Share

Bukan Suami Pilihanku
Bukan Suami Pilihanku
Penulis: Rish Alra

1 | Ancaman Ayah

"Tristan?" Argan mendengus remeh. "Apa yang dia punya? Dia bahkan tidak bisa membelikan sepatu untukmu."

"Ayah!" Chelsea memekik tak terima. Dia tentu sadar jika Tristan tak sekaya keluarganya. Tapi Chelsea benar-benar mencintai pria itu.

"Kamu sangat bodoh," ucap Argan, merutuki putrinya itu. "Setidaknya, pilihlah pria yang lebih baik. Dia bahkan setara dengan gelandangan di jalanan."

"Argan." Aliya merasa khawatir karena kata-kata suaminya terdengar memprovokasi. Putri mereka tidak akan bisa bersabar lebih lama. Dia mungkin sakit hati dan mengamuk. Aliya tentu tak ingin terjadi pertengkaran antara keduanya.

Argan tak mendengarkan teguran Aliya, namun dia tak mengabaikannya. Pria itu menggenggam tangan istrinya yang diletakkan di atas punggung tangannya. Meyakinkannya jika dia baik-baik saja meski bicara demikian pada putri mereka.

"Aku sudah menentukan pria yang layak bagimu, Chelsea. Jika kamu menolak, jangan harap pria pujaanmu itu akan baik-baik saja."

Argan tidak main-main dengan ucapannya. Dia menatap putrinya penuh intimidasi.

Chelsea tercekat. Dia tidak bisa mengatakan apapun lagi. Dia tidak bisa melarikan diri, saat ayahnya sudah memutuskan. Chelsea juga tidak diberi kesempatan untuk menolak.

Chelsea pun hanya bisa pergi dengan menangis. Ia merasa jika orang tuanya terlalu kejam dengan memaksa dirinya untuk berpisah dengan kekasihnya, juga memaksanya untuk menikah dengan pria lain. Ini tidak adil!

Apa mereka benar-benar orang tuanya? Bagaimana mereka bisa melakukan ini padanya?

"Apa itu tidak keterlaluan?"

Aliya menatap kepergian putrinya dengan perasaan bersalah.

"Kamu menyakiti putri kita."

"Sayang, kamu tahu sendiri pria seperti apa yang dia kencani." Argan menghela napas berat. Mungkin apa yang dia lakukan terkesan kejam. Tapi, sejujurnya Argan hanya ingin melindungi putrinya. "Aku tidak ingin dia bersama pria yang buruk."

Aliya setuju dengan suaminya. Dia sudah melihat pria yang dikencani putrinya. Dan Aliya langsung tidak menyukainya. Pria itu sepertinya bukan pria baik-baik.

Aliya tidak menemukan kesungguhan dari pria itu saat dia bersama Chelsea. Aliya khawatir jika pria itu sebenarnya tidak sungguh-sungguh mencintai putrinya, melainkan hanya memanfaatkannya saja.

"Tapi, seharusnya kamu bisa bicara baik-baik padanya," ucap Aliya. Meski dia juga tidak menyukai pacar Chelsea, Aliya tetap tidak membenarkan cara Argan menegur putri mereka. "Jika kamu seperti ini, dia akan berpikir jika kamu tidak menyayanginya."

"Itu hanya sebentar." Argan menanggapi dengan santai. Istrinya hanya terlalu khawatir. "Dia terlalu muda untuk mengerti. Saat dia sudah sedikit lebih dewasa, aku yakin dia akan paham akan semua sikapku."

Tak ingin membuat istrinya terlalu banyak berpikir, Argan mengusap lembut kepala istrinya itu. "Jangan terlalu memikirkannya."

****

Chelsea berjalan mondar mandir di kamarnya. Dia berusaha menghubungi Tristan. Tapi setelah beberapa kali mencoba, teleponnya tidak diangkat.

Chelsea tidak menyerah. Dia terus mencoba dengan gelisah, berharap Tristan akan segera menjawab panggilan darinya.

Sekitar lima kali mencoba, teleponnya akhirnya diangkat. Chelsea tak bisa menahan kegembiraannya.

Namun, kegembiraan itu menyusut dengan cepat saat menyadari jika yang mengangkat telepon bukan pacarnya.

"Hallo!"

"Ini ... ini siapa?" tanya Chelsea, bingung. "Mana Tristan?"

"Oh, Tristan! Dia sedang sibuk sekarang." Dia memberi jeda sesaat, tampak ragu-ragu untuk melanjutkan. "Sebaiknya, hubungi dia lagi nanti."

Sebelum sempat membalas, telepon itu sudah dimatikan secara sepihak. Chelsea masih termangu. Dia menatap layar handphone sembari termenung.

Sepertinya dia mendengar suara bising di telepon tadi. Mirip suasana saat di club malam. Tapi, bagaimana mungkin pacarnya berada di tempat seperti itu? Tristan adalah pria yang baik, yang bahkan tidak pernah menenggak setetes pun alkohol. Dia bukan pria liar yang senang menginjakkan kaki ke tempat seperti itu.

Lantas, bagaimana telepon Tristan bisa berada di tangan temannya itu? Apa Tristan benar-benar mengunjungi sebuah club malam?

Sepertinya Chelsea perlu memastikannya. Dia harus bertanya pada Tristan besok.

"Aku yakin dia tidak seperti itu," ucap Chelsea. Dia sudah menjalin hubungan cukup lama dengan Tristan. Tentu dia sangat mengetahui bagaimana sifat pria itu. "Tristan tidak mungkin di sana. Mungkin ... temannya itu yang meminjam handphonenya. Mungkin ...."

Semakin Chelsea berusaha meyakinkan diri, ia justru semakin merasa khawatir. Dia takut, jika kekhawatirannya adalah kebenaran.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status