Thasia melihat tindakannya. Walau dirinya dan Jeremy akan bercerai, tetap saja dia yang tidur di ranjang ini sebelumnya. Dia tidak suka orang lain menyentuhnya, ketika Ella hendak menyentuhnya, dia meraih tangan wanita itu, "Kamu tahu sweater yang mana?"Ella berhenti sejenak dan berpikir, "Hanya mengambil sweater saja, aku juga bisa antarkan."Ella merasa apa yang bisa dilakukan Thasia, dirinya juga bisa melakukannya.Thasia berkata tanpa ekspresi, "Kalau kamu ingin menjadi istrinya, kamu harus bisa memenuhi syarat." Thasia melihat ke arah ranjang besar. "Jeremy itu orang yang suka pilih-pilih, seperti sweater, hari apa dia akan memakai warna putih atau hitam, kalau dia nggak menyukainya ... maka akan gawat.""Berhentilah menakut-nakutiku!" Ella tidak memercayainya. Thasia juga sempat memperingatinya saat di dapur, tapi pada akhirnya Thasia hanya ingin dirinya mundur. "Cuacanya semakin dingin. Kak Jeremy ingin memakai pakaian tebal agar tetap hangat. Mana mungkin dia sampai berpikir s
Thasia biasanya terlihat sangat tenang, tidak mau berdebat dan jarang marah.Tidak peduli bagaimana Ella bertingkah, hal itu bukan urusannya dan Thasia tidak pernah berpikir untuk ikut campur.Juga karena itu Thasia pun dipojokkan hingga keadaannya menjadi seperti ini, Ella semakin berani bersikap sombong.Ella bahkan merasa status Thasia di Keluarga Okson lebih rendah darinya, hal ini membuatnya cukup percaya diri dan berpikir untuk menindasnya.Namun, Thasia tiba-tiba mengamuk dan menamparnya.Ella merasa sedikit terkejut. Ada Jeremy di bangsal, dia tidak boleh bertengkar dengan Thasia, dia harus terlihat lemah. Jadi dia hanya bisa berkata dengan sedih dan mata memerah, "Aku ... nggak bermaksud begitu."Tentu saja Thasia memahami tipuan muslihatnya, wanita ini berpura-pura menunjukkannya sikap lemahnya pada orang lain.Thasia tidak ingin mengalah lagi. Lagi pula, dia sudah keterlaluan, pihak lawan kira dirinya takut sehingga bisa menekannya. "Kamu tadi nggak bersikap seperti ini. Kam
"Aku sudah bawa untukmu." Thasia mengeluarkannya dari tas. "Yang ini, 'kan?"Jeremy awalnya sudah merasa tidak senang, tapi ketika dia melihat Thasia tidak menyerahkan tugas ini kepada wanita lain, ekspresi kesalnya pun menghilang, lalu dia pun bertanya, "Lalu kenapa dia bisa datang?"Thasia memandang Ella. "Tanyakan saja padanya apakah dia yang bersikeras ke sini dan nggak mau mendengarkan saranku. Aku nggak mau disalahkan."Jeremy memandang Ella lagi.Awalnya Ella ingin menunjukkan sisi lemahnya dan membuat Jeremy mengasihaninya, tapi ketika dia melihat tatapan pria itu, dia pun tahu dirinya sedang dalam masalah. Dia berkata dengan hati-hati, "Aku ... aku khawatir padamu. Maafkan aku, aku memang bersalah, aku yang nggak mengerti. Lain kali aku nggak akan melakukannya lagi, aku pasti akan mendengarkan saran Kak Thasia."Sorot mata Jeremy menjadi dingin. "Pergi sana."Ini pertama kalinya Ella diperlakukan begitu dingin oleh Jeremy, pria ini sudah tidak seperti pria yang mengobrol denga
"Bagaimana mungkin aku nggak khawatir? Kamu dirawat di rumah sakit, aku pun sangat mengkhawatirkanmu, aku pikir sama seperti yang waktu itu!" Lisa berkata sambil menangis, "Aku nggak ingin melihatmu terbaring di ranjang rumah sakit lagi, kalau begini aku nggak akan bisa tidur dan makan dengan tenang, juga nggak bisa fokus syuting. Aku lebih baik berada di sisimu untuk menjagamu."Ketika Lisa mengatakan hal ini, Jeremy tiba-tiba teringat pada cedera parahnya dulu.Cedera itu hampir membunuhnya.Lisa yang menyelamatkannya.Sebagai tanggapan, Jeremy hanya menjawab, "Hal itu nggak akan terjadi lagi."Lisa tetap merasa khawatir dan menatapnya dengan mata berkaca-kaca. "Kamu sudah berjanji bahwa kamu nggak ingin melihatku sedih, kamu harus menjaga dirimu dengan baik agar nggak terluka lagi. Jangan gunakan tubuhmu untuk menghukumku!"Jeremy pernah hampir mati sebelumnya.Saat itu, Lisa menjaganya selama tujuh hari tujuh malam tanpa tidur nyenyak.Kemudian, setiap kali dia terluka, Lisa tidak
"Siti, berhenti bicara." Lisa menyelanya dan berkata kepada Jeremy, "Aku baik-baik saja."Jeremy melirik pergelangan kakinya, dia melihat pergelangan kaki Lisa sedikit memerah, jadi pria itu berkata, "Tony, bawa dia ke dokter.""Baik, Pak Jeremy." Tony segera mendekat.Lisa berkata, "Nggak perlu ke dokter, cukup pakai obat saja sudah cukup, hanya luka kecil saja. Aku juga sering terluka di lokasi syuting, bahkan jauh lebih parah dari ini. Tony, tolong bantu aku membelinya."Tony memandang Jeremy, menunggunya keputusannya.Jeremy berkata dengan tenang, "Kalau begitu, belikan obatnya.""Baik, Pak Jeremy." Tony berjalan keluar.Setelah lama tidak bertemu, Lisa cukup merindukan pria ini, tapi dia selalu menahan diri hanya demi kariernya, juga kesal karena pria ini sudah mempermalukannya karena Thasia.Namun, kali ini sepertinya tidak buruk, setidaknya Jeremy masih mengingatnya.Hal ini membuatnya merasa tenang.Lisa mengambil pisau dan mengupas apel untuknya. "Kamu nggak meneleponku saat t
Thasia mematikan mobil dan menunggu Lisa mendekat.Lisa mengangkat makanan yang dibawanya dan tersenyum dingin. "Kenapa kamu nggak masuk? Kamu pasti kesal melihatku bersama Jeremy mengobrol, bukan?""Ada apa?" Thasia menoleh dan menatap Lisa yang berjalan di depannya."Kamu belum menjawab pertanyaanku."Thasia mengalihkan pandangannya dan berkata dengan tenang, "Terkadang suka ada orang yang berpura-pura dirinya telah mendapatkan apa yang dia inginkan, semakin dia pamer, maka akan semakin sulit untuk mendapatkannya."Thasia tahu bahwa Lisa ingin memanfaatkan kesempatan ini untuk mengejeknya.Semua untuk pamer di depannya.Ekspresi Lisa menjadi dingin, dia membencinya yang suka berpura-pura tenang. "Kenapa pasti hanya berpura-pura saja, tapi di hatimu kamu merasa sedih, bukan? Nggak peduli seberapa jauh diriku dari Jeremy, dia akan selalu memikirkanku.""Kamu juga tahu dia telah mendirikan perusahaan entertainment untukku. Aku ingin main film, dia langsung mengatur sebuah peran untukk
Jeremy menolak semua tamu.Tony menghalangi di pintu dan berkata dengan sopan, "Nona Lisa, Pak Jeremy sedang istirahat. Dia bilang Anda nggak perlu mengkhawatirkannya. Anda bisa kembali ke lokasi syuting."Lisa berkata, "Nggak masalah, aku sudah meminta izin, sutradara sudah mengizinkannya. Setelah kembali nanti aku bisa melanjutkan syutingnya."Tony merasa sedikit tertekan sekarang dan berkata dengan bijaksana, "Pak Jeremy perlu istirahat."Lisa melirik ke bangsal dan memahami arti kalimatnya. Dia tidak marah-marah, malah berkata, "Tolong berikan ini pada Jeremy. Aku akan kembali untuk membawakan masakan Bibi nanti.""Baiklah, Nona Lisa."Tony mengambil dokumen itu dan terkejut saat melihat judul dokumennya.Lisa mengucapkan selamat tinggal dan berjalan pergi.Asistennya berkata, "Kak Lisa, kenapa kamu nggak masuk? Kita akhirnya punya kesempatan.""Nggak perlu terburu-buru," Lisa berkata, "Masih banyak peluang di masa depan. Lebih baik kita pulang ke Kediaman Keluarga Okson dulu."Lis
Dia tidak akan membiarkan Thasia pergi, dia ingin menangkapnya lalu membunuhnya."Dasar pembawa sial. Tanpamu kami semua pasti akan baik-baik saja. Kak Santo pasti akan membantuku dan keluarga kita bisa hidup bahagia. Kamulah yang menghalangi kebahagiaan kami, membuat Kak Santo membuang kami. Dasar wanita sialan, aku hajar kamu sampai mati!"Rambut Thasia dijambak olehnya.Dia secara refleks ingin menghindari dan mendorongnya menjauh.Kuku Evelyn cukup panjang, dia bahkan mencakar pipi Thasia, meninggalkan beberapa bekas luka."Bu, kalian sedang di kantor polisi. Dengan tindakanmu ini, kami bisa saja menangkapmu!"Evelyn merasa sangat marah sehingga dia hampir pingsan. "Tangkap saja, tapi aku akan memukulnya sampai mati dulu! Lalu menyeretnya ke neraka juga kalau aku mati!"Evelyn terlihat sangat galak, polisi tidak punya pilihan selain menangkap dan menekannya ke lantai.Wanita itu masih ingin melawan, dia menatap Thasia dengan tatapan marah.Wajah Feni menjadi pucat dan dia menangis.