"A--aku lebih baik di luar. Aku janji enggak akan seperti tadi." Cantika pun langsung ke luar dari ruangan. Alva merasa keheranan, ia pun mengikuti Cantika. Beberapa karyawan memperhatikan sang bos yang sedang sibuk dengan wanita yang lebih muda darinya. Cantika kembali duduk di meja tepatnya tadi. Alva pun duduk berhadapan dengannya dan kembali meminta penjelasan. Ada apa dengan wanita itu hingga berteriak ketakutan."Aku meminta maaf, maaf ya, Al. Aku janji tidak akan menyusahkan kamu. Lebih baik aku pergi dari sini." Gadis itu mengambil tas di meja dan langsung keluar restoran. Melihat gelagat aneh Cantika, Alva pun mengejarnya. Dia merasa kepusingan dengan sikap gadis itu. Cantika pun langsung masuk kesebuah angkot yang ia sama sekali tak tahu. "Cantika!" Alva berteriak memanggilnya. "Al, kamu sedang apa?" tanya Bu Shafira. Wanita itu baru saja tiba dan melihat Alva sedang berada di luar. Alva tidak menjawab, ia hanya melirik ke arah angkot pergi. Bu Shafira ikut memperhati
"Baiklah, Papa menghargai keputusan kamu."Alva pun setuju dengan apa yang di katakan oleh pak Hardian. Memang seharusnya seperti itu yaitu pernikahan Berlian dilaksanakan dahulu keluarganya memikirkan tentang pernikahannya.Pak Hardian tak menyangka jika Alva akan menikah dirinya kira putranya itu masih akan lama untuk mendapatkan calon istri karena dekat dengan wanita, yang dirinya tahu jika fotonya itu dulu menyukai Berlian. "Baiklah jika kamu hanya menginginkan pernikahan biasa saja," ungkap Pak Hardian.Pak Hardian meminta Alva membawa Cantika. Sebelum menikah, dirinya juga ingin melihat calon menantunya itu."Mungkin besok waktu kosong Papa."Alva tersenyum, lalu mengangguk karena memang wanita itu sudah berada di Jakarta jadi dirinya tidak perlu repot-repot untuk menjemputnya lagi. Dirinya hanya perlu mengatur jadwal saja untuk mempertemukan cantiknya dan juga keluarganya."Kapan kau bisa membawanya?" tanya Pak Hardian."Secepatnya," jawab Alva.Pak Hardian mengangguk. Lalu di
Cantika kembali merajuk untuk bertemu dengan orang tua Alva. Hanya saja Alva tak mau membiarkan jika gadis itu belum makan. Alva merasa jika Cantika pingsan, itu sangat merepotkan dirinya. Akhirnya ia memutuskan untuk membatalkan bertemu dengan Pak Hardian. "Kamu takut aku pingsan lagi?" tanya Cantika."Iyalah. Kamu itu harusnya sadar, sekarang ada dua orang. Kamu dan bayi kamu."Cantika berhenti merajuk, bahkan dia saja tak begitu memperhatikan kandungannya yang kini masuk usia dua bulan. Mual muntah sudah biasa baginya, tapi pingsan baru pertama kali baginya. "Kamu belum menjadi suami aku saja sudah perhatian, bagaimana jika sudah menikah. Wah padahal kita hanya kontrak loh, kok kamu mendalami sekali." Cantika menggoda Alva. Pria berlesung pipi itu menoleh, lalu hanya menggeleng. Pesanan makan kedua sudah datang, Alva pun mengambilnya dan meminta Cantika untuk makan. "Ayah kamu galak, kalau terjadi sesuatu dengan kamu bisa habis aku," oceh Alva. Alva tak bisa membayangkan saat
Berlian mencoba untuk memahami setiap kata-kata yang neneknya berikan.Tidak lama Jonathan datang, pria itu bersama Cinta sehabis pergi ke sebuah tempat bermain. Namun, Berlian tak ikut karena sedang kurang enak badan. Jadi wanita itu memilih untuk tinggal di rumah dan membiarkan Jonathan bersama putrinya.Cinta terus merajuk karena Jonathan akhir-akhir ini terlalu sibuk dengan pekerjaan serta mengurus pernikahan mereka. Maka dari itu hari ini Jonathan menyempatkan waktu untuk bersama sang Putri, menemaninya bermain dan bermain bersama."Mama!"Berlian menoleh melihat kehadiran putrinya dan juga calon suaminya itu tengah melangkah ke arahnya.Jonathan menghampiri mereka berdua."Sepertinya serius sekali apa yang sedang dibicarakan ini?" tanya Jonathan."Hanya mengobrol ringan saja Jo tidak ada hal penting lainnya. Nenek tadi hanya membuatkan Berlian teh madu agar tubuhnya cepat pulih," papar Nenek Lastri.Berlian masih terdiam, nenek Lastri paham jika cucunya itu masih memikirkan tent
"Bukan aku tidak percaya, Jo. Tapi, kan aku hanya ingin tahu." Berlian mencoba menenangkan Jonathan yang mulai berubah mimik wajahnya. "Terus, kalau sudah tahu mau apa? Ngambek pasti, males ketemu aku, terus mulai dengan berbagai alasan yang bikin batal pernikahan." "Jo, stop."Berlian tak mengerti bagaimana bisa Jonathan berpikir sampai sana. Ia sama sekali tidak ingin membatalkan pernikahan mereka. Hanya sebuah keingintahuannya saja karena Anggun begitu sinis padanya saat bertemu. Wajar saja pikir Berlian jika calon istri mau tahu masa lalu calon suaminya. Tapi ada benarnya kata Jonathan jika ada yang tidak di sukai akan mengubah semuanya. "Maafkan aku, aku janji enggak akan mengungkit lagi." Berlian menggenggam tangan Jonathan. Pria itu tersenyum, lalu melepaskan tangan Berlian."Kamu marah?" Berlian merasa takut saat Jonathan memindahkan tangannya."Bukan marah, tapi aku takut ada yang melihat kamu seperti ini. Nanti, di kira kita berbuat macam-macam. Lagi pula, kalau jarak de
"19 tahun?" tanya Pak Hardian dengan wajah berkerut."Iya sekitar segitu, kenapa papa kaget?" Berlian kembali bertanya. Mungkin Pak Hardian benar tidak tahu makanya dia sekaget itu.Pak Hardian memijit pelipisnya, bagaimana bisa sang anak sebodoh itu melakukan hal yang di luar nalar. Pria dewasa dengan gadis di bawah umur dan kini mereka akan menikah karena sang gadis sudah hamil . Pikiran Pak Hardian berkecamuk, ia ingin sekali memaki Alva saat ini. Mengapa berpacaran dengan gadis yang sepantasnya menjadi adiknya. "Papa enggak tahu deh harus bicara apa tentang Alva. Dia bodoh atau bajingan. Anak itu harusnya menjadi adiknya malah dia rusak." Lagi, Pak Hardian memijit keningnya Berlian mengelus pundak sang ayah. Ia tahu beban di pundaknya sangat berat. Semua masalah pasti ada jalan keluarnya. Berlian meminta Pak Hardian lebih baik beristirahat saja dan jangan memikirkan masalah Alva. Pak Hardian pun masuk ke kamar, Berlian juga bergegas masuk kamar. Ia pun harus merilekskan pikira
Anggun melempar semua barang yang ada di meja. Ia marah setelah tahu Jonathan akan menikah Devan Berlian. Kedatangan dirinya ke Indonesia memang untuk menemui Jonathan selain menjadi salah satu brand ambassador sebuah perusahaan. Sasi salah satu temannya menghampiri kamar Anggun. Ia yang berada di ruang tamu kaget saat terdengar keributan di ruangan itu."Ada apa?" tanya Sasi."Sas, Jonathan memang berengsek!" "Loh, kenapa? bukannya kamu dan dia pulang makan malam, kenapa kamu seperti ini?" Sasi heran dengan sikap Anggun, saat akan menemui Jonathan wajah itu terlihat sangat berseri. Setelah pulang, Sasi tak melihat semringah wajahnya seperti tadi. "Jonathan akan menikah, kamu tahu tadi makan malam dia membawa calonnya. Hebat sekali dia membuat aku murka. Dia pikir dia siapa?" Anggun menarik napas, ia sangat emosional mengingat kejadian itu."Lantas kenapa?"Anggun tak menjawab, Sasi tak pernah tahu isi hatinya sekarang. "Bukannya kamu dan Jonathan hanya sebatas teman dan tidak akan
"Jaga bicara kamu di depan Berlian. Apa urusan kamu dia janda apa bukan?" Jonathan begitu marah pada Anggun. Ia melihat wajah Berlian yang mulai masam. Baru saja mereka kembali berbaikan, kini kembali di hancurkan oleh Anggun. Tangan Berlian mengepal keras, andai saja itu bukan sekolah sang anak ia pun tak akan segan menarik rambut Anggun."Yah, sayang aja kalau pria seperti kamu mendapatkan wanita yang enggak orisinil. Kamu itu pantas mendapatkan lebih baik," papar Anggun.Jonathan pun sama dengan Berlian, ia pun menahan emosinya jika tidak, Anggun sudah habis di hadapan. "Janda dengan anak satu, kalau jelas bapaknya. Kalau enggak aduh makin jadi." Lagi, Anggun menambahi."Aku janda enggak jelas, itu bukan urusan kamu. Dari pada kamu lulusan luar negeri tapi enggak ada sopan santun. Enggak usah ganggu hubungan aku dengan Jonathan, enggak malu apa sudah di tolak." Berlian terus tersenyum meremehkan. Harusnya Berlian yang emosi tapi ini malah sebaliknya. Anggun yang memulia dan berh