Home / Romansa / Bukan Sopir Biasa / 25. Menemui Linda

Share

25. Menemui Linda

Author: Yetti S
last update Last Updated: 2024-09-02 09:47:00

Armila terkesiap. Mulutnya sampai terbuka sempurna saking terkejutnya setelah membaca pesan dari Astuti. Tanpa sadar dia menggelengkan kepala. Membuat Bagas mendekat.

“Ada apa, Dek?”

Armila tak menjawab pertanyaan suaminya. Dia hanya memperlihatkan pesan sang mama pada Bagas.

Reaksi Bagas pun tak beda jauh dengan reaksi Armila. Helaan napas panjang pun terdengar tak lama setelah itu.

“Kenapa ya mereka kok fitnah aku? Padahal aku nggak kenal kan sama mereka. Terus kok Tante Linda kayak biasa saja ya ketemu kita tadi. Terus mau pula foto sama kamu. Seharusnya kan dia grogi saat ketemu kita. Meski memang tadi Mas sempat lihat kalau si Riska itu agak salah tingkah saat ketemu kita. Apalagi saat kamu ngajak foto, dia agak canggung,” ucap Bagas.

“Gampang saja jawabannya, Mas. Itu karena kamu menikah sama aku. Bisa jadi ini...ulahnya Om Arman. Tante Linda nggak tahu apa-apa. Makanya sikap dia biasa saja tadi sama kita,” sahut Armila.

Bagas mengangguk. “Lalu sekarang bagaimana, Dek?”

Belum se
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Bukan Sopir Biasa   26. Sebuah Informasi

    Setelah mengantar istri dan ibu mertuanya, Bagas berpamitan untuk pergi menemui Irwan.Kini Bagas sudah tiba di kantornya, sebuah perusahaan transportasi online yang baru satu tahun dia rintis. Dia lantas melangkah menuju ke ruangannya.“Siska, tolong panggilkan Irwan ke ruangan saya!” titah Bagas pada sekretarisnya, ketika dia tiba di depan pintu ruang kerjanya.“Baik, Pak.”Tak lama setelah Bagas duduk di kursi kebesarannya, pintu ruangan diketuk seseorang.“Masuk!”Pintu pun terbuka dan menampilkan sosok Irwan diambang pintu. Sedetik kemudian, pria itu masuk ke dalam ruangan dan duduk di sebuah kursi yang tersedia di depan meja kerja Bagas.“Ada info apa, Wan?” tanya Bagas tanpa basa-basi.“Saya tadi bertemu dengan wanita yang bernama Meta, Pak. Banyak informasi yang saya dapat dari dia,” sahut Irwan.“Siapa itu Meta?” tanya Bagas dengan kening yang berkerut.“Dia itu wanita yang Santi berikan alamat rumahnya pada saya beberapa waktu yang lalu. Tadi saya mendatangi rumahnya, dan ak

    Last Updated : 2024-09-03
  • Bukan Sopir Biasa   27. Pencarian

    “Ke apartemen Bara? Kamu yakin ini ulah Bara, Wan?” tanya Bagas dengan tatapan lekat pada Irwan.Irwan menghela napas seraya berkata, “Namanya juga usaha, Pak. Soalnya Santi pernah bilang saat ketemu saya tempo hari. Dia bilang, Pak Bara ingin memiliki apa yang menjadi milik Pak Bagas! Itu yang pernah dikatakan Pak Bara pada Santi.”Kedua mata Bagas sontak membulat sempurna. Napasnya mulai memburu, karena dirinya pun mulai diselimuti emosi.“Ok, sekarang kita langsung ke apartemen Bara! Awas saja kalau dia sampai macam-macam pada istriku! Kita gunakan mobilku, Wan. Kamu yang setir!” titah Bagas, yang langsung diangguki oleh Irwan.Kedua pria itu lantas keluar dari ruang kerja Bagas, dan berjalan tergesa menuju ke lift yang akan membawa mereka langsung menuju ke parkiran basement perkantoran itu.Kini mereka sudah berada di dalam mobil Bagas. Di dalam mobil Bagas gelisah tak karuan sebentar-sebentar dia melihat ke arloji di pergelangan tangan kirinya. Rasanya waktu berjalan lambat, sed

    Last Updated : 2024-09-03
  • Bukan Sopir Biasa   28. Teka-Teki

    Bagas mengusap wajahnya kasar. Dia berjalan mondar-mandir di samping mobilnya. Dia menatap Irwan yang sedang asyik berbincang dengan orang suruhannya di telepon.“Bagas! Kamu masih di situ kan?” terdengar suara Haryo di seberang sana, ketika Bagas tak memberi tanggapan setelah beberapa menit menunggu.“Eh, iya. Aku masih ada di sini. Aku sedang bingung soalnya, Yah,” sahut Bagas jujur, dengan tujuan ingin mengetahui respons Bara yang sedang ada bersama sang ayah.“Bingung kenapa?” tanya Haryo.“Istriku hilang, Yah. Tadi izin beli bakso. Tapi, belum pulang juga sampai sekarang. Aku sudah cari dibantu oleh Irwan, tapi belum ketemu juga. Apa mungkin Bara ada di balik hilangnya istriku? Karena dia kan selalu ingin memiliki apa yang aku punya,” sahut Bagas yang sengaja berkata seperti itu, karena ingin memancing reaksi Bara. Bisa saja Bara menyuruh orang lain selain Yasir atau anak buahnya. Mudah bagi Bara untuk menyuruh orang. Begitu menurut pemikiran Bagas.Bagas menunggu sesaat reaksi B

    Last Updated : 2024-09-04
  • Bukan Sopir Biasa   29. Keberadaan Armila

    Sementara itu di tempat lain tepatnya di sebuah rumah yang ada di pinggiran kota perbatasan Jakarta dan Bogor, tampak seorang wanita cantik sedang terbaring di atas lantai yang hanya beralaskan tikar. Wanita itu sedang tertidur pulas dengan kedua tangannya dalam kondisi terikat.Sedangkan di luar kamar tampak dua orang pria sedang asyik menikmati bakso.“Mantap ini namanya. Kita disuruh mencul1k perempuan itu, eh ada bonus bakso. Malah enak banget ini bakso nya. Ini sisa satu bungkus, kita kasih ke perempuan itu atau kita habiskan saja berdua. Sumpah ini bakso enak banget rasanya. Jadi kepengen tambah,” ucap salah seorang dari dua pria itu.“Kasih ke perempuan itu saja, Pri. Kasihan dia pasti nanti lapar kalau sudah siuman. Bakso ini kan dia yang beli tadi. Nanti kamu kasih saja mangkok sama sendok. Biar dia buka sendiri bungkus bakso ini. Kalau kita yang buka, nanti dikira dikasih racun itu bakso nya. Tugas kita kan hanya menye kap dia saja di sini. Selanjutnya tunggu instruksi dari

    Last Updated : 2024-09-04
  • Bukan Sopir Biasa   30. Usaha Armila

    Armila menatap sebungkus bakso yang di plastiknya menempel lemak karena bakso tersebut sudah dingin. Perutnya pun sudah keroncongan saat ini. Namun, keraguan masih ada di benaknya. Sehingga dia maju mundur untuk mulai membuka plastik pembungkus bakso tersebut. Dia perhatikan ikatan pembungkus plastik itu yang masih tampak rapi seperti semula. Tak tampak kalau ikatannya telah dibuka sebelumnya.“Kalau dilihat ikatan plastik ini sih, kayaknya belum sempat dibuka. Masih sama seperti yang abang tukang bakso pertama kali membungkus. Masih rapi. Kayaknya sih aman. Perut sudah bunyi pula. Sudah lah makan saja, bismillah,” gumam Armila seorang diri.Armila lalu mulai membuka ikatan pada plastik pembungkus bakso tersebut. Dia lalu menghidu aroma bakso itu selama beberapa detik.“Kayaknya nggak ada aroma obat-obatan. Kalau dikasih obat, pasti aroma baksonya agak beda. Ini nggak kok, aroma bakso seratus persen. Insya Allah sih aman.”Armila lalu menuangkan bakso ke dalam mangkuk, kemudian mulai

    Last Updated : 2024-09-05
  • Bukan Sopir Biasa   31. Pertolongan

    Sinar mentari perlahan tampak dari ufuk timur, ketika kepala Armila secara tak sengaja terantuk di batang pohon. Entah sudah berapa lama Armila tertidur di bawah pohon besar, selama menunggu munculnya sang mentari.Tubuhnya menggigil hebat karena rasa dingin yang menusuk tulang. Dia perlahan beranjak dari tempat itu dan menatap ke sekeliling, yang ternyata sebuah perkebunan yang cukup luas.“Ya Tuhan, aku harus ke arah mana ini untuk bisa keluar dari tempat ini.” Armila berkata sambil menatap arloji di pergelangan tangan kirinya yang menunjukkan pukul setengah enam pagi kurang lima menit.“Aku harus secepatnya meninggalkan tempat ini sebelum dua orang itu menyadari, kalau aku sudah nggak ada lagi di rumah itu.”Armila lalu berjalan ke arah sebelah kanan dia berdiri saat ini. Dia mengikuti nalurinya yang mengatakan harus berjalan ke arah kanan. Tak dia hiraukan rasa pening di kepalanya dan tubuhnya yang terasa panas karena demam. Langkahnya semakin dia percepat ketika suasana mulai tam

    Last Updated : 2024-09-05
  • Bukan Sopir Biasa   32. Pertemuan

    Pria yang mengejar Armila kini menghela napas panjang. Dia terdiam sambil menatap tajam ke arah Armila, yang bersembunyi di balik punggung pria itu. Hingga akhirnya dia menganggukkan kepalanya.“Baiklah, saya ambil mobil saya dulu. Bapak dan dia bisa jalan terlebih dulu. Nanti saya menyusul.”“Tahu letak kantor polisinya kan?”“Tahu, Pak. Setelah melewati jalan ini dan ketemu jalan raya, belok kan sebelah kiri dan di jarak sekitar seratus meter ada kantor polisi. Di sana kan nanti Bapak akan membawa dia,” ucap pria itu dengan dagu terarah pada Armila.“Betul, Pak. Baik kami jalan duluan. Nanti kita ketemu saja di kantor polisi.”“Iya, saya ambil mobil dulu.”Setelah pria itu berlalu, Armila keluar dari persembunyiannya di balik punggung pria yang akan mengantar ke kantor polisi.“Terima kasih ya, Pak. Sudah bersedia membantu saya,” ucap Armila lirih.“Sama-sama, Mbak. Ayo, kita jalan sekarang! Mumpung masih pagi, karena saya juga akan berangkat kerja ke pabrik,” sahut pria itu, yang d

    Last Updated : 2024-09-06
  • Bukan Sopir Biasa   33. Healing

    Dedi seketika menghentikan langkahnya dan menoleh ke arah sumber suara. Dia terkejut ketika melihat Bagas ada di hadapannya saat ini.“Bagas,” ucap Dedi dengan sorot mata tak percaya. Dia mengerjap untuk sesaat.“Iya, Pak. Apa kabar?” sapa Bagas dengan tangan terulur untuk bersalaman dengan Dedi.Dedi menyambut tangan Bagas seraya berkata, “Alhamdulillah, kabar saya baik.”“Bapak di sini sedang berobat juga?” tanya Bagas memastikan, sekaligus menuntaskan rasa penasarannya dengan keberadaan Dedi di rumah sakit tersebut.Dedi seketika salah tingkah dengan pertanyaan Bagas. Dia tersenyum canggung pada pria, yang merupakan anak dari pemilik perusahaan tempatnya bekerja.“Eh, i-iya. Asma saya kumat tadi, dan obat saya tinggal sedikit. Jadi saya tadi kontrol ke dokter untuk minta resep obat,” sahut Dedi, masih dengan senyumannya yang canggung.“Oh...ternyata Pak Dedi punya riwayat penyakit asma, ya. Saya baru tahu soal itu,” sahut Bagas.“Biasanya sih sudah jarang kumat. Cuma di sini kan ud

    Last Updated : 2024-09-06

Latest chapter

  • Bukan Sopir Biasa   Bab. 61

    “Bagaimana hasil tes nya, Yah? Apa benar anak yang dilahirkan Santi adalah anaknya Bara?” tanya Bagas setelah Haryo tiba di rumah.Haryo tersenyum dan menggelengkan kepalanya. “Nggak! Entah anak siapa itu? Tapi, Ayah sudah kasih kompensasi kok sama dia sebesar lima milyar. Setelah itu, kita nggak ada hubungan apa-apa lagi dengan dia.”“Syukurlah kalau ternyata anak itu bukan anaknya Bara,” timpal Armila, yang membuat semua yang ada di ruangan itu mengalihkan tatapan padanya.“Kenapa memangnya, Dek?” tanya Bagas dengan kening berkerut.“Ya...dia kan jadi nggak ada akses untuk datang dan masuk ke keluarga besar kamu, Mas. Aku melihat adanya ancaman kalau dia bisa masuk ke dalam keluarga ini,” sahut Armila kalem.“Tenang, Armila. Bunda nggak akan berdiam diri kalau itu terjadi. Cukup satu orang saja yang pernah menjadi duri di keluarga ini. Bunda nggak akan membiarkan duri lain melukai hati menantu Bunda.” Hesti berkata sambil menepuk pelan pundak Armila, berusaha menenangkan hati menant

  • Bukan Sopir Biasa   Bab. 60

    Beberapa menit kemudian, Haryo dan Bayu sudah tiba di depan laboratorium. Di sana juga sudah hadir Santi, yang kali ini ditemani oleh ibunya. Tak lama, petugas laboratorium memanggil nama Haryo dan menyerahkan hasil tes DNA.Haryo lalu kembali duduk di kursi yang ada di depan loket penerimaan hasil tes. Jemari Haryo dengan cepat merobek amplop tersebut, untuk segera tahu hasilnya.Sementara itu, Santi tampak agak cemas menunggu Haryo mengeluarkan kertas tersebut.‘Semoga bayiku memang benar anaknya Bara. Supaya masa depannya terjamin. Tentu akan bangga kalau menjadi bagian dari keluarga itu,’ ucap Santi dalam hati.Jantung Santi kini berdegup kencang kala Haryo mulai membuka lipatan kertas hasil tes DNA. Dia menahan napas kala melihat Haryo menghela napas panjang. Santi dengan sabar menunggu Haryo berkata sesuatu padanya. Tapi hingga lima menit berlalu, Haryo masih bungkam. Hanya hembusan napas kasar yang keluar dari bibirnya.“Bagaimana hasilnya, Om?” tanya Santi yang mulai tak sabar

  • Bukan Sopir Biasa   Bab. 59

    Haryo terdiam. Dia bingung harus menjawabnya, karena hatinya masih meragu. Namun, tatapan Santi yang terus ke arahnya, mau tak mau Haryo berucap juga.“Baiklah, nanti saya akan beri nama kalau sudah tahu hasil tes DNA. Sekarang Bayu sedang mengurus administrasinya, agar saya dan anak kamu bisa melakukan tes DNA, Santi,” sahut Haryo, yang membuat Santi menghela napas panjang.Beberapa menit kemudian, Bayu pun tiba di ruangan itu. Dia lalu meminta Haryo dan bayinya Santi untuk ke laboratorium, untuk melakukan tes DNA.Akhirnya, mereka pun bergegas ke laboratorium.Sementara itu di tempat lain, tepatnya di rumah keluarga Bagas. Tampak di rumah itu kedatangan seorang wanita pemilik event organizer, yang sekaligus sahabat dari Hesti. Wanita itu diminta Hesti datang, untuk membicarakan acara tujuh bulanan Armila.“Wah, cucu kamu sudah mau tambah satu lagi. Selamat ya, Hes. Kebetulan juga kesehatan kamu sudah semakin membaik sekarang,” ucap Indah-sahabat Hesti.“Iya, alhamdulillah. Oh ya, na

  • Bukan Sopir Biasa   Bab. 58

    “Mas, kita pulang sekarang, yuk! Aku capek, mau istirahat,” ajak Armila, yang langsung diangguki oleh sang suami.“Ayo, Dek!” sahut Bagas. Dia lalu menoleh pada Santi yang masih cemberut. “San, aku duluan. Semoga operasi caesar nya nanti berjalan lancar. Nanti aku kasih tahu ayah kalau kamu sudah mau lahiran. Biar ayah mengatur waktunya untuk tes DNA.”Santi mengangguk lemah secara berkata, “Iya, dan terima kasih atas doanya. Oh ya, kasih tahu istri kamu tuh. Jangan ketus-ketus jadi orang.”Bagas hanya tertawa kecil mendengar kalimat terakhir yang Santi lontarkan. Di saat yang sama, Armila hanya tersenyum mendengar kata-kata Santi barusan.“Istriku aslinya nggak ketus kok, San. Dia baik hati orangnya. Makanya aku jatuh cinta sama dia. Selain cantik, dia juga baik. Mungkin tadi itu karena dia capek saja. Maklum saja namanya juga ibu hamil,” sahut Bagas ramah. Dia lalu menggandeng tangan Armila seraya berkata pada sang istri, “Yuk, kita pulang sekarang!”Armila mengangguk dan mengeratka

  • Bukan Sopir Biasa   Bab. 57

    Bagas yang gemas pada sikap sang istri, lantas mendekatinya. “Apa sih yang kamu lihat di situ, Dek? Kayaknya asyik banget sampai nggak mau menoleh ke arah Mas.”“Ini lho, Mas. Aku sedang cari nama bayi perempuan dan bayi lelaki. Soalnya kan anak kita belum ketahuan jenis kelaminnya. Jadi harus siapin dua nama dong.”“Terus sudah dapat?” tanya Bagas kalem.“Belum. Pusing aku jadinya, Mas. Nama-namanya pada bagus semua. Bingung pilih yang mana.”“Sudah, nggak usah bingung. Mas sudah siapin kok nama untuk anak kita nanti. Sekarang kita berangkat saja ke rumah sakit, yuk! Semoga saja USG kali ini bisa kelihatan jenis kelamin anak kita,” sahut Bagas. Dia lalu merangkul pundak Armila dan mengecup kening wanitanya itu.“Siapa namanya, Mas? Jadi penasaran aku.”“Ada saja. Nanti juga kamu akan tahu, Dek.” Bagas senyum-senyum sambil menggandeng tangan Armila keluar kamar.“Ish, kok main rahasia begitu sama istrinya. Siapa namanya, Mas? Kasih tahu dong ke aku sekarang. Kepo kan aku jadinya,” cel

  • Bukan Sopir Biasa   Bab. 56

    “Siapa mamanya Bara, Mil?”“Beliau adalah istri kedua ayahnya Mas Bagas, Ma.”Astuti tersentak dan melanjutkan lagi bisikannya. “Kamu harus hati-hati menjaga Bagas, Mil. Jangan sampai dia menuruni sifat ayahnya yang poligami. Pokoknya kamu harus jagain Bagas biar nggak kecantol sama perempuan lain.”Rupanya bisikan Astuti yang terakhir itu agak keras, sehingga sempat terdengar oleh Bagas.Bagas tersenyum mendengar bisikan ibu mertuanya, yang sempat dia dengar barusan. Dia yang berjalan di depan, lalu membalikkan tubuhnya menghadap ke arah Armila dan Astuti.“Insya Allah, saya nggak akan berpaling ke lain hati, Ma. Saya sendiri sudah pernah merasakan sakitnya dikhianati. Jadi saya juga nggak akan berbuat hal seperti itu pada istri saya ini. Saya sudah dibuat jatuh cinta pada anak Mama ini, dan itu akan saya jaga agar Dek Armi nggak kecewa sudah menerima saya sebagai suami,” ucap Bagas sungguh-sungguh, dan tentu saja disertai dengan senyumannya yang khas.“Alhamdulillah, kalau kamu suda

  • Bukan Sopir Biasa   Bab. 55

    “Alhamdulillah, akhirnya Bu Astuti mau punya cucu juga kayak teman-temannya,” sahut si bibi, yang diangguki oleh Astuti.“Iya dong, Bi. Memangnya mereka saja yang bisa punya cucu. Saya juga bisa,” sahut Astuti jumawa. Setelah berkata, dia lalu melenggang pergi meninggalkan dapur menuju ke kamarnya. Tak lupa, dia pun mengirim pesan pada Armila kalau pesanannya sudah jadi dan siap diantar.[Ya sudah, nanti sopir Mas Bagas yang akan jemput Mama. Aku juga kangen sama Mama. Nanti yang lama ya di sini nya. Kebetulan ini Mas Bagas sedang teler, Ma. Aku yang hamil, tapi dia yang pusing dan mual. Memang suami keren dia. Sayang banget sama istrinya, sampai pusing dan mual pun dia wakili.]Astuti mengerutkan keningnya setelah membaca pesan dari Armila.“Bagas yang ngidam? Wih, enak dong itu si Mila. Ngidamnya diwakilkan. Untung aku dulu merestui Bagas sebagai menantu. Nggak salah juga kan aku memberi restu. Orangnya baik, sayang dan cinta sama anakku. Pastinya, dia ternyata bukan sopir biasa. Ta

  • Bukan Sopir Biasa   Bab. 54

    Hesti mengangguk sambil tersenyum. “Bisa. Oh iya, aku mau kasih kabar baik. Aku sebentar lagi mau tambah cucunya. Nanti kalau kamu sudah sembuh, main ke rumahku. Aku kenalkan dengan istrinya Bagas.”“Iya, Mbak. Semoga aku cepat sembuh dan bisa pulang ke rumah secepatnya.”“Aamiin. Sudah dulu ya, Dew. Aku mau terapi dulu. Itu terapisnya sudah datang,” ucap Hesti.“Ok, Mbak.”Setelah itu, sambungan video call tersebut pun berakhir. Bersamaan dengan berakhirnya video call tersebut, terdengar notifikasi pesan masuk dari relasi bisnis Haryo.Dewi pun seketika membuka dan membaca isi pesan tersebut.[Pak Haryo, saya turut berduka cita atas meninggalnya anak Bapak, Bara. Saya baru tahu hari ini, setelah anak saya memberitahu perihal kematian Bara. Maklum ya, Pak, selama beberapa bulan ini saya berada di Amerika. Sekali lagi, saya dan istri mengucapkan bela sungkawa sedalam-dalamnya. Semoga amal ibadah Bara diterima oleh Allah SWT, dan tenang di alam sana. Aamiin.]Tangan Dewi gemetar hebat s

  • Bukan Sopir Biasa   Bab. 53

    “Memang dilema juga ya, Pak. Dari tadi memang istri Bapak selalu menanyakan perihal Bapak dan anaknya. Menurut saya, untuk saat ini sebaiknya Bapak jangan mengatakan dulu perihal anak Bapak. Kalau Bu Dewi tahu yang sebenarnya, bisa dipastikan akan syok dan itu tentu saja akan mengganggu kesehatannya yang belum pulih benar. Jadi beri saja alasan bahwa sekarang anak Bapak sedang tidak ada di Jakarta,” sahut dokter panjang lebar.Haryo pun manggut-manggut seraya berkata, “Baik, saya akan ikuti saran Dokter. Oh ya, bagaimana dengan perkembangan kesehatan istri saya, Dok?”Dokter Wahyu menghela napas panjang sebelum menjawab pertanyaan Haryo.“Seperti yang Pak Haryo ketahui, kalau tumor yang ada di tubuh Bu Dewi sudah menyebar ke beberapa bagian tubuh. Tapi tadi setelah saya periksa, ada kemajuannya meski sedikit. Jadi sekarang istri Bapak sudah dipindah ke ruang rawat. Perbanyak doa saja, Pak, semoga Bu Dewi diberi kesembuhan. Kami di sini akan berusaha semaksimal mungkin, tapi semua kan

DMCA.com Protection Status