"Jangan samakan Cantika dengan Berlian." "Jangan samakan bagaimana, mereka sama-sama hamil di luar pernikahan." "Cukup Al. Mama enggak mau dengar kamu mengatakan itu tentang Berlian." Bu Shafira menjadi sangat emosional karena dengan terungkitnya masalah Berlian membuat dirinya merasa bersalah dan gagal. Ia merasa menyesal kenapa tidak memperjuangkan sang anak untuk kembali kepangkuan dirinya. Alva mengusap wajah kasar, ia tak bermaksud membuat ibunya marah dan mengungkit masalah Berlian. Namun, ia hanya ingin sang ibu berkaca pada masalah Berlian. Tidak mudah menjadi Cantika bahkan Berlian. "Aku harus bertanggung jawab. Kalau mama belum menyukai Cantika saat ini, mungkin lama-lama mama akan menyukainya sebagai istri aku." Alva menarik napas, lagi-lagi hal aneh keluar dari mulutnya. Alva mengatakan hal yang sangat membuat dirinya bergidik ngeri. Bahkan tak membayangkan jika ternyata istrinya adalah anak baru lulus kemarin sore. "Baiklah, mama enggak akan memaksa kamu untuk hal y
"Al, jalan sekarang," ujar Cantika. Alva masih saja diam, tapi Cantika malah bangkit dan mencoba pergi dari kursi roda hingga membuat Alva refleks menahannya. "Duduk, biar aku dorong," ucap Alva sembari melirik ke arah pria yang menyapa Cantika. Pria dengan baju kemeja panel itu masih menatap Cantika yang sudah di dorong Alva. Karena terburu-buru ia tak mengejar Cantika dan kembali menuju administrasi rumah sakit. Alva membantu Cantika masuk mobil tanpa bertanya karena mungkin gadis itu tak akan menjawabnya. Ia akan membiarkan nanti saja mungkin Cantika akan bercerita sendiri."Mau aku antar ke mana?" tanya Alva memecahkan kesunyian."Ke rumah papa yang di Jakarta."Alva menoleh, kalau memiliki rumah di Jakarta untuk apa Cantika menginap di hotel. Harusnya dia menginap di rumah saja dari pada di hotel. Cantika hanya tersenyum saat Alva menatapnya tanpa berkedip. Bukan karena wajahnya yang cantik, tapi pria itu berpikir keras tentang pikiran gadis itu. "Kenapa melihat aku seperti
Alva sudah menduga jika sang ibu akan mengaku protes. Skak tetapi, ia tak bisa melakukan apa pun karena Tuan Rafa, ayahnya Cantika tak mau di bantah. "Soalnya ayahnya lagi di Jakarta, lusa balik lagi ke Bandung." Alva mencoba mencari alasan.Terlihat sang ibu tak begitu saja percaya, tapi Alva mencoba meyakinkannya. Untung saja Bu Shafira tak bertanya kembali. "Ya sudah, nanti Mama bilang ke papa. Kamu itu bikin kepala sakit saja, Al." Berlian mengelus pundak sang ibu, ia takut terjadi sesuatu padanya. Mungkin terlihat jelas raut wajah Bu Shafira yang terlihat tidak suka. "Ma, dalam kandungan Cantika ada anak Alva. Mau enggak mau, Mama harus terima. Kasian anak itu," ujar Berlian. Alva yang mendengar itu merasa jijik. Apalagi saat menyebut dirinya ayah dari bayi yang sama sekali tidak di kenal.Beruntungnya Berlian pun ikut memberikan penjelasan hingga sang ibu mulai mengerti. Alva pun ke luar dari ruangan itu. Isi kepalanya mulai suntuk apalagi memikirkan pernikahan itu.Di ruan
Jonathan kembali memikirkan apa yang dikatakan oleh Arnold. Belum mulai saja, pernikahan yang akan berlangsung dalam beberapa hari saja sudah banyak godaannya. Memang sangat sulit untuk menuju sesuatu yang indah, banyak rintangan di jalan yang harus dirinya lewati."Ah."Jonathan bangkit dia melangkah menuju sebuah taman dirinya mencari kesegaran untuk pikirannya yang begitu padat membuat ia bekerja pun tak mampu berkonsentrasi.Anggun, nama wanita yang dulu selalu berada di pikiran Jonathan setelah ia tahu jika Berlian menghilang dan tak ada kabar. kesehariannya bersama Anggun membuatnya ia jatuh hati. Entahlah perasaannya kepada wanita itu seperti terbakar kembali, benih-benih cinta seakan mulai tumbuh lagi di dalam hatinya. Namun, dirinya ingat jika anggun itu hanyalah sebuah masa lalu, menurut sang kakak jika dirinya terus bersama anggun itu akan menjadi duri dalam hubungan dirinya dan juga Berlian nanti.Apalagi Anggun sangat baik dan suka bergaul. Saat di luar negri orang pertam
Pak Ferdinand diam seketika saat Jonathan marah. Heran kenapa anaknya itu bisa semarah itu. Begitu sangat membela wanita yang membuatnya begitu kesal.Apa hebatnya wanita itu sehingga sampai tergila-gila kepadanya, dirinya sudah melakukan berbagai cara untuk memisahkan mereka berdua. Namun, permintaan keduanya semakin dekat.Mulai dari Alea hingga sekarang Anggun tak mampu meluluhkan hati Jonathan. Apalagi sekarang, hari pernikahan mereka semakin dekat membuat dirinya tidak tenang. Dia tidak mau kalah dari Berlian, bisa-bisa wanita itu akan mempermalukannya."Jo, cobalah pertimbangkan Anggun. Wanita itu lebih segalanya daripada Berlian," ungkap Pak Ferdinand.Jonathan bangkit dia menggebrak meja hingga membuat Pak Ferdinand mundur karena terkejut oleh tingkah anaknya itu.Entah kenapa harusnya pak Ferdinand tak bicara hal yang mengundang kemarahan sang anak. Namun, seolah-olah tak kapok, sang ayah terus membuat anaknya marah.Tangan Jonathan mengepal, merah ia benar-benar tidak menget
Alva Sampai di rumah setelah menemui sang ayah, ia pun kini memerkirakan mobilnya di halaman. Setelah mendapatkan jawaban dari sang ayah, Alva pun langsung menghubungi Cantika lewat pesan singkat. Senyum itu tak lepas dari bibirnya, tapi ia sadar kenapa bisa dirinya sesenang itu saat ayahnya mau menemui keluarga cantika. Padahal pernikahan mereka adalah sebuah drama yang sudah mereka tanda tangani sesuai dengan kesepakatan. Alva mengacak-acak rambut, ia mulai merasa ada yang aneh dalam dirinya. Alva turun dari mobil melangkah masuk dan bertemu dengan Berlian dan Cinta."Hai, Om." Cinta menyapa Alva."Hai, cantik. Dari mana, mau ke mana nih?" tanya Alva dengan gayanya yang sok asik. "Mau ke Indomarco, mau beli es cream sama mama. Om mau ikut?" tanya Cinta dengan polos."Hmm, kayanya enggak. Kamu saja sama mama kamu, om belum mandi masih bau asem," ujar Alva sembari memperagakan mencium bajunya.Cinta tertawa, lalu mengangguk dan melihat sang ibu. "Al, bagaimana dengan Papa? Apa se
"Buat apa iri," ujar Vera. Wajah Vera memerah saat Cantika sengaja mengejeknya. Saudara sepupunya Cantika memang sejak lama selalu iri dengan apa yang dimiliki oleh dirinya. Vera tidak terima jika Cantika kau lebih dulu menikah daripada dirinya. Apalagi Cantika yang baru saja lulus sekolah.Vera sengaja datang ingin tahu bagaimana wajah dan pekerjaan calon dari sepupunya itu. "Kamu yakin menikah muda, bukannya kamu ingin kuliah?" "Harus yakinlah Ver. Lagi pula calon aku enggak masalah jika aku menikah lalu berkuliah." Cantika kembali memperlihatkan senyum manisnya. Cantika yakin setelah ia melahirkan anaknya, sang ayah akan memintanya untuk berkuliah dan meneruskan cita-citanya. Ayahnya tidak begitu saja membiarkan dirinya menjadi ibu rumah tangga tanpa pendidikan."Kok bisa Om Rafa menyetujui kamu menikah dengan pacar kamu, emangnya pacar kamu kaya Raya atau sengaja menumpang hidup karena tahu papa kamu kaya?" Pertanyaan Vera seolah-olah menyindirnya, Cantika tahu apa yang dimak
Alva begitu gugup saat melihat dirinya di cermin dengan menggunakan kemeja batik yang disiapkan oleh sang ibu. Hari ini mereka akan mendatangi keluarga Cantika, tapi ia tidak mengerti kenapa yang begitu merasa ada yang aneh. "Ini hanya pernikahan kontrak, aku seolah-olah seperti ingin melamar wanita yang benar-benar aku cintai." Alva bergumam sendiri sembari menatap cermin.Alva menarik nafas dalam lalu bersiap keluar kamar untuk menemui kedua orang tuanya sudah siap untuk berangkat. Bu Safira melihat Alva dengan teliti, dari ujung kaki hingga kepala sang anak terlihat sangat tampan dan sempurna. Lagi-lagi ia merasa Cantika tidak pantas untuk anaknya yang sudah dewasa dan matang."Ada apa Ma?" tanya Alva. "Eh, enggak kok. Cuma kaget aja lihat kamu begitu tampan.""Ah mama bisa saja." Alva menggaruk kepalnya yang tak gatal. Pak Hardian dan langsung mengajak untuk secepatnya berangkat karena ia tidak bisa lama-lama bertemu dengan keluarga Cantika. Ada rapat dapat dengan rekan bisnis