"Sialan! Gue kok menjadi lemah begini?" kesal Erlan dalam hati.Lalu dia mencoba untuk berdiri, akan tetapi tidak bisa. "Sial! Kenapa kepala gue malah semakin berat?" Erlan kembali mengumpat dari dalam hatinya.Sementara Erlan mencoba untuk berdiri tegak, bekas muntahannya berserakan memenuhi lantai kamar mandi.Mitha yang melihat kondisi Erlan yang semakin parah. Sudah tidak mempedulikan lagi ultimatum suaminya.Dia pun segera menghampiri pria itu dan mencoba memapahnya kembali ke dalam kamar."Mas, kamu kenapa?" ucapnya sambil memegang lengan suaminya dengan erat.Namun Erlan malah menatapnya dengan tajam, lalu berkata,"Lepas kan tanganmu dari lenganku! Cepat! Aku mau membersihkan lantai kotor ini." serunya, lalu mulai menepis tangan istrinya dari lengannya, namun sia-sia. Mitha tidak membiarkan itu terjadi."Mas, aku tidak akan melepasmu. Kamu sangat lemah dan butuh pertolongan ku saat ini.""Aku baik-baik saja, Mitha! Tolong lepas! Biarkan aku sendiri." hardiknya"Mas, ma ... ma
Mitha seketika kaget, mendapati wajahnya basah kena air."Mas, ka ... kamu?" ucapnya tak percaya, karena Erlan menyiramnya dengan air mineral pagi itu. Rasa dingin mulai menghinggapinya. Bahkan bajunya menjadi ikut-ikutan basah terkena air siraman dari sang suami."Kenapa, hah? Lo keberatan? Memang Lo pantas disiram pakai air, kok! Untung saja gue cuma nyiram Lo, setengah botol air mineral. Belum satu galon air, gue nyiram Lo!" serunya marah.Mitha terdiam dan tidak habis pikir dengan tingkah Erlan. Baru tadi malam mereka resmi menjadi sepasang suami istri. Pagi ini dia malah telah menyakiti istrinya.Karena Mitha yang tetap diam, membuat Erlan menjadi marah. Dia pun menghampiri istrinya dan mencengkeram dagu Mitha dengan kuat, sembari berkata,"Lo ngapain tidur di sofa, hah? Lo anggap apa, gue?" serunya."Sa ... sakit, Mas. Lepas." lirih Mitha sambil menitikkan air matanya.Satu kelemahan Erlan, yang tidak dapat dirinya hindari. Air mata Mitha. Dia tidak bisa melihat istrinya menangi
Mitha malah diam tak bersuara. Membuat Erlan sedikit gelisah."Sial! Kenapa gue malah memainkan permainan ini lagi? Bagaimana jika dia tidak mau melanjutkannya? Mampus dah gue! Alamat olah raga lima jari lagi! Sungguh menyebalkan!" seru Erlan dalam hatinya.Sementara dipihak Mitha,"Duh apa yang harus ku lakukan? Kenapa aku malah menginginkan lebih? Padahal seluruh badanku sedikit perih akibat gigitan Mas Erlan. Ta ... tapi kenapa aku malah menyukainya?" lirih Mitha dalam hatinya.Tubuhnya masih saja panas dan menginginkan sentuhan lebih dari suaminya yang ganas itu.Erlan masih menunggu Mitha. Namun sang istri tetap saja diam."Ah! Sialan!" Umpatnya dalam hati. Karena Mitha tetap saja berdiam diri. Lalu Erlan pun bersiap-siap menjauh dari ranjang. Karena tubuh telanjang istrinya begitu sangat menggoda hatinya untuk disentuh. Sepertinya dia sudah kecewa dan putus asa. Atas ulahnya sendiri.Namun disaat Erlan ingin pergi dan menjauh dari ranjang. Dengan cepat Mitha meraih tangannya."M
Erlan pun melihat Mitha yang sudah tertidur karena capek."What? Dia sampai tertidur? Apakah dia secapek itu?" tanyanya, dalam hati."Woi! Enak banget Lo tidur-tiduran ya! Gue menggarap lahan sendiri." tutur Erlan mencoba membangunkan Mitha."Woi bangun, woi!" ucapnya, lalu mulai mengguncang-guncang tubuh istrinya.Namun bukannya bangun, Mitha malah semakin nyenyak tidurnya.Dengan wajah kesal, Erlan terpaksa menghentikan gempurannya di atas tubuh istrinya yang sedang tertidur itu."Sialan! Gue malah ditinggal tidur!" kesalnya sendiri.Namun sang pria lalu mengambil selimut untuk menutupi tubuh istrinya. Sejenak, dirinya menatap tubuh lemah Mitha. Entah kenapa Erlan tiba-tiba tersenyum puas melihat sekujur tubuh istrinya yang dipenuhi bekas merah akibat ulahnya."What? Apakah aku yang melakukan semuanya, itu?" Erlan seakan tak percaya melihat hasil karya maha dahsyatnya, di atas tubuh istrinya."He-he-he, ternyata aku ganas juga rupanya." pujinya pada dirinya sendiri. Lalu tiba-tiba
"Mas, aku bisa tidur sebentar nggak?" lirih Mitha lemah."Kamu, ini! Tidur mulu! Bukannya tadi kamu sudah tidur? Masa tidur lagi, sih? protes Erlan."Ma ... maaf, Mas. Tapi aku capek banget sekarang," ucapnya, lagi."Kamu ini! Baru juga gitu sudah capek! Bagaimana jika kita melakukannya sepanjang hari sampai malam tiba? Jangan-jangan kamu nggak bangun-bangun lagi!" ketusnya."Boleh ya, Mas. Aku tidurnya sebentar saja?" Mitha terus saja mencoba bernegosiasi dengan suaminya.Tubuhnya sangat lemah. Dia ingin berbaring sebentar saja. Sepertinya Mitha benar-benar kehabisan energi.Namun Erlan sepertinya tidak mengizinkan Mitha untuk tidur.Apalagi, barusan sang suami mendapat pesan dari ibunya. Jika mereka saat ini sedang ditunggu di meja makan."Tidak bisa! Kamu tidak boleh tidur lagi! Kamu jangan mempermalukan ku!" ucapnya ketus. Erlan lalu melempar ponselnya di ranjang, tepat di hadapan istrinya."Baca sendiri! Itu ada pesan dari Mami." ketusnya. Lalu mulai memakai pakaian baru untukny
Mitha menjadi bingung, karena suaminya mengatakan jika lehernya baik-baik saja. Padahal yang sebenarnya terjadi, tidak demikian."Duh, bagaimana ini? Apa yang harus kulakukan? Sepertinya hanya ini satu-satunya dress yang layak untuk ku pakai,saat ini." Tuturnya, dalam hati."Hei, kamu kok diam saja Mitha?" sergah Erlan lagi."Mas, apakah nggak ada baju lain, ya?" Mitha tetap ngotot, berharap suaminya mau mengerti situasinya saat ini."Baju lain apa maksud kamu, hah? Kamu mau pakai dress sundel bolong itu? Kamu mau pamer body? Gitu? Shit! Dasar jalang!" Erlan menjadi benar-benar marah.Mitha seketika menatap tidak suka ke arah Erlan. Karena mendengar ucapan suaminya yang kembali kasar kepadanya."Hei, kenapa kamu menatapku seperti itu?" Erlan jadi, marah dan kesal saat ini.Mitha menghela napasnya dengan panjang. Sepertinya kesabarannya mulai habis, melihat suaminya yang terus bertengkar kepadanya."Dia terus saja menghinaku. Kali ini aku harus ngomong jujur kepadanya!" tutur Mitha dal
"Apa-apan sih, dia. Sudah tahu aku sangat capek. Masa dia mau lagi? Pasti hal itu juga akan makan banyak waktu." Mitha menjadi bingung."Ayo Mitha, aku menunggumu!" serunya antusias.Setelah lama berdiam diri untuk berpikir, akhirnya Mitha angkat bicara."Mas, ka ... kalau kita melakukan itu, pasti akan lama. Ba ... bagaimana kalau aku mencium mu, saja?" ucap Mitha, sambil menundukkan kepalanya. Dia sangat malu saat ini. Namun apa boleh buat, Mitha harus melakukannya, untuk meluluhkan hati suaminya yang sangat keras kepala itu."Hmmmm, boleh juga. Ide yang bagus. Jadi kamu maunya bibir kita saling bertabrakan? Begitu kah?" tanya Mitha kepada istrinya."I ... iya, Mas." ucapnya, masih menundukkan kepalanya. Mitha terlihat malu-malu. Erlan menjadi senang melihat eskpresi istrinya."Baiklah, ayo cepat lakukan!" perintah Erlan.Mitha pun mengangguk, tanda setuju. Lalu dia mulai mendekatkan wajahnya ke arah suaminya. Semakin dekat dan Mitha mulai mengecup bibir Erlan singkat.Namun dasar
"A ... ampun Tuan Arjuna." sahut keduanya, bergantian. "Enyah kalian berdua dari sini!" Perintah Arjuna."Tapi Tuan, kami berada di dalam ruangan ini. Untuk melakukan pengamanan yang ketat." Dio mencoba membela diri demi hidangan mewah yang terpampang nyata di depan matanya.Dio tidak peduli tarikan tangan dari Rudolf yang menyuruhnya untuk segera keluar dari tempat itu. Dia lebih mementingkan isi perutnya yang mulai keroncongan karena merasa sangat kelaparan."Cih!" Vito tersenyum kecut. Sepertinya dia mengetahui siasat dari Dio."Tidak ada ancaman di ruangan ini! Saya hitung sampai tiga. Jika kalian tidak keluar juga, jangan salahkan jika saya akan nekat!""Ha-ha-ha," tawa penuh ejekan dari Bara dan Vito. Memenuhi seisi ruangan itu.Bagaimana tidak, Dio dan Rudolf buru-buru keluar dari ruangan itu. Sambil berlari terbirit-birit. Mereka sangat takut dengan ancaman dari Arjuna yang sangat mematikan itu."Dasar cemen Lo, berdua!" teriak Vito kepada keduanya.Sementara Opa Robi dan Pa