu ucapan selamat, tidak mungkin gadis ini tidak tahu dirinya adalah istri Jeremy.Saat Lisa melihat Thasia tidak bergerak, dia segera menarik tangannya. "Jangan sungkan, cepatlah masuk."Saat Lisa mendekat Thasia bisa mencium aroma bunga melati. Dia ingat tahun lalu saat dia berulang tahun, Jeremy pernah memberikannya parfum dengan aroma yang sama persis dengan aroma ini.S
"Suasana hati Kak Thasia hari ini sedang nggak baik, dia nggak mau mengantarkan dokumennya, jadi aku yang mengantarkannya." Lalu Lisa sengaja menunjukkan bekas luka di tangannya. "Jeremy, kamu jangan menyalahkan Kak Thasia, aku rasa dia nggak bermaksud begitu, dokumennya nggak terlambat, 'kan?Baru kali ini Thasia berani memberikan dokumen kantor kepada orang lain.Jeremy merasa sangat kesal, tapi karena ada Lisa di sini dia pun menahannya, dia hanya melonggarkan ikatan dasinya, lalu berkata, "Nggak apa-apa."Dia pun mengalihkan topik pembicaraan. "Karena sudah datang, maka duduklah sebentar."Mendengar ini seketika Lisa merasa senang. Setidaknya pria itu tidak membencinya dan masih menerimanya."Bukannya kamu ada rapat? Apakah aku mengganggumu?"Jeremy pun menelepon seseorang. "Undur rapatnya selama setengah jam."Lisa pun tersenyum. Tadi dia sempat khawatir Jeremy akan marah karena waktu itu dia pergi tanpa pamitan, ternyata dirinya yang berlebihan.Waktu yang sudah dia lewatkan masi
Langkah Thasia seketika berhenti, lalu dia berkata dengan nada hormat, bukan nada seorang istri, "Pak Jeremy ada urusan apa lagi?"Jeremy menoleh, dengan bingung menatap ekspresi asing di wajah Thasia. Dia berkata dengan nada memerintah, "Duduk."Thasia seketika merasa bingung apa yang ingin pria itu lakukan.Jeremy berjalan mendekat.Saat Thasia melihatnya mendekat, dia bisa merasakan sesuatu yang berbeda, seakan-akan udara di sekitarnya menipis.Merasa gugup juga bingung.Thasia tidak bergerak. Jeremy segera menarik tangannya.Saat tangan hangat pria itu menyentuhnya, Thasia merasa seakan-akan terkena sesuatu yang panas, dia ingin menarik tangannya kembali, tapi genggaman Jeremy cukup kuat, sehingga Thasia tidak bisa menarik tangannya. Jeremy langsung menariknya ke samping, berkata sambil mengerutkan kening, "Kamu nggak sadar tanganmu terluka?"Perhatiannya membuat Thasia terkejut. "Aku ... nggak apa-apa.""Sudah kapalan." Jeremy bertanya, "Kenapa nggak bilang?"Thasia menunduk, meli
Seketika Thasia merasa pusing, dia hampir pingsan, tapi saat itu dia mendengar seseorang berkata dengan panik, "Kalian ini bagaimana sih, kenapa bisa terjadi kesalahan seperti ini! Kak Thasia, Kak Thasia ...."Seiring suara itu mengecil, Thasia pun benar-benar jatuh pingsan.Begitu bangun Thasia sudah berada di rumah sakit, dia melihat langit-langit yang putih, dia masih belum terlalu sadar, kepalanya terasa sakit."Kak Thasia, kamu sudah siuman!" Rina segera berdiri dari bangku dengan mata memerah, lalu dengan panik bertanya, "Apakah ada yang sakit? Aku akan memanggil dokter."Thasia segera menoleh, walau badannya masih lemas dia tanpa sadar ingin terduduk. "Aku nggak apa-apa, kerjaannya bagaimana? Apakah ada orang lain yang terluka?"Rina berkata, "Jangan pikirkan kerjaan dulu, kamu tertimpa kaca hingga pingsan. Kamu membuatku takut saja, aku pikir kamu nggak akan siuman lagi."Sambil berbicara dia pun menangis lagi.Rina adalah asistennya Thasia, hubungan mereka cukup baik.Rina yan