Erlan pun melihat Mitha yang sudah tertidur karena capek."What? Dia sampai tertidur? Apakah dia secapek itu?" tanyanya, dalam hati."Woi! Enak banget Lo tidur-tiduran ya! Gue menggarap lahan sendiri." tutur Erlan mencoba membangunkan Mitha."Woi bangun, woi!" ucapnya, lalu mulai mengguncang-guncang tubuh istrinya.Namun bukannya bangun, Mitha malah semakin nyenyak tidurnya.Dengan wajah kesal, Erlan terpaksa menghentikan gempurannya di atas tubuh istrinya yang sedang tertidur itu."Sialan! Gue malah ditinggal tidur!" kesalnya sendiri.Namun sang pria lalu mengambil selimut untuk menutupi tubuh istrinya. Sejenak, dirinya menatap tubuh lemah Mitha. Entah kenapa Erlan tiba-tiba tersenyum puas melihat sekujur tubuh istrinya yang dipenuhi bekas merah akibat ulahnya."What? Apakah aku yang melakukan semuanya, itu?" Erlan seakan tak percaya melihat hasil karya maha dahsyatnya, di atas tubuh istrinya."He-he-he, ternyata aku ganas juga rupanya." pujinya pada dirinya sendiri. Lalu tiba-tiba
"Mas, aku bisa tidur sebentar nggak?" lirih Mitha lemah."Kamu, ini! Tidur mulu! Bukannya tadi kamu sudah tidur? Masa tidur lagi, sih? protes Erlan."Ma ... maaf, Mas. Tapi aku capek banget sekarang," ucapnya, lagi."Kamu ini! Baru juga gitu sudah capek! Bagaimana jika kita melakukannya sepanjang hari sampai malam tiba? Jangan-jangan kamu nggak bangun-bangun lagi!" ketusnya."Boleh ya, Mas. Aku tidurnya sebentar saja?" Mitha terus saja mencoba bernegosiasi dengan suaminya.Tubuhnya sangat lemah. Dia ingin berbaring sebentar saja. Sepertinya Mitha benar-benar kehabisan energi.Namun Erlan sepertinya tidak mengizinkan Mitha untuk tidur.Apalagi, barusan sang suami mendapat pesan dari ibunya. Jika mereka saat ini sedang ditunggu di meja makan."Tidak bisa! Kamu tidak boleh tidur lagi! Kamu jangan mempermalukan ku!" ucapnya ketus. Erlan lalu melempar ponselnya di ranjang, tepat di hadapan istrinya."Baca sendiri! Itu ada pesan dari Mami." ketusnya. Lalu mulai memakai pakaian baru untukny
Mitha menjadi bingung, karena suaminya mengatakan jika lehernya baik-baik saja. Padahal yang sebenarnya terjadi, tidak demikian."Duh, bagaimana ini? Apa yang harus kulakukan? Sepertinya hanya ini satu-satunya dress yang layak untuk ku pakai,saat ini." Tuturnya, dalam hati."Hei, kamu kok diam saja Mitha?" sergah Erlan lagi."Mas, apakah nggak ada baju lain, ya?" Mitha tetap ngotot, berharap suaminya mau mengerti situasinya saat ini."Baju lain apa maksud kamu, hah? Kamu mau pakai dress sundel bolong itu? Kamu mau pamer body? Gitu? Shit! Dasar jalang!" Erlan menjadi benar-benar marah.Mitha seketika menatap tidak suka ke arah Erlan. Karena mendengar ucapan suaminya yang kembali kasar kepadanya."Hei, kenapa kamu menatapku seperti itu?" Erlan jadi, marah dan kesal saat ini.Mitha menghela napasnya dengan panjang. Sepertinya kesabarannya mulai habis, melihat suaminya yang terus bertengkar kepadanya."Dia terus saja menghinaku. Kali ini aku harus ngomong jujur kepadanya!" tutur Mitha dal
"Apa-apan sih, dia. Sudah tahu aku sangat capek. Masa dia mau lagi? Pasti hal itu juga akan makan banyak waktu." Mitha menjadi bingung."Ayo Mitha, aku menunggumu!" serunya antusias.Setelah lama berdiam diri untuk berpikir, akhirnya Mitha angkat bicara."Mas, ka ... kalau kita melakukan itu, pasti akan lama. Ba ... bagaimana kalau aku mencium mu, saja?" ucap Mitha, sambil menundukkan kepalanya. Dia sangat malu saat ini. Namun apa boleh buat, Mitha harus melakukannya, untuk meluluhkan hati suaminya yang sangat keras kepala itu."Hmmmm, boleh juga. Ide yang bagus. Jadi kamu maunya bibir kita saling bertabrakan? Begitu kah?" tanya Mitha kepada istrinya."I ... iya, Mas." ucapnya, masih menundukkan kepalanya. Mitha terlihat malu-malu. Erlan menjadi senang melihat eskpresi istrinya."Baiklah, ayo cepat lakukan!" perintah Erlan.Mitha pun mengangguk, tanda setuju. Lalu dia mulai mendekatkan wajahnya ke arah suaminya. Semakin dekat dan Mitha mulai mengecup bibir Erlan singkat.Namun dasar
"A ... ampun Tuan Arjuna." sahut keduanya, bergantian. "Enyah kalian berdua dari sini!" Perintah Arjuna."Tapi Tuan, kami berada di dalam ruangan ini. Untuk melakukan pengamanan yang ketat." Dio mencoba membela diri demi hidangan mewah yang terpampang nyata di depan matanya.Dio tidak peduli tarikan tangan dari Rudolf yang menyuruhnya untuk segera keluar dari tempat itu. Dia lebih mementingkan isi perutnya yang mulai keroncongan karena merasa sangat kelaparan."Cih!" Vito tersenyum kecut. Sepertinya dia mengetahui siasat dari Dio."Tidak ada ancaman di ruangan ini! Saya hitung sampai tiga. Jika kalian tidak keluar juga, jangan salahkan jika saya akan nekat!""Ha-ha-ha," tawa penuh ejekan dari Bara dan Vito. Memenuhi seisi ruangan itu.Bagaimana tidak, Dio dan Rudolf buru-buru keluar dari ruangan itu. Sambil berlari terbirit-birit. Mereka sangat takut dengan ancaman dari Arjuna yang sangat mematikan itu."Dasar cemen Lo, berdua!" teriak Vito kepada keduanya.Sementara Opa Robi dan Pa
Vito semakin sengit mengejek kakak pertamanya."Ha-ha-ha, sepertinya begitu, Bro. Belum sebulan tapi sudah sangat membucin!" celutuk Bara."Ha-ha-ha!" Vito dan Bara kembali melebarkan tawa mereka. Demikian halnya dengan anggota keluarga lainnya.Sepertinya, mereka sangat senang mendengar jika Erlan telah bucin kepada Mitha."Sialan kalian berdua! Kebanyakan teori! Kalau tidak tahu apa-apa mendingan Lo berdua, diam! Gak bermutu banget candaan kalian!" ketus Erlan kesal. Dia lalu melihat wajah satu persatu anggota keluarganya yang tampak sangat berseri-seri. Berbeda jauh dengan wajah sang adik sepupu, Arjuna yang terlihat mengkerut bagai kertas kusut."Sudah-sudah kalian jangan menggoda Erlan terus. Seharusnya kita patut bersyukur karena kehadiran Mitha dapat membuat sepupu kalian berbahagia dan memiliki kekasih." tutur Mami Anisa."Jadi sangat wajar, jika Erlan dan Mitha bermesraan terus. Mereka kan sudah resmi jadi sepasang suami istri. Kalian ini kayak tidak pernah saja mengalaminya
Setelah selesai sarapan, Tuan Fred pun meninggalkan ruangan mewah itu. Diikuti oleh putranya.Tanpa pamit kepada istrinya, Erlan pun meninggalkan ruangan itu dan mengikuti langkah ayahnya menuju ke sebuah ruangan tertutup di kastil itu."Mampus Lo, Bro! Disidang, Lo!" tukas Vito menakut-nakuti sang kakak."Hei, Lo pikir gue takut?" sergah Erlan kepada adik sepupunya."Semangat, Bro!" Bara, sang sepupu juga ikut menimpali."Semangat?" ulan Erlan."Maksud, Lo? Kenapa gue harus semangat?""Semangat, mendengarkan ceramah dari Uncle Fred!" ucap Bara lagi.Yang disambut oleh tawa keduanya,"Ha-ha-ha-ha!" Tawa Vito dan Bara benar-benar membahana di seluruh area ruangan itu.Opa Robi tak kuasa menggeleng-gelengkan kepalanya, melihat tingkah para cucunya yang masih seperti anak kecil."Sialan Lo, berdua!" ucap Erlan kepada keduanya. Lalu benar-benar keluar dari ruangan itu."Cih, memangnya Papi mau ngomongin apa sih? Bikin bt saja, deh!" gerutunya, dalam hati.Sesampainya di ruangan itu, Tuan
Di dalam ruang makan yang luas itu, tersedia juga sofa tempat untuk bersantai setelah selesai menyantap makanan.Saat ini, semua perempuan dari Keluarga Levin sedang berkumpul di sana.Tak terkecuali Mitha yang baru saja resmi menjadi istri dari Erlan."Selamat ya, Kak Mitha. Sudah menjadi bagian dari keluarga besar kita." ucap Charlita salah satu menantu dari Keluarga besar Levin."I-ya, terima kasih, Charlita." ucap Mitha sambil menunduk. Dia masih ingat bagaimana tatapan Charlita melihat leher Mitha yang kemerahan saat masih di ruang makan tadi.Sementara Cantika yang juga menantu di Keluarga Levin juga terlihat senyum-senyum sendiri melihat ke arah leher Mitha. Dia menjadi ingat bagaimana ganasnya suaminya, yang merupakan adik sepupu dari Erlan. Yang juga sangat buas di atas tempat tidur."Kak, Mitha. Kak Erlan, ganas juga, ya?" serunya sambil menatap ke leher kakak iparnya."I ... iya." jawab Mitha singkat. Sambil menunduk malu. Dia hanya mampu melakukan itu. Tanpa bisa menutupi