Share

Bad Habit

Author: Do Hawu
last update Last Updated: 2025-03-28 19:19:45

Aku akui bahwa sebagai seorang perempuan, aku punya kelakuan yang cukup kasar dan sedikit terlihat maskulin. Cara jalanku tidak seperti perempuan feminin lainnya, suaraku rendah seperti suara laki-laki pada umumnya. Paling parah adalah aku punya kebiasaan untuk bernyanyi di kamar mandi seperti sedang mengadakan konser.

Tapi kebiasaan itu sudah tidak aku lakukan selama aku tinggal di mansion keluarga Swift. Aku tidak ingin suaraku membuat telinga semua orang berdarah. Aku cukup tahu diri. Dan aku melihat kesempatan untuk melancarkan aksi melepas stress di dalam kamar hotel, bermodalkan layar televisi yang besar aku kembali mengadakan konser. Aku tidak tahu kapan Archer akan selesai dengan pertemuan pentingnya itu.

Pokok utamanya adalah aku harus mengambil kesempatan dalam kesempitan. Hey, oportunitis seperti ku tidak boleh melewatkan kebebasan kecil ini.

Lagu dengan genre slow rock berkumandang, mengisi setiap kamar hotel dan aku berteriak mengikuti lirik lagu. Ah, Bon Jovi selalu berhasil membuat mood meningkat pesat. Mengeluarkan tenaga yang begitu banyak, perutku berbunyi. Baru aku sadari bahwa sampai di hotel aku sama sekali tidak makan apapun.

Tapi di kamar ini ada sebuah kulkas, aku mengecek isi didalamnya. Mataku berbinar. Penuh semangat, aku mengambil beberapa minuman. Aku tidak tahu minuman apa, terlihat seperti minuman berkarbonasi. Seteguk, dua teguk. Aku merasa puas.

Aku kembali melihat botol minuman, mengerutkan kening sedikit. Aku mencecap sisa rasa yang masih tertinggal di lidah, sedikit pahit. Memangnya ada minuman soda yang pahit?

Aku membaca perlahan setiap tulisan yang tertera, menepuk dahi dengan keras, aku memaki diri sendiri.

Inilah kenapa budaya membaca terlebih dulu perlu dikampanyekan, supaya jatuhnya tidak sepertiku.

Aku baru saja menelan alkohol, ya, minuman ini punya kadar alkohol lima persen. Memang, pintar sekali kau Alina.

Lagipula, bagaimana bisa di kamar hotel ada minuman beralkohol seperti ini? Setahuku, Dubai memiliki aturan yang cukup ketat tentang konsumsi alkohol. Dan aku sudah terlanjur meminumnya.

Aku kudu oetokhae? Hidupku gini amat.

Seperti ada palu Thor yang menghantam kepalaku, terasa begitu sakit. Aku bisa merasakan wajahku yang memanas, juga tubuh yang mulai menghangat. Aku tahu ini bukan karena suhu yang tiba-tiba naik atau karena pendingin ruanga yang tidak berfungsi.

Satu hal yang aku ketahui sekarang. Aku mabuk.

Mabu karena dua tegukan alkohol. Oh, aku harus berbaring. Berusaha menyeimbangkan tubuh, aku mencengkeram selimut.

Ah, sialan.

Mungkin aku harus mandi. Pikiran itu terlintas sejenak, namun tubuhku sudah bergerak ke kamar mandi. Perlahan aku membuka semua pakaian lalu mengguyur tubuh dengan air dingin.

Namun aku tidak merasa baik-baik saja, kepalaku berdenyut sakit. Tidak, mandi air dingin sama sekali tidak membantu. Maka aku memilih untuk berbaring di atas tempat tidur.

Memang seharusnya aku tidur saja dari tadi.

*

Kamu pernah mendengar suara malam? Suara malam hari di kampungku begitu riuh tapi menenangkan, ada suara jangkrik, kodok sawah, atau bahkan derik ular. Aroma malam yang khas, campuran deduanan hijau dengan petrikor.

Namun, ketenangan itu berubah menjadi suara laki-laki yang samar. Nada yang tegas, seperti memerintah dengan penuh dominasi. Ada geraman rendah, seperti serigala yang hendak mengkomunikasikan sesuatu.

Sepertinya aku berada di tengah hutan antah berantah, aku berlarian dengan para serigala. Terjatuh karena semak belukar, dan aku mendapati wajah serigala yang mendekat berubah menjadi wajah manusia yang aku kenal.

Aku tersentak, pria di hadapanku ini menatapku. Seolah ia ingin menggeram. Aku merasakan cengkeraman di dagu, terasa sakit. Aku mengerutkan kening.

"Dasar perempuan gila!" Nada suara itu rendah, senyumnya tipis. Sang Iblis sedang mengejekku. Oh, ini tidak bisa di biarkan.

Aku menepis kasar jemarinya yang mencengkeram rahangku.

"Kamu yang gila!" Aku meneriakinya. Ia berdecih. Kali ini tangannya mencengkeram erat di bahu.

"Hah, kalau kamu tidak gila, bagaimana bisa kamu telanjang di kamar ini?"

What? Hah? APA?!!

Aku melihat ke bawah, selimut putih khas hotel yang hanya menutupi tubuh bagian bawah membuatku seperti tersiram air es. Dingin sedinginnya. Aku berteriak kencang lalu menghantam wajah Archer dengan telapak tangan.

Aku menyembunyikan diri di dalam selimut, lalu menangis.

Huaaa, aku sudah tidak suci lagi!!!

*

Aku tidak tahu berapa lama aku menangis, mata ku pasti membengkak. Dasar alkohol sialan. Perlahan aku menurunkan selimut, cahaya lampu membuatku kesulitan untuk melihat situasi didalam kamar. Tapi aku tahu ada satu sosok yang duduk di sofa.

Aku mengerjapkan mata lalu mendengar pergerakan dari seorang pria. Aku tahu itu adalah Archer. Ia berdiri lalu membelakangiku, membuang pandang pada jendela yang menampilkan gedung-gedung tinggi.

Aku berdehem. Sejujurnya aku ingin meminta maaf karena sebagai asisten, aku tidak becus.

"Bersiap-siaplah. Kita akan pulang." Aku tahu bahwa pria itu memberikan instruksi padaku.

"Jangan mengintip!" Suaraku pelan, tapi aku tahu bahwa dia mendengarkan.

Dengan selimut yang membalut aku mencari pakaian didalam koper dan menuju kamar mandi, aku membersihkan diri dengan cepat lalu bersiap.

Aku mengatur barang milik Archer, entah dia dimana. Sungguh, aku bersyukur karena dia tidak ada disini.

Jika tidak aku akan merasa sangat canggung. Untuk kali ini, aku merasa bahwa dia adalah pria yang baik.

Aku membuka pintu kamar hotel karena seseorang menekan bel-nya. Seorang pria dengan setelan jas hitam putih. Aku yakini bahwa dia adalah pelayan di hotel ini.

"Nona Alina. Selamat malam." Aku membalas sapaan itu, dari tatapannya aku tahu bahwa ia memperhatikan wajahku yang sembab. Mataku juga bengkak.

"Tuan Archer berpesan agar segera bersiap untuk berangkat ke Indonesia. Dia sudah menunggu di helikopter. Saya sendiri yang akan mendampingi Nona." Aku mengangguk. Tanpa mempersilakan masuk, aku menggeret koper yang memang sudah ku persiapkan.

"Terimakasih, Pak. Kalau begitu kita jalan sekarang." Pria itu, Bobby namanya, aku memperhatikan name tag yang tersemat.

"Tidak perlu sungkan, Nona. Mari." Ia mengambil alih koper di genggamanku dan melangkah lebih dulu. Langkahnya lebar, cukup sulit mengikuti iramanya. Aku bersyukur karena akhirnya kami naik lift.

Tiba di atap hotel, suara gemuruh baling-baling helikopter cukup memekakkan, aku di arahkan ke pintu dan untuk bisa naik seseorang menarik lalu mendudukkanku. Selanjutnya yang aku tahu adalah, Archer memasang earmuff

Aku hanya diam. Ia menatap selama beberapa detik, berdehem lalu kembali ke tempat duduknya.

Beberapa kali aku mendengar percakapan antar pilot dan Archer, aku memilih untuk diam untuk saat ini, diam adalah hal terbaik.

Sesungguhnya, suasana begitu canggung. Aku tidak berani melihat wajah Archer. Aku memperhatikan langit malam yang dihiasi gemintang, juga awan-awan berbaris yang cantik. 

Dari atas sini aku melihat gemerlap Dubai. 

Woah. Cantik sekali.

Jika tadi aku merasa sangat sial, kali ini aku begitu bersyukur.

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • CEO Arogan yang Menginginkanku   Problem Around Me

    Aku menarik napas dalam. Sekarang aku mengerti kenapa tubuhku tidak bisa bohay seperti Delima yang bertugas sebagai Customer Service. Perusahaan tempatku bekerja ini memiliki lantai gedung yang terlalu banyak. 48 lantai. Maksudku, untuk apa lantai sebanyak ini? Yah, yang pastinya juga untuk menghasilkan banyak uang. "Alina, jangan lupa toilet di lantai bawah." Itu suara Adam. Bukan, bukan Adam Levine tapi Adam Sutisno. Supervisor yang baik hati walaupun terkadang tega karena membiarkan wanita cantik dan lemah lembut sepertiku ini bekerja sendirian. "Iya, Pak. Tahu. Bawel amat sih." Meskipun menggerutu mendengar titahnya, aku tetap membawa peralatan pembersih ke toilet. Pak Adam masih setia berdiri di pintu masuk. Sepertinya aku akan kembali mendengarkan ceramahnya. “Alina, sebagai seorang yang bertanggungjawab dalam menjaga perusahaan tetap bersih. Ini sudah tugasku untuk mengingatkan kamu.” “Iya, iya Pak Adam yang paling baik sedunia. Udah ah, Pak. Mau lanjutin kerja. Bapak

    Last Updated : 2024-02-01
  • CEO Arogan yang Menginginkanku   The Devil

    Aku selalu merasa bahwa hidupku tenteram. Namun sekarang tidak lagi. Ketika kata 'pecat dia' menghantuiku hingga aku tidak tidur sama sekali sepanjang malam. Jadi, dengan kantung mata tebal ini, aku menatap cupcake yang masih panas, baru saja mengeluarkan kue ini dari oven. Setelah dipanggang, aku dinginkan sebentar sebelum mulai menghiasnya dengan butter cream hijau dengan taburan coklat di atasnya.'Cupcake ‘penghapusan dosa’ ini terlihat menggiurkan, bahkan untuk diriku sendiri. Ternyata memiliki hobi membuat kue ini ada untungnya juga. Mungkin dengan ini, aku bisa menyogok Pak Archer agak tidak memecatku.Sekali lagi aku memeriksa cupcake. Semuanya sudah rapi di dalam box. Semoga Pak Archer mau menerima ini."Kalau tidak diterima, mungkin aku akan memikirkan lebih serius jadi pembuat kue di sosmed," gumamku sambil pura-pura menangis.Dalam hati aku berdoa agar dia mau memaafkanku dan tidak jadi memecatku. Kinerjaku selama ini bagus dan harusnya ini bisa menjadi bahan pertimbangan

    Last Updated : 2024-02-11
  • CEO Arogan yang Menginginkanku   Damian Swift

    Semesta tolong telan aku. Rasanya aku ingin mati saja. Aku merasa ternoda. Aku meringis. Merutuki nasib sendiri dalam hati. Bagaimana bisa aku sesial ini. Mau tau yang lebih parah? Ternyata kejadian ini di perhatikan oleh seorang kakek. Suara deheman membuatku terduduk. Aku masih harus mengumpulkan kesadaran. "Kakek, ini tidak seperti yang terlihat. Ini semua adalah ketidaksengajaan." Suara Pak Archer terdengar frustasi. Tapi kakek itu bahkan tidak melirik bahkan sedikitpun padanya. Aku masih setia di lantai yang beralaskan karpet. Hei, karpet ini lembut. Aku terduduk dengan kepala menunduk. Sebisa mungkin berusaha menyembunyikan wajahku. Aku bisa merasakan kecemasan dari Pak Archer yang mondar-mandir tidak jelas di ruangan ini. Ia ingin menjelaskan namun sang kakek memaksanya untuk diam. Sang kakek menunduk dan mengulurkan tangannya, ia hendak membantuku berdiri. Tatapannya tulus, jadi tanpa sadar aku menyambut jemarinya. Dan kakek itu cukup kuat untuk membantuku berdiri dan me

    Last Updated : 2024-02-13
  • CEO Arogan yang Menginginkanku   You Never Know

    But you never know unless you walked on my shoes. Setiap keputusan tentunya memiliki resiko. Aku sudah berpikir terlalu panjang dan terlalu jauh hingga akhirnya lelah dan tersadar bahwa aku tertidur di sofa. Pantas saja badanku terasa sakit. Pagi ini, bahkan aku bangun terlalu awal. Matahari bahkan belum bersinar. Ruangan ini juga gelap. Sudah seminggu sejak aku bertemu dengan Kakek Damian. Aku sama sekali tidak mengontak mereka. Dan mereka juga tidak berusaha untuk menghampiriku. Aku melihat dapur yang berantakan. Kemarin aku memanggang kue, pesanan temanku untuk acara ulang tahun anaknya. Aku melihat jam di layar gawai. Pukul 05:00 AM. Aku meregangkan badan,mengambil udara sebanyak-banyaknya dan segera menuju dapur. Aku mencuci bersih semua tempat yang di gunakan untuk membuat kue semalam. Bekerja sambil mendengarkan musik adalah hal yang biasa aku lakukan. Suara air mendidih dari ketel listrik membuatku bergegas mengambil kopi instan dari dalam laci. Aroma kopi yang mengu

    Last Updated : 2024-02-17
  • CEO Arogan yang Menginginkanku   The Contract

    Mungkin karena tidur di tempat baru, aku bangun lebih awal. Masih ada satu jam sebelum alarm di gawai berbunyi. Suasana kamar ini begitu asing.Ada baiknya aku mempersiapkan diri. Sambil bersenandung lagu Until I Think of You.Sang penyanyi, Tori Kelly, adalah salah satu penyanyi favorit. Terkadang aku berandai-andai memiliki suara seindah itu.Mungkin saat ini aku sudah menjadi penyanyi.Tapi mari kita abaikan pikiran itu, karena ketukan terdengar.Ardy Peat terlihat segar di hadapanku.“Selamat pagi Nona Alina.”Aku tersenyum meski pun pria ini tidak menampilkan ekspresi berarti.“Anda sudah siap, Nona?”Aku mengangguk bersemangat.“Sudah Pak Ardy. Saya siap diajak berkeliling.” Ia lalu berjalan terlebih dulu."Baik Nona. Pertama mari ikuti saya.”Langkahnya cepat, sedikit sulit bagiku untuk mengikuti ritme pria ini.Ckckckck. Kenapa kakimu pendek sih, Alina?Kami memasuki sebuah ruangan. Ada Kakek Damian yang duduk sambil menikmati sarapan pagi.Dilihat dari meja yang lebar, dan kursi yan

    Last Updated : 2024-06-24
  • CEO Arogan yang Menginginkanku   Morning Drama

    “Hah? Saya, Pak?”Ia mengangguk. Aku melirik tempat tidur besar di tengah kamar.Ada iblis yang pulas dan tugasku adalah membangunkan iblis itu. Aku menelan ludah kasar.Aku melangkah perlahan mendekat. “Bagaimana saya harus membangunkan tuan muda, Pak Ardy?”“Nona harus memanggil tuan muda dengan suara lembut.”Aku segera melakukannya. Namun tidak dengan suara lembut. Aku merasa jijik jika harus memanggilnya dengan lembut.“Tuan Muda Archer!!”Aku berteriak. Dan satu kali panggilan cukup untuk membangunkan pria itu.Ia terduduk dan kebingungan selama beberapa detik.Pak Ardy menahan napas, ia menatap tajam padaku. Namun tidak ku pedulikan. Ah,rasanya bahagia melihat Pak Archer yang kebingungan.“Tuan muda, sudah saatnya anda bersiap.”“Ya?”Sepertinya tuan muda ini belum mengumpulkan nyawa seutuhnya.“Nona Alina siap membantu anda bersiap.

    Last Updated : 2024-06-25
  • CEO Arogan yang Menginginkanku   I Don't Love Drama, It Loves Me

    Terkadang aku merasa begitu relate dengan lagu dari salah satu penyanyi pop yang sedang naik daun saat ini. Kabarnya penyanyi itu sedang mengadakan tour dunia. Ya, aku tidak peduli sih. Karena tidak ada hubungannya denganku.Ku akui beberapa lagunya memberikan semangat lebih untuk menjalani hari yang berat tapi menghabiskan uang sebanyak itu untuk nonton konsernya, aku harus berpikir seribu kali.Aku selalu bersemangat menjalani hari. Bisa di katakan aku adalah morning person. Dan segelas kopi hangat yang menjadi candu selalu bisa mengantarku untuk melewati hari.Tapi untuk hari ini rasanya, kafein sebanyak apapun sepertinya tidak akan mampu menghilangkan sakit kepalaku. Kejadian kemarin masih segar di ingatan. Setelah Archer mengganti baju dia tidak melanjutkan sarapan dan langsung berangkat ke kantor. Aku di marahi habis-habisan oleh Pak Ardy.Untungnya kesalahanku masih bisa di maafkan dan tidak ada pemotongan gaji atau apapun itu, tidak ada hukuman berarti. Aku bersyukur untuk in

    Last Updated : 2024-06-28
  • CEO Arogan yang Menginginkanku   Fiancé

    “Aku tidak tahu dia akan mampir kesini. Bukankah dia baru tiba?” Pak Ardy mengangguk.“Benar, Tuan Muda. Dari bandara Nona Felicia langsung menuju ke sini.” Archer memakai jam tanganya.Sungguh aku sangat penasaran dengan perempuan bernama Felicia ini. Aku menahan diri untuk tidak bersuara, untuk tidak heboh dan mulai bertanya pada Pak Ardy.Setidaknya sampai kami keluar dari kamar ini dan Archer menghilang ke ruangan makan. Salah satu pekerjaanku memang menyiapkan sarapan untuk Archer namun untuk hari ini aku bisa bersantai sejenak karena ia akan sarapan bersama Kakek Damian juga bersama Felicia.Aku memasuki dapur. Suasana nampak lengang, hanya ada beberapa orang berpakaian putih lengkap dengan celemek yang sedang memotong buah-buahan. Aku mendekati salah satu dari mereka.“Hey, Abel. Gimana kabarmu?” Abel adalah seorang pria berusia 25 tahun. Seumuran denganku. Wajahnya manis dengan tahi lalat di bawah matanya.“Baik, Alina. Gimana Tuan Muda Archer?” Inilah yang membuatku sedikit ke

    Last Updated : 2024-08-01

Latest chapter

  • CEO Arogan yang Menginginkanku   Bad Habit

    Aku akui bahwa sebagai seorang perempuan, aku punya kelakuan yang cukup kasar dan sedikit terlihat maskulin. Cara jalanku tidak seperti perempuan feminin lainnya, suaraku rendah seperti suara laki-laki pada umumnya. Paling parah adalah aku punya kebiasaan untuk bernyanyi di kamar mandi seperti sedang mengadakan konser. Tapi kebiasaan itu sudah tidak aku lakukan selama aku tinggal di mansion keluarga Swift. Aku tidak ingin suaraku membuat telinga semua orang berdarah. Aku cukup tahu diri. Dan aku melihat kesempatan untuk melancarkan aksi melepas stress di dalam kamar hotel, bermodalkan layar televisi yang besar aku kembali mengadakan konser. Aku tidak tahu kapan Archer akan selesai dengan pertemuan pentingnya itu. Pokok utamanya adalah aku harus mengambil kesempatan dalam kesempitan. Hey, oportunitis seperti ku tidak boleh melewatkan kebebasan kecil ini.Lagu dengan genre slow rock berkumandang, mengisi setiap kamar hotel dan aku berteriak mengikuti lirik lagu. Ah, Bon Jovi selalu be

  • CEO Arogan yang Menginginkanku   Fiancé

    “Aku tidak tahu dia akan mampir kesini. Bukankah dia baru tiba?” Pak Ardy mengangguk.“Benar, Tuan Muda. Dari bandara Nona Felicia langsung menuju ke sini.” Archer memakai jam tanganya.Sungguh aku sangat penasaran dengan perempuan bernama Felicia ini. Aku menahan diri untuk tidak bersuara, untuk tidak heboh dan mulai bertanya pada Pak Ardy.Setidaknya sampai kami keluar dari kamar ini dan Archer menghilang ke ruangan makan. Salah satu pekerjaanku memang menyiapkan sarapan untuk Archer namun untuk hari ini aku bisa bersantai sejenak karena ia akan sarapan bersama Kakek Damian juga bersama Felicia.Aku memasuki dapur. Suasana nampak lengang, hanya ada beberapa orang berpakaian putih lengkap dengan celemek yang sedang memotong buah-buahan. Aku mendekati salah satu dari mereka.“Hey, Abel. Gimana kabarmu?” Abel adalah seorang pria berusia 25 tahun. Seumuran denganku. Wajahnya manis dengan tahi lalat di bawah matanya.“Baik, Alina. Gimana Tuan Muda Archer?” Inilah yang membuatku sedikit ke

  • CEO Arogan yang Menginginkanku   I Don't Love Drama, It Loves Me

    Terkadang aku merasa begitu relate dengan lagu dari salah satu penyanyi pop yang sedang naik daun saat ini. Kabarnya penyanyi itu sedang mengadakan tour dunia. Ya, aku tidak peduli sih. Karena tidak ada hubungannya denganku.Ku akui beberapa lagunya memberikan semangat lebih untuk menjalani hari yang berat tapi menghabiskan uang sebanyak itu untuk nonton konsernya, aku harus berpikir seribu kali.Aku selalu bersemangat menjalani hari. Bisa di katakan aku adalah morning person. Dan segelas kopi hangat yang menjadi candu selalu bisa mengantarku untuk melewati hari.Tapi untuk hari ini rasanya, kafein sebanyak apapun sepertinya tidak akan mampu menghilangkan sakit kepalaku. Kejadian kemarin masih segar di ingatan. Setelah Archer mengganti baju dia tidak melanjutkan sarapan dan langsung berangkat ke kantor. Aku di marahi habis-habisan oleh Pak Ardy.Untungnya kesalahanku masih bisa di maafkan dan tidak ada pemotongan gaji atau apapun itu, tidak ada hukuman berarti. Aku bersyukur untuk in

  • CEO Arogan yang Menginginkanku   Morning Drama

    “Hah? Saya, Pak?”Ia mengangguk. Aku melirik tempat tidur besar di tengah kamar.Ada iblis yang pulas dan tugasku adalah membangunkan iblis itu. Aku menelan ludah kasar.Aku melangkah perlahan mendekat. “Bagaimana saya harus membangunkan tuan muda, Pak Ardy?”“Nona harus memanggil tuan muda dengan suara lembut.”Aku segera melakukannya. Namun tidak dengan suara lembut. Aku merasa jijik jika harus memanggilnya dengan lembut.“Tuan Muda Archer!!”Aku berteriak. Dan satu kali panggilan cukup untuk membangunkan pria itu.Ia terduduk dan kebingungan selama beberapa detik.Pak Ardy menahan napas, ia menatap tajam padaku. Namun tidak ku pedulikan. Ah,rasanya bahagia melihat Pak Archer yang kebingungan.“Tuan muda, sudah saatnya anda bersiap.”“Ya?”Sepertinya tuan muda ini belum mengumpulkan nyawa seutuhnya.“Nona Alina siap membantu anda bersiap.

  • CEO Arogan yang Menginginkanku   The Contract

    Mungkin karena tidur di tempat baru, aku bangun lebih awal. Masih ada satu jam sebelum alarm di gawai berbunyi. Suasana kamar ini begitu asing.Ada baiknya aku mempersiapkan diri. Sambil bersenandung lagu Until I Think of You.Sang penyanyi, Tori Kelly, adalah salah satu penyanyi favorit. Terkadang aku berandai-andai memiliki suara seindah itu.Mungkin saat ini aku sudah menjadi penyanyi.Tapi mari kita abaikan pikiran itu, karena ketukan terdengar.Ardy Peat terlihat segar di hadapanku.“Selamat pagi Nona Alina.”Aku tersenyum meski pun pria ini tidak menampilkan ekspresi berarti.“Anda sudah siap, Nona?”Aku mengangguk bersemangat.“Sudah Pak Ardy. Saya siap diajak berkeliling.” Ia lalu berjalan terlebih dulu."Baik Nona. Pertama mari ikuti saya.”Langkahnya cepat, sedikit sulit bagiku untuk mengikuti ritme pria ini.Ckckckck. Kenapa kakimu pendek sih, Alina?Kami memasuki sebuah ruangan. Ada Kakek Damian yang duduk sambil menikmati sarapan pagi.Dilihat dari meja yang lebar, dan kursi yan

  • CEO Arogan yang Menginginkanku   You Never Know

    But you never know unless you walked on my shoes. Setiap keputusan tentunya memiliki resiko. Aku sudah berpikir terlalu panjang dan terlalu jauh hingga akhirnya lelah dan tersadar bahwa aku tertidur di sofa. Pantas saja badanku terasa sakit. Pagi ini, bahkan aku bangun terlalu awal. Matahari bahkan belum bersinar. Ruangan ini juga gelap. Sudah seminggu sejak aku bertemu dengan Kakek Damian. Aku sama sekali tidak mengontak mereka. Dan mereka juga tidak berusaha untuk menghampiriku. Aku melihat dapur yang berantakan. Kemarin aku memanggang kue, pesanan temanku untuk acara ulang tahun anaknya. Aku melihat jam di layar gawai. Pukul 05:00 AM. Aku meregangkan badan,mengambil udara sebanyak-banyaknya dan segera menuju dapur. Aku mencuci bersih semua tempat yang di gunakan untuk membuat kue semalam. Bekerja sambil mendengarkan musik adalah hal yang biasa aku lakukan. Suara air mendidih dari ketel listrik membuatku bergegas mengambil kopi instan dari dalam laci. Aroma kopi yang mengu

  • CEO Arogan yang Menginginkanku   Damian Swift

    Semesta tolong telan aku. Rasanya aku ingin mati saja. Aku merasa ternoda. Aku meringis. Merutuki nasib sendiri dalam hati. Bagaimana bisa aku sesial ini. Mau tau yang lebih parah? Ternyata kejadian ini di perhatikan oleh seorang kakek. Suara deheman membuatku terduduk. Aku masih harus mengumpulkan kesadaran. "Kakek, ini tidak seperti yang terlihat. Ini semua adalah ketidaksengajaan." Suara Pak Archer terdengar frustasi. Tapi kakek itu bahkan tidak melirik bahkan sedikitpun padanya. Aku masih setia di lantai yang beralaskan karpet. Hei, karpet ini lembut. Aku terduduk dengan kepala menunduk. Sebisa mungkin berusaha menyembunyikan wajahku. Aku bisa merasakan kecemasan dari Pak Archer yang mondar-mandir tidak jelas di ruangan ini. Ia ingin menjelaskan namun sang kakek memaksanya untuk diam. Sang kakek menunduk dan mengulurkan tangannya, ia hendak membantuku berdiri. Tatapannya tulus, jadi tanpa sadar aku menyambut jemarinya. Dan kakek itu cukup kuat untuk membantuku berdiri dan me

  • CEO Arogan yang Menginginkanku   The Devil

    Aku selalu merasa bahwa hidupku tenteram. Namun sekarang tidak lagi. Ketika kata 'pecat dia' menghantuiku hingga aku tidak tidur sama sekali sepanjang malam. Jadi, dengan kantung mata tebal ini, aku menatap cupcake yang masih panas, baru saja mengeluarkan kue ini dari oven. Setelah dipanggang, aku dinginkan sebentar sebelum mulai menghiasnya dengan butter cream hijau dengan taburan coklat di atasnya.'Cupcake ‘penghapusan dosa’ ini terlihat menggiurkan, bahkan untuk diriku sendiri. Ternyata memiliki hobi membuat kue ini ada untungnya juga. Mungkin dengan ini, aku bisa menyogok Pak Archer agak tidak memecatku.Sekali lagi aku memeriksa cupcake. Semuanya sudah rapi di dalam box. Semoga Pak Archer mau menerima ini."Kalau tidak diterima, mungkin aku akan memikirkan lebih serius jadi pembuat kue di sosmed," gumamku sambil pura-pura menangis.Dalam hati aku berdoa agar dia mau memaafkanku dan tidak jadi memecatku. Kinerjaku selama ini bagus dan harusnya ini bisa menjadi bahan pertimbangan

  • CEO Arogan yang Menginginkanku   Problem Around Me

    Aku menarik napas dalam. Sekarang aku mengerti kenapa tubuhku tidak bisa bohay seperti Delima yang bertugas sebagai Customer Service. Perusahaan tempatku bekerja ini memiliki lantai gedung yang terlalu banyak. 48 lantai. Maksudku, untuk apa lantai sebanyak ini? Yah, yang pastinya juga untuk menghasilkan banyak uang. "Alina, jangan lupa toilet di lantai bawah." Itu suara Adam. Bukan, bukan Adam Levine tapi Adam Sutisno. Supervisor yang baik hati walaupun terkadang tega karena membiarkan wanita cantik dan lemah lembut sepertiku ini bekerja sendirian. "Iya, Pak. Tahu. Bawel amat sih." Meskipun menggerutu mendengar titahnya, aku tetap membawa peralatan pembersih ke toilet. Pak Adam masih setia berdiri di pintu masuk. Sepertinya aku akan kembali mendengarkan ceramahnya. “Alina, sebagai seorang yang bertanggungjawab dalam menjaga perusahaan tetap bersih. Ini sudah tugasku untuk mengingatkan kamu.” “Iya, iya Pak Adam yang paling baik sedunia. Udah ah, Pak. Mau lanjutin kerja. Bapak

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status