Chelsea berlari menuju mobilnya. Dia tak ingin sedikit pun melambatkan langkahnya. Satu hal yang ia inginkan saat ini hanya segera pergi dari tempat ini.Danang terkejut saat melihat majikannya kembali dengan sangat cepat. Ia pikir, ia perlu menunggu sekitar setengah sampai satu jam di dalam mobil. Ternyata, hanya beberapa menit saja, majikannya sudah kembali.Ini sedikit membingungkannya. Terlebih, dia menyadari raut wajah tak biasa dari majikannya."Nyonya tidak apa-apa?" tanya Danang. Dia melihat perempuan itu mengucurkan keringat yang sangat banyak di wajahnya. Napasnya terengah-engah. Kedua matanya memerah. Dia terlihat cukup kacau sekarang."Saya baik-baik saja," balas Chelsea dengan susah payah. Dia menggerakkan tangannya, menyuruh Danang untuk segera melajukan mobilnya, "jalan, Pak!"Chelsea tak ingin berada di sini lebih lama. Ia ingin menjauh.Danang mengikuti perintah Chelsea dengan patuh. Namun, sesekali dia masih memperhatikan bagaimana kondisi perempuan itu dari balik ka
Roan menghela napas. Satu tangannya bergerak memijit pelipisnya sendiri. Dia memegang handphone dengan tangannya yang lain, yang ia tempelkan tepat di telinganya, mendengarkan temannya mengoceh tanpa henti, mengomelinya."Kamu tidak bisa keluar seenaknya. Apa kamu tidak tahu jika Ellie sangat kebingungan saat kamu pergi? Dia yang harus menyelesaikan masalah yang kamu buat.""Aku minta maaf, Melisa." Roan akui kali ini dia bertindak cukup ceroboh. Dia terlalu panik hingga meninggalkan tanggungjawabnya. Roan juga merasa bersalah pada sekretarisnya dan juga Melisa. "Aku akan kembali ke sana dengan segera.""Meeting jadi ditunda gara-gara kamu tidak ada," ucap Melisa, menggerutu. Rasanya dia masih belum puas memarahi Roan. "Sekarang cepatlah kembali! Atau aku akan menuntut kenaikan gajiku!"Dia menutup telepon begitu saja. Roan menatap layar handphonenya dan tanpa sadar tertawa kecil.Ekspresi Roan saat itu ditangkap oleh Chelsea. Dia mengetahui jika yang baru menghubungi suaminya adalah
"Kau ini kemana saja, Roan?"Melisa berdiri di depannya, berkacak pinggang. Dia masih merasa kesal, sehingga setelah mereka selesai meeting dia segera mengambil kesempatan untuk memarahi pria itu."Apakah ada yang begitu penting sampai kamu sendiri meninggalkan pekerjaanmu di sini?""Aku tahu aku salah di sini, Melisa." Roan tidak keberatan jika dia diomeli seperti ini. Hanya saja, telinganya cukup lelah terus dicecar oleh temannya itu. "Bisa berhenti memarahiku? Aku sudah berusaha datang secepat yang ku bisa. Dan masalah yang kubuat juga sudah kutangani, kan?""Kau bicara semudah itu." Melisa mendengus kasar. "Apa kau tidak tahu betapa aku dan Ellie sangat kebingungan?""Ya Tuhan, aku sudah minta maaf. Apalagi yang kamu inginkan?" tanya Roan, mulai lelah.Dia menatap Ellie yang berdiri di belakang Melisa, lalu berkata, "Apakah kamu bisa bicara padanya? Katakan untuk berhenti."Ellie tak menjawab apapun. Dia tak berani bicara. Ia hanya bisa menunjukkan senyum canggung di depan bosnya
Chelsea merasa sangat senang dengan keberadaan orang tuanya. Dia amat terbantu. Dengan kondisinya saat ini, Chelsea kesulitan melakukan apapun. Beruntungnya dia memiliki orang tua yang sangat menyayanginya.Mereka memutuskan untuk menginap malam ini. Bahkan saat ini, Chelsea tengah menunggu ibunya yang sedang memasak makan malam untuk mereka. Chelsea hanya duduk di meja makan, memperhatikan bagaimana sibuknya ibunya itu.Argan yang duduk di seberang putrinya sambil menyesap teh tiba-tiba berceletuk, "Apakah sekarang kamu bisa memasak?"Chelsea menoleh dengan tatapan tidak senang. Dia merasa ayahnya hanya ingin mengejek dirinya."Memang karena siapa aku seperti ini?" balas Chelsea, tidak ingin disalahkan. "Ayah sendiri yang terlalu memanjakan aku. Hingga aku bahkan tidak bisa sekedar hanya mencuci piring saja."Dia jadi teringat saat Roan yang mencuci piring setelah mereka menikmati makan malam. Chelsea masih merasa bersalah hingga sekarang. Dia belum bisa menjadi istri yang baik."Aku
Roan membawa Chelsea ke kamar karena ia tak bisa berhenti menangis. Istrinya itu juga tak mau melepas pelukannya. Sehingga terpaksa Roan membawanya ke kamar, berharap dia bisa sedikit tenang.Roan menurunkan istrinya itu dengan hati-hati di tepi ranjang. Kedua tangan istrinya masih melingkar di lehernya, seolah tidak rela untuk lepas.Roan sebenarnya mulai merasa pegal. Tapi dia juga tak ingin membuat istrinya tak nyaman jika ia mengatakannya. Roan pun hanya bisa menahannya."Tenanglah!" Roan mengusap kepala Chelsea dengan lembut. "Ibu dan Ayahmu akan khawatir jika kamu terus menangis seperti ini."Chelsea merasa jika apa yang suaminya katakan ada benarnya. Mungkin saja, karena sikapnya ini ayahnya justru akan semakin marah pada Roan.Chelsea segera melepaskan pelukannya dan menghapus air matanya. Dia tak boleh terlihat seperti ini lagi di depan ayahnya. Bisa-bisa ayahnya itu terus bertindak seenaknya."Ayah sangat menyebalkan. Aku sudah katakan jika di sini aku yang salah. Kenapa dia
Chelsea terduduk, dia menangis tersedu-sedu. Perasaannya sangat kacau, tepat setelah ia mendengar penuturan pria itu terhadapnya.Dia tak merendahkannya. Dia tak mencela kekurangannya. Dia tak menurunkan harga dirinya.Roan justru memujinya. Dia menempatkan Chelsea pada posisi yang istimewa. Dia membuat Chelsea merasa benar-benar disanjung sebagai seorang perempuan.Ayahnya benar. Dia memilihkan suami yang bisa menerima dirinya apa adanya. Dia memilihkan suami yang mampu menerima setiap kekurangannya. Dan Chelsea tidak menyesal telah menerima pernikahan ini dalam hidupnya.Tapi, Chelsea merasa kecewa pada dirinya sendiri yang tidak bisa membalas ketulusan suaminya. Chelsea menyayangkan sikapnya yang lebih memilih tetap mempertahankan Tristan disaat suaminya begitu setia padanya.Kini dia merasa telah menjadi manusia yang sangat buruk.****Tristan mendengar jika Chelsea mengalami kecelakaan. Dia merasa khawatir. Terlebih, pacarnya itu tidak menjawab setiap ia berusaha menghubungi. Tri
Roan menemui Chelsea di kamar. Istrinya pamit lebih awal dari yang lain. Dia berkata ingin segera beristirahat. Tidak ada yang menghalanginya karena semua tahu jika Chelsea baru saja mengalami kecelakaan.Roan sebenarnya cukup bersyukur. Karena tidak lama setelah istrinya pergi, kekasih dari istrinya itu datang. Chelsea pun tidak mengetahuinya hingga sekarang.Ia melihat istrinya itu berbaring di ranjang, membelakanginya. Roan mendudukkan diri di tepi secara hati-hati. Dia tak ingin membuat tidur istrinya terganggu.Tangannya bergerak sangat pelan, mengusap kepala Chelsea penuh kasih sayang. Dia tak bisa menunjukkan perasaannya secara terang-terangan. Roan khawatir jika Chelsea tahu, dia akan menjauhinya."Roan."Roan tersentak. Tangannya tiba-tiba diraih oleh istrinya. Dia melihat kedua mata istrinya mulai terbuka, pupilnya bergerak menoleh ke arahnya."Kau ... belum tidur?" tanya Roan, cukup gugup."Kenapa?" Chelsea mengernyit bingung melihat reaksi Roan yang tidak biasa. "Apa aku m
Roan memasuki rumah dengan langkah lesu. Dia tidak bersemangat pulang ketika mengingat jika saat ini istrinya tengah marah padanya. Roan menjadi menyesal telah memicu pertengkaran antara mereka. Roan tidak bermaksud membuat Chelsea kesal. Dia hanya tidak yakin untuk mengungkapkan keinginannya. Dia khawatir hubungannya dengan Chelsea akan semakin memburuk."Kamu sudah pulang?"Langkah Roan berhenti. Dia menoleh, menemukan istrinya berdiri di ruang makan, tengah menata makanan yang sepertinya baru saja dipesannya."Kebetulan makanan yang kupesan baru tiba. Ini masih hangat. Ayo kita makan!" seru Chelsea. Perempuan itu mendekati suaminya, menarik tangannya untuk ia ajak ke meja makan.Roan hanya menuruti keinginan istrinya meski perasaannya masih bingung. Dia merasa jika ini terlalu aneh. Karena seingatnya, istrinya tengah marah padanya. Mengapa dia masih menyambutnya dengan baik?Roan melirik makanan di piringnya yang memang terlihat masih hangat. Aroma dari makanan itu membuat rasa lap
Roan bergegas karena merasa ada sesuatu yang terjadi saat mertuanya tiba-tiba meminta untuk bertemu secara pribadi dengannya. Roan khawatir jika ada masalah serius yang sedang terjadi.Dia masuk ke ruang kerja Argan setelah sekretaris pria itu membukakan pintu untuknya. Roan melihat ayah mertuanya yang tengah berdiri melihat pemandangan di luar jendela.Saat Roan melangkah masuk mendekatinya, pria itu berbalik, menyadari kedatangannya."Kamu datang dengan cepat," ucap Argan. Pria itu memberikan intruksi pada Roan untuk duduk di kursi. Sementara dirinya menduduki kursi kerja miliknya. Mereka kini saling berhadapan satu sama lain, hanya dibatasi dengan meja besar saja."Ada apa, Ayah?" Roan bertanya, khawatir. "Apa terjadi sesuatu?""Ya, aku tidak mungkin memanggilmu ke sini untuk sesuatu yang tidak penting." Argan tampak berat mengungkapkannya. Pria itu mengambil waktu sesaat untuk menarik napas panjang. "Tahanan itu ... dia berhasil melarikan diri."Roan terkejut.Ini bukan kabar yang
Terseok-seok melewati gang sempit, Tristan perlu usaha keras untuk melarikan diri dari penjagaan yang ketat. Tubuh babak belurnya tak membuat keinginan melarikan dirinya pudar. Dia hanya ingin lepas dari tangan anak buah Argan.Pria itu membuang ludah bercampur darah ke tanah. Lalu mengelap mulutnya dengan punggung tangan. Ekspresi wajahnya menggelap, bibirnya berdesis penuh amarah, "keparat!"Pandangannya menyiratkan dendam membara. Kejadian hari ini membuat Tristan semakin membenci Argan dan keluarganya.Tunggu saja, Tristan akan pastikan satu keluarga itu merasakan balasan berkali-kali lipat."Tristan!" Seseorang datang menghampirinya.Tristan menatap orang di depannya. Dia menoyor kepala orang itu dengan tenaganya yang lemah."Kau terlambat, bodoh!" seru Tristan.Sam berdecak kesal. Dia sudah cepat-cepat datang demi menjemput temannya itu. Tapi yang ia dapatkan malah makian."Tidak tahu diri! Sudah bagus aku ke sini menolongmu.""Aku hampir mati di tangan pria sialan itu!""Salahm
Chelsea memeluk Roan cukup lama. Setelah tiba di rumah dan selepas ia membersihkan diri yang tidak memakan waktu sebentar, Chelsea mendekap tubuh suaminya dengan erat.Roan sudah menegur dan meminta Chelsea melepaskan pelukannya. Bukan tak suka atau tak menginginkannya. Tapi mereka memiliki banyak hal yang harus dilakukan."Sayang!" Roan menegur sekali lagi. Dia sudah hampir menyerah untuk bicara pada istrinya.Namun, jawaban Chelsea masih sama. Perempuan itu tetap menggelengkan kepalanya. Tak ingin menuruti permintaan Roan."Biarkan seperti ini," rengek Chelsea. Dia mendongak, menatap Roan yang lebih tinggi darinya. "Aku masih merindukanmu."Roan terkekeh gemas. Dia mencubit puncuk hidung istrinya itu dan berceletuk, "ternyata kau itu sangat manja, ya?""Seharusnya, kamu sudah tahu itu," tanggap Chelsea. "Bukankah sikapku memang seperti ini? Apa kamu tidak memperhatikan?""Emm, tidak juga." Roan berusaha mengingat saat pertama kali dia mengenal Chelsea. Sejujurnya, ia memang tak meng
Roan meregangkan tangannya setelah ia merasa puas melampiaskan amarah yang sejak tadi berusaha ia tahan. Kini, orang yang baru saja menjadi pelampiasan amarahnya itu tergeletak tak sadarkan diri di lantai. Kondisinya mengenaskan. Wajahnya babak belur dan berlumuran darah. Giginya ada yang copot karena Roan yang memukulnya terlalu keras. Roan juga menendang perut korbannya itu hingga dia memuntahkan darah. Sepertinya, kondisinya sangat buruk setelah Roan menghajarnya kali ini."Ini mungkin akan menimbulkan masalah untukku. Tapi aku tidak peduli," gumam Roan. Dia terlalu berlebihan menghukum Tristan. Tapi Roan tak menyesal sedikit pun. Jika dia tak menerima peringatan dari ayah mertuanya, Roan akan memilih untuk membunuh pria ini."Sepertinya tidak akan, Tuan." Bodyguard Argan yang menemani Roan di sisinya menyahut. Dia berpendapat, "kau melakukan apa yang seharusnya kau lakukan. Saya rasa, Tuan Besar justru akan senang dengan tindakanmu ini."Pria itu berjongkok, memeriksa napas dan na
Argan masuk ke dalam setelah salah satu anak buahnya berhasil mendobrak pintu. Dia melangkah dengan santai. Kepalanya menoleh ke arah ranjang, tepat ke arah putrinya yang terlihat meringkuk ketakutan, menyembunyikan tubuhnya dengan selimut tebal.Argan melepas jasnya lalu melemparkannya ke arah Chelsea.Chelsea tersentak. Dia menoleh, baru menyadari jika yang datang menyelamatkannya adalah ayahnya dan anak buahnya. Buru-buru Chelsea mengambil jas yang dilemparkan ayahnya itu dan segera memakainya untuk menutupi bagian atas tubuhnya yang sudah tak mengenakan apapun.Dia hampir menangis karena gembira melihat kedatangan ayahnya. Ingin dia berlari ke pelukan pria itu. Namun, ayahnya sepertinya masih ingin melampiaskan amarahnya pada Tristan.Sejak awal, pandangan Argan hanya tertuju pada pria yang berani menculik putrinya dan lecehkannya.Pandangan Argan tampak menggebu. Dia melangkah mendekati pria itu yang masih berusaha bangun dari posisinya.Argan membiarkan anak buahnya yang tadi pe
Chelsea tersentak saat seseorang menarik tangannya begitu saja. Dia semakin terkejut ketika mengetahui jika ternyata orang yang menariknya adalah mantan kekasihnya yang baru ia campakkan."Lepaskan, Tristan!""Tidak, Chels!" Tristan menolak. Pria itu marah. Apalagi saat dia melihat hubungan Chelsea yang semakin lengket dengan suaminya. Amarah Tristan serasa mau meledak. "Apa maksudnya ini? Kau membuangku karena kau mulai mencintai pria itu?""Memang apa urusanmu?" balas Chelsea tak mau kalah. "Ini pernikahanku. Kau tidak perlu tahu apapun. Lagipula, kita sudah tidak memiliki hubungan apapun lagi.""Oh, ya?" Tristan mendengus sinis. "Kau pikir mudah untuk lepas dariku, Sayang?"Chelsea mulai waspada. Terlebih, ketika dia menyadari jika pria ini ternyata memiliki sifat yang begitu licik."Apa yang kau inginkan?" tanya Chelsea. "Uang?"Tristan terkekeh. "Chelsea, aku tahu kau kaya. Tapi, aku tidak menginginkan uang darimu."Karena uang yang diberikan Chelsea tidak akan sebanding dengan u
Melisa merasa sangat cemburu saat melihat Roan dan Chelsea keluar dari ruangan dengan bergandengan tangan. Kemesraan mereka membuat dadanya panas. Melisa benar-benar ingin mendekati mereka dan memisahkan keduanya. Mereka tidak cocok! Karena Melisa berharap dirinyalah yang berada di sana, tepat di samping Roan."Roan." Melisa mencoba bersikap biasa. Dia berjalan menghampiri mereka. Sekilas, dia melirik Chelsea dan beradu pandang penuh permusuhan. Namun, Melisa segera memusatkan perhatiannya pada Roan. Dia tak ingin pria itu menyadari ketidaksukaannya terhadap istrinya itu. Melisa juga berpikir jika keberadaan Chelsea di sana tak begitu berarti. Dia hanya cukup memperhatikan Roan saja. Melisa menganggap Chelsea hanya sosok makhluk halus."Kau mau kemana?""Aku akan makan siang dengan istriku," jawab Roan, seadanya. Dia melempar senyum pada Chelsea saat mengatakannya dan dibalas senyum yang sama oleh istrinya itu."Bukankah aku sudah memberikan makan siang untukmu?" tanya Melisa, melipat
Chelsea masih tak menyangka jika pria yang selama ini ia cintai ternyata tidak sebaik yang ia pikirkan selama ini. Chelsea sangat kecewa. Namun, sebenarnya hatinya tak begitu sakit. Sampai saat ini, ia bahkan tak meneteskan satu air mata pun. Entahlah, Chelsea sendiri tidak mengerti. Dia tak merasakan sakit yang terlalu atau merasa sedih. Yang tersisa sekarang hanya perasaan jijik untuk pria itu.Chelsea juga menyesal karena telah menyia-nyiakan waktunya untuk mencintai pria itu sangat lama. Padahal, jika ia mengetahui semua ini sejak awal, Chelsea akan memilih mencampakkan pria itu. Rasanya, dia sangat bodoh karena dengan mudahnya tertipu selama bertahun-tahun."Aku bersyukur tidak memutuskan untuk meninggalkan Roan. Setidaknya, pria itu lebih baik dari Tristan," ucap Chelsea, bermonolog.Dia tahu, ayahnya sangat baik dan perhatian. Pria itu sengaja memaksa Chelsea menikah dengan pria pilihannya karena telah mengetahui kebusukan Tristan yang sebenarnya. Ayahnya memang sudah memberita
Chelsea sampai di lantai dimana kamar Tristan berada. Dia menghitung setiap kamar, mencari nomor yang diberitahukan padanya sebelumnya. Tidak butuh waktu lama, Chelsea akhirnya menemukannya. Bibirnya tertarik ke atas. Ini semakin menegangkan dan membuatnya tak sabar.Chelsea memasukkan kunci di tangannya ke lubang pintu. Dia memutar dengan perlahan, berusaha tidak menimbulkan suara. Setelah berhasil membuka kunci, dia memutar knop pintu dengan hati-hati. Sejauh ini, dia tampaknya belum ketahuan.Saat pintu semakin dibuka, Chelsea mulai bisa mendengar suara desahan. Dia bergidik. Ini terasa menjijikan.Meski sedikit enggan, Chelsea tetap melanjutkan langkahnya ke dalam. Di balik dinding penyekat, dia melihat kekasihnya yang tengah berada di atas tubuh perempuan tadi. Mereka benar-benar melakukannya. Selain si perempuan yang mendesah keras, Chelsea juga menemukan Tristan yang melengguh penuh kenikmatan. Ini pemandangan yang membuat Chelsea hampir muntah. Dia benar-benar tidak tahan bera