Tatapan Thasia jatuh pada dokumen itu, dia pun berkata, "Aku masih punya tanggung jawab, sedangkan Pak Jeremy juga butuh seorang sekretaris, jadi aku harus memilihkannya dengan teliti."Mendengar ini Jeremy merasa tidak senang.Thasia berbuat seperti ini demi meninggalkannya."Kapan Pak Jeremy ada waktu luang?" tanya Thasia. "Kita masih harus mengurus perceraian, kontrak kita sudah habis, jadi kita harus mengurus perceraian. Pak Jeremy masih ingat pada kata-katamu, bukan?"Jeremy hanya diam.Thasia menoleh lagi padanya. "Aku harap Pak Jeremy menepati kata-katamu, hal ini baik untuk kita ...."Tiba-tiba Jeremy berkata dengan keras, "Tony, keluar dari sini!"Teriakannya itu membuat Thasia terkejut.Tony pun segera keluar, di ruangan kecil itu hanya tersisa mereka berdua, seketika Thasia merasa sedikit sulit bernapas.Thasia menatap tatapan Jeremy, dia bisa merasakan firasat buruk.Thasia tidak merasa perkataannya ada yang salah.Bukankah pria ini juga sudah tidak sabar ingin bercerai den
Thasia tersenyum dengan dingin, dia menatap Jeremy dengan tatapan yang sangat dingin.Thasia memberi tahu dirinya sendiri semua ini tidak ada apa-apanya.Dalam pernikahan ini dirinya juga mendapat untung.Sebenarnya Thasia merasa sangat terluka, tapi dia hanyalah alat bagi Jeremy.Terkadang ada hal yang hanya bisa disimpan di dalam hati, Thasia juga tidak perlu mempermasalahkannya, bagaimanapun dirinya juga mendapat untung.Jadi Thasia harus terlihat menyedihkan.Jeremy mengerutkan keningnya, lalu bertanya dengan nada dingin, "Sejak kapan kamu tahu?""Memangnya penting?" Thasia berkata, "Kamu hanya perlu tahu, aku tahu semuanya dan aku nggak ingin meneruskan pernikahan ini lagi?"Wajah Jeremy terlihat dingin, dia memegang tangan Thasia dengan erat dan berkata, "Bagaimana kalau aku nggak mau?""Nggak mau? Kenapa kamu nggak mau?" Thasia sedikit mengamuk. "Kamu yang membuat peraturan ini, aku sudah mematuhinya, menyelesaikan bagianku, seharusnya kamu melepaskanku. Jeremy, aku nggak ingin
Tangan Jeremy memukul pantat Thasia.Rasanya sakit."Aku rasa hukumanmu masih belum cukup!" kata Jeremy.Setelah beberapa saat.Thasia pun tidak tahan menerima hukumannya, dia masih sangat polos, mulut mengeluarkan suara dengan bergetar, "Nggak ... sudah cukup ... aku mohon, lepaskan aku ...."Jeremy menatap Thasia yang terlihat lemas di atas meja, rambutnya berantakan, wajahnya memerah, di atas dahinya terdapat keringat.Kemejanya sedikit terbuka hingga bagian pinggang, stockingnya sudah di robek oleh Jeremy, roknya juga sudah terangkat hingga ke bagian atas pahanya.Air mata Thasia terus mengalir, hidungnya sudah memerah karena menangis, badannya meringkuk, terlihat sangat kasihan seperti baru dianiaya.Jeremy pun merasa tidak tega, dia segera memeluk pihak lawan dengan posisi duduk.Kepala Thasia sudah tidak bisa berpikir dengan jelas, dia menangis dengan tersedu-sedu, tenggorokannya terasa serak, pandangan matanya juga menjadi pudar.Thasia seperti boneka yang hancur di pelukan Jer
Jeremy merasa penasaran terhadap pria yang bernama Leo itu.Sebenarnya pria itu memiliki sihir apa sehingga Thasia tidak bisa melupakannya selama bertahun-tahun?Jika pihak lawan bukan pria baik? Apakah Thasia akan melupakannya? Apakah dia masih mau bercerai dengannya?...Thasia mengalami mimpi buruk. Di dalam mimpinya, kedua tangannya diborgol, lalu dirinya dikurung dalam sangkar. Thasia sudah seperti burung dalam sangkar.Di sekelilingnya tidak ada orang.Tidak ada yang peduli padanya.Thasia terkubur di dalam kegelapan, tidak peduli bagaimana dia berusaha melepaskan diri, tetap saja gagal.Thasia pun terbangun dari mimpi buruknya, napasnya menjadi terengah-engah, wajahnya dipenuhi oleh keringat.Thasia terduduk sambil menyentuh wajahnya, setelah tenang dia pun melihat ke sekeliling, ternyata dia sedang berada di tempat yang asing.Di dalam kamar ada penghangat ruangan, dirinya memakai gaun tidur dan ditutupi oleh selimut bulu.Gaun tidur ini sama persis dengan yang ada di mimpinya.
Thasia tidak tahu apa yang ingin Jeremy lakukan.Namun, Thasia tidak mau hanya duduk diam saja di sini.Thasia tidak mau menjadi burung cantik di dalam sangkar.Dia tidak bersedia.Jeremy melihat Thasia yang suasana hatinya tidak menentu, juga terlihat sangat takut dan waspada pada dirinya.Jeremy pun mengerutkan keningnya, lalu berkata, "Thasia, kamu ini istriku, kenapa jadi simpananku? Nggak ada salahnya kamu tinggal bersamaku."Dulu mereka juga tinggal bersama, tapi Thasia bersikap biasa saja.Kenapa sekarang wanita itu malah berubah?Jeremy merasa bingung.Thasia meremas sprei, lalu bertanya, "Kapan kita akan mengurusi perceraian kita?""Kamu buru-buru?""Ya." Thasia berkata, "Bukannya kita sudah sepakat hari ini, jadi kita nggak boleh menundanya lagi, mengerti?"Jeremy menatapnya dengan lekat, Thasia berkata seperti ini dengan lugas, tidak seperti dia yang dulu.Thasia saat ini sudah ingin lepas darinya, jadi Jeremy pun menebak sesuatu. "Semua demi pria bernama Leo itu?"Thasia te
Seketika nada bicara Jeremy menjadi berubah, dia berkata dengan suara rendah, "Kalau nggak mau kasih tahu juga nggak masalah. Ke depannya jangan bahas tentang cerai lagi, tetap saja di sini dengan patuh!"Thasia merasa terkejut, bagaimana bisa begini, seketika suasana hatinya bergejolak. "Jeremy, apa maksudmu?!""Patuh saja."Tangan Jeremy bergerak untuk mengelus rambut Thasia, lalu dia berkata dengan suara rendah dan sedikit makna memanjakan, "Kamu masih belum makan, pasti kamu lapar. Aku menyuruh pelayan membuatkan makanan kesukaanmu, ayo kita makan di bawah."Thasia tidak menyangka rencananya gagal.Sepertinya Thasia yang tidak terlalu memahami Jeremy, dirinya yang selama ini salah mengerti tentang pria di depannya ini.Thasia kira Jeremy pasti akan marah besar saat tahu di hatinya ada pria lain, jadi mereka akan segera bercerai.Bagaimanapun di hati mereka masing-masing sudah terisi oleh orang lain.Namun, pria itu lebih memilih mengurungnya dan tidak mau bercerai.Thasia merasa pa
"Nggak perlu, buatan siapa pun sama saja, semuanya enak. Hanya saja hari ini aku terlalu lapar, jadi makan lebih banyak." Thasia tidak ingin Jeremy terlalu memikirkannya.Tidak baik jika pria itu terlalu memperhatikannya.Semakin pria itu memperhatikannya, semakin besar pula pengorbanan Thasia."Aku lelah, apakah aku sudah boleh pergi istirahat?" tanya Thasia."Hmm," jawab Jeremy.Thasia akhirnya menghela napas lega dan cepat-cepat naik ke atas.Besok saat dia bangun, dia akan langsung pergi ke kantor, jadi dia tidak perlu berada di tempat ini lagi.Setelah pulang kerja, dia akan pulang ke rumah orang tuanya.Begitu masuk ke kamar, Thasia merasa lebih rileks, tapi siapa sangka Jeremy malah mengikutinya.Melihat pria itu masuk, Thasia pun melangkah mundur sambil bertanya, "Untuk apa kamu masuk juga?""Ini kamar utama, kalau aku nggak masuk ke sini mau masuk ke mana lagi?" jawab Jeremy dengan lugas.Thasia berkata, "Kalau begitu aku tidur di kamar tamu saja."Saat Thasia ingin melangkah
Reaksi Thasia yang terlalu berlebihan membuat Jeremy bingung. "Kenapa?"Thasia merasa sedikit panik, tangannya jadi ikut-ikutan menyentuh perutnya. Benarkah perutnya membesar?Seharusnya masih belum saatnya perut ini membesar.Thasia bertemu tatap dengan Jeremy, pria itu menatapnya dengan bingung, dia pun merasa lebih panik lagi, jadi dia berkata, "Mungkin tadi makan kekenyangan. Aku sudah ngantuk, mau tidur."Setelah itu Thasia langsung berbaring, dia menutup matanya, tidak ingin membiarkan Jeremy bertanya lagi.Jeremy terdiam menatap Thasia, menatap tubuh wanita itu yang menjadi lebih montok. Memang tubuhnya saat ini menjadi lebih bagus daripada dulu yang kurus kering.Namun, reaksi Thasia yang berlebihan tadi membuat Jeremy curiga.Thasia sepertinya berubah, dia tidak seperti dulu lagi.Perubahannya ini terlalu besar.Misalkan saat ini, Thasia sudah tidak peduli lagi padanya, ingin bercerai, bahkan ingin mengundurkan diri.Seakan-akan dalam waktu singkat wanita ini berubah menjadi o