Bagas dengan cepat membalas pesan Irwan.[Seperti siapa, Wan?]Armila yang sedang berkemas, menghentikan aktivitasnya ketika melihat Bagas sibuk berbalas pesan dengan seseorang. Dia lalu melangkah mendekati sang suami.“Kirim pesan ke siapa, Mas?”“Ke Irwan, Dek.”Di saat yang sama, terdengar bunyi notifikasi pesan masuk di ponsel Bagas. Pesan balasan dari Irwan.[Seperti orang yang baru saya temui, Pak. Bapak masih ingat kan kalau saya pernah bilang, Santi pernah memberi saya sebuah nama dan alamat? Dia memberikan itu agar saya bisa tanya-tanya pada orang tersebut, tentang usaha Pak Bara yang bisa memuluskan proposal sebuah proyek. Nah, hari ini saya berhasil menemuinya. Saya sudah ngomong panjang lebar sama dia dan sudah saya rekam. Setelah ini, saya akan kirimkan hasil rekaman itu ke Pak Bagas.]Seulas senyum tersungging di bibir Bagas setelah membaca pesan dari Irwan. Buru-buru dia kirimkan lagi pesan balasan untuk Irwan.[Coba kamu kirimkan juga foto perempuan itu. Supaya saya bi
Setelah beberapa menit Bagas beraksi di bibir sang istri, dia menatap Armila dengan tatapan penuh arti. Membuat Armila meremang tubuhnya.“Dek.”“Hm.”“Sudah siap belum?”Armila pun terdiam. Dia memalingkan wajahnya ke arah lain dengan wajah memanas, karena malu. Dia ingin bilang sudah, tapi canggung rasanya. Tapi kalau bilang belum siap, rasanya dia sangat berdosa pada Bagas karena pria itu berhak atas dirinya.Bagas yang melihat ekspresi sang istri, tahu kalau Armila sedang dalam mode malu-malu kucing. Akhirnya dia pun berinisiatif memulai aktivitas panas khas pasangan suami istri. Tanpa Bagas sangka, Armila tak menolak. Sehingga hujan yang malam itu turun dengan lebat, menjadi saksi bagi dua insan yang tengah memadu kasih. Malam yang dingin itu pun berubah menjadi hangat akibat percikan api asmara, yang kini bergelora pada diri dua sejoli tersebut.“Terima kasih, Sayang,” bisik Bagas ketika sudah selesai dengan aktivitas panas mereka.Armila hanya tersenyum simpul dan menutup wajah
Haryo mengangguk. “Iya, makanya Ayah sangat marah dan kecewa sama kamu. Kalau perlu perempuan, kenapa harus istri orang? Lalu sekarang kamu menikahi Armila. Tapi, dia bukan milik seseorang kan Gas? Ayah nggak mau ada masalah lagi seperti dulu. Untungnya Dedi menepati janji pada Ayah, untuk nggak memperkarakan kamu ke jalur hukum. Bagaimanapun juga anak tetap lah anak. Meski Ayah marah sama kamu sampai membuang kamu, tapi tetap nggak tega kalau kamu menghabiskan waktu di dalam penjara.”Bagas membuang napasnya kasar dan menatap Haryo dengan tatapan sendu.“Ayah, sudah aku bilang kalau aku ini nggak bersalah. Bukan aku pelakunya, Ayah! Aku sendiri nggak tahu dan nggak kenal dengan istrinya Pak Dedi. Namanya saja nggak tahu kok, masak sampai ajak dia kabur dan membawanya menginap di vila. Ini jelas ada yang ingin menghancurkan reputasiku, sehingga namaku jelek di mata Ayah dan orang lain.”“Lalu soal Armila, dia seorang gadis dan tak memiliki hubungan spesial dengan lelaki mana pun, saat
Armila terkesiap. Mulutnya sampai terbuka sempurna saking terkejutnya setelah membaca pesan dari Astuti. Tanpa sadar dia menggelengkan kepala. Membuat Bagas mendekat.“Ada apa, Dek?”Armila tak menjawab pertanyaan suaminya. Dia hanya memperlihatkan pesan sang mama pada Bagas.Reaksi Bagas pun tak beda jauh dengan reaksi Armila. Helaan napas panjang pun terdengar tak lama setelah itu.“Kenapa ya mereka kok fitnah aku? Padahal aku nggak kenal kan sama mereka. Terus kok Tante Linda kayak biasa saja ya ketemu kita tadi. Terus mau pula foto sama kamu. Seharusnya kan dia grogi saat ketemu kita. Meski memang tadi Mas sempat lihat kalau si Riska itu agak salah tingkah saat ketemu kita. Apalagi saat kamu ngajak foto, dia agak canggung,” ucap Bagas.“Gampang saja jawabannya, Mas. Itu karena kamu menikah sama aku. Bisa jadi ini...ulahnya Om Arman. Tante Linda nggak tahu apa-apa. Makanya sikap dia biasa saja tadi sama kita,” sahut Armila.Bagas mengangguk. “Lalu sekarang bagaimana, Dek?”Belum se
Setelah mengantar istri dan ibu mertuanya, Bagas berpamitan untuk pergi menemui Irwan.Kini Bagas sudah tiba di kantornya, sebuah perusahaan transportasi online yang baru satu tahun dia rintis. Dia lantas melangkah menuju ke ruangannya.“Siska, tolong panggilkan Irwan ke ruangan saya!” titah Bagas pada sekretarisnya, ketika dia tiba di depan pintu ruang kerjanya.“Baik, Pak.”Tak lama setelah Bagas duduk di kursi kebesarannya, pintu ruangan diketuk seseorang.“Masuk!”Pintu pun terbuka dan menampilkan sosok Irwan diambang pintu. Sedetik kemudian, pria itu masuk ke dalam ruangan dan duduk di sebuah kursi yang tersedia di depan meja kerja Bagas.“Ada info apa, Wan?” tanya Bagas tanpa basa-basi.“Saya tadi bertemu dengan wanita yang bernama Meta, Pak. Banyak informasi yang saya dapat dari dia,” sahut Irwan.“Siapa itu Meta?” tanya Bagas dengan kening yang berkerut.“Dia itu wanita yang Santi berikan alamat rumahnya pada saya beberapa waktu yang lalu. Tadi saya mendatangi rumahnya, dan ak
“Ke apartemen Bara? Kamu yakin ini ulah Bara, Wan?” tanya Bagas dengan tatapan lekat pada Irwan.Irwan menghela napas seraya berkata, “Namanya juga usaha, Pak. Soalnya Santi pernah bilang saat ketemu saya tempo hari. Dia bilang, Pak Bara ingin memiliki apa yang menjadi milik Pak Bagas! Itu yang pernah dikatakan Pak Bara pada Santi.”Kedua mata Bagas sontak membulat sempurna. Napasnya mulai memburu, karena dirinya pun mulai diselimuti emosi.“Ok, sekarang kita langsung ke apartemen Bara! Awas saja kalau dia sampai macam-macam pada istriku! Kita gunakan mobilku, Wan. Kamu yang setir!” titah Bagas, yang langsung diangguki oleh Irwan.Kedua pria itu lantas keluar dari ruang kerja Bagas, dan berjalan tergesa menuju ke lift yang akan membawa mereka langsung menuju ke parkiran basement perkantoran itu.Kini mereka sudah berada di dalam mobil Bagas. Di dalam mobil Bagas gelisah tak karuan sebentar-sebentar dia melihat ke arloji di pergelangan tangan kirinya. Rasanya waktu berjalan lambat, sed
Bagas mengusap wajahnya kasar. Dia berjalan mondar-mandir di samping mobilnya. Dia menatap Irwan yang sedang asyik berbincang dengan orang suruhannya di telepon.“Bagas! Kamu masih di situ kan?” terdengar suara Haryo di seberang sana, ketika Bagas tak memberi tanggapan setelah beberapa menit menunggu.“Eh, iya. Aku masih ada di sini. Aku sedang bingung soalnya, Yah,” sahut Bagas jujur, dengan tujuan ingin mengetahui respons Bara yang sedang ada bersama sang ayah.“Bingung kenapa?” tanya Haryo.“Istriku hilang, Yah. Tadi izin beli bakso. Tapi, belum pulang juga sampai sekarang. Aku sudah cari dibantu oleh Irwan, tapi belum ketemu juga. Apa mungkin Bara ada di balik hilangnya istriku? Karena dia kan selalu ingin memiliki apa yang aku punya,” sahut Bagas yang sengaja berkata seperti itu, karena ingin memancing reaksi Bara. Bisa saja Bara menyuruh orang lain selain Yasir atau anak buahnya. Mudah bagi Bara untuk menyuruh orang. Begitu menurut pemikiran Bagas.Bagas menunggu sesaat reaksi B
Sementara itu di tempat lain tepatnya di sebuah rumah yang ada di pinggiran kota perbatasan Jakarta dan Bogor, tampak seorang wanita cantik sedang terbaring di atas lantai yang hanya beralaskan tikar. Wanita itu sedang tertidur pulas dengan kedua tangannya dalam kondisi terikat.Sedangkan di luar kamar tampak dua orang pria sedang asyik menikmati bakso.“Mantap ini namanya. Kita disuruh mencul1k perempuan itu, eh ada bonus bakso. Malah enak banget ini bakso nya. Ini sisa satu bungkus, kita kasih ke perempuan itu atau kita habiskan saja berdua. Sumpah ini bakso enak banget rasanya. Jadi kepengen tambah,” ucap salah seorang dari dua pria itu.“Kasih ke perempuan itu saja, Pri. Kasihan dia pasti nanti lapar kalau sudah siuman. Bakso ini kan dia yang beli tadi. Nanti kamu kasih saja mangkok sama sendok. Biar dia buka sendiri bungkus bakso ini. Kalau kita yang buka, nanti dikira dikasih racun itu bakso nya. Tugas kita kan hanya menye kap dia saja di sini. Selanjutnya tunggu instruksi dari
“Bagaimana hasil tes nya, Yah? Apa benar anak yang dilahirkan Santi adalah anaknya Bara?” tanya Bagas setelah Haryo tiba di rumah.Haryo tersenyum dan menggelengkan kepalanya. “Nggak! Entah anak siapa itu? Tapi, Ayah sudah kasih kompensasi kok sama dia sebesar lima milyar. Setelah itu, kita nggak ada hubungan apa-apa lagi dengan dia.”“Syukurlah kalau ternyata anak itu bukan anaknya Bara,” timpal Armila, yang membuat semua yang ada di ruangan itu mengalihkan tatapan padanya.“Kenapa memangnya, Dek?” tanya Bagas dengan kening berkerut.“Ya...dia kan jadi nggak ada akses untuk datang dan masuk ke keluarga besar kamu, Mas. Aku melihat adanya ancaman kalau dia bisa masuk ke dalam keluarga ini,” sahut Armila kalem.“Tenang, Armila. Bunda nggak akan berdiam diri kalau itu terjadi. Cukup satu orang saja yang pernah menjadi duri di keluarga ini. Bunda nggak akan membiarkan duri lain melukai hati menantu Bunda.” Hesti berkata sambil menepuk pelan pundak Armila, berusaha menenangkan hati menant
Beberapa menit kemudian, Haryo dan Bayu sudah tiba di depan laboratorium. Di sana juga sudah hadir Santi, yang kali ini ditemani oleh ibunya. Tak lama, petugas laboratorium memanggil nama Haryo dan menyerahkan hasil tes DNA.Haryo lalu kembali duduk di kursi yang ada di depan loket penerimaan hasil tes. Jemari Haryo dengan cepat merobek amplop tersebut, untuk segera tahu hasilnya.Sementara itu, Santi tampak agak cemas menunggu Haryo mengeluarkan kertas tersebut.‘Semoga bayiku memang benar anaknya Bara. Supaya masa depannya terjamin. Tentu akan bangga kalau menjadi bagian dari keluarga itu,’ ucap Santi dalam hati.Jantung Santi kini berdegup kencang kala Haryo mulai membuka lipatan kertas hasil tes DNA. Dia menahan napas kala melihat Haryo menghela napas panjang. Santi dengan sabar menunggu Haryo berkata sesuatu padanya. Tapi hingga lima menit berlalu, Haryo masih bungkam. Hanya hembusan napas kasar yang keluar dari bibirnya.“Bagaimana hasilnya, Om?” tanya Santi yang mulai tak sabar
Haryo terdiam. Dia bingung harus menjawabnya, karena hatinya masih meragu. Namun, tatapan Santi yang terus ke arahnya, mau tak mau Haryo berucap juga.“Baiklah, nanti saya akan beri nama kalau sudah tahu hasil tes DNA. Sekarang Bayu sedang mengurus administrasinya, agar saya dan anak kamu bisa melakukan tes DNA, Santi,” sahut Haryo, yang membuat Santi menghela napas panjang.Beberapa menit kemudian, Bayu pun tiba di ruangan itu. Dia lalu meminta Haryo dan bayinya Santi untuk ke laboratorium, untuk melakukan tes DNA.Akhirnya, mereka pun bergegas ke laboratorium.Sementara itu di tempat lain, tepatnya di rumah keluarga Bagas. Tampak di rumah itu kedatangan seorang wanita pemilik event organizer, yang sekaligus sahabat dari Hesti. Wanita itu diminta Hesti datang, untuk membicarakan acara tujuh bulanan Armila.“Wah, cucu kamu sudah mau tambah satu lagi. Selamat ya, Hes. Kebetulan juga kesehatan kamu sudah semakin membaik sekarang,” ucap Indah-sahabat Hesti.“Iya, alhamdulillah. Oh ya, na
“Mas, kita pulang sekarang, yuk! Aku capek, mau istirahat,” ajak Armila, yang langsung diangguki oleh sang suami.“Ayo, Dek!” sahut Bagas. Dia lalu menoleh pada Santi yang masih cemberut. “San, aku duluan. Semoga operasi caesar nya nanti berjalan lancar. Nanti aku kasih tahu ayah kalau kamu sudah mau lahiran. Biar ayah mengatur waktunya untuk tes DNA.”Santi mengangguk lemah secara berkata, “Iya, dan terima kasih atas doanya. Oh ya, kasih tahu istri kamu tuh. Jangan ketus-ketus jadi orang.”Bagas hanya tertawa kecil mendengar kalimat terakhir yang Santi lontarkan. Di saat yang sama, Armila hanya tersenyum mendengar kata-kata Santi barusan.“Istriku aslinya nggak ketus kok, San. Dia baik hati orangnya. Makanya aku jatuh cinta sama dia. Selain cantik, dia juga baik. Mungkin tadi itu karena dia capek saja. Maklum saja namanya juga ibu hamil,” sahut Bagas ramah. Dia lalu menggandeng tangan Armila seraya berkata pada sang istri, “Yuk, kita pulang sekarang!”Armila mengangguk dan mengeratka
Bagas yang gemas pada sikap sang istri, lantas mendekatinya. “Apa sih yang kamu lihat di situ, Dek? Kayaknya asyik banget sampai nggak mau menoleh ke arah Mas.”“Ini lho, Mas. Aku sedang cari nama bayi perempuan dan bayi lelaki. Soalnya kan anak kita belum ketahuan jenis kelaminnya. Jadi harus siapin dua nama dong.”“Terus sudah dapat?” tanya Bagas kalem.“Belum. Pusing aku jadinya, Mas. Nama-namanya pada bagus semua. Bingung pilih yang mana.”“Sudah, nggak usah bingung. Mas sudah siapin kok nama untuk anak kita nanti. Sekarang kita berangkat saja ke rumah sakit, yuk! Semoga saja USG kali ini bisa kelihatan jenis kelamin anak kita,” sahut Bagas. Dia lalu merangkul pundak Armila dan mengecup kening wanitanya itu.“Siapa namanya, Mas? Jadi penasaran aku.”“Ada saja. Nanti juga kamu akan tahu, Dek.” Bagas senyum-senyum sambil menggandeng tangan Armila keluar kamar.“Ish, kok main rahasia begitu sama istrinya. Siapa namanya, Mas? Kasih tahu dong ke aku sekarang. Kepo kan aku jadinya,” cel
“Siapa mamanya Bara, Mil?”“Beliau adalah istri kedua ayahnya Mas Bagas, Ma.”Astuti tersentak dan melanjutkan lagi bisikannya. “Kamu harus hati-hati menjaga Bagas, Mil. Jangan sampai dia menuruni sifat ayahnya yang poligami. Pokoknya kamu harus jagain Bagas biar nggak kecantol sama perempuan lain.”Rupanya bisikan Astuti yang terakhir itu agak keras, sehingga sempat terdengar oleh Bagas.Bagas tersenyum mendengar bisikan ibu mertuanya, yang sempat dia dengar barusan. Dia yang berjalan di depan, lalu membalikkan tubuhnya menghadap ke arah Armila dan Astuti.“Insya Allah, saya nggak akan berpaling ke lain hati, Ma. Saya sendiri sudah pernah merasakan sakitnya dikhianati. Jadi saya juga nggak akan berbuat hal seperti itu pada istri saya ini. Saya sudah dibuat jatuh cinta pada anak Mama ini, dan itu akan saya jaga agar Dek Armi nggak kecewa sudah menerima saya sebagai suami,” ucap Bagas sungguh-sungguh, dan tentu saja disertai dengan senyumannya yang khas.“Alhamdulillah, kalau kamu suda
“Alhamdulillah, akhirnya Bu Astuti mau punya cucu juga kayak teman-temannya,” sahut si bibi, yang diangguki oleh Astuti.“Iya dong, Bi. Memangnya mereka saja yang bisa punya cucu. Saya juga bisa,” sahut Astuti jumawa. Setelah berkata, dia lalu melenggang pergi meninggalkan dapur menuju ke kamarnya. Tak lupa, dia pun mengirim pesan pada Armila kalau pesanannya sudah jadi dan siap diantar.[Ya sudah, nanti sopir Mas Bagas yang akan jemput Mama. Aku juga kangen sama Mama. Nanti yang lama ya di sini nya. Kebetulan ini Mas Bagas sedang teler, Ma. Aku yang hamil, tapi dia yang pusing dan mual. Memang suami keren dia. Sayang banget sama istrinya, sampai pusing dan mual pun dia wakili.]Astuti mengerutkan keningnya setelah membaca pesan dari Armila.“Bagas yang ngidam? Wih, enak dong itu si Mila. Ngidamnya diwakilkan. Untung aku dulu merestui Bagas sebagai menantu. Nggak salah juga kan aku memberi restu. Orangnya baik, sayang dan cinta sama anakku. Pastinya, dia ternyata bukan sopir biasa. Ta
Hesti mengangguk sambil tersenyum. “Bisa. Oh iya, aku mau kasih kabar baik. Aku sebentar lagi mau tambah cucunya. Nanti kalau kamu sudah sembuh, main ke rumahku. Aku kenalkan dengan istrinya Bagas.”“Iya, Mbak. Semoga aku cepat sembuh dan bisa pulang ke rumah secepatnya.”“Aamiin. Sudah dulu ya, Dew. Aku mau terapi dulu. Itu terapisnya sudah datang,” ucap Hesti.“Ok, Mbak.”Setelah itu, sambungan video call tersebut pun berakhir. Bersamaan dengan berakhirnya video call tersebut, terdengar notifikasi pesan masuk dari relasi bisnis Haryo.Dewi pun seketika membuka dan membaca isi pesan tersebut.[Pak Haryo, saya turut berduka cita atas meninggalnya anak Bapak, Bara. Saya baru tahu hari ini, setelah anak saya memberitahu perihal kematian Bara. Maklum ya, Pak, selama beberapa bulan ini saya berada di Amerika. Sekali lagi, saya dan istri mengucapkan bela sungkawa sedalam-dalamnya. Semoga amal ibadah Bara diterima oleh Allah SWT, dan tenang di alam sana. Aamiin.]Tangan Dewi gemetar hebat s
“Memang dilema juga ya, Pak. Dari tadi memang istri Bapak selalu menanyakan perihal Bapak dan anaknya. Menurut saya, untuk saat ini sebaiknya Bapak jangan mengatakan dulu perihal anak Bapak. Kalau Bu Dewi tahu yang sebenarnya, bisa dipastikan akan syok dan itu tentu saja akan mengganggu kesehatannya yang belum pulih benar. Jadi beri saja alasan bahwa sekarang anak Bapak sedang tidak ada di Jakarta,” sahut dokter panjang lebar.Haryo pun manggut-manggut seraya berkata, “Baik, saya akan ikuti saran Dokter. Oh ya, bagaimana dengan perkembangan kesehatan istri saya, Dok?”Dokter Wahyu menghela napas panjang sebelum menjawab pertanyaan Haryo.“Seperti yang Pak Haryo ketahui, kalau tumor yang ada di tubuh Bu Dewi sudah menyebar ke beberapa bagian tubuh. Tapi tadi setelah saya periksa, ada kemajuannya meski sedikit. Jadi sekarang istri Bapak sudah dipindah ke ruang rawat. Perbanyak doa saja, Pak, semoga Bu Dewi diberi kesembuhan. Kami di sini akan berusaha semaksimal mungkin, tapi semua kan