Akad nikah berjalan dengan lancar dan khidmat. Kini Bagas dan Armila telah resmi sebagai pasangan suami istri yang sah, secara hukum negara maupun agama.Setelah acara ijab kabul selesai, Armila dan Bagas mendapat ucapan selamat dari para tamu undangan.“Wah, pengantin baru selamat ya, semoga samawa,” sahut salah seorang tetangga Armila.“Terima kasih, Bu,” sahut Armila dan Bagas kompak.“Boleh ya kapan-kapan kalau naik taksinya dapat diskon. Kita kan sekarang jadi tetangga, boleh dong harusnya,” celetuk tetangga Armila yang lainnya.Wajah Armila yang semula semringah, kini berubah pias. Dia hanya diam saja sambil menghela napas.Bagas yang menyadari perubahan di wajah sang istri, langsung menggenggam erat jemarinya. Dia tersenyum dan lantas memberi tanggapan atas ucapan tetangga Armila itu.“Soal diskon sih itu bisa diatur, Bu. Kita sebagai tetangga kan memang harus saling membantu. Selain membantu masalah finansial dengan diskon, juga membantu menjaga hati.”Wanita tetangga Armila i
“Eh, maaf ya, Dek. Niat Mas mau tepuk nyamuk yang ada di lengan kamu. Malah kamu tepis tangan Mas. Jadi begini deh akhirnya. Nggak sengaja juga jatuhnya pas di sini.” Bagas berkata sambil menunjuk ke dada Armila.“Hm...nggak tahu juga ini memang nggak sengaja atau akting kamu saja, Mas. Memangnya ada nyamuk tadi, ya? Aku nggak berasa tuh kalau sedang digigit nyamuk,” sahut Armila dengan kedua bola mata yang merotasi.“Beneran lho kalau tadi itu nggak sengaja, Dek. Niatnya memang supaya kamu nggak digigit nyamuk. Sayang kan kalau lengan kamu ada bintik merah bekas gigitan nyamuk,” sahut Bagas dengan tersenyum penuh arti.“Kenapa senyum-senyum?” tanya Armila dengan mata memicing.Bagas terkekeh dan kemudian berlalu dari hadapan Armila. Membuat wanita itu penasaran.“Mas...kenapa malah ketawa dan pergi sih?”“Aku ngantuk, Dek. Kamu juga pasti ngantuk dan capek kan. Lebih baik sini deh, tidur,” sahut Bagas setelah tawanya reda.Armila berdecak sebal karena Bagas tak mau menjawab pertanyaa
“Ada apa, Mas?” tanya Armila mengulangi ketika Bagas tak menjawab pertanyaannya tadi.“Eh, itu. Mobil itu mau masuk ke rumah ini. Kita ikut masuk nantinya, ya,” sahut Bagas menoleh sekilas pada sang istri, lalu kembali lagi menatap mobil mewah itu, yang kini sudah berhenti tepat di depan pintu gerbang.Klakson mobil mewah itu terdengar nyaring. Membuat pintu gerbang dibuka oleh penjaga rumah mewah tersebut. Melihat itu, Bagas pun lantas melajukan mobil mengikuti mobil mewah tersebut dari belakang. Tak lupa kaca jendela dia buka agar si penjaga rumah tahu, bahwa dirinya yang datang.“Oh, Mas Bagas toh. Kirain siapa? Soalnya beda mobilnya dari yang biasa,” ucap si penjaga rumah dengan senyuman ketika melihat Bagas.Tatapan Armila tak lepas dari wajah sang suami. Hatinya kini penuh dengan tanya, apa kaitannya sang suami dengan penghuni rumah tersebut.“Mas, aku perlu penjelasan darimu ya tentang semua ini. Aku nggak mau menebak-nebak,” ucap Armila, ketika mobil sudah berhenti di halaman
Bagas menggelengkan kepalanya seraya berkata, “Ayah nggak memperhatikan ucapanku tadi rupanya. Aku nggak mengusir Ayah kok. Aku hanya bilang, kalau Ayah keberatan sebaiknya Ayah saja yang pindah. Beda kata kan antara pindah dan mengusir.”Haryo membuang napasnya kasar. Dia lalu melangkah masuk ke dalam kamar, mendekati istrinya yang sedang terbaring lemah di atas kasur.“Bagaimana perkembangan kondisi istri saya, Dok?” tanya Haryo setelah dia duduk di tepi tempat tidur.“Semakin membaik, Pak. Apalagi saat anaknya datang. Kalau kondisinya terus membaik maka pengobatannya bisa dilanjutkan dengan terapi,” sahut dokter, yang diangguki oleh Haryo.Hesti pun berkata meski tak begitu jelas pada Haryo, yang dari sorot matanya berharap agar sang suami memberi izin agar Bagas tinggal kembali di rumah itu.Haryo menggenggam tangan sang istri seraya menganggukkan kepalanya.“Iya, aku izinkan dia tinggal di sini lagi untuk menemani kamu. Semoga dengan tinggalnya Bagas di sini, bisa membuat kamu le
“Ma, ada apa ini sebenarnya? Saya nggak mengerti maksud ucapan Mama?” tanya Bagas.“Ada apa kamu bilang? Dasar penipu ulung kamu ini!” sentak Astuti.“Penipu ulung?” sahut Armila dan Bagas bersamaan.“Iya, kamu telah menipu kami semua. Mengaku masih bujangan, tapi ternyata ada perempuan yang menunggu kamu untuk bertanggung jawab. Perempuan itu sedang hamil tujuh bulan. Dia sedang hamil anak kamu. Mungkin benar status kamu memang bujangan, tapi hanya di KTP saja. Intinya kamu ini lelaki hidung belang yang suka mempermainkan perempuan. Terus sekarang anakku kamu jadikan korban. Jangan harap bisa berhasil ya usaha kamu itu, karena saya sebagai ibunya Mila nggak akan tinggal diam. Saya akan lapor polisi karena sudah kamu tipu!” sahut Astuti ketus.“Hah? Lapor polisi? Jangan gegabah dulu, Ma. Kita bicarakan hal ini baik-baik. Ini jelas fitnah! Saya sama sekali nggak pernah berhubungan intim dengan seorang perempuan, bahkan dengan istri saya pun belum pernah saya sentuh dia. Jadi bagaimana
Bagas dengan cepat membalas pesan Irwan.[Seperti siapa, Wan?]Armila yang sedang berkemas, menghentikan aktivitasnya ketika melihat Bagas sibuk berbalas pesan dengan seseorang. Dia lalu melangkah mendekati sang suami.“Kirim pesan ke siapa, Mas?”“Ke Irwan, Dek.”Di saat yang sama, terdengar bunyi notifikasi pesan masuk di ponsel Bagas. Pesan balasan dari Irwan.[Seperti orang yang baru saya temui, Pak. Bapak masih ingat kan kalau saya pernah bilang, Santi pernah memberi saya sebuah nama dan alamat? Dia memberikan itu agar saya bisa tanya-tanya pada orang tersebut, tentang usaha Pak Bara yang bisa memuluskan proposal sebuah proyek. Nah, hari ini saya berhasil menemuinya. Saya sudah ngomong panjang lebar sama dia dan sudah saya rekam. Setelah ini, saya akan kirimkan hasil rekaman itu ke Pak Bagas.]Seulas senyum tersungging di bibir Bagas setelah membaca pesan dari Irwan. Buru-buru dia kirimkan lagi pesan balasan untuk Irwan.[Coba kamu kirimkan juga foto perempuan itu. Supaya saya bi
Setelah beberapa menit Bagas beraksi di bibir sang istri, dia menatap Armila dengan tatapan penuh arti. Membuat Armila meremang tubuhnya.“Dek.”“Hm.”“Sudah siap belum?”Armila pun terdiam. Dia memalingkan wajahnya ke arah lain dengan wajah memanas, karena malu. Dia ingin bilang sudah, tapi canggung rasanya. Tapi kalau bilang belum siap, rasanya dia sangat berdosa pada Bagas karena pria itu berhak atas dirinya.Bagas yang melihat ekspresi sang istri, tahu kalau Armila sedang dalam mode malu-malu kucing. Akhirnya dia pun berinisiatif memulai aktivitas panas khas pasangan suami istri. Tanpa Bagas sangka, Armila tak menolak. Sehingga hujan yang malam itu turun dengan lebat, menjadi saksi bagi dua insan yang tengah memadu kasih. Malam yang dingin itu pun berubah menjadi hangat akibat percikan api asmara, yang kini bergelora pada diri dua sejoli tersebut.“Terima kasih, Sayang,” bisik Bagas ketika sudah selesai dengan aktivitas panas mereka.Armila hanya tersenyum simpul dan menutup wajah
Haryo mengangguk. “Iya, makanya Ayah sangat marah dan kecewa sama kamu. Kalau perlu perempuan, kenapa harus istri orang? Lalu sekarang kamu menikahi Armila. Tapi, dia bukan milik seseorang kan Gas? Ayah nggak mau ada masalah lagi seperti dulu. Untungnya Dedi menepati janji pada Ayah, untuk nggak memperkarakan kamu ke jalur hukum. Bagaimanapun juga anak tetap lah anak. Meski Ayah marah sama kamu sampai membuang kamu, tapi tetap nggak tega kalau kamu menghabiskan waktu di dalam penjara.”Bagas membuang napasnya kasar dan menatap Haryo dengan tatapan sendu.“Ayah, sudah aku bilang kalau aku ini nggak bersalah. Bukan aku pelakunya, Ayah! Aku sendiri nggak tahu dan nggak kenal dengan istrinya Pak Dedi. Namanya saja nggak tahu kok, masak sampai ajak dia kabur dan membawanya menginap di vila. Ini jelas ada yang ingin menghancurkan reputasiku, sehingga namaku jelek di mata Ayah dan orang lain.”“Lalu soal Armila, dia seorang gadis dan tak memiliki hubungan spesial dengan lelaki mana pun, saat