Tuan Rafa mengembalikan kembali cek kosong itu pada Pak Hardian. Ia ingin calon besannya saja yang mengurus karena ia tak mau berurusan dengan uang orang lain. Tuan Dara sudah yakin jika menyerahkan semua pada pihak laki-laki. Untuk acara gedung, akad nikah sampai resepsi. Ia hanya ingin tinggal data karena sudah lelah dengan semua yang terjadi. Bahkan ia pun rela jika hanya dengan pernikahan biasa.Watak saja keras dan nada bicara yang begitu kencang. Namun, hatinya masih hello Kitty kalau kata anak muda jaman sekarang."Saya terserah saja. Pak Hardian bicarakan pada Alva dan Cantika mau seperti apa. Saya tinggal datang, bersyukur Alva sudah mau bertanggungjawab." Tuan Alva mengatakan hal itu dengan pasrah.Dua bulan yang lalu, Tuan Rafa marah besar karena tahu Cantika hamil. Ia mengamuk, memaki dan merusak semua barang yang ada. Ia bertanya pada Cantika siapa ayah bayi itu, tapi sang anak bungkam. Sampai akhirnya Cantika kabur dari rumah dan berniat menggugurkan janin itu. Hari ke
"Jangan berkomentar apapun tentang Alva, dia memang miskin tapi dia tidak miskin hati seperti kamu dan mamamu," ujar Cantika dengan emosi."Sombong sekali sih kamu, apa yang kamu dapat dari suami miskin seperti Alva nantinya. Terlalu murah dan bodoh kamu hingga kamu hamil."Sebuah tamparan melayang di pipi Vera, dengan napas yang naik turun Cantika menatap dengan bengis saudara sepupunya itu.Mendengar pertengkaran anak dan keponakannya, Tuan Rafa pun gagas menghampiri mereka. Begitu pun dengan tante Reni, ia menghampiri Vera yang sudah meringis dengan air mata palsu. "Cantika, apa salah Vera pada kamu?" tanya Tante Reni."Tante tanya saja sama dia." Cantika menjawab tegas. "Ma, aku hanya mengingatkan kalau jangan terlalu percaya pada laki-laki, tapi dia malah menamparku." Vera masih saja berdusta.Cantika habis kesabarannya, ia mengepalkan tangan. Ia pun kembali ingin menyerang Vera jika tak di tahan oleh Tuan Rafa. "Dia menghina aku, dia bilang aku murahan. Aku sadar aku salah, t
"Papa merasa malu kemarin Vera dan Reni membuat ibunya Alva marah. Papa takut kamu yang kena nanti, bisa saja ibunya mendadak enggak suka sama kamu." "Enggak kok, Pa. Keluarga Alva semuanya baik." Terpaksa Cantika berbohong pada ayahnya karena tidak ingin membuat Tuan Rafa memikirkan hal yang tidak penting. Apalagi tentang perlakuan ibunya Alva yang memang seperti tidak menyukainya. Mungkin memang tak menyukainya.Cantika pamit ke luar ruangan sang ayah. Ia langsung masuk ke kamarnya. Tubuhnya semakin gemuk karena banyaknya asupan makanan yang masuk ke tubuhnya. Belum lagi Alva yang suka memberikannya makanan dan jus ketika mereka bertemu. Cantika melirik ke sebelah ranjang. Masih terlihat jelas beberapa cemilan yang Alva bawa. Ia teringat dialog mereka berdua saat bertemu kala itu."Aku habis gajian, ini buat kamu dan si Dede. Kalau lapar tidak usah ke luar kamar, simpan saja," ujar Alva."Kamu beli ini buat aku, apa enggak habis uang gajian kamu?" Cantika merasa cemas jika uang A
Tubuh Anggun bergetar hebat saat mendengar ancaman dari Jonathan. Wanita itu ternyata tidak bisa berkutik dan melakukan apa pun karena kontrak kerja dari perusahaan Jonathan sangat penting bagi hidupnya. Namun, Anggun masih berusaha bisa tersenyum di depan Jonathan dan menutupi rasa takut yang ia rasakan. Jatuh Miskin tiba-tiba dan tidak bisa merasakan kembali uang yang sering diberikan sang ayah membuatnya frustasi. "Hebat sekali kau masih bisa tersenyum, aku sudah tahu semua. Kedatangan kamu ke Indonesia karena ayahmu bangkrut dan jatuh miskin. Kamu pun terabaikan oleh Alex karena dia memilih wanita lain. Dulu memang kita teman, bahkan aku pernah menaruh simpati. Tapi, saat ini aku tak akan pernah menaruh simpati jika kau berusaha merusak semuanya."Tidak segan-segan Jonathan mencari tahu tentang Anggun. Pria itu baru saja mendapatkan informasi tentang bagaimana dan kenapa bisa angin kembali ke Indonesia sementara dia bekerja di luar negeri sebagai model. "Kontrak kerjamu habis d
"Maksud kamu apa, Lian?" Bu Shafira tidak mengerti dengan apa yang di katakan sang anak. Tubuhnya terlalu lelah dengan banyaknya pekerjaan yang harus dikerjakan belum lagi persiapan pernikahan Alva juga menguras pikiran. Berlian tidak bermaksud untuk menyakiti hati ibunya. Tapi baginya Bu Safira terlalu berlebihan untuk mencemaskan Alva seperti yang sudah ia katakan sejak beberapa waktu lalu. Sepertinya sang ibu sama sekali tidak mendengarkan apa yang ia katakan. Dirinya paham jika ibunya selama ini mengurus Alva sejak ia kecil namun Alfa sudah dewasa dan bisa menentukan pilihannya. Lagi pula Cantika tengah hamil dan Alva pun harus bertanggung jawab karena itu anaknya dan tidak bisa dipungkiri jika itu pun adalah cucu kandung Pak Hardian. "Mama harus terima Cantika, aku tahu Mama seperti ini karena terlalu banyak pikiran terutama memikirkan Alva dan Cantika. biarkan saja mereka mengalir begitu saja, Cantika akan belajar menjadi istri yang baik juga Ibu buat anak-anaknya Alva.""Ma
Menjelang pernikahan Alva kesehatan bu Shafira masih sangat mengkhawatirkan. Tubuhnya semakin lemas saja, wajahnya pun sangat pucat."Ma, kita ke rumah sakit saja." Bu Shafira mengangguk, tubuhnya sudah tidak sangat bertenaga, iya merasakan lemas bahkan untuk duduk pun harus dibantu oleh Alva.Alva membantu ibunya untuk berjalan menuju mobil, anak lelaki itu dengan sigap selalu berada di sisi ibu sambungnya. Walaupun memang bukan bu Shafira yang melahirkannya, tetapi wanita itu sudah merawatnya. Hubungan mereka melebihi hubungan ibu kandung dan anaknya sendiri. Lelaki itu menyetir mobil dengan hati-hati, ia menuju rumah sakit terdekat.Sampai di sana, pihak satpam dan juga beberapa perawat dengan sigap membantunya dengan mengambilkan kursi roda dan membawa ibunya menuju ruang pemeriksaan.Ibunya tengah di tangani oleh dokter. Alva memilih untuk segera menghubungi ayahnya memberitahu keadaan ibunya. Alva terlihat begitu khawatir dengan keadaan bu Shafira."Bagaimana keadaan ibu saya, D
Selesai fiting baju, Alva mengantar Cantika pulang. "Al, berhenti di depan ya." Ada hal yang harus dirinya bicarakan dengan calon suaminya itu, ya sudah memikirkan matang-matang tentang apa yang akan dibicarakan sebelum terjadi kesalahpahaman lagi di antara mereka berdua. Bukankah pernikahan itu harus diawali dengan kejujuran, meskipun diantara keduanya tidak saling mencintai. Namun, ia ingin mengawali pernikahannya dengan sebuah kejujuran. Dirinya juga sudah tidak nyaman untuk menyimpan semuanya sendiri."Ada apa?" tanya Alva.Lelaki itu menoleh ke kiri dan ke kanan tidak ada penjual apapun, biasanya Cantika mengidam ingin menginginkan sesuatu lalu menyuruhnya untuk berhenti. Tetapi kali ini tidak ada apapun. Dirinya segala membelokkan motor ke arah sebuah bangku taman yang terlihat sedikit rindang."Ada yang ingin aku bicarakan," ujar Cantika.Keduanya segera turun dari motor. Cantika melangkah lebih dulu menuju kursi di bawah pohon rindang itu, lalu diikuti oleh Alva.Alva bingung
"Kamu pikir aku boneka yang sesuka hati kamu mainkan? Aku punya perasaan, kamu yang membawa aku dalam duniamu adalah kamu bukan aku yang mau. Kini saat aku sudah masuk seolah-olah dengan mudahnya kamu menendangku!" Alva mulai emosi hanya karena cantika baru tahu siapa dirinya gadis itu seolah-olah bukan orang yang pantas bersanding dengannya. Padahal kalau dipikir ayahnya juga memiliki harta banyak walau tidak sebanyak Pak Hardian ayahnya. Alva geram kenapa Cantika begitu plin-plan. Harusnya dari awal tak membawanya masuk ke permasalahan yang sama sekali tak di ketahuinya. Alva menarik napas dalam, ia lalu mengatakan apa yang memang harus ia katakan pada gadis itu."Semuanya sudah berjalan dengan keinginanmu, aku berada di sisimu sebagai pria yang bertanggung jawab atas kehamilan. Karena keinginanmu seperti itu orang memandangku rendah sebagai pria tidak baik yang menghamili anak orang, bahkan asal kamu tahu, betapa marahnya kedua orang tuaku."Cantika menunduk ia merasa benar-benar
6Hari ini adalah hari ulang tahun Al Bara, ya hari ulang tahunnya adalah hari di mana anak kandung Jonathan lahir. Tak mungkin Jonathan akan membedakan hari ulang tahun tersebut karena bagaimanapun juga anak lelaki itu adalah pengganti anak kandungnya. Pengganti kebahagiaan keluarganya, dan ia juga benar-benar menyayangi Al Bara seperti putranya sendiri.Apalagi juga dirinya benar-benar sangat menyayangi anak tersebut, kecerdasannya, serta kepiawaiannya membuat ia benar-benar merasakan kasih sayangnya. Entahlah mungkin itulah yang menjadi alasan mengapa dirinya saat itu lebih memilih albara untuk menjadi anaknya, padahal di panti asuhan sangat sekali bayi-bayi lain. Namun, ia tetap saja memilih Al Bara untuk menjadi putranyaMereka semua sibuk menata ruangan. Dengan semringah dan gembira. Terlihat Berlian juga, Cinta dan Al yang sedang ikut mendekorasi. Memang wanita itu sengaja ingin mendekorasi ruangan itu bersama-sama dengan keluarga, tanpa menggunakan jasa. Berlian hanya ingin me
Jonathan duduk sembari memangku Al Bara. Anak laki-laki itu tadi berceloteh dan didengarkan sang ayah. Lucu, mulut kecil itu selalu mengatakan akan menjadi seperti papa Jo ketika besar. Apa yang selama ini dirinya niatkan jika lahirnya albara itu untuk membuat bahagia dirinya dan juga keluarganya, tetapi di saat ia tersenyum tiba-tiba senyuman itu lenyap seketika. Dimana dirinya kembali lagi mengingat detik-detik saat putranya hilang. Saat itu kebahagiaannya sudah tidak sempurna lagi. Walaupun ia tertawa karena kamu tetapi kebahagiaan itu bisa lenyap tiba-tiba.Jonathan memejamkan matanya, mengapa rasanya benar-benar begitu sangat sakit. Rasanya jauh lebih sakit saat dirinya dan juga berlian berpisah waktu itu. Pernyataan benar-benar merasa jika ia gagal menjadi seorang ayah karena dirinya tidak bisa menemukan dimana keberadaan putranya itu. Namun, Jonathan pun sudah melakukan berbagai macam cara untuk bisa menemukan di mana putranya berada, tapi semuanya hanya berakhir dengan sia-sia
Kabar baik dari Alva di sambut semringah oleh Berlian juga Jonathan. Berlian, tanpa beban dan tidak tahu jika anaknya bukanlah anaknya bisa tersenyum tanpa memikirkan apa pun. Dirinya merasa bahagia karena sekarang saudaranya itu sudah memiliki anak, pasti lengkap sudah kebahagiaan di keluarga mereka itu.Namun, berbeda dengan Jonathan yang walau tersenyum tapi hatinya tetap getir. Setiap memandang bayi itu, ia teringat sang anak. Bahkan, nama yang sudah dia persiapkan pun tak diberikan pada bayi laki-laki itu. Dirinya benar-benar berharap jika ada suatu keajaiban yang membawa putranya bisa kembali lagi, ia tidak mau kehilangan darah dagingnya. Pasti dirinya akan menyesal seumur hidup dan ia akan hidup dalam penyesalan setiap harinya. Sekarang pun ia terus saja berusaha untuk bisa menemukan di mana keberadaan sang anak tanda siang malam dirinya terus saja memikirkan tentang putranya itu.Lagi, Jonathan kembali berbicara pada bayi mungil itu. "Andai kau tahu, aku sesungguhnya belum bi
Mereka semua berkumpul di ruang tamu, Arnold datang bersama Mischa dan Rara yang sudah hamil besar. Putrinya itu sangat merindukan anak Jonathan, sejak tadi siang terus saja merengek sampai-sampai membuat Rara tidak mampu untuk membujuknya lagi dan akhirnya mereka semua datang ke kediaman Jonathan.Arnold langsung saja duduk di sebelah adiknya, dan sang istri langsung saja menghampiri Berlian yang tengah menggendong bayinya itu."Lian, duh jadi deg degan nunggu lahiran," tukas Rara.Rara tidak bisa menyembunyikan rasa khawatirnya, ia juga walaupun ini bukan pengalaman pertamanya melahirkan. Namun, ia merasa begitu sangat takut, karena memang setiap lahiran itu berbeda-beda kontraksinya. Dahulu saja ia benar-benar merasa begitu sangat sakit bahkan Arnold pun menolaknya beberapa kali untuk kembali lagi memiliki momongan."Iya Mbak, kamu sehat-sehat ya." Berlian terus saja memberikan motivasi serta nasehat-nasehat kepada Rara untuk tetap menjaga kesehatannya. Berlian juga merasa jika pen
"Bagaimana, dia pintar kah hari ini?" tanya Jonathan saat pulang dari kantor. Pria itu berusaha bersikap tenang seolah-olah bayi laki-laki itu adalah bayinya. Demi kebahagiaan Berlian, dia tak mau istrinya stres dengan keadaan yang sebenarnya.Walaupun dirinya benar-benar begitu sangat tertekan, ia sangat merindukan anaknya dan juga dirinya belum mengetahui bagaimana nasib dari putranya itu. Apakah putranya semua kebutuhannya terpenuhi, apakah putranya sudah minum susu, apakah putranya bisa tidur dengan nyenyak? "Dia pintar, laki-laki hebat seperti kamu."Berlian benar-benar menjadi Ibu yang terbaik untuk kedua anaknya itu. Ia juga sangat menyayangi putranya tersebut, apalagi anaknya benar-benar tidak menyusahkan, tidak seperti bayi lainnya pada umumnya Rio benar-benar begitu sangat penurut dan jarang sekali menangis. Bahkan malam pun anaknya itu pun menangis hanya meminta susu saja. Berlian benar-benar merasa begitu sangat bahagia karena mendapatkan anak-anak yang sangat pintar sep
Masalah rumah sakit di urus oleh Arnold. Sementara, Jonathan fokus dengan bayi yang sudah berada di tangannya dan hari ini akan pulang bersamanya dan Berlian. Entah, dia jatuh hati dengan bayi tampan yang dia adopsi dari sebuah panti asuhan. Sedikit ada kemiripan, bayi laki-laki itu berkulit putih bersih, bibir tipis juga rambut tebal.Atas bantuan kakaknya, dia bisa menemukan bayi itu dirinya tidak mau membuat keadaan sang istri terpuruk dengan apa yang terjadi kepada bayi mereka biarkan dirinyalah yang bertanggung jawab mencari bayi itu dan ia juga tidak akan pernah melepaskan pihak rumah sakit bagaimana bisa mereka semua berkamuflase menyalahkan rencana alam tentang keteledorannya itu benar-benar tidak bisa memaafkan bagaimanapun juga iya seorang ayah dirinya benar-benar kehilangan bayinya."Satrio Perkasa." Jonathan telah memberi nama bayi yang ia adopsi dari sebuah panti asuhan tentu saja hanya dirinya dan juga sang kakak yang mengetahui hal tersebut ia tidak mau jika banyak ora
"Kami akan bertanggung jawab." Pihak rumah sakit benar-benar tidak menyangka, justru Arnold terlihat lebih berambisius dan berapi-api bahkan sejak tadi lelaki itu terus saja mengomel. Ia menyindir pihak ke rumah sakit yang benar-benar begitu sangat teledor bagaimana bisa keponakannya yang baru saja dilahirkan hilang, padahal rumah sakit ini adalah rumah sakit ternama. Rumah sakit besar, tidak mungkin Jonathan memilih rumah sakit asal-asalan untuk perawatan putra dan juga istrinya. Namun, ternyata rumah sakit yang ternama saja bisa begitu teledor. Sekarang dirinya tidak mengetahui bagaimana kondisi dari keponakannya itu, Arnold benar-benar merasa begitu kasihan dengan adiknya tersebut karena terlihat begitu sangat jelas jika Jonathan begitu emosional dan juga sedih."Tanggung jawab? Kalian pikir, keponakan saya hilang itu bisa di ganti?" Arnold marah. Sejak tadi pihak rumah sakit terus saja mengatakan tentang tanggung jawab tanggung jawab, sedangkan mereka saja tidak bisa bertanggung
"Ada apa kamu memanggilku ke sini, Jo?" tanya Arnold. Arnold memang tadi melihat pemberitaan tentang gempa yang baru saja terjadi di kota mereka itu. Ia juga begitu sangat khawatir apalagi saat mengetahui jika adik iparnya baru saja melahirkan dan berada di rumah sakit, iya saja yang berada di rumah merasa begitu sangat panik saat merasakan gempa bumi itu yang berada di rumah sakit.Akan tetapi, saat dirinya menelpon sang adik untuk menanyakan perihal bagaimana keadaannya serta keluarganya di rumah sakit, tetapi adiknya itu justru memintanya untuk segera datang ke rumah sakit dan terdengar suara dari Jonathan sangatlah panik membuat Arnold langsung saja bergegas ke rumah sakit. Dirinya benar-benar merasa begitu sangat khawatir, takut jika terjadi sesuatu."Bayiku hilang." Wajah Arnold berubah memerah, bukan hanya Jo yang emosi. Sebagai kakak dia pun begitu kesal. Lelaki itu langsung saja menuntut adiknya bercerita bagaimana bisa rumah sakit ini adalah rumah sakit besar dan juga tern
Terjadi kegaduhan di ruang bayi, salah satu bayi hilang karena kejadian gempa bumi. Entah suster mana yang membawanya, mereka semua panik lalu menghubungi pihak rumah sakit.Karena jumlah bayi yang diselamatkan serta jumlah bayi yang ada sebelum kejadian itu pun berbeda. "Bagaimana bisa hilang?" tanya salah satu pemimpin rumah sakit. Keadaan benar-benar begitu sangat gaduh, karena salah seorang bayi tiba-tiba menghilang entah suster mana yang membawanya, karena mereka semua tidak ada yang mau mengaku dan mereka memang memegang bayi satu per orang satu."Kami semua panik, membawa bayi satu orang satu. Bayi yang di inkubator itu entah siapa yang membawa, kami semua membawa sekaligus papan namanya. Tapi, bayi yang satu itu ...."Semua suster sangat ketakutan, karena kejadian gempa bumi tadi benar-benar membuat semua orang panik bahkan mereka semua tidak memperhatikan masing-masing bayi yang ada di inkubator. Mereka menyelamatkan bayi yang belum diselamatkan oleh temannya, membawa bayi