Cantika kembali merajuk untuk bertemu dengan orang tua Alva. Hanya saja Alva tak mau membiarkan jika gadis itu belum makan. Alva merasa jika Cantika pingsan, itu sangat merepotkan dirinya. Akhirnya ia memutuskan untuk membatalkan bertemu dengan Pak Hardian. "Kamu takut aku pingsan lagi?" tanya Cantika."Iyalah. Kamu itu harusnya sadar, sekarang ada dua orang. Kamu dan bayi kamu."Cantika berhenti merajuk, bahkan dia saja tak begitu memperhatikan kandungannya yang kini masuk usia dua bulan. Mual muntah sudah biasa baginya, tapi pingsan baru pertama kali baginya. "Kamu belum menjadi suami aku saja sudah perhatian, bagaimana jika sudah menikah. Wah padahal kita hanya kontrak loh, kok kamu mendalami sekali." Cantika menggoda Alva. Pria berlesung pipi itu menoleh, lalu hanya menggeleng. Pesanan makan kedua sudah datang, Alva pun mengambilnya dan meminta Cantika untuk makan. "Ayah kamu galak, kalau terjadi sesuatu dengan kamu bisa habis aku," oceh Alva. Alva tak bisa membayangkan saat
Berlian mencoba untuk memahami setiap kata-kata yang neneknya berikan.Tidak lama Jonathan datang, pria itu bersama Cinta sehabis pergi ke sebuah tempat bermain. Namun, Berlian tak ikut karena sedang kurang enak badan. Jadi wanita itu memilih untuk tinggal di rumah dan membiarkan Jonathan bersama putrinya.Cinta terus merajuk karena Jonathan akhir-akhir ini terlalu sibuk dengan pekerjaan serta mengurus pernikahan mereka. Maka dari itu hari ini Jonathan menyempatkan waktu untuk bersama sang Putri, menemaninya bermain dan bermain bersama."Mama!"Berlian menoleh melihat kehadiran putrinya dan juga calon suaminya itu tengah melangkah ke arahnya.Jonathan menghampiri mereka berdua."Sepertinya serius sekali apa yang sedang dibicarakan ini?" tanya Jonathan."Hanya mengobrol ringan saja Jo tidak ada hal penting lainnya. Nenek tadi hanya membuatkan Berlian teh madu agar tubuhnya cepat pulih," papar Nenek Lastri.Berlian masih terdiam, nenek Lastri paham jika cucunya itu masih memikirkan tent
"Bukan aku tidak percaya, Jo. Tapi, kan aku hanya ingin tahu." Berlian mencoba menenangkan Jonathan yang mulai berubah mimik wajahnya. "Terus, kalau sudah tahu mau apa? Ngambek pasti, males ketemu aku, terus mulai dengan berbagai alasan yang bikin batal pernikahan." "Jo, stop."Berlian tak mengerti bagaimana bisa Jonathan berpikir sampai sana. Ia sama sekali tidak ingin membatalkan pernikahan mereka. Hanya sebuah keingintahuannya saja karena Anggun begitu sinis padanya saat bertemu. Wajar saja pikir Berlian jika calon istri mau tahu masa lalu calon suaminya. Tapi ada benarnya kata Jonathan jika ada yang tidak di sukai akan mengubah semuanya. "Maafkan aku, aku janji enggak akan mengungkit lagi." Berlian menggenggam tangan Jonathan. Pria itu tersenyum, lalu melepaskan tangan Berlian."Kamu marah?" Berlian merasa takut saat Jonathan memindahkan tangannya."Bukan marah, tapi aku takut ada yang melihat kamu seperti ini. Nanti, di kira kita berbuat macam-macam. Lagi pula, kalau jarak de
"19 tahun?" tanya Pak Hardian dengan wajah berkerut."Iya sekitar segitu, kenapa papa kaget?" Berlian kembali bertanya. Mungkin Pak Hardian benar tidak tahu makanya dia sekaget itu.Pak Hardian memijit pelipisnya, bagaimana bisa sang anak sebodoh itu melakukan hal yang di luar nalar. Pria dewasa dengan gadis di bawah umur dan kini mereka akan menikah karena sang gadis sudah hamil . Pikiran Pak Hardian berkecamuk, ia ingin sekali memaki Alva saat ini. Mengapa berpacaran dengan gadis yang sepantasnya menjadi adiknya. "Papa enggak tahu deh harus bicara apa tentang Alva. Dia bodoh atau bajingan. Anak itu harusnya menjadi adiknya malah dia rusak." Lagi, Pak Hardian memijit keningnya Berlian mengelus pundak sang ayah. Ia tahu beban di pundaknya sangat berat. Semua masalah pasti ada jalan keluarnya. Berlian meminta Pak Hardian lebih baik beristirahat saja dan jangan memikirkan masalah Alva. Pak Hardian pun masuk ke kamar, Berlian juga bergegas masuk kamar. Ia pun harus merilekskan pikira
Anggun melempar semua barang yang ada di meja. Ia marah setelah tahu Jonathan akan menikah Devan Berlian. Kedatangan dirinya ke Indonesia memang untuk menemui Jonathan selain menjadi salah satu brand ambassador sebuah perusahaan. Sasi salah satu temannya menghampiri kamar Anggun. Ia yang berada di ruang tamu kaget saat terdengar keributan di ruangan itu."Ada apa?" tanya Sasi."Sas, Jonathan memang berengsek!" "Loh, kenapa? bukannya kamu dan dia pulang makan malam, kenapa kamu seperti ini?" Sasi heran dengan sikap Anggun, saat akan menemui Jonathan wajah itu terlihat sangat berseri. Setelah pulang, Sasi tak melihat semringah wajahnya seperti tadi. "Jonathan akan menikah, kamu tahu tadi makan malam dia membawa calonnya. Hebat sekali dia membuat aku murka. Dia pikir dia siapa?" Anggun menarik napas, ia sangat emosional mengingat kejadian itu."Lantas kenapa?"Anggun tak menjawab, Sasi tak pernah tahu isi hatinya sekarang. "Bukannya kamu dan Jonathan hanya sebatas teman dan tidak akan
"Jaga bicara kamu di depan Berlian. Apa urusan kamu dia janda apa bukan?" Jonathan begitu marah pada Anggun. Ia melihat wajah Berlian yang mulai masam. Baru saja mereka kembali berbaikan, kini kembali di hancurkan oleh Anggun. Tangan Berlian mengepal keras, andai saja itu bukan sekolah sang anak ia pun tak akan segan menarik rambut Anggun."Yah, sayang aja kalau pria seperti kamu mendapatkan wanita yang enggak orisinil. Kamu itu pantas mendapatkan lebih baik," papar Anggun.Jonathan pun sama dengan Berlian, ia pun menahan emosinya jika tidak, Anggun sudah habis di hadapan. "Janda dengan anak satu, kalau jelas bapaknya. Kalau enggak aduh makin jadi." Lagi, Anggun menambahi."Aku janda enggak jelas, itu bukan urusan kamu. Dari pada kamu lulusan luar negeri tapi enggak ada sopan santun. Enggak usah ganggu hubungan aku dengan Jonathan, enggak malu apa sudah di tolak." Berlian terus tersenyum meremehkan. Harusnya Berlian yang emosi tapi ini malah sebaliknya. Anggun yang memulia dan berh
Berlian menyimpan ponselnya di nakas setelah membalas pesan masuk dari Jonathan. Kini ia kembali semringah setelah kehilangan mood pagi ini. Jonathan selalu tahu bagaimana membuat dirinya kembali tersenyum. Tidak seperti awal mereka baru bertemu lagi. Berlian menyenderkan tubuh di kursi, ia kembali teringat pertama kali kembali bertemu dengan pria itu. Sikap dingin dan arogannya membuat dirinya susah. Apalagi saat Jonathan membuat ia selalu kehilangan pekerjaan. Ada saja hal yang membuat dirinya bermasalah di kantor itu. "Dia sudah kembali ke Jonatan yang dulu. Tapi, apa sikapnya sama seperti saat bersama Anggun dulu?" Berlian kembali memikirkannya hal aneh, ia menggeleng untuk menghilangkan apa yang ada di pikirannya. Saat ini, semuanya harus hilang dari pikiran buruknya. Sementara itu, Bu Shafira berada di ruangannya. Wanita itu merenung tentang anak laki-laki yang kini akan mempersunting seorang gadis. Hatinya masih belum bisa menerima, hanya saja dirinya tidak bisa egois karen
Alva bergidik ngeri mendengar Cantika menyebut dirinya ayah dari anaknya. Apa yang baru saja di katakan gadis itu membuat ia muak dan mual. "Idih, ogah." Cantika tersenyum, melihat Alva seperti itu membuat ia semakin senang menggodanya. Cantika sadar, jika semuanya adalah salahnya. Alva hanya korban dari dirinya yang sangat egois."Jangan banyak bicara, kepala aku pusing."Alva langsung menggendong Cantika ke luar dan memasukkannya ke mobil. Agar tidak banyak tawar menawar akhirnya Alva berhasil membawa dia ke rumah sakit."Al, aku bisa naik sendiri." "Jangan banyak bicara aku bilang."Alva langsung mengemudikan mobilnya, sedangkan Cantika yang sejak tadi mengulur-ngulur waktu merasa kesal karena Alva membawanya ke rumah sakit. Rasa malunya memang semakin menjadi, apalagi setelah itu ia sangat lemah. Alva yang melihat kondisi Cantika merasa iba. walau anak itu sangat menyebalkan, tapi ia masih sangat peduli dengan Cantika. Mereka sampai di rumah sakit, Alva langsung membawa Canti
6Hari ini adalah hari ulang tahun Al Bara, ya hari ulang tahunnya adalah hari di mana anak kandung Jonathan lahir. Tak mungkin Jonathan akan membedakan hari ulang tahun tersebut karena bagaimanapun juga anak lelaki itu adalah pengganti anak kandungnya. Pengganti kebahagiaan keluarganya, dan ia juga benar-benar menyayangi Al Bara seperti putranya sendiri.Apalagi juga dirinya benar-benar sangat menyayangi anak tersebut, kecerdasannya, serta kepiawaiannya membuat ia benar-benar merasakan kasih sayangnya. Entahlah mungkin itulah yang menjadi alasan mengapa dirinya saat itu lebih memilih albara untuk menjadi anaknya, padahal di panti asuhan sangat sekali bayi-bayi lain. Namun, ia tetap saja memilih Al Bara untuk menjadi putranyaMereka semua sibuk menata ruangan. Dengan semringah dan gembira. Terlihat Berlian juga, Cinta dan Al yang sedang ikut mendekorasi. Memang wanita itu sengaja ingin mendekorasi ruangan itu bersama-sama dengan keluarga, tanpa menggunakan jasa. Berlian hanya ingin me
Jonathan duduk sembari memangku Al Bara. Anak laki-laki itu tadi berceloteh dan didengarkan sang ayah. Lucu, mulut kecil itu selalu mengatakan akan menjadi seperti papa Jo ketika besar. Apa yang selama ini dirinya niatkan jika lahirnya albara itu untuk membuat bahagia dirinya dan juga keluarganya, tetapi di saat ia tersenyum tiba-tiba senyuman itu lenyap seketika. Dimana dirinya kembali lagi mengingat detik-detik saat putranya hilang. Saat itu kebahagiaannya sudah tidak sempurna lagi. Walaupun ia tertawa karena kamu tetapi kebahagiaan itu bisa lenyap tiba-tiba.Jonathan memejamkan matanya, mengapa rasanya benar-benar begitu sangat sakit. Rasanya jauh lebih sakit saat dirinya dan juga berlian berpisah waktu itu. Pernyataan benar-benar merasa jika ia gagal menjadi seorang ayah karena dirinya tidak bisa menemukan dimana keberadaan putranya itu. Namun, Jonathan pun sudah melakukan berbagai macam cara untuk bisa menemukan di mana putranya berada, tapi semuanya hanya berakhir dengan sia-sia
Kabar baik dari Alva di sambut semringah oleh Berlian juga Jonathan. Berlian, tanpa beban dan tidak tahu jika anaknya bukanlah anaknya bisa tersenyum tanpa memikirkan apa pun. Dirinya merasa bahagia karena sekarang saudaranya itu sudah memiliki anak, pasti lengkap sudah kebahagiaan di keluarga mereka itu.Namun, berbeda dengan Jonathan yang walau tersenyum tapi hatinya tetap getir. Setiap memandang bayi itu, ia teringat sang anak. Bahkan, nama yang sudah dia persiapkan pun tak diberikan pada bayi laki-laki itu. Dirinya benar-benar berharap jika ada suatu keajaiban yang membawa putranya bisa kembali lagi, ia tidak mau kehilangan darah dagingnya. Pasti dirinya akan menyesal seumur hidup dan ia akan hidup dalam penyesalan setiap harinya. Sekarang pun ia terus saja berusaha untuk bisa menemukan di mana keberadaan sang anak tanda siang malam dirinya terus saja memikirkan tentang putranya itu.Lagi, Jonathan kembali berbicara pada bayi mungil itu. "Andai kau tahu, aku sesungguhnya belum bi
Mereka semua berkumpul di ruang tamu, Arnold datang bersama Mischa dan Rara yang sudah hamil besar. Putrinya itu sangat merindukan anak Jonathan, sejak tadi siang terus saja merengek sampai-sampai membuat Rara tidak mampu untuk membujuknya lagi dan akhirnya mereka semua datang ke kediaman Jonathan.Arnold langsung saja duduk di sebelah adiknya, dan sang istri langsung saja menghampiri Berlian yang tengah menggendong bayinya itu."Lian, duh jadi deg degan nunggu lahiran," tukas Rara.Rara tidak bisa menyembunyikan rasa khawatirnya, ia juga walaupun ini bukan pengalaman pertamanya melahirkan. Namun, ia merasa begitu sangat takut, karena memang setiap lahiran itu berbeda-beda kontraksinya. Dahulu saja ia benar-benar merasa begitu sangat sakit bahkan Arnold pun menolaknya beberapa kali untuk kembali lagi memiliki momongan."Iya Mbak, kamu sehat-sehat ya." Berlian terus saja memberikan motivasi serta nasehat-nasehat kepada Rara untuk tetap menjaga kesehatannya. Berlian juga merasa jika pen
"Bagaimana, dia pintar kah hari ini?" tanya Jonathan saat pulang dari kantor. Pria itu berusaha bersikap tenang seolah-olah bayi laki-laki itu adalah bayinya. Demi kebahagiaan Berlian, dia tak mau istrinya stres dengan keadaan yang sebenarnya.Walaupun dirinya benar-benar begitu sangat tertekan, ia sangat merindukan anaknya dan juga dirinya belum mengetahui bagaimana nasib dari putranya itu. Apakah putranya semua kebutuhannya terpenuhi, apakah putranya sudah minum susu, apakah putranya bisa tidur dengan nyenyak? "Dia pintar, laki-laki hebat seperti kamu."Berlian benar-benar menjadi Ibu yang terbaik untuk kedua anaknya itu. Ia juga sangat menyayangi putranya tersebut, apalagi anaknya benar-benar tidak menyusahkan, tidak seperti bayi lainnya pada umumnya Rio benar-benar begitu sangat penurut dan jarang sekali menangis. Bahkan malam pun anaknya itu pun menangis hanya meminta susu saja. Berlian benar-benar merasa begitu sangat bahagia karena mendapatkan anak-anak yang sangat pintar sep
Masalah rumah sakit di urus oleh Arnold. Sementara, Jonathan fokus dengan bayi yang sudah berada di tangannya dan hari ini akan pulang bersamanya dan Berlian. Entah, dia jatuh hati dengan bayi tampan yang dia adopsi dari sebuah panti asuhan. Sedikit ada kemiripan, bayi laki-laki itu berkulit putih bersih, bibir tipis juga rambut tebal.Atas bantuan kakaknya, dia bisa menemukan bayi itu dirinya tidak mau membuat keadaan sang istri terpuruk dengan apa yang terjadi kepada bayi mereka biarkan dirinyalah yang bertanggung jawab mencari bayi itu dan ia juga tidak akan pernah melepaskan pihak rumah sakit bagaimana bisa mereka semua berkamuflase menyalahkan rencana alam tentang keteledorannya itu benar-benar tidak bisa memaafkan bagaimanapun juga iya seorang ayah dirinya benar-benar kehilangan bayinya."Satrio Perkasa." Jonathan telah memberi nama bayi yang ia adopsi dari sebuah panti asuhan tentu saja hanya dirinya dan juga sang kakak yang mengetahui hal tersebut ia tidak mau jika banyak ora
"Kami akan bertanggung jawab." Pihak rumah sakit benar-benar tidak menyangka, justru Arnold terlihat lebih berambisius dan berapi-api bahkan sejak tadi lelaki itu terus saja mengomel. Ia menyindir pihak ke rumah sakit yang benar-benar begitu sangat teledor bagaimana bisa keponakannya yang baru saja dilahirkan hilang, padahal rumah sakit ini adalah rumah sakit ternama. Rumah sakit besar, tidak mungkin Jonathan memilih rumah sakit asal-asalan untuk perawatan putra dan juga istrinya. Namun, ternyata rumah sakit yang ternama saja bisa begitu teledor. Sekarang dirinya tidak mengetahui bagaimana kondisi dari keponakannya itu, Arnold benar-benar merasa begitu kasihan dengan adiknya tersebut karena terlihat begitu sangat jelas jika Jonathan begitu emosional dan juga sedih."Tanggung jawab? Kalian pikir, keponakan saya hilang itu bisa di ganti?" Arnold marah. Sejak tadi pihak rumah sakit terus saja mengatakan tentang tanggung jawab tanggung jawab, sedangkan mereka saja tidak bisa bertanggung
"Ada apa kamu memanggilku ke sini, Jo?" tanya Arnold. Arnold memang tadi melihat pemberitaan tentang gempa yang baru saja terjadi di kota mereka itu. Ia juga begitu sangat khawatir apalagi saat mengetahui jika adik iparnya baru saja melahirkan dan berada di rumah sakit, iya saja yang berada di rumah merasa begitu sangat panik saat merasakan gempa bumi itu yang berada di rumah sakit.Akan tetapi, saat dirinya menelpon sang adik untuk menanyakan perihal bagaimana keadaannya serta keluarganya di rumah sakit, tetapi adiknya itu justru memintanya untuk segera datang ke rumah sakit dan terdengar suara dari Jonathan sangatlah panik membuat Arnold langsung saja bergegas ke rumah sakit. Dirinya benar-benar merasa begitu sangat khawatir, takut jika terjadi sesuatu."Bayiku hilang." Wajah Arnold berubah memerah, bukan hanya Jo yang emosi. Sebagai kakak dia pun begitu kesal. Lelaki itu langsung saja menuntut adiknya bercerita bagaimana bisa rumah sakit ini adalah rumah sakit besar dan juga tern
Terjadi kegaduhan di ruang bayi, salah satu bayi hilang karena kejadian gempa bumi. Entah suster mana yang membawanya, mereka semua panik lalu menghubungi pihak rumah sakit.Karena jumlah bayi yang diselamatkan serta jumlah bayi yang ada sebelum kejadian itu pun berbeda. "Bagaimana bisa hilang?" tanya salah satu pemimpin rumah sakit. Keadaan benar-benar begitu sangat gaduh, karena salah seorang bayi tiba-tiba menghilang entah suster mana yang membawanya, karena mereka semua tidak ada yang mau mengaku dan mereka memang memegang bayi satu per orang satu."Kami semua panik, membawa bayi satu orang satu. Bayi yang di inkubator itu entah siapa yang membawa, kami semua membawa sekaligus papan namanya. Tapi, bayi yang satu itu ...."Semua suster sangat ketakutan, karena kejadian gempa bumi tadi benar-benar membuat semua orang panik bahkan mereka semua tidak memperhatikan masing-masing bayi yang ada di inkubator. Mereka menyelamatkan bayi yang belum diselamatkan oleh temannya, membawa bayi