Pak Ferdinand dan istrinya sudah sampai di rumah. Bu Santi menyajikan jahe hangat untuk suaminya karena terlihat sedang kurang sehat. Harusnya mereka tidak datang karena Pak Ferdinand sakit meriang. Namun, pria itu memaksakan diri datang. "Di minum dulu baru tidur." Bu Santi meletakkan gelas berisi jahe hangat di meja. "Bagaimana aku bisa tidur sementara memikirkan pernikahan itu. Sialan Berlian, dia berjanji tidak akan mendekati Jonathan lagi. Wanita ular!" Pak Ferdinand terus mengumpat Berlian, padahal sudah jelas jika semua adalah ide dari Pak Hardian bukanlah Berlian. Akak tetapi, tetap saja dia menyalahkan Berlian. "Pa, Pak Hardian sudah bicara jika bukan Berlian yang memiliki ide itu, tapi dirinya. Jangan marah-marah, mau jantungnya kumat?""Kamu menyumpahi aku?" Wajahnya begitu merah, ia merasa tersinggung dengan ucapan sang istri dan menganggap Bu Santi menyumpahinya. Pada dasarnya memang sudah benci, jadi apa pun yang di lakukan Berlian terlihat tetap salah."Papa sensit
Berlian melihat Alva dari kamarnya, malam pun semakin larut tapi pria itu masih saja duduk di halaman rumah. Berlian pun tak bisa tidur malam itu, ia memutuskan untuk turun dan menemui Alva. Suasana rumah sudah gelap, ia pun melangkah berhati-hati takut mengganggu tidur orang lain. “Va, kenapa masih di luar?” tanya Berlian. Alva menoleh, ia tersenyum karena kali kedua ada orang yang bertanya dan menghampirinya. Tadi sang papa, sekarang Berlian yang kini memang sedang ada di pikirannya. Lagi, ia tertawa melihat wajah Berlian yang penuh tanda tanya. Tidak mungkin ia mengatakan jika keberadaannya di sini karena sedang memikirkan dirinya. “Ada yang kamu pikirkan?” Berlian kembali bertanya. “Ada.” “Kalau kamu mau bisa cerita padaku. Mungkin aku bisa membantu.” Alva menarik napas panjang, ia mengambil bungkus rokok. Sayangnya kotak itu sudah kosong. Beberapa putung rokok sudah habis ia hisap dan tidak tersisa satu pun. Kegalauannya di temani dua bungkus rokok. “Apa kamu bisa membantu
“Tidak ada yang salah, tapi Papa tidak suka dengan cara kalian. Melibatkan Pak Hardian untuk mendapatkan Restu.” Jonathan menggeleng, ia kesal karena sang ayah begitu keras kepala. Masih saja menyalahkan Berlian atas semuanya yang sudah jelas ayah sambungnya yang memiliki inisiatif menyatukan mereka dengan cara seperti itu. Pak Ferdinand masih saja tak mau menurunkan egonya. Pria dengan dasi longgar itu terduduk di kursinya dengan masih menahan amarah. Kali ini dia kalah dari sang anak, hal itu tak bisa ia terima. “Terserah apa kata Papa. Semua sudah berjalan, pernikahan aku dan Berlian sudah di urus Pak Hardian. Jika batal karena satu hal, aku akan mencari papa karena aku yakin semua itu pasti ulah papa.” Pak Ferdinand semakin geram dengan tudingan yang belum ia laksanakan. Memang ia berniat menggagalkan pernikahan itu. Hanya saja Jonathan sudah membaca apa yang ada di pikiran sang ayah. Otak Jonathan memang encer, ia kenal siapa sang ayah. Ia tahu Pak Ferdinand akan melakukan a
Bu Shafira mengikuti zoom suatu pelatihan untuk memperluas jangkauan bisnisnya tentang dunia kuliner. Ia juga tidak mau ketinggalan keren tentang masakan milenial karena dunia kuliner mengikuti zaman, tetapi dia juga tidak ingin menghilangkan tentang citra tradisional yang dirinya junjung. Sebagai seorang pembisnis yang sudah berkecimpung lama di dalam dunia kuliner ia memiliki beberapa channel untuk bisa diajak berdiskusi."Akhirnya selesai juga," ujar Bu Shafira.Hampir 1 jam ia mengikuti zoom tentang kuliner dirinya sangat lelah. Namun, Ia sangat senang karena mendapatkan ilmu-ilmu baru tentang kuliner saat ini. Dirinya ingin segera memberitahukan dan mendiskusikan tentang hal ini kepada putrinya agar restoran mereka menjadi sangat besar lagi.Dering ponsel mengalikan atensinya pada laptop, ia segera melihat panggilan telepon tersebut berasal dari pak Hardian yang tidak lain adalah suaminya. "Hallo, Mas ada apa?" tanya Bu Shafira.Tak biasa suaminya menelpon saat jam kerja seperti
Jonathan benar-benar kesal, baru saja dirinya memperingatkan sang ayah agar tidak melakukan hal apa pun kepada Berlian dan sekarang justru ayahnya melakukan penculikan itu. Ia tidak menyangka jika pak Ferdinand bisa melakukan hal sejahat itu, padahal yang dirinya inginkan jika ayahnya itu tidak mengganggu calon istrinya dan jika tidak menyukai Berlian lebih baik mengatakan saja kepadanya dan melakukan hal apa saja kepadanya jangan kepada calon istrinya itu.Ia segera memasuki ruangan sang ayah, tak menghiraukan keberadaan Arnold yang tengah memegang berkas."Jo, bisa tidak kau sopan sedikit," ujar Pak Ferdinand."Pak, bukankah sudah aku peringatkan jangan sesekali melakukan apa pun kepada Berlian. Sekarang di mana keberadaan Berlian?" tanya Jonathan."Maksudmu apa?"Jonathan benar-benar kesal, mengapa papannya begitu banyak memiliki rencana licik untuk memisahkan antara dirinya dan juga Berlian. Itu berpura-pura tidak mengerti dan menanyakan maksud dan tujuannya datang."Papa 'kan yan
Pak Hardian bersama Alva kembali ke restoran Berlian untuk mencari tahu lewat Cctv ruangan. Keduanya datang tak bersamaan karena Alva habis mengantar Bu Shafira dan mereka bertemu di tempat itu."Sialan, siapa yang berani menggangu keluargaku," gumam Pak Hardian dengan masih begitu emosi.Pria itu tak mau tinggal diam melihat anak sambungnya menghilang. Ia pun meminta bantuan beberapa teman yang anggota polisi untuk mengurus kasus hilangnya Berlian. Sudah beberapa jam tapi mereka belum mendapatkan informasi apa pun. Sempat ia mencurigai satu orang, tapi ia pun menepis hal itu."Ada apa Pa?" tanya Alva. Alva baru saja kembali datang setelah mengantar Bu Shafira. Dia adalah salah satu orang yang mencemaskan wanita itu karena memang pernah ada rasa bahkan saat ini sepertinya masih menyimpan hal itu."Entah, Papa tidak mau berpikir negatif.""Ada yang Papa curigai?" "Iya, mungkin Ferdinand. Tapi Papa tidak mau berpikiran buruk."Pak Hardian terdiam sejenak, jika benar pak Ferdinand yang
Setelah Mereka pergi, Berlian memastikan sudah tak ada orang. Pelan ia mengintip dengan membuka mata sedikit, lalu membukanya lebar setelah ia tahu sudah tak ada orang di ruangan kotor itu. Debu yang begitu menyengat di hidung membuatnya tak tahan untuk bersin."Kenapa rasanya begitu sakit. Siapa mereka dan mau apa dariku?" Lagi, Berlian hanya bisa bergumam pelan. Rasa nyeri di perut juga di pinggang membuat dirinya sangat sulit untuk bergerak. Wajahnya juga begitu terasa perih mengingat tadi juga menjadi sasaran tamparan yang sangat menyakitkan. Siapa mereka, hanya pertanyaan itu yang terus berputar di kepala Berlian. Ia merasa aneh, bagaimana bisa dirinya merasa bodoh hingga mau saja ikut dengan mereka. Harusnya ia bertanya pada Pak Hardian sebelum ikut, apa benar mereka EO yang di kirimkan ayahnya. "Aku harus ke luar dari sini Bagaimana pun caranya. Tidak boleh lemah." Berlian mencoba menggesekkan tangannya, ia berharap akan mengendurkan ikatan di tangannya. Akan tetapi, soal
Alea merasa hidupnya hancur setelah kedatangan berlian. Apa yang diinginkannya dan diimpikannya pula hancur seketika setelah wanita itu kembali datang dan hadir di kehidupan Jonathan pria yang pernah menjadi calon tunangannya. Dendam pun kian membara ketika karirnya pun hancur saat dirinya terekspos sedang mempermalukan berlian di tempat umum. Ia ingin membuat berlian kapok, tapi malah ia yang terkena imbasnya.Alea mengambil mobil dan mengendarai menuju gedung di mana tempat berlian di sekap. Ia sudah membayangkan bagaimana hancurnya perasaan Jonathan saat itu jika tahu wanita yang dicintainya sudah ternoda. Jarak rumah kontrakan mereka tak jauh dari gedung itu. Alea pun sampai dalam beberapa menit. Alea memarkirkan mobil itu jauh dari gedung agar tidak ada yang curiga. Ia pun langsung masuk dan melangkah ke dalam. "Sial kenapa ponselku tertinggal." Beberapa orang lari menghampiri Alea. Mereka adalah anak buah yang di bayar sang ayah untuk menculik Berlian. "Ada apa Nona datang