Chelsea merasa sangat senang dengan keberadaan orang tuanya. Dia amat terbantu. Dengan kondisinya saat ini, Chelsea kesulitan melakukan apapun. Beruntungnya dia memiliki orang tua yang sangat menyayanginya.Mereka memutuskan untuk menginap malam ini. Bahkan saat ini, Chelsea tengah menunggu ibunya yang sedang memasak makan malam untuk mereka. Chelsea hanya duduk di meja makan, memperhatikan bagaimana sibuknya ibunya itu.Argan yang duduk di seberang putrinya sambil menyesap teh tiba-tiba berceletuk, "Apakah sekarang kamu bisa memasak?"Chelsea menoleh dengan tatapan tidak senang. Dia merasa ayahnya hanya ingin mengejek dirinya."Memang karena siapa aku seperti ini?" balas Chelsea, tidak ingin disalahkan. "Ayah sendiri yang terlalu memanjakan aku. Hingga aku bahkan tidak bisa sekedar hanya mencuci piring saja."Dia jadi teringat saat Roan yang mencuci piring setelah mereka menikmati makan malam. Chelsea masih merasa bersalah hingga sekarang. Dia belum bisa menjadi istri yang baik."Aku
Roan membawa Chelsea ke kamar karena ia tak bisa berhenti menangis. Istrinya itu juga tak mau melepas pelukannya. Sehingga terpaksa Roan membawanya ke kamar, berharap dia bisa sedikit tenang.Roan menurunkan istrinya itu dengan hati-hati di tepi ranjang. Kedua tangan istrinya masih melingkar di lehernya, seolah tidak rela untuk lepas.Roan sebenarnya mulai merasa pegal. Tapi dia juga tak ingin membuat istrinya tak nyaman jika ia mengatakannya. Roan pun hanya bisa menahannya."Tenanglah!" Roan mengusap kepala Chelsea dengan lembut. "Ibu dan Ayahmu akan khawatir jika kamu terus menangis seperti ini."Chelsea merasa jika apa yang suaminya katakan ada benarnya. Mungkin saja, karena sikapnya ini ayahnya justru akan semakin marah pada Roan.Chelsea segera melepaskan pelukannya dan menghapus air matanya. Dia tak boleh terlihat seperti ini lagi di depan ayahnya. Bisa-bisa ayahnya itu terus bertindak seenaknya."Ayah sangat menyebalkan. Aku sudah katakan jika di sini aku yang salah. Kenapa dia
Chelsea terduduk, dia menangis tersedu-sedu. Perasaannya sangat kacau, tepat setelah ia mendengar penuturan pria itu terhadapnya.Dia tak merendahkannya. Dia tak mencela kekurangannya. Dia tak menurunkan harga dirinya.Roan justru memujinya. Dia menempatkan Chelsea pada posisi yang istimewa. Dia membuat Chelsea merasa benar-benar disanjung sebagai seorang perempuan.Ayahnya benar. Dia memilihkan suami yang bisa menerima dirinya apa adanya. Dia memilihkan suami yang mampu menerima setiap kekurangannya. Dan Chelsea tidak menyesal telah menerima pernikahan ini dalam hidupnya.Tapi, Chelsea merasa kecewa pada dirinya sendiri yang tidak bisa membalas ketulusan suaminya. Chelsea menyayangkan sikapnya yang lebih memilih tetap mempertahankan Tristan disaat suaminya begitu setia padanya.Kini dia merasa telah menjadi manusia yang sangat buruk.****Tristan mendengar jika Chelsea mengalami kecelakaan. Dia merasa khawatir. Terlebih, pacarnya itu tidak menjawab setiap ia berusaha menghubungi. Tri
Roan menemui Chelsea di kamar. Istrinya pamit lebih awal dari yang lain. Dia berkata ingin segera beristirahat. Tidak ada yang menghalanginya karena semua tahu jika Chelsea baru saja mengalami kecelakaan.Roan sebenarnya cukup bersyukur. Karena tidak lama setelah istrinya pergi, kekasih dari istrinya itu datang. Chelsea pun tidak mengetahuinya hingga sekarang.Ia melihat istrinya itu berbaring di ranjang, membelakanginya. Roan mendudukkan diri di tepi secara hati-hati. Dia tak ingin membuat tidur istrinya terganggu.Tangannya bergerak sangat pelan, mengusap kepala Chelsea penuh kasih sayang. Dia tak bisa menunjukkan perasaannya secara terang-terangan. Roan khawatir jika Chelsea tahu, dia akan menjauhinya."Roan."Roan tersentak. Tangannya tiba-tiba diraih oleh istrinya. Dia melihat kedua mata istrinya mulai terbuka, pupilnya bergerak menoleh ke arahnya."Kau ... belum tidur?" tanya Roan, cukup gugup."Kenapa?" Chelsea mengernyit bingung melihat reaksi Roan yang tidak biasa. "Apa aku m
Roan memasuki rumah dengan langkah lesu. Dia tidak bersemangat pulang ketika mengingat jika saat ini istrinya tengah marah padanya. Roan menjadi menyesal telah memicu pertengkaran antara mereka. Roan tidak bermaksud membuat Chelsea kesal. Dia hanya tidak yakin untuk mengungkapkan keinginannya. Dia khawatir hubungannya dengan Chelsea akan semakin memburuk."Kamu sudah pulang?"Langkah Roan berhenti. Dia menoleh, menemukan istrinya berdiri di ruang makan, tengah menata makanan yang sepertinya baru saja dipesannya."Kebetulan makanan yang kupesan baru tiba. Ini masih hangat. Ayo kita makan!" seru Chelsea. Perempuan itu mendekati suaminya, menarik tangannya untuk ia ajak ke meja makan.Roan hanya menuruti keinginan istrinya meski perasaannya masih bingung. Dia merasa jika ini terlalu aneh. Karena seingatnya, istrinya tengah marah padanya. Mengapa dia masih menyambutnya dengan baik?Roan melirik makanan di piringnya yang memang terlihat masih hangat. Aroma dari makanan itu membuat rasa lap
Chelsea duduk di tepi ranjang, memperhatikan suaminya yang berjongkok di bawah, memeriksa kakinya.Chelsea masih ingat ketika dia dan Roan terlarut dalam dunia mereka, kakinya yang tidak mengerti situasi tiba-tiba membuatnya tergelincir. Menghancurkan suasana romantis yang sebelumnya tercipta. Chelsea merasa malu dan juga bersalah. Karena ia merasa dirinyalah yang menyebabkan keintiman mereka terganggu."Kamu tidak apa-apa?" Roan mendongak, bertanya padanya. "Apa ini sakit?"Chelsea menggelengkan kepalanya, lalu menjawab, "tidak. Hanya sedikit saja."Roan berdiri sembari menghela napas pelan. "Ini kesalahanku. Seharusnya aku tidak membiarkan kamu berdiri."Karena terlalu terbuai, dia sampai lupa jika istrinya masih terluka. Roan seharusnya lebih berhati-hati. Dia yang berkewajiban untuk menjaga istrinya."Tidak. Ini sepenuhnya salahku," bantah Chelsea.Roan terlalu banyak menyalahkan diri sendiri. Meski bukan dia yang salah, dia akan tetap melimpahkan kesalahan pada dirinya sendiri.
Mendengar teman dekat mereka mengalami kecelakaan, teman-teman Chelsea datang menjenguk. Mereka tidak mengabari terlebih dulu, sengaja ingin memberikan kejutan. Dan Chelsea tak menduga jika teman-temannya akan benar-benar datang menjenguknya."Kau ini kenapa, Chels? Astaga, mengapa bisa sampai seperti ini?" Laura berdecak pelan seraya menggelengkan kepalanya. Dia cukup prihatin melihat kondisi temannya itu saat ini."Ini juga bukan keinginanku," sahut Chelsea. Dia tentu tak akan mau disalahkan karena insiden yang menimpa dirinya. Jika bisa memilih, dia juga tak ingin mengalami hal ini.Siapa orang bodoh yang menginginkan diri sendiri mengalami kecelakaan hingga tidak bisa berjalan?"Apa sudah diobati?" tanya Fero. "Suamimu merawatmu dengan baik, kan?"Chelsea mengangguk sebagai jawaban."Dia suami yang sangat baik. Dia perhatian dan bertanggung jawab.""Ouh." Erica menyeringai. Kedua tangannya terlipat di dada. "Ada apa ini? Aku merasa jika hubunganmu sudah mulai berubah dengannya. Ap
Roan melangkah sedikit terburu-buru karena dia teringat akan istrinya yang menunggu di rumah. Tapi, sebelum dia mendekati mobilnya, seseorang memanggilnya. Roan pun terpaksa menghentikan langkahnya.Dia menoleh, melihat Liona berjalan menghampirinya sambil tersenyum."Kamu sudah selesai?"Roan mengangguk. "Aku baru akan pulang.""Aku ingin mengajakmu makan. Apakah kamu bisa?" tanya Liona. Dia sedikit menunduk sembari menyampirkan helai rambutnya ke belakang telinga. Dia menunjukkan ekspresi malu-malu. "Ada restoran yang sangat bagus. Aku harap bisa datang ke sana bersamamu."Roan tidak lantas menjawab. Dia menggaruk pelipisnya, terlihat bingung bagaimana menanggapinya."Hari ini sepertinya aku tidak bisa."Roan tak ingin melukai Liona. Tapi, dia tak bisa mengabaikan istrinya sendiri yang saat ini sedang tidak baik-baik saja di rumah. Roan tentu tak ingin melupakan istrinya hanya demi orang lain."Kenapa?" Liona merasa kecewa. Padahal dia sudah menunggu Roan dengan sabar. Dia sengaja m