Beranda / Thriller / Bus Penyelamat / Part 74 : Bus Tua

Share

Part 74 : Bus Tua

last update Terakhir Diperbarui: 2022-12-07 20:12:58
Pria licik itu menghantam kepala Sindi dengan sebuah benda keras, sehingga membuat penglihatannya berkunang-kunang. Telinganya berdengung. Apakah ia telah mati? Sindi tersungkur di tanah. Tidak! Dia belum mati. Tangan pria itu dengan kasarnya menariknya keluar dari dasar anak sungai itu. Sindi merasakan tubuhnya yang mungil itu digotong oleh pria tersebut. Dia membawanya berjalan entah kemana.

Dia menangis. Semuanya telah berakhir. Irma telah hilang tanpa jejak, begitu juga dengan Meri. Apakah dia berhasil kabur dan mendapatkan bantuan? Entahlah, Sindi seakan-akan telah kehilangan harapannya. Mereka bertiga benar-benar bernasib malang. Ia tidak menyangka tragedi yang terjadi sepuluh bulan yang lalu itu akan sejauh ini. Dia menyesal karena tidak mau mendengar teguran dari ibunya pada saat itu, yang melarangnya pulang kampung di hari itu. Akan tetapi semuanya sudah terjadi, dia tidak bisa lagi kembali ke masalalu untuk mengubahnya. Sindi menagis mengenang wajah kedua orang tuanya, dan j
Zain losta masta

Psikopat sudah kembali..

| Sukai
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Bus Penyelamat   Part 75 : Suara dari Atas Bukit Di Belakang Desa

    Pada saat kain hitam itu terlepas dari tubuh pria itu, terlihatlah pemandangan yang sangat mengerikan. Buk Aida menjerit tidak percaya dengan apa yang dilihatnya tersebut. Jiwanya tergoncang hebat. “Tidaakkk.. Tidak...!” Ia menjerit histeris memberontak hebat untuk melepaskan tali yang mengikat tubuhnya. Bagaimana tidak? Tubuh pria yang telah hancur itu ternyata adalah suaminya, Pak Wawan. Wanita benar-benar shock dan nyaris tak sadarkan diri.“AKU BERSUMPAH KALIAN SEMUA AKAN SEGERA MATI! KALIAN AKAN MATI! KALIAN AKAN MATIIII...!” Suara teriakannya itu berakhir ketika tangan pria itu mendarat di wajahnya. “Daar..” Buk Aida langsung terdiam. Ia tidak sanggup lagi untuk menjerit.“AYO TERIAK! AYOOOO!” Pak Karay Meneriaki telinga Buk Aida. Ia menggoncang-goncangkan tubuh wanita itu dengan begitu kasar. Ia menamparnya sampai beberapa kali hingga wanita itu benar-benar tidak berdaya lagi untuk melakukan apapun. Buk Aida terdiam dengan air matanya yang mengalir. Meratapi suaminya yang tewa

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-08
  • Bus Penyelamat   PART 76 : Sijago Merah

    Di belokan jalan, dari balik rerumputan yang tumbuh di tepi jurang, tiba-tiba muncullah tangan seorang pria. Tubuhnya bersimbah darah. Ia berusaha mati-matian mendaki jurang itu meski dengan kondisi tubuh yang begitu mengenaskan. Ia berpegangan pada salah satu batang rumput yang menjulur, lalu menarik dirinya ke atas dengan sekuat tenaga hingga dia pun berhasil keluar dari tempat itu. Pria itu adalah Askar. Tabrakan keras itu membuat tubuhnya terpental jauh ke bibir jurang. Akan tetapi sungguh dia bernasib baik, karena ada dahan-dahan pohon yang menahan tubuhnya di bibir jurang, sehingga ia pun selamat dari kematian. Setelah berhasil keluar dari jurang tersebut, Askar kemudian merangkak perlahan melewati rerumputan yang tumbuh di tempat itu menuju ke permukaan jalan. Kepalanya masih terasa berat. Mungkin itu adalah pengaruh dari benturan keras ke dahan-dahan pohon yang menyambut tubunya di bawah sana. Itulah yang membuat kepalanya terluka. Ia berusaha menerawang sekeliling dengan sen

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-09
  • Bus Penyelamat   Part 77 : Jalan Rahasia

    Rameng menghentikan bus tua itu di jalan. Di depan sana, terlihat ada dahan-dahan pohon mati yang menghalangi mulut jalan. Rameng mematikan bus tuanya, menyisakan cahaya lampu yang terang menyorot jalan. “Cepat! Singkirkan dahan-dahan pohon itu dari sana!” Buyung menyuruh empat orang temannya turun dari bus untuk menyingkirkan benda-benda tersebut dari jalan. Itu adalah sebuah jalan rahasia yang tidak pernah dibuka—kecuali untuk saat-saat yang mendesak seperti itu.Jalan tersebut dibangun sekitar dua tahun lalu dari hasil gotong royong bersama yang dilakukan oleh para warga setempat. Mereka membangun jalan tersebut dari pasir, kerikil dan juga bebatuan yang mereka ambil dari sungai. Jalan itu sengaja dibuat lurus mengarah langsung ke desa Serampeh tanpa ada satupun belokan.Dari kursi belakang, dengan kondisi yang setengah sadar, Sindi mengintip secara diam-diam. Dia memperharikan situasi di luar sana, ke manakah bus itu pergi? Bukankah jalan menuju desa Serampeh lurus ke depan sana?

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-10
  • Bus Penyelamat   Part 78 : Peluru

    “Kami menemukan sesuatu di sini!” Pak Muradi berteriak memanggil Pak Dunto yang berada cukup jauh darinya. Suara teriakannya terdengar oleh seluruh penduduk desa. Pak Dunto dan Pak Karay segera berlari menghampiri suara tersebut, termasuk dengan para warga yang lain.Api yang membakar rumah di desa itu kini hanya menyisakan bara merah dengan asapnya yang menggumpal tinggi ke langit. Para wanita masih tampak sibuk menyiram api dengan air. Sementara di panggung ritual hanya menyisakan mereka bertiga yang masih dalam kondisi terikat di tiang penggantungan, hampir membeku menahan hawa dingin. Saat itu hari sudah pagi. Pukul lima lewat. Bias fajar mulai terlihat bercahaya di ufuk timur.“Ada apa dengan anjing-anjing ini? Apakah mereka terluka?” Pak Karay melihat tubuh empat ekor anjing itu yang tergektak penuh darah di tanah. Tubuh mereka tidak bergeming sedikitpun. Mereka telah mati. “Siapa yang membunuh mereka? Apakah kalian juga menemukan jejak-jejak lain di sekitar sini?” Pak Karay jo

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-11
  • Bus Penyelamat   Part 79 : Jembatan yang Kokoh

    Bus tua itu terus bergerak pelan melewati jalan. Suara knalpotnya terdengar mengaum-ngaum menempuh sebuah tanjakan yang cukup tinggi, setelah berhasil tiba di puncak, terlihatlah rumah-rumah para warga di desa Serampeh dalam jarak satu kilometer. Tidak lama lagi Rameng dan kawan-kawannya itu akan segera tiba di sana.Sindi masih terjaga di kursi belakang. Tatapan matanya jauh melayang ke luar sana, melihat pohon-pohon besar yang tumbuh memenuhi hutan. Tujuh orang pria itu masih juga terjaga di depan, mereka tidak tidur semalaman.Dari kursi sebelah, tiba-tiba Meri terbangun. Sindi dengan buru-buru segera menempelkan telunjuk di mulutnya, mengisyaratkan agar temannya itu tidak menimbulkan suara. Saat itu hari telah pagi, cahaya matahari memancar terang dari jendela samping, hingga masuk menembus kaca jendela bus tua itu yang sedang merayap di jalanan.Suasana di dalam bus tua itu begitu hening, tidak ada satu pun dari mereka yang membuka mulut untuk berbicara. Apakah mereka semua sedan

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-12
  • Bus Penyelamat   Part 80 : Roti yang Lezat

    Saat itu juga mereka berdua langsung mematung. Tidak bergeming sedikitpun. Para pria itu memelototi mereka dengan penuh ancaman. Sang Tegurau telah mati, sehingga membuat acara ritual itu tidak dapat dilaksanakan. Tidak hanya itu, Bibi Buyung wanita yang jahat itu juga telah mati. Sindi dan Meri sangat puas akan kejadian tersebut. Setidaknya kemarahan dan dendam yang ada di dalam hati mereka dapat terbalaskan—walaupun saat itu mereka masih terjebak di dalam bus tua tersebut. Cerita Buyung itu masih terngiang-ngiang di dalam benak mereka. Sindi benar-benar puas. “Sakit sekali rasanya, apalagi orang yang mati itu adalah orang yang paling kita sayangi. Bibimu dan Nenek Tua itu pantas mati. Mereka pasti akan mendekam di dalam neraka. Hahahaha...” Sindi tertawa jahat dari kursi belakang. Dia mencoba untuk memprovokasi Buyung agar pria itu menjadi semakin marah dan kehilangan kendali. “SIALAN! Tutup mulutmu itu, Jalang!” Buyung berteriak dari kursi depan. Ia sungguh begitu marah. Bagaiman

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-13
  • Bus Penyelamat   Part 81 : Gigitan Ular

    Meri langsung membalikkan wajahnya itu ke kursi bus. Ia tidak mau pria itu menyumbat mulutnya dengan paksa seperti yang telah ia lakukan terhadap Sindi. Akan tetapi pria itu dengan kasar memutar tubuhnya dengan mudah. Meri memberontak dan menutup mulutnya itu dengan sekuat tenaga. “Cup.. Cup.. Cuuuup.. Mengapa kau menutup mulutmu seperti ini? Bukankah tadi kau bilang sedang lapar? Ayo bukak mulutmu itu, cepat! Aku akan memberimu beberapa potong roti yang lezat ini” Pria itu tertawa jahat bermain-main dengan Meri. Ia membuka mulut wanita itu dengan paksa. Tangan pria itu sangat kuat, sehingga Meri tidak sanggup menahannya. Ia berhasil membuka mulut Meri, dan kemudian menyumbatnya dengan roti-roti tersebut. Ia memasukkan semua jari-jarinya itu ke dalam mulut Meri, sehingga membuat Meri lemas dan tercekik. “INI! MAKAN!” Pria itu mendorong roti-roti itu dengan kasar ke dalam kerongkongan Meri. “Huuuk Huukkk Huukkk..” Meri terbatuk-batuk memuntahkan roti-roti tersebut. Sementara itu pria

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-14
  • Bus Penyelamat   Part 82 : Gonggongan Anjing

    “TOLONG.. TOLOONGG.. ORANG ITU MENYERANG KAMI..!” Tiba-tiba salah satu anak buah Pak Dunto berteriak histeris dari balik pepohonan yang tumbuh memenuhi hutan. Suaranya terdengar sayup-sayup dari kejauhan.Pak Dunto dan Pak Muradi yang pada saat itu sedang berada di tempat yang berbeda segera berlari ke arah yang serupa bersama dengan anak buah mereka. Hal yang sama juga dilakukan oleh Pak Karay si kepala kampung. Ia menyuruh sebagian anak buahnya yang lain tinggal di sana untuk menjaga dua tahanan mereka yang pada saat itu sedang terikat di tiang penggantungan.“ADA APA? APA YANG TERJADI?” Teriak Pak Karay sambil berjalan memasuki kerumunan tersebut, tangannya sibuk mendorong tubuh para anak buahnya yang menghalangi jalan. Pak Dunto dan Pak Muradi berdiri tepat di tengah-tengah kerumunan itu. Pandangan semua orang tertuju pada tubuh seorang pria yang tergeletak di tanah.Pria itu terus menerus menjerit histeris. Tubuhnya terluka parah. Terlihat perut dan rusuknya ditembus oleh sesuatu

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-15

Bab terbaru

  • Bus Penyelamat   Part 100 : Pulang

    Setelah sekian jauh berlari mendaki bukit, tiba-tiba datanglah helikopter yang kemudian menembaki mereka dari atas. Pak Karay yang sudah begitu lelah, akhirnya memutuskan untuk berhenti dan memberikan perlawanan. Ia memerintahkan semua anak buahnya untuk menembaki helikopter tersebut. Namun belum berhasil mengenai helikopter tersebut, mereka semua sudah terlebih dahulu dihujani tembakan dari atas sana. Sehingga membuat Pak Karay dan beberapa anak buahnya itu pun bertekuk lutut. Sebagian mereka ada yang tewas, dan sebagiannya lagi menyerahkan diri, termasuk dengan Pak Karay yang juga menyerahkan diri. Di sisi lain, Rameng dan Darkis masih terus berlari tanpa henti bersama dengan sebagian anak buah Pak Karay yang masih tersisa. Mereka juga terus memberikan perlawanan jika ada Polisi yang berusaha mendekat untuk menyerang mereka. Saat itu, jumlah mereka diperkirakan hanya tersisa belasan orang. Waktu terus berlalu. Hari sudah mulai memasuki sore. Sudah lebih dari empat jam sejak operasi

  • Bus Penyelamat   Part 99 : Suara Gemuruh Dari Langit

    “Sekarang adalah giliranmu lagi, wahai gadis kecil yang malang, hahahaha!” Rameng menyeringai jahat sembari meraih kedua tangan Sindi dengan kasar. Sindi yang keras kepala itu pun langsung memberontak untuk memberikan perlawanan. Meski kesempatan hidupnya itu sudah berada di ujung kuku, namun semangat juangnya sungguh luar biasa. Akan tetapi tak lama kemudian, Sindi pun terpaksa menyerah ketika Rameng menghantam kepalanya dengan sebalok kayu. Penglihatannya seketika langsung redup, ia tak sadarkan diri. Rameng dan Darkis berhasil menggantung tubuh kedua wanita itu ke tiang penggantungan dengan mudah. Eksekusi mati pun akan segera dimulai.“Sekarang adalah giliranmu, manis” Pak Karay memainkan bibir Dewi dengan telunjuknya. Kau tak perlu takut, sebelum tubuhmu menjadi mayat, aku ingin bersenang-senang dulu denganmu sebentar. Hahaha...” Pak Karay tertawa kegirangan. Tak bisa dipungkiri, Dewi memang punya tubuh yang begitu indah.Buah dadanya yang maha besar itu terlihat kokoh dan padat,

  • Bus Penyelamat   Part 98 : Tiang Penggantungan

    “Dewi.. Hikkss.. Hikkss... Apa yang akan mereka lakukan? Apakah kita akan segera mati?” Tanya Ani dengan terisak-isak. Sepertinya dia sudah mengetahuinya. Dewi tidak menjawab pertanyaan tersebut, dia hanya meneteskan air matanya dengan penuh kesedihan.“Apa yang kalian tangisi wahai anjing-anjing yang malang? Sudahlah, inilah akhir dari riwayat hidup kalian. Anggap saja kalian terlahir ke dunia ini hanya sekedar untuk menjadi binatang pengorbanan kami! Hahahaha.. Hukk hukk” Pak Karay bahkan sampai terbatuk saat menghembuskan asap cerutunya.“Bajingan kau, Karay!” Mati kau bajingan tengik!” Pak Hendri mengutuk pria itu.“Waw waw, luar biasa sekali. Lihatlah si bajingan yang malang ini, biji matanya bahkan sudah terlepas, tapi dia masih punya nyali dan kekuatan untuk mengancamku. Aku akui, kau memang luar biasa, Hendri! Hahaha..” Pak Karay bertepuk tangan sambil tertawa.“Muradi! Bolehkah aku meminjam pisau kecilmu yang tajam itu? Karena pisauku sudah hilang dan mungkin terjatuh di suat

  • Bus Penyelamat   Part 97 : Menguras Darah

    “Rupa-rupanya kau ingin mempermainkanku, hah? RASAKAN INI!” Pak Karay menghantam kepala Hendri dengan tinjunya. Pria itu langsung terkulai dengan tubuh yang terselentang. Seakan masih belum puas, Pak Karay bahkan kambali menaiki tubuh pria malang itu dan menghajarnya berulang-ulang kali.“Ukkkhhh... Ukkhh” Hendri meringis kesakitan. Nafasnya ngos-ngosan.“Aku tidak akan pernah membiarkanmu menyentuh mereka walau sehelai rambut pun!” cecar pria itu sembari bangun dari tubuh Hendri. Pria itu kini bahkan sudah tak mampu untuk bernafas dengan baik, apalagi untuk memprovokasi Pak Karay? Dia benar-benar sudah tidak berdaya.Tulang hidung Hendri benar-benar sudah hancur. Mulutnya telah sobek, dan hanya menyisakan beberapa biji gigi saja. Mata kirinya yang tadi bengkak kini bahkan telah pecah, sehingga membuat biji matanya itu menggantung keluar. Pria malang itu benar-benar babak belur dan nyaris mati.“Jangan sangka aku menghentikan pukulanku hanya karena aku merasa kasihan denganmu, akan te

  • Bus Penyelamat   Part 96 : Penyanyi Misterius Yang Sebenarnya

    “Apa katamu? Kamu pikir kami akan percaya kepadamu yang kini bahkan tidak bisa mengenal wajah putramu sendiri” Pak Karay menendang kepala Tanjo ke hadapan wanita tersebut. Terlihatlah wajah Tanjo yang begitu pucat dengan darah yang memenuhi pangkal lehernya.Nenek tua itu tiba-tiba saja memejamkan kedua matanya. Sementara itu, Sindi, Meri, dan Dewi yang terikat di tiang penggantungan hanya bisa melihatnya dengan tatapan bodoh tanpa mengetahui sedikitpun maksud dari itu semua. Nenek tua itu kembali meracau, kali ini dengan suara yang melengking.Oh Tidak! Apakah selama ini suara nyanyian misterius yang hampir selalu dia dengan di setiap malam selama berada di rumah Buk Tiah itu adalah suara Nenek tua itu? Bagaiamana mungkin wanita yang setua itu masih memiliki suara yang sangat indah dan merdu? Meri dan Sindi saling tatap menatap satu sama lain. Takjub setelah mengetahui sosok sebenarnya di balik suara nyanyian misterius yang seringkali menghibur mereka di beberapa malam yang lalu.“Oh

  • Bus Penyelamat   Part 95 : Nenek Sihir

    “Hey! Hey! Siapa yang suruh kau tidur begitu? Ayo bangun!” Pak Dunto menyiram seember air ke wajah Sindi yang pada saat itu nyaris saja tak sadarkan diri. Lebih baik pingsan dan tidak merasakan apapun, karena dalam keadaan sadar semuanya terasa jauh lebih menyakitkan. Ia sudah tidak sanggup lagi menunggu, dan ingin semuanya segera berakhir.Pria itu mencekik lehernya, dan kemudian mendudukkannya di roda bus. Setelah itu, dia juga melakukan hal yang sama kepada Meri. Dua orang sahabat itu tersandar di dinding bus dalam keadaan yang begitu lemah. Sudah dua hari mereka bahkan belum mengganjal perut mereka.Dari kejauhan, tiba-tiba muncullah Ole bersama dengan dua orang temannya. Dia sedang menyeret tubuh seseorang. OH TIDAK! Sindi dan Meri menjerit. Semoga saja orang yang mereka bawa itu bukanlah Irma.Pak Karay dan kawan-kawannya memandang ke arah yang sama, melihat Buyung dan dua orang temannya yang terus mendekat sembari menyeret tubuh seorang.“Siapa ini? Apakah kau sudah berhasil m

  • Bus Penyelamat   Part 94 : Menjadi Korban Amukan Warga

    “Hey, lihat! Sang penyelamat kita sudah kembali datang..” Pria paruh baya yang menenteng senjata itu menghampiri Rameng. Dua orang pria yang bertubuh kekar itu saling berpelukan dan bertukar senyum satu sama lain.“Hahaha, aku sudah menduganya, bahwa polisi korup itu tidak akan bisa menangkapmu.” Pria itu masih berdecak kagum akan kehadiran Rameng. Bagaimana tidak? Ia berhasil lolos dari kepungan para polisi. Bagaimana cara dia melakukannya? Entahlah, itulah yang ingin ditanyai oleh Pak Karay padanya.“Ayo ceritakan, bagaimana kau bisa lolos dari kepungan para polisi yang korup itu? Apakah mereka menembakmu?” Pak Karay melipat kedua tangannya di dada.“Hahaha, tentu saja. Tapi Ninek (dewa) menolongku. Dia datang tepat waku saat salah satu dari mereka hampir saja menemukanku. Aku bersembunyi di dalam rumput berduri, sehingga mereka tidak dapat melihatku. Aku dapat melihat dan mendengar dengan telingaku, mereka menembak beberapa orang dari keluargaku tanpa belas kasih sedikitpun.” Ramen

  • Bus Penyelamat   Part 93 : Kawan Lama

    Tak lama kemudian, dari atas bukit, tiba-tiba muncullah sebuah bus tua yang melaju dalam kecepatan normal. Melihat kemunculan bus tua itu, Pak Murad yang duduk santai di kursi kayu bahkan langsung terbangun pada saat itu Juga. Pria itu segera membenahi kacamata emasnya untuk memperbaiki penglihatannya. Terbitlah segaris senyum kecil di wajahnya.Bus tua itu berhenti tepat di tengah-tengah halaman desa. Suara knalpotnya yang bising perlahan-lahan memelan sebelum akhirnya benar-benar lenyap ketika sang sopir memutar kuncinya. Tak lama kemudian, turunlah beberapa orang pria dari dalam sana.Tangannya yang sibuk memotong tali-tali itu pun langsung terhenti, bahkan pisau itu pun juga terjatuh ke lantai. Dewi shock melihat beberapa orang pria yang baru saja keluar dari dalam bus tua itu. Yang paling membuatnya kaget adalah sosok pria yang yang mengenakkan perban di tangan kanannya. Rameng, pria itulah yang telah menipu mereka berdua saat itu.Waktu itu Rameng datang ke kantor mereka, dia me

  • Bus Penyelamat   Part 92 : Tertangkap

    “Jangan takut! Pria itu sebenarnya sudah tidak punya amunisi lagi untuk menembak kalian. Aku yakin, dia hanya menggertak kita!” Pak Dunto bangun dari tanah. Ia mulai berjalan mendekati pria tersebut. Ia bahkan tidak gentar walau sedikitpun.Belasan orang anak buahnya yang bertiarap di tanah saat itu benar-benar kaget dan juga cemas. Pria itu bahkan berjalan santai tanpa menunjukkan rasa takutnya walau sedikitpun. Bagaimana jika dugaan Pak Dunto salah? Dan ternyata si penyusup itu masih punya puluhan butir peluru? Maka semuanya akan tamat. Pak Dunto akan tewas.“HAHAHA, AYO TEMBAK! MENGAPA KAU DIAM SAJA SEPERTI ITU? AYO TEMBAK!” Pak Dunto menantang si penyusup tersebut. Ia bahkan membusungkan dadanya ke depan menyuruh si penyusup itu menembaknya.Melihat gertakan tersebut, wajah si penyusup pun mulai berubah. Ia tahu betul bahwa saat ini pengaruhnya sudah mulai hancur. Akan tetapi, bagaimana mungkin si pria itu bisa tahu bahwa amunisi senjatanya telah habis? Ia harus segera keluar dari

DMCA.com Protection Status