Thasia tersenyum dengan dingin, dia menatap Jeremy dengan tatapan yang sangat dingin.Thasia memberi tahu dirinya sendiri semua ini tidak ada apa-apanya.Dalam pernikahan ini dirinya juga mendapat untung.Sebenarnya Thasia merasa sangat terluka, tapi dia hanyalah alat bagi Jeremy.Terkadang ada hal yang hanya bisa disimpan di dalam hati, Thasia juga tidak perlu mempermasalahkannya, bagaimanapun dirinya juga mendapat untung.Jadi Thasia harus terlihat menyedihkan.Jeremy mengerutkan keningnya, lalu bertanya dengan nada dingin, "Sejak kapan kamu tahu?""Memangnya penting?" Thasia berkata, "Kamu hanya perlu tahu, aku tahu semuanya dan aku nggak ingin meneruskan pernikahan ini lagi?"Wajah Jeremy terlihat dingin, dia memegang tangan Thasia dengan erat dan berkata, "Bagaimana kalau aku nggak mau?""Nggak mau? Kenapa kamu nggak mau?" Thasia sedikit mengamuk. "Kamu yang membuat peraturan ini, aku sudah mematuhinya, menyelesaikan bagianku, seharusnya kamu melepaskanku. Jeremy, aku nggak ingin
Tangan Jeremy memukul pantat Thasia.Rasanya sakit."Aku rasa hukumanmu masih belum cukup!" kata Jeremy.Setelah beberapa saat.Thasia pun tidak tahan menerima hukumannya, dia masih sangat polos, mulut mengeluarkan suara dengan bergetar, "Nggak ... sudah cukup ... aku mohon, lepaskan aku ...."Jeremy menatap Thasia yang terlihat lemas di atas meja, rambutnya berantakan, wajahnya memerah, di atas dahinya terdapat keringat.Kemejanya sedikit terbuka hingga bagian pinggang, stockingnya sudah di robek oleh Jeremy, roknya juga sudah terangkat hingga ke bagian atas pahanya.Air mata Thasia terus mengalir, hidungnya sudah memerah karena menangis, badannya meringkuk, terlihat sangat kasihan seperti baru dianiaya.Jeremy pun merasa tidak tega, dia segera memeluk pihak lawan dengan posisi duduk.Kepala Thasia sudah tidak bisa berpikir dengan jelas, dia menangis dengan tersedu-sedu, tenggorokannya terasa serak, pandangan matanya juga menjadi pudar.Thasia seperti boneka yang hancur di pelukan Jer
Jeremy merasa penasaran terhadap pria yang bernama Leo itu.Sebenarnya pria itu memiliki sihir apa sehingga Thasia tidak bisa melupakannya selama bertahun-tahun?Jika pihak lawan bukan pria baik? Apakah Thasia akan melupakannya? Apakah dia masih mau bercerai dengannya?...Thasia mengalami mimpi buruk. Di dalam mimpinya, kedua tangannya diborgol, lalu dirinya dikurung dalam sangkar. Thasia sudah seperti burung dalam sangkar.Di sekelilingnya tidak ada orang.Tidak ada yang peduli padanya.Thasia terkubur di dalam kegelapan, tidak peduli bagaimana dia berusaha melepaskan diri, tetap saja gagal.Thasia pun terbangun dari mimpi buruknya, napasnya menjadi terengah-engah, wajahnya dipenuhi oleh keringat.Thasia terduduk sambil menyentuh wajahnya, setelah tenang dia pun melihat ke sekeliling, ternyata dia sedang berada di tempat yang asing.Di dalam kamar ada penghangat ruangan, dirinya memakai gaun tidur dan ditutupi oleh selimut bulu.Gaun tidur ini sama persis dengan yang ada di mimpinya.
Thasia tidak tahu apa yang ingin Jeremy lakukan.Namun, Thasia tidak mau hanya duduk diam saja di sini.Thasia tidak mau menjadi burung cantik di dalam sangkar.Dia tidak bersedia.Jeremy melihat Thasia yang suasana hatinya tidak menentu, juga terlihat sangat takut dan waspada pada dirinya.Jeremy pun mengerutkan keningnya, lalu berkata, "Thasia, kamu ini istriku, kenapa jadi simpananku? Nggak ada salahnya kamu tinggal bersamaku."Dulu mereka juga tinggal bersama, tapi Thasia bersikap biasa saja.Kenapa sekarang wanita itu malah berubah?Jeremy merasa bingung.Thasia meremas sprei, lalu bertanya, "Kapan kita akan mengurusi perceraian kita?""Kamu buru-buru?""Ya." Thasia berkata, "Bukannya kita sudah sepakat hari ini, jadi kita nggak boleh menundanya lagi, mengerti?"Jeremy menatapnya dengan lekat, Thasia berkata seperti ini dengan lugas, tidak seperti dia yang dulu.Thasia saat ini sudah ingin lepas darinya, jadi Jeremy pun menebak sesuatu. "Semua demi pria bernama Leo itu?"Thasia te
Seketika nada bicara Jeremy menjadi berubah, dia berkata dengan suara rendah, "Kalau nggak mau kasih tahu juga nggak masalah. Ke depannya jangan bahas tentang cerai lagi, tetap saja di sini dengan patuh!"Thasia merasa terkejut, bagaimana bisa begini, seketika suasana hatinya bergejolak. "Jeremy, apa maksudmu?!""Patuh saja."Tangan Jeremy bergerak untuk mengelus rambut Thasia, lalu dia berkata dengan suara rendah dan sedikit makna memanjakan, "Kamu masih belum makan, pasti kamu lapar. Aku menyuruh pelayan membuatkan makanan kesukaanmu, ayo kita makan di bawah."Thasia tidak menyangka rencananya gagal.Sepertinya Thasia yang tidak terlalu memahami Jeremy, dirinya yang selama ini salah mengerti tentang pria di depannya ini.Thasia kira Jeremy pasti akan marah besar saat tahu di hatinya ada pria lain, jadi mereka akan segera bercerai.Bagaimanapun di hati mereka masing-masing sudah terisi oleh orang lain.Namun, pria itu lebih memilih mengurungnya dan tidak mau bercerai.Thasia merasa pa
"Nggak perlu, buatan siapa pun sama saja, semuanya enak. Hanya saja hari ini aku terlalu lapar, jadi makan lebih banyak." Thasia tidak ingin Jeremy terlalu memikirkannya.Tidak baik jika pria itu terlalu memperhatikannya.Semakin pria itu memperhatikannya, semakin besar pula pengorbanan Thasia."Aku lelah, apakah aku sudah boleh pergi istirahat?" tanya Thasia."Hmm," jawab Jeremy.Thasia akhirnya menghela napas lega dan cepat-cepat naik ke atas.Besok saat dia bangun, dia akan langsung pergi ke kantor, jadi dia tidak perlu berada di tempat ini lagi.Setelah pulang kerja, dia akan pulang ke rumah orang tuanya.Begitu masuk ke kamar, Thasia merasa lebih rileks, tapi siapa sangka Jeremy malah mengikutinya.Melihat pria itu masuk, Thasia pun melangkah mundur sambil bertanya, "Untuk apa kamu masuk juga?""Ini kamar utama, kalau aku nggak masuk ke sini mau masuk ke mana lagi?" jawab Jeremy dengan lugas.Thasia berkata, "Kalau begitu aku tidur di kamar tamu saja."Saat Thasia ingin melangkah
Reaksi Thasia yang terlalu berlebihan membuat Jeremy bingung. "Kenapa?"Thasia merasa sedikit panik, tangannya jadi ikut-ikutan menyentuh perutnya. Benarkah perutnya membesar?Seharusnya masih belum saatnya perut ini membesar.Thasia bertemu tatap dengan Jeremy, pria itu menatapnya dengan bingung, dia pun merasa lebih panik lagi, jadi dia berkata, "Mungkin tadi makan kekenyangan. Aku sudah ngantuk, mau tidur."Setelah itu Thasia langsung berbaring, dia menutup matanya, tidak ingin membiarkan Jeremy bertanya lagi.Jeremy terdiam menatap Thasia, menatap tubuh wanita itu yang menjadi lebih montok. Memang tubuhnya saat ini menjadi lebih bagus daripada dulu yang kurus kering.Namun, reaksi Thasia yang berlebihan tadi membuat Jeremy curiga.Thasia sepertinya berubah, dia tidak seperti dulu lagi.Perubahannya ini terlalu besar.Misalkan saat ini, Thasia sudah tidak peduli lagi padanya, ingin bercerai, bahkan ingin mengundurkan diri.Seakan-akan dalam waktu singkat wanita ini berubah menjadi o
Thasia pun melihat bukunya.Di dalam buku itu tertulis kaus putih.Tidak salah.Itu gaya Jeremy paling simpel.Gaya seperti anak muda.Kenapa Thasia bisa menulis hal ini di dalam buku itu.Thasia sudah menulis buku ini cukup lama, mungkin ada beberapa catatan yang lupa dia hapus."Kak Thasia?"Vina melihat Thasia sedikit tidak fokus, jadi dia memanggilnya.Thasia segera sadar kembali, dia pun tersenyum. "Dicoret saja, itu salah tulis.""Baik."Vina menjawabnya.Vina sudah menebaknya, orang seperti Pak Jeremy yang merupakan pebisnis kaya mana mungkin memakai kaus putih.Vina ini siswa yang lulus tepat waktu, dia bisa belajar dengan sangat cepat.Thasia berpikir, asisten seperti ini sangat cocok untuk Jeremy.Jika dirinya berhasil mencarikan orang yang cocok untuk Jeremy, maka pria itu akan melepaskannya.Thasia duduk di tempatnya sambil bengong.Vina menyadari bahwa Thasia sedang menatapnya, dia pun bertanya, "Kak Thasia, apakah kamu nggak enak badan?"Thasia tersenyum padanya dengan ra
"Oke."Tatapan Kent mengikuti sosok Thasia yang berlalu.Thasia mengendarai sepedanya keluar, dia menuju ke pusat kota.Jaraknya tidak terlalu jauh.Jeremy telah memberinya sebuah vila dengan harga yang sangat mahal.Saat ini jalanan cukup ramai, dia sedang menunggu di lampu merah.Setelah lampu berwarna hijau, dia mendorong sepedanya, tiba-tiba ada orang berkata, "Biar aku bantu."Thasia menoleh ke belakang, dia melihat seorang pria muda sedang mendorong belakang sepedanya.Sepertinya pria itu menyadari Thasia sedang hamil, jadi kesulitan mengendarai sepeda.Hari ini Thasia berpakaian dengan santai. Rambutnya dikepang, memakai sebuah topi dan gaun yang lebar, perutnya sedikit menonjol.Selain ibu hamil yang akan berpakaian seperti ini, yang lainnya tidak mungkin.Thasia merasa dirinya tidak selemah itu, tapi dia juga tidak ingin menolak kebaikannya, jadi dia berkata, "Terima kasih."Dia segera sampai ke seberang, orang itu berjalan ke arah yang berlawanan dengannya.Thasia lanjut meng
Sabrina kira dirinya sedang bermimpi, dia merasa kesal, padahal sebelumnya dia melihat mereka saling mencintai, kenapa sekarang malah bercerai. "Apa yang terjadi? Jeremy itu, dasar pria berengsek, dia cepat sekali berubahnya. Nggak bisa, pokoknya aku harus memberinya pelajaran!"Thasia sudah menerima kenyataan ini. "Nggak perlu, ada baiknya kami bercerai, sekarang aku sudah punya rumah dan uang, aku sudah menjadi janda kaya, meski aku nggak bekerja seumur hidup, aku nggak akan mati kelaparan, kamu seharusnya mengucapkan selama padaku.""Keenakan wanita murahan itu!" Sabrina memosisikan dirinya seperti Thasia, mana mungkin dia terima."Biarkan saja." Thasia berkata, "Kamu nggak perlu mengurusi masalah ini, semua sudah berlalu.""Aku mengerti, hanya saja aku khawatir kamu akan merasa sedih, aku ingin bertanya apakah perlu aku temani, tapi kamu nggak menjawab panggilanku, aku juga nggak tahu kamu ada di mana. Membuatku khawatir saja." Sabrina benar-benar khawatir padanya, tapi juga tahu s
Matanya menatap ke arah Kent lagi, pria itu menatapnya dengan tatapan seperti biasa.Bagi Kent hal itu sudah biasa.Thasia akhirnya mengerti, pria ini tumbuh besar di lingkungan yang kejam dan selalu bersembunyi.Seperti katanya, Kent memang hidup di dunia yang gelap, tanpa adanya cahaya.Meski begitu Thasia tetap merasa terkejut, dia tidak mengerti padahal sama-sama manusia, kenapa mereka bisa hidup dengan cara yang sangat berbeda."Kenapa kamu memberikan darahmu padaku?" Thasia ingin menolak. "Aku nanti juga akan siuman kalau pingsan, kamu nggak perlu melukai dirimu, nggak baik bagi tubuhmu, aku nggak mau kamu bertindak seperti ini."Kent tersenyum santai, mungkin hal ini hal paling santai yang pernah dia lakukan. "Nggak masalah, hanya mengeluarkan sedikit darah saja, nggak akan mengancam nyawa.""Nggak boleh bilang begitu, lain kali nggak boleh lagi!" Thasia menentangnya dengan tegas. "Saat kamu bersamaku maka kamu juga harus dihargai, bukan barang untuk dikorbankan, kamu juga nggak
Kent ingin menghindari, jelas dia tidak ingin Thasia menyentuhnya.Saat ini Thasia merasa lebih curiga, dia bertanya, "Kenapa kamu berdarah?"Padahal Kent sudah terluka cukup lama, meski luka di tubuhnya masih belum sembuh total, tidak seharusnya masih meneteskan darah.Kecuali lukanya bertambah lagi.Kent menarik lengan bajunya, tapi beberapa tetes darah itu tidak bisa ditutupi dengan mudah.Pria itu tersenyum, lalu mencari alasan. "Tadi saat memasak nggak sengaja terluka, bukan masalah besar."Alasan itu tidak bisa mengelabui Thasia."Kamu sudah terbiasa melakukan pembedahan, mana mungkin bisa terluka saat memasak. Kamu nggak akan bisa membohongiku!" Thasia mengerutkan keningnya, dia sama sekali tidak percaya pada penjelasannya ini. "Luka ini sepertinya bukan muncul saat kamu memasak tadi, kenapa kamu bisa terluka?"Kent terdiam.Pria itu tidak mau bilang, Thasia tetap punya mata untuk melihat, dia menarik tangan Kent, ternyata di pergelangan tangannya ada luka yang diperban dengan k
"Ini pertama kalinya aku masak."Thasia mengangkat alisnya. "Nggak masalah, aku ingin mencicipi masakanmu, mungkin saja kamu berbakat."Setengah jam kemudian Kent baru berjalan keluar dari dapur.Tidak ada aroma gosong, berarti Kent tidak membuat dapurnya terbakar.Namun, ketika Kent meletakkan masakannya di atas meja, Thasia merasa sangat terkejut.Thasia menatap Kent dengan tatapan ketakutan.Kent pikir Thasia tidak tahu masakan apa ini, jadi dia menjelaskan dengan tenang, "Ini hati ayam, ini ampela ayam ... kedua hal itu termasuk organ dalamnya, ini badan ayam, ini bagian pahanya, ada banyak daging tapi nggak eneg ...."Setelah mendengar penjelasan Kent, dia seakan-akan mendengarkan penjelasan bagian tubuh.Bisa dibayangkan saat Kent memasak, dia membedah ayam itu, begitu melihatnya selera makan Thasia pun menghilang.Sebaliknya malah membuatnya ingin muntah.Melihat Thasia masih belum mulai makan, Kent bertanya, "Kenapa? Kelihatannya nggak enak? Padahal aku sudah berusaha membuatny
Tatapan Kent menjadi rumit, kalau Thasia tahu apa yang telah dirinya lakukan, wanita ini pasti tidak akan berkata seperti itu.Kent saja tidak berani menyentuh tangan Thasia, apalagi melakukan hal jahat padanya.Kent tidak menolak lagi, dia membiarkan Thasia menyentuh tangannya.Mereka berdua terdiam cukup lama, warna darah di gelang mutiara yang dipakai Thasia menjadi lebih pekat, hal ini terlihat oleh wanita itu, dia pun bertanya, "Apakah mutiara di gelang ini bisa berubah warna?"Tatapan Kent menjadi lebih gelap. "Benarkah?"Thasia memosisikan gelang itu di bawah sinar matahari, memang benar warna merahnya jadi lebih pekat. "Aku kira karena ini gelang lama, jadi warnanya bisa lebih gelap, tapi sekarang warna merahnya jadi lebih pekat. Gelang ini biasanya kamu yang pakai, 'kan? Kamu nggak sadar?"Kent tanpa sadar mengelus pergelangan tangannya, tertawa sambil berkata, "Mungkin ini barang palsu, aku nggak tahu, aku nggak pernah tes."Thasia menatap Kent. "Kalau palsu mungkinkah kamu m
Bisa dibilang hidupnya cukup beruntung.Lahir di keluarga yang harmonis, banyak orang yang baik padanya.Hanya dalam percintaan saja dia tidak beruntung.Mungkin hidupnya terlalu datar, agar hidupnya lebih berkreasi, dia harus mengalami perasaan kecewa ini.Perkataannya membuat Kent tertawa.Dia duduk di samping Thasia, menjaganya, matanya yang berwarna coklat terlihat sangat lembut."Kamu nggak pernah berkorban untukmu, tapi kamu memberiku kehidupan." Kent tidak menyembunyikan hal ini, ada hal yang harus dihadapi. "Tunggu ingatanmu pulih kamu juga akan tahu."Kent telah beberapa kali menolongnya, Thasia percaya pria ini tidak akan mencelakainya.Meski Kent bukan orang biasa.Sekarang orang yang menemaninya adalah Kent.Thasia tanpa sadar bertanya, "Kamu punya teman?""Nggak punya."Thasia bertanya lagi, "Kamu nggak ada teman?"Kent malah berkata, "Aku nggak perlu teman.""Orang tuamu di mana?""Aku nggak tahu siapa orang tuaku.""Kalau begitu kamu pasti kesepian, nggak ada keluarga da
Bagi Lisa, dia hanya punya pilihan ini.--Thasia tidak tahu bagaimana dirinya melewati malam ini, waktu terasa sangat lama.Dia terus terjaga di sofa sepanjang malam.Setelah dia merasa lebih sadar, matahari sudah mulai terbit.Rasanya lelah.Sangat lelah.Thasia menyeret tubuhnya yang lelah ke kamar mandi, dia mencuci muka, saat melihat wajahnya di kaca dia merasa terkejut.Dia kira dirinya melihat hantu.Matanya memerah, wajahnya sangat pucat, tidak ada rona darah sama sekali, dia terlihat seperti wanita sakit parah.Thasia mengelus wajahnya, dia tidak percaya dirinya menjadi seperti ini.Setelah hatinya dilukai apakah dirinya semenyedihkan ini?Tanpa Jeremy, apakah dirinya tidak bisa hidup lagi?Jawabannya tidak.Bukannya dia sempat berpikir putus hubungan dengan pria itu dan ingin bercerai?Bedanya kali ini pria itu yang meminta pisah.Thasia masih bisa hidup, dia bahkan bisa hidup dengan jauh lebih baik.Thasia sudah memutuskan, sudah cukup dia merasa sedih semalaman, hari-hari s
Lisa sudah membayangkan.Pernikahannya dan Jeremy akan semeriah apa.Dia akan menjadi pengantin paling bahagia di dunia ini.Pada saat ini, Lisa mendengar suara langkah kaki, dia kira pembantu di rumahnya, jadi dia berkata, "Kamu nggak perlu melayaniku, kamu istirahat saja."Namun, suara langkahnya tidak berhenti.Lisa mengerutkan keningnya, dia merasa sedikit kesal, jadi dia melepas maskernya sambil berkata, "Sudah aku bilang ...."Begitu dia menoleh dan melihat dengan lebih jelas siapa yang datang, dia merasa terkejut, dia membuang maskernya dan berkata dengan hormat, "Ayah ....""Lisa." Pria itu menatap Lisa, lalu berkata sambil tersenyum, "Lama nggak bertemu, ternyata kamu sudah besar."Lisa segera berdiri, dia memeluk pria itu. "Ayah, akhirnya kamu dibebaskan, aku sangat rindu padamu!"Pria yang berusia sekitar 50 tahun itu lebih tinggi sedikit dari Lisa, meski sudah tua tubuhnya cukup tegap, dia mengelus kepala Lisa dengan lembut. "Maaf membuatmu sendirian."Lisa berkata, "Nggak