"Kamu pikir aku boneka yang sesuka hati kamu mainkan? Aku punya perasaan, kamu yang membawa aku dalam duniamu adalah kamu bukan aku yang mau. Kini saat aku sudah masuk seolah-olah dengan mudahnya kamu menendangku!" Alva mulai emosi hanya karena cantika baru tahu siapa dirinya gadis itu seolah-olah bukan orang yang pantas bersanding dengannya. Padahal kalau dipikir ayahnya juga memiliki harta banyak walau tidak sebanyak Pak Hardian ayahnya. Alva geram kenapa Cantika begitu plin-plan. Harusnya dari awal tak membawanya masuk ke permasalahan yang sama sekali tak di ketahuinya. Alva menarik napas dalam, ia lalu mengatakan apa yang memang harus ia katakan pada gadis itu."Semuanya sudah berjalan dengan keinginanmu, aku berada di sisimu sebagai pria yang bertanggung jawab atas kehamilan. Karena keinginanmu seperti itu orang memandangku rendah sebagai pria tidak baik yang menghamili anak orang, bahkan asal kamu tahu, betapa marahnya kedua orang tuaku."Cantika menunduk ia merasa benar-benar
"Selamat pagi," sapa Cinta yang sudah rapi dengan seragam sekolahnya. "Pagi cantik," ujar Jonathan dan Bu Santi. Cinta merenggut, lalu melirik sang kakek yang masih sibuk dengan sarapannya. "Apa Opa Ferdi enggak mau menjawab salam aku?" Cinta terus menatap Ferdinand.Pria berambut mulai memutih itu menghentikan aktivitas makannya lalu menatap Cinta yang merenggut menunggu jawabannya. Apa salahnya hanya menjawab, pikir Ferdinand. ia pun tak enak di pandang Jo dan istrinya. "Oh, selamat pagi Cinta." Ferdinand tersenyum lalu kembali menikmati makannya. Sesekali ia melihat ke arah Cinta yang tersenyum memandangnya. Anak itu pun ikut bergabung makan pagi, Berlian tak banyak komentar tentang apa yang di lakukan Cinta. ia pun tidak melarang karena mungkin dengan apa yang di lakukan sang anak bisa membuat putri kecilnya dekat dengan sang kakek. Terlihat masih sangat canggung, Ferdinand pun menunduk saat Cinta menatap balik dirinya. "Aku boleh di antar Opa Ferdi enggak, biasanya aku suka
"Kamu yakin Papa bilang begitu?" Arnold menaikkan satu alis saat mendapat telepon dari istrinya. Ya, Rara menceritakan tentang Ferdinand pada Arnold. Suaminya jelas kaget karena tidak menyangka jika sang ayah berubah sikapnya pada Cinta bahkan sampai mengantarnya ke sekolah. Arnold mendengar dengan tenang apa yang di katakan oleh istrinya. Kemudian tentang Jonathan yang pergi ke luar kota. Setelah beberapa lama karena mendengarkan cerita dari Rara Ia pun menutup ponselnya.Jonathan menghampiri ia ingin tahu ada apa Rara menghubunginya. Arnol duduk dan menceritakan apa yang tengah dan ia dengar dari sang istri."Jadi, dia yang mau mengantar cinta?" Arnold kembali bertanya pada Jonathan."Jadi gini ceritanya." Jonathan bercerita panjang lebar tentang kejadian tadi pagi, perubahan sang ayah membuatnya sedikit cemas karena takut ayahnya sedang melakukan rencana lain. Namun, Berlian mencoba menangkan dirinya. Jangan mengambil kesimpulan karena mungkin dengan adanya Cinta, Pak Ferdinand
"Kalian suka sama es cream yang mana?" tanya Pak Ferdinand. Mereka sudah sampai di sebuah mall dan langsung menghampiri stand es cream. Pak Ferdinan menggandeng dua cucunya yang cantik-cantik. Bahkan beberapa orang memuji kecantikan duo cucu itu. "Kakeknya juga tampan, pasti mudanya ganteng. Pantas saja dia cucunya cantik, hmm bibit bobot yang oke," ujar salah satu pengunjung. Pak Ferdinand sedikit menguping pembicaraan mereka lalu tersenyum saat dirinya ikut dipuji ketika kecantikan dua cucunya mereka sanjung. Ia semakin senang mengajak kedua cucunya bermain.cinta bersama Mischa terlihat sangat akrab melihat kedua cucunya ia teringat Jonathan dan Arnold yang sama sekali tidak pernah bertengkar sejak kecil. Bahkan sampai dewasa anak-anak mereka pun terlihat sangat akur. "Misca mau rasa cokelat," ujar Misca menunjuk. "Cinta mau strawberry." Cinta pun ikut menunjuk tempat es cream. "Iya, kalian duduk saja. Opa yang pesan, oke," ujar Pak Ferdinand. Sang kakek pun gegas membeli es
Alva sangat cemas menunggu dokter keluar dari ruang IGD. Di dalam Cantika sedang berjuang karena sejak terjatuh dia pingsan dan belum sadarkan diri. Vera menyusul sang ibu ke rumah sakit karena tadi tak muat dalam mobil. Vera memperhatikan Alva yang mencemaskan saudara sepupunya. Jika diperhatikan pria itu tidak buruk juga malah ia baru menyadari jika calon suami Cantika itu tampan, kulitnya pun bersih dan putih. Vera memalingkan wajah saat Alva menatap kembali dirinya. Ia tak sudi jika Alva kegeeran saat dirinya menatapnya. Darah yang mengalir begitu deras membasahi kaki Cantika membuat Alva ketakutan terjadi sesuatu pada kandungan calon istrinya itu. "Bagaimana bisa kejadian seperti ini, apa yang sedang terjadi saat Cantika turun dari tangga seperti yang Tante ceritakan?" tanya Alva. Ya, memang Tante Reni mengatakan jika Cantika jatuh dari tangga, tapi bukan dirinya yang pertama kali menghampiri karena ia sedang di kamar dan tidur. Memang benar, apa yang di katakan oleh Reni. Na
Tuan Rafa melangkah mendekati adiknya itu, ia merasa curiga dengan Reni karena wanita itu selalu saja membuat masalah dengan putrinya bahkan ia juga sering mendengarkan keluhan-keluhan sang putri mengenai tantenya tersebut. Banyak hal yang ingin dirinya ketahui dari wanita itu mengenai kejadian yang sebenarnya mengapa Cantika bisa terjatuh dari tangga. Langkah lelaki itu memang pelan, tetapi pasti mengarah kepada satu orang.Tante Reni pun takut saat melihat kakaknya itu melangkah menghampirinya, pikirannya sudah melanglang buana apalagi yang akan dibahas jika bukan mengenai Cantika dirinya takut jika disalahkan oleh kakaknya itu bahkan bisa-bisa jika sang kakak berpikir yang tidak-tidak ia dan anaknya akan diusir dari rumah. Wanita itu terus memundurkan langkah, tetapi Vera segera menahannya karena hampir terjatuh. Kini dirinya sudah tidak bisa berkutik kemana-mana lagi karena di belakangnya adalah dinding tidak mungkin ia bisa lari lagi."Kenapa kamu seperti takut melihatku Reni?" t
Bu Sahfira datang lebih dulu dengan suaminya pak Hardian. Karena Berlian masih ada urusan dan dirinya juga tidak mungkin datang seorang diri, mau bagaimanapun juga kini wanita itu sudah memiliki seorang suami yang kemanapun dirinya pergi harus mendapatkan izinnya terlebih dahulu. Alva yang sejak tadi sudah menunggu kehadiran ibunya pun terkejut karena melihat ayahnya pun ikut. Dirinya ingin berbicara dahulu kepada kedua orangnya tuanya itu. "Di mana ruangannya Al?" tanya Bu Shafira.Sebenarnya dirinya ingin datang karena ucapan Berlian tanda kumat tetapi sayang anaknya itu memiliki sebuah kendala maka dari itu ia memilih datang dengan sang suami saja. Bu Shafira sedikit senang mendengar hal tersebut karena jika anak itu telah gugur kemungkinan besar Alva tidak dituntut lagi untuk bertanggung jawab. Dirinya memang belum memberikan restu sepenuhnya kepada Cantika untuk menjadi istri dari putra sambungnya itu. Mau bagaimanapun juga ialah yang membesarkan Alva selama ini."Nanti aku ajak
Berlian bersama dengan Jonathan mengunjungi rumah sakit. Mereka baru saja pulang dan langsung menuju ruang di mana Cantika berada. Tadi dirinya dikabarin jika calon iparnya itu mengalami sebuah insiden. Saat dirinya ingin mengunjungi Cantika, tetapi tiba-tiba dirinya memiliki sebuah kendala."Di mana ruangannya?" tanya Jonathan. Tak lupa mereka juga membawa buah tangan berupa parcel buah-buahan yang ganti dibeli. "Ruang Melati kelas VVIP," jawab Berlian. Mereka berdua berjalan melewati lorong-lorong rumah sakit dan bertanya ke beberapa perawat untuk menunjukkan ruangannya."Apa masih jauh ruangannya bukankah tadi katanya tinggal lurus aja," ungkap Jonathan. Kalau gitu terus menoleh ke kiri dan kanan banyak yang tadi katanya hanya lurus saja, dirinya hendak menelepon Alva untuk menanyakan keberadaannya tetapi sudah melihat lelaki itu melambaikan tangan ke arah mereka semua."Sini." Alva hanya melambaikan tanah memberi isyarat kepadanya berteriak-teriak karena ini rumah sakit bisa-bisa
6Hari ini adalah hari ulang tahun Al Bara, ya hari ulang tahunnya adalah hari di mana anak kandung Jonathan lahir. Tak mungkin Jonathan akan membedakan hari ulang tahun tersebut karena bagaimanapun juga anak lelaki itu adalah pengganti anak kandungnya. Pengganti kebahagiaan keluarganya, dan ia juga benar-benar menyayangi Al Bara seperti putranya sendiri.Apalagi juga dirinya benar-benar sangat menyayangi anak tersebut, kecerdasannya, serta kepiawaiannya membuat ia benar-benar merasakan kasih sayangnya. Entahlah mungkin itulah yang menjadi alasan mengapa dirinya saat itu lebih memilih albara untuk menjadi anaknya, padahal di panti asuhan sangat sekali bayi-bayi lain. Namun, ia tetap saja memilih Al Bara untuk menjadi putranyaMereka semua sibuk menata ruangan. Dengan semringah dan gembira. Terlihat Berlian juga, Cinta dan Al yang sedang ikut mendekorasi. Memang wanita itu sengaja ingin mendekorasi ruangan itu bersama-sama dengan keluarga, tanpa menggunakan jasa. Berlian hanya ingin me
Jonathan duduk sembari memangku Al Bara. Anak laki-laki itu tadi berceloteh dan didengarkan sang ayah. Lucu, mulut kecil itu selalu mengatakan akan menjadi seperti papa Jo ketika besar. Apa yang selama ini dirinya niatkan jika lahirnya albara itu untuk membuat bahagia dirinya dan juga keluarganya, tetapi di saat ia tersenyum tiba-tiba senyuman itu lenyap seketika. Dimana dirinya kembali lagi mengingat detik-detik saat putranya hilang. Saat itu kebahagiaannya sudah tidak sempurna lagi. Walaupun ia tertawa karena kamu tetapi kebahagiaan itu bisa lenyap tiba-tiba.Jonathan memejamkan matanya, mengapa rasanya benar-benar begitu sangat sakit. Rasanya jauh lebih sakit saat dirinya dan juga berlian berpisah waktu itu. Pernyataan benar-benar merasa jika ia gagal menjadi seorang ayah karena dirinya tidak bisa menemukan dimana keberadaan putranya itu. Namun, Jonathan pun sudah melakukan berbagai macam cara untuk bisa menemukan di mana putranya berada, tapi semuanya hanya berakhir dengan sia-sia
Kabar baik dari Alva di sambut semringah oleh Berlian juga Jonathan. Berlian, tanpa beban dan tidak tahu jika anaknya bukanlah anaknya bisa tersenyum tanpa memikirkan apa pun. Dirinya merasa bahagia karena sekarang saudaranya itu sudah memiliki anak, pasti lengkap sudah kebahagiaan di keluarga mereka itu.Namun, berbeda dengan Jonathan yang walau tersenyum tapi hatinya tetap getir. Setiap memandang bayi itu, ia teringat sang anak. Bahkan, nama yang sudah dia persiapkan pun tak diberikan pada bayi laki-laki itu. Dirinya benar-benar berharap jika ada suatu keajaiban yang membawa putranya bisa kembali lagi, ia tidak mau kehilangan darah dagingnya. Pasti dirinya akan menyesal seumur hidup dan ia akan hidup dalam penyesalan setiap harinya. Sekarang pun ia terus saja berusaha untuk bisa menemukan di mana keberadaan sang anak tanda siang malam dirinya terus saja memikirkan tentang putranya itu.Lagi, Jonathan kembali berbicara pada bayi mungil itu. "Andai kau tahu, aku sesungguhnya belum bi
Mereka semua berkumpul di ruang tamu, Arnold datang bersama Mischa dan Rara yang sudah hamil besar. Putrinya itu sangat merindukan anak Jonathan, sejak tadi siang terus saja merengek sampai-sampai membuat Rara tidak mampu untuk membujuknya lagi dan akhirnya mereka semua datang ke kediaman Jonathan.Arnold langsung saja duduk di sebelah adiknya, dan sang istri langsung saja menghampiri Berlian yang tengah menggendong bayinya itu."Lian, duh jadi deg degan nunggu lahiran," tukas Rara.Rara tidak bisa menyembunyikan rasa khawatirnya, ia juga walaupun ini bukan pengalaman pertamanya melahirkan. Namun, ia merasa begitu sangat takut, karena memang setiap lahiran itu berbeda-beda kontraksinya. Dahulu saja ia benar-benar merasa begitu sangat sakit bahkan Arnold pun menolaknya beberapa kali untuk kembali lagi memiliki momongan."Iya Mbak, kamu sehat-sehat ya." Berlian terus saja memberikan motivasi serta nasehat-nasehat kepada Rara untuk tetap menjaga kesehatannya. Berlian juga merasa jika pen
"Bagaimana, dia pintar kah hari ini?" tanya Jonathan saat pulang dari kantor. Pria itu berusaha bersikap tenang seolah-olah bayi laki-laki itu adalah bayinya. Demi kebahagiaan Berlian, dia tak mau istrinya stres dengan keadaan yang sebenarnya.Walaupun dirinya benar-benar begitu sangat tertekan, ia sangat merindukan anaknya dan juga dirinya belum mengetahui bagaimana nasib dari putranya itu. Apakah putranya semua kebutuhannya terpenuhi, apakah putranya sudah minum susu, apakah putranya bisa tidur dengan nyenyak? "Dia pintar, laki-laki hebat seperti kamu."Berlian benar-benar menjadi Ibu yang terbaik untuk kedua anaknya itu. Ia juga sangat menyayangi putranya tersebut, apalagi anaknya benar-benar tidak menyusahkan, tidak seperti bayi lainnya pada umumnya Rio benar-benar begitu sangat penurut dan jarang sekali menangis. Bahkan malam pun anaknya itu pun menangis hanya meminta susu saja. Berlian benar-benar merasa begitu sangat bahagia karena mendapatkan anak-anak yang sangat pintar sep
Masalah rumah sakit di urus oleh Arnold. Sementara, Jonathan fokus dengan bayi yang sudah berada di tangannya dan hari ini akan pulang bersamanya dan Berlian. Entah, dia jatuh hati dengan bayi tampan yang dia adopsi dari sebuah panti asuhan. Sedikit ada kemiripan, bayi laki-laki itu berkulit putih bersih, bibir tipis juga rambut tebal.Atas bantuan kakaknya, dia bisa menemukan bayi itu dirinya tidak mau membuat keadaan sang istri terpuruk dengan apa yang terjadi kepada bayi mereka biarkan dirinyalah yang bertanggung jawab mencari bayi itu dan ia juga tidak akan pernah melepaskan pihak rumah sakit bagaimana bisa mereka semua berkamuflase menyalahkan rencana alam tentang keteledorannya itu benar-benar tidak bisa memaafkan bagaimanapun juga iya seorang ayah dirinya benar-benar kehilangan bayinya."Satrio Perkasa." Jonathan telah memberi nama bayi yang ia adopsi dari sebuah panti asuhan tentu saja hanya dirinya dan juga sang kakak yang mengetahui hal tersebut ia tidak mau jika banyak ora
"Kami akan bertanggung jawab." Pihak rumah sakit benar-benar tidak menyangka, justru Arnold terlihat lebih berambisius dan berapi-api bahkan sejak tadi lelaki itu terus saja mengomel. Ia menyindir pihak ke rumah sakit yang benar-benar begitu sangat teledor bagaimana bisa keponakannya yang baru saja dilahirkan hilang, padahal rumah sakit ini adalah rumah sakit ternama. Rumah sakit besar, tidak mungkin Jonathan memilih rumah sakit asal-asalan untuk perawatan putra dan juga istrinya. Namun, ternyata rumah sakit yang ternama saja bisa begitu teledor. Sekarang dirinya tidak mengetahui bagaimana kondisi dari keponakannya itu, Arnold benar-benar merasa begitu kasihan dengan adiknya tersebut karena terlihat begitu sangat jelas jika Jonathan begitu emosional dan juga sedih."Tanggung jawab? Kalian pikir, keponakan saya hilang itu bisa di ganti?" Arnold marah. Sejak tadi pihak rumah sakit terus saja mengatakan tentang tanggung jawab tanggung jawab, sedangkan mereka saja tidak bisa bertanggung
"Ada apa kamu memanggilku ke sini, Jo?" tanya Arnold. Arnold memang tadi melihat pemberitaan tentang gempa yang baru saja terjadi di kota mereka itu. Ia juga begitu sangat khawatir apalagi saat mengetahui jika adik iparnya baru saja melahirkan dan berada di rumah sakit, iya saja yang berada di rumah merasa begitu sangat panik saat merasakan gempa bumi itu yang berada di rumah sakit.Akan tetapi, saat dirinya menelpon sang adik untuk menanyakan perihal bagaimana keadaannya serta keluarganya di rumah sakit, tetapi adiknya itu justru memintanya untuk segera datang ke rumah sakit dan terdengar suara dari Jonathan sangatlah panik membuat Arnold langsung saja bergegas ke rumah sakit. Dirinya benar-benar merasa begitu sangat khawatir, takut jika terjadi sesuatu."Bayiku hilang." Wajah Arnold berubah memerah, bukan hanya Jo yang emosi. Sebagai kakak dia pun begitu kesal. Lelaki itu langsung saja menuntut adiknya bercerita bagaimana bisa rumah sakit ini adalah rumah sakit besar dan juga tern
Terjadi kegaduhan di ruang bayi, salah satu bayi hilang karena kejadian gempa bumi. Entah suster mana yang membawanya, mereka semua panik lalu menghubungi pihak rumah sakit.Karena jumlah bayi yang diselamatkan serta jumlah bayi yang ada sebelum kejadian itu pun berbeda. "Bagaimana bisa hilang?" tanya salah satu pemimpin rumah sakit. Keadaan benar-benar begitu sangat gaduh, karena salah seorang bayi tiba-tiba menghilang entah suster mana yang membawanya, karena mereka semua tidak ada yang mau mengaku dan mereka memang memegang bayi satu per orang satu."Kami semua panik, membawa bayi satu orang satu. Bayi yang di inkubator itu entah siapa yang membawa, kami semua membawa sekaligus papan namanya. Tapi, bayi yang satu itu ...."Semua suster sangat ketakutan, karena kejadian gempa bumi tadi benar-benar membuat semua orang panik bahkan mereka semua tidak memperhatikan masing-masing bayi yang ada di inkubator. Mereka menyelamatkan bayi yang belum diselamatkan oleh temannya, membawa bayi