"Jangan berkomentar apapun tentang Alva, dia memang miskin tapi dia tidak miskin hati seperti kamu dan mamamu," ujar Cantika dengan emosi."Sombong sekali sih kamu, apa yang kamu dapat dari suami miskin seperti Alva nantinya. Terlalu murah dan bodoh kamu hingga kamu hamil."Sebuah tamparan melayang di pipi Vera, dengan napas yang naik turun Cantika menatap dengan bengis saudara sepupunya itu.Mendengar pertengkaran anak dan keponakannya, Tuan Rafa pun gagas menghampiri mereka. Begitu pun dengan tante Reni, ia menghampiri Vera yang sudah meringis dengan air mata palsu. "Cantika, apa salah Vera pada kamu?" tanya Tante Reni."Tante tanya saja sama dia." Cantika menjawab tegas. "Ma, aku hanya mengingatkan kalau jangan terlalu percaya pada laki-laki, tapi dia malah menamparku." Vera masih saja berdusta.Cantika habis kesabarannya, ia mengepalkan tangan. Ia pun kembali ingin menyerang Vera jika tak di tahan oleh Tuan Rafa. "Dia menghina aku, dia bilang aku murahan. Aku sadar aku salah, t
"Papa merasa malu kemarin Vera dan Reni membuat ibunya Alva marah. Papa takut kamu yang kena nanti, bisa saja ibunya mendadak enggak suka sama kamu." "Enggak kok, Pa. Keluarga Alva semuanya baik." Terpaksa Cantika berbohong pada ayahnya karena tidak ingin membuat Tuan Rafa memikirkan hal yang tidak penting. Apalagi tentang perlakuan ibunya Alva yang memang seperti tidak menyukainya. Mungkin memang tak menyukainya.Cantika pamit ke luar ruangan sang ayah. Ia langsung masuk ke kamarnya. Tubuhnya semakin gemuk karena banyaknya asupan makanan yang masuk ke tubuhnya. Belum lagi Alva yang suka memberikannya makanan dan jus ketika mereka bertemu. Cantika melirik ke sebelah ranjang. Masih terlihat jelas beberapa cemilan yang Alva bawa. Ia teringat dialog mereka berdua saat bertemu kala itu."Aku habis gajian, ini buat kamu dan si Dede. Kalau lapar tidak usah ke luar kamar, simpan saja," ujar Alva."Kamu beli ini buat aku, apa enggak habis uang gajian kamu?" Cantika merasa cemas jika uang A
Tubuh Anggun bergetar hebat saat mendengar ancaman dari Jonathan. Wanita itu ternyata tidak bisa berkutik dan melakukan apa pun karena kontrak kerja dari perusahaan Jonathan sangat penting bagi hidupnya. Namun, Anggun masih berusaha bisa tersenyum di depan Jonathan dan menutupi rasa takut yang ia rasakan. Jatuh Miskin tiba-tiba dan tidak bisa merasakan kembali uang yang sering diberikan sang ayah membuatnya frustasi. "Hebat sekali kau masih bisa tersenyum, aku sudah tahu semua. Kedatangan kamu ke Indonesia karena ayahmu bangkrut dan jatuh miskin. Kamu pun terabaikan oleh Alex karena dia memilih wanita lain. Dulu memang kita teman, bahkan aku pernah menaruh simpati. Tapi, saat ini aku tak akan pernah menaruh simpati jika kau berusaha merusak semuanya."Tidak segan-segan Jonathan mencari tahu tentang Anggun. Pria itu baru saja mendapatkan informasi tentang bagaimana dan kenapa bisa angin kembali ke Indonesia sementara dia bekerja di luar negeri sebagai model. "Kontrak kerjamu habis d
"Maksud kamu apa, Lian?" Bu Shafira tidak mengerti dengan apa yang di katakan sang anak. Tubuhnya terlalu lelah dengan banyaknya pekerjaan yang harus dikerjakan belum lagi persiapan pernikahan Alva juga menguras pikiran. Berlian tidak bermaksud untuk menyakiti hati ibunya. Tapi baginya Bu Safira terlalu berlebihan untuk mencemaskan Alva seperti yang sudah ia katakan sejak beberapa waktu lalu. Sepertinya sang ibu sama sekali tidak mendengarkan apa yang ia katakan. Dirinya paham jika ibunya selama ini mengurus Alva sejak ia kecil namun Alfa sudah dewasa dan bisa menentukan pilihannya. Lagi pula Cantika tengah hamil dan Alva pun harus bertanggung jawab karena itu anaknya dan tidak bisa dipungkiri jika itu pun adalah cucu kandung Pak Hardian. "Mama harus terima Cantika, aku tahu Mama seperti ini karena terlalu banyak pikiran terutama memikirkan Alva dan Cantika. biarkan saja mereka mengalir begitu saja, Cantika akan belajar menjadi istri yang baik juga Ibu buat anak-anaknya Alva.""Ma
Menjelang pernikahan Alva kesehatan bu Shafira masih sangat mengkhawatirkan. Tubuhnya semakin lemas saja, wajahnya pun sangat pucat."Ma, kita ke rumah sakit saja." Bu Shafira mengangguk, tubuhnya sudah tidak sangat bertenaga, iya merasakan lemas bahkan untuk duduk pun harus dibantu oleh Alva.Alva membantu ibunya untuk berjalan menuju mobil, anak lelaki itu dengan sigap selalu berada di sisi ibu sambungnya. Walaupun memang bukan bu Shafira yang melahirkannya, tetapi wanita itu sudah merawatnya. Hubungan mereka melebihi hubungan ibu kandung dan anaknya sendiri. Lelaki itu menyetir mobil dengan hati-hati, ia menuju rumah sakit terdekat.Sampai di sana, pihak satpam dan juga beberapa perawat dengan sigap membantunya dengan mengambilkan kursi roda dan membawa ibunya menuju ruang pemeriksaan.Ibunya tengah di tangani oleh dokter. Alva memilih untuk segera menghubungi ayahnya memberitahu keadaan ibunya. Alva terlihat begitu khawatir dengan keadaan bu Shafira."Bagaimana keadaan ibu saya, D
Selesai fiting baju, Alva mengantar Cantika pulang. "Al, berhenti di depan ya." Ada hal yang harus dirinya bicarakan dengan calon suaminya itu, ya sudah memikirkan matang-matang tentang apa yang akan dibicarakan sebelum terjadi kesalahpahaman lagi di antara mereka berdua. Bukankah pernikahan itu harus diawali dengan kejujuran, meskipun diantara keduanya tidak saling mencintai. Namun, ia ingin mengawali pernikahannya dengan sebuah kejujuran. Dirinya juga sudah tidak nyaman untuk menyimpan semuanya sendiri."Ada apa?" tanya Alva.Lelaki itu menoleh ke kiri dan ke kanan tidak ada penjual apapun, biasanya Cantika mengidam ingin menginginkan sesuatu lalu menyuruhnya untuk berhenti. Tetapi kali ini tidak ada apapun. Dirinya segala membelokkan motor ke arah sebuah bangku taman yang terlihat sedikit rindang."Ada yang ingin aku bicarakan," ujar Cantika.Keduanya segera turun dari motor. Cantika melangkah lebih dulu menuju kursi di bawah pohon rindang itu, lalu diikuti oleh Alva.Alva bingung
"Kamu pikir aku boneka yang sesuka hati kamu mainkan? Aku punya perasaan, kamu yang membawa aku dalam duniamu adalah kamu bukan aku yang mau. Kini saat aku sudah masuk seolah-olah dengan mudahnya kamu menendangku!" Alva mulai emosi hanya karena cantika baru tahu siapa dirinya gadis itu seolah-olah bukan orang yang pantas bersanding dengannya. Padahal kalau dipikir ayahnya juga memiliki harta banyak walau tidak sebanyak Pak Hardian ayahnya. Alva geram kenapa Cantika begitu plin-plan. Harusnya dari awal tak membawanya masuk ke permasalahan yang sama sekali tak di ketahuinya. Alva menarik napas dalam, ia lalu mengatakan apa yang memang harus ia katakan pada gadis itu."Semuanya sudah berjalan dengan keinginanmu, aku berada di sisimu sebagai pria yang bertanggung jawab atas kehamilan. Karena keinginanmu seperti itu orang memandangku rendah sebagai pria tidak baik yang menghamili anak orang, bahkan asal kamu tahu, betapa marahnya kedua orang tuaku."Cantika menunduk ia merasa benar-benar
"Selamat pagi," sapa Cinta yang sudah rapi dengan seragam sekolahnya. "Pagi cantik," ujar Jonathan dan Bu Santi. Cinta merenggut, lalu melirik sang kakek yang masih sibuk dengan sarapannya. "Apa Opa Ferdi enggak mau menjawab salam aku?" Cinta terus menatap Ferdinand.Pria berambut mulai memutih itu menghentikan aktivitas makannya lalu menatap Cinta yang merenggut menunggu jawabannya. Apa salahnya hanya menjawab, pikir Ferdinand. ia pun tak enak di pandang Jo dan istrinya. "Oh, selamat pagi Cinta." Ferdinand tersenyum lalu kembali menikmati makannya. Sesekali ia melihat ke arah Cinta yang tersenyum memandangnya. Anak itu pun ikut bergabung makan pagi, Berlian tak banyak komentar tentang apa yang di lakukan Cinta. ia pun tidak melarang karena mungkin dengan apa yang di lakukan sang anak bisa membuat putri kecilnya dekat dengan sang kakek. Terlihat masih sangat canggung, Ferdinand pun menunduk saat Cinta menatap balik dirinya. "Aku boleh di antar Opa Ferdi enggak, biasanya aku suka