Share

15. Informasi

Penulis: Yetti S
last update Terakhir Diperbarui: 2024-08-28 17:02:43

“Selesai! Sudah aku kirim ya fotonya ke kamu,” ucap Armila, yang diangguki oleh Bagas.

“Ok, thanks. Sekarang boleh minta tolong lagi nggak, Dek?”

“Apa itu, Mas?”

“Tolong foto yang tadi sudah kamu kirim ke aku, kamu teruskan kirim ke seseorang! Nama kontaknya, Irwan,” sahut Bagas, yang hanya menoleh sekilas ke arah Armila sebab tengah fokus mengemudi.

Armila menghela napas panjang sambil menatap wajah Bagas dari samping.

“Kenapa nggak dari tadi saja sih suruhnya, Mas? Tinggal kasih tahu nomornya si Mas Irwan. Jadi aku tadi bisa langsung kirim ke dua orang. Nggak bolak-balik begini.”

Bagas terkekeh mendengar ucapan Armila yang lebih tepatnya disebut sedang menggerutu.

“Kalau tadi kamu kirim langsung ke Irwan, nanti dia tahu dong nomor kamu, Dek. Sedangkan Mas nggak mau kalau sampai ada lelaki lain yang tahu nomor telepon kamu.”

“Eh, bisa begitu sih? Aku ada lho nomor kontak teman-teman cowok, Mas,” sahut Armila dengan mata yang memicing.

“Ya...kalau sudah terlanjur sih nggak apa. Lagian
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Bukan Sopir Biasa   16. Calon Pengantin

    Sementara itu di dalam mobil, si pengemudi mobil itu terus memperhatikan Bagas yang masih berkomunikasi via telepon.“Sepertinya dia mau mendekatiku. Aku harus segera pergi dari sini. Jangan sampai dia menginterogasi nanti. Yang penting aku sudah tahu lokasi kantor gadis itu,” gumam pria itu seorang diri.Di saat yang sama, sambungan telepon Bagas pun telah usai. Pria itu bergegas melangkah ke arah mobil, dan sigap mengetuk kaca jendela mobil sebelum kendaraan roda empat itu bergerak meninggalkan tempat tersebut.“Buka kaca jendelanya! Saya ingin bicara dengan Anda!” ucap Bagas sembari terus mengetuk kaca jendela mobil.Pria penguntit itu pun mau tak mau menuruti titah Bagas, karena dia melihat situasinya tak mendukung apabila dia melarikan diri sekarang. Di sekitar tempat itu mulai banyak lalu lalang kendaraan roda dua, yang membuatnya tak bisa langsung tancap gas.“Ada apa, Pak?” tanya pria itu setelah kaca jendela mobil dibuka.“Ada maksud apa Anda mengikuti saya dari tadi? Apa say

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-29
  • Bukan Sopir Biasa   17. Pengantin Baru

    Akad nikah berjalan dengan lancar dan khidmat. Kini Bagas dan Armila telah resmi sebagai pasangan suami istri yang sah, secara hukum negara maupun agama.Setelah acara ijab kabul selesai, Armila dan Bagas mendapat ucapan selamat dari para tamu undangan.“Wah, pengantin baru selamat ya, semoga samawa,” sahut salah seorang tetangga Armila.“Terima kasih, Bu,” sahut Armila dan Bagas kompak.“Boleh ya kapan-kapan kalau naik taksinya dapat diskon. Kita kan sekarang jadi tetangga, boleh dong harusnya,” celetuk tetangga Armila yang lainnya.Wajah Armila yang semula semringah, kini berubah pias. Dia hanya diam saja sambil menghela napas.Bagas yang menyadari perubahan di wajah sang istri, langsung menggenggam erat jemarinya. Dia tersenyum dan lantas memberi tanggapan atas ucapan tetangga Armila itu.“Soal diskon sih itu bisa diatur, Bu. Kita sebagai tetangga kan memang harus saling membantu. Selain membantu masalah finansial dengan diskon, juga membantu menjaga hati.”Wanita tetangga Armila i

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-29
  • Bukan Sopir Biasa   18. Status Baru

    “Eh, maaf ya, Dek. Niat Mas mau tepuk nyamuk yang ada di lengan kamu. Malah kamu tepis tangan Mas. Jadi begini deh akhirnya. Nggak sengaja juga jatuhnya pas di sini.” Bagas berkata sambil menunjuk ke dada Armila.“Hm...nggak tahu juga ini memang nggak sengaja atau akting kamu saja, Mas. Memangnya ada nyamuk tadi, ya? Aku nggak berasa tuh kalau sedang digigit nyamuk,” sahut Armila dengan kedua bola mata yang merotasi.“Beneran lho kalau tadi itu nggak sengaja, Dek. Niatnya memang supaya kamu nggak digigit nyamuk. Sayang kan kalau lengan kamu ada bintik merah bekas gigitan nyamuk,” sahut Bagas dengan tersenyum penuh arti.“Kenapa senyum-senyum?” tanya Armila dengan mata memicing.Bagas terkekeh dan kemudian berlalu dari hadapan Armila. Membuat wanita itu penasaran.“Mas...kenapa malah ketawa dan pergi sih?”“Aku ngantuk, Dek. Kamu juga pasti ngantuk dan capek kan. Lebih baik sini deh, tidur,” sahut Bagas setelah tawanya reda.Armila berdecak sebal karena Bagas tak mau menjawab pertanyaa

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-30
  • Bukan Sopir Biasa   19. Pertemuan

    “Ada apa, Mas?” tanya Armila mengulangi ketika Bagas tak menjawab pertanyaannya tadi.“Eh, itu. Mobil itu mau masuk ke rumah ini. Kita ikut masuk nantinya, ya,” sahut Bagas menoleh sekilas pada sang istri, lalu kembali lagi menatap mobil mewah itu, yang kini sudah berhenti tepat di depan pintu gerbang.Klakson mobil mewah itu terdengar nyaring. Membuat pintu gerbang dibuka oleh penjaga rumah mewah tersebut. Melihat itu, Bagas pun lantas melajukan mobil mengikuti mobil mewah tersebut dari belakang. Tak lupa kaca jendela dia buka agar si penjaga rumah tahu, bahwa dirinya yang datang.“Oh, Mas Bagas toh. Kirain siapa? Soalnya beda mobilnya dari yang biasa,” ucap si penjaga rumah dengan senyuman ketika melihat Bagas.Tatapan Armila tak lepas dari wajah sang suami. Hatinya kini penuh dengan tanya, apa kaitannya sang suami dengan penghuni rumah tersebut.“Mas, aku perlu penjelasan darimu ya tentang semua ini. Aku nggak mau menebak-nebak,” ucap Armila, ketika mobil sudah berhenti di halaman

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-30
  • Bukan Sopir Biasa   20. Amarah Astuti

    Bagas menggelengkan kepalanya seraya berkata, “Ayah nggak memperhatikan ucapanku tadi rupanya. Aku nggak mengusir Ayah kok. Aku hanya bilang, kalau Ayah keberatan sebaiknya Ayah saja yang pindah. Beda kata kan antara pindah dan mengusir.”Haryo membuang napasnya kasar. Dia lalu melangkah masuk ke dalam kamar, mendekati istrinya yang sedang terbaring lemah di atas kasur.“Bagaimana perkembangan kondisi istri saya, Dok?” tanya Haryo setelah dia duduk di tepi tempat tidur.“Semakin membaik, Pak. Apalagi saat anaknya datang. Kalau kondisinya terus membaik maka pengobatannya bisa dilanjutkan dengan terapi,” sahut dokter, yang diangguki oleh Haryo.Hesti pun berkata meski tak begitu jelas pada Haryo, yang dari sorot matanya berharap agar sang suami memberi izin agar Bagas tinggal kembali di rumah itu.Haryo menggenggam tangan sang istri seraya menganggukkan kepalanya.“Iya, aku izinkan dia tinggal di sini lagi untuk menemani kamu. Semoga dengan tinggalnya Bagas di sini, bisa membuat kamu le

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-31
  • Bukan Sopir Biasa   21. Fitnah

    “Ma, ada apa ini sebenarnya? Saya nggak mengerti maksud ucapan Mama?” tanya Bagas.“Ada apa kamu bilang? Dasar penipu ulung kamu ini!” sentak Astuti.“Penipu ulung?” sahut Armila dan Bagas bersamaan.“Iya, kamu telah menipu kami semua. Mengaku masih bujangan, tapi ternyata ada perempuan yang menunggu kamu untuk bertanggung jawab. Perempuan itu sedang hamil tujuh bulan. Dia sedang hamil anak kamu. Mungkin benar status kamu memang bujangan, tapi hanya di KTP saja. Intinya kamu ini lelaki hidung belang yang suka mempermainkan perempuan. Terus sekarang anakku kamu jadikan korban. Jangan harap bisa berhasil ya usaha kamu itu, karena saya sebagai ibunya Mila nggak akan tinggal diam. Saya akan lapor polisi karena sudah kamu tipu!” sahut Astuti ketus.“Hah? Lapor polisi? Jangan gegabah dulu, Ma. Kita bicarakan hal ini baik-baik. Ini jelas fitnah! Saya sama sekali nggak pernah berhubungan intim dengan seorang perempuan, bahkan dengan istri saya pun belum pernah saya sentuh dia. Jadi bagaimana

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-31
  • Bukan Sopir Biasa   22. Pindah

    Bagas dengan cepat membalas pesan Irwan.[Seperti siapa, Wan?]Armila yang sedang berkemas, menghentikan aktivitasnya ketika melihat Bagas sibuk berbalas pesan dengan seseorang. Dia lalu melangkah mendekati sang suami.“Kirim pesan ke siapa, Mas?”“Ke Irwan, Dek.”Di saat yang sama, terdengar bunyi notifikasi pesan masuk di ponsel Bagas. Pesan balasan dari Irwan.[Seperti orang yang baru saya temui, Pak. Bapak masih ingat kan kalau saya pernah bilang, Santi pernah memberi saya sebuah nama dan alamat? Dia memberikan itu agar saya bisa tanya-tanya pada orang tersebut, tentang usaha Pak Bara yang bisa memuluskan proposal sebuah proyek. Nah, hari ini saya berhasil menemuinya. Saya sudah ngomong panjang lebar sama dia dan sudah saya rekam. Setelah ini, saya akan kirimkan hasil rekaman itu ke Pak Bagas.]Seulas senyum tersungging di bibir Bagas setelah membaca pesan dari Irwan. Buru-buru dia kirimkan lagi pesan balasan untuk Irwan.[Coba kamu kirimkan juga foto perempuan itu. Supaya saya bi

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-01
  • Bukan Sopir Biasa   23. Sebuah Kisah

    Setelah beberapa menit Bagas beraksi di bibir sang istri, dia menatap Armila dengan tatapan penuh arti. Membuat Armila meremang tubuhnya.“Dek.”“Hm.”“Sudah siap belum?”Armila pun terdiam. Dia memalingkan wajahnya ke arah lain dengan wajah memanas, karena malu. Dia ingin bilang sudah, tapi canggung rasanya. Tapi kalau bilang belum siap, rasanya dia sangat berdosa pada Bagas karena pria itu berhak atas dirinya.Bagas yang melihat ekspresi sang istri, tahu kalau Armila sedang dalam mode malu-malu kucing. Akhirnya dia pun berinisiatif memulai aktivitas panas khas pasangan suami istri. Tanpa Bagas sangka, Armila tak menolak. Sehingga hujan yang malam itu turun dengan lebat, menjadi saksi bagi dua insan yang tengah memadu kasih. Malam yang dingin itu pun berubah menjadi hangat akibat percikan api asmara, yang kini bergelora pada diri dua sejoli tersebut.“Terima kasih, Sayang,” bisik Bagas ketika sudah selesai dengan aktivitas panas mereka.Armila hanya tersenyum simpul dan menutup wajah

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-01

Bab terbaru

  • Bukan Sopir Biasa   Bab. 61

    “Bagaimana hasil tes nya, Yah? Apa benar anak yang dilahirkan Santi adalah anaknya Bara?” tanya Bagas setelah Haryo tiba di rumah.Haryo tersenyum dan menggelengkan kepalanya. “Nggak! Entah anak siapa itu? Tapi, Ayah sudah kasih kompensasi kok sama dia sebesar lima milyar. Setelah itu, kita nggak ada hubungan apa-apa lagi dengan dia.”“Syukurlah kalau ternyata anak itu bukan anaknya Bara,” timpal Armila, yang membuat semua yang ada di ruangan itu mengalihkan tatapan padanya.“Kenapa memangnya, Dek?” tanya Bagas dengan kening berkerut.“Ya...dia kan jadi nggak ada akses untuk datang dan masuk ke keluarga besar kamu, Mas. Aku melihat adanya ancaman kalau dia bisa masuk ke dalam keluarga ini,” sahut Armila kalem.“Tenang, Armila. Bunda nggak akan berdiam diri kalau itu terjadi. Cukup satu orang saja yang pernah menjadi duri di keluarga ini. Bunda nggak akan membiarkan duri lain melukai hati menantu Bunda.” Hesti berkata sambil menepuk pelan pundak Armila, berusaha menenangkan hati menant

  • Bukan Sopir Biasa   Bab. 60

    Beberapa menit kemudian, Haryo dan Bayu sudah tiba di depan laboratorium. Di sana juga sudah hadir Santi, yang kali ini ditemani oleh ibunya. Tak lama, petugas laboratorium memanggil nama Haryo dan menyerahkan hasil tes DNA.Haryo lalu kembali duduk di kursi yang ada di depan loket penerimaan hasil tes. Jemari Haryo dengan cepat merobek amplop tersebut, untuk segera tahu hasilnya.Sementara itu, Santi tampak agak cemas menunggu Haryo mengeluarkan kertas tersebut.‘Semoga bayiku memang benar anaknya Bara. Supaya masa depannya terjamin. Tentu akan bangga kalau menjadi bagian dari keluarga itu,’ ucap Santi dalam hati.Jantung Santi kini berdegup kencang kala Haryo mulai membuka lipatan kertas hasil tes DNA. Dia menahan napas kala melihat Haryo menghela napas panjang. Santi dengan sabar menunggu Haryo berkata sesuatu padanya. Tapi hingga lima menit berlalu, Haryo masih bungkam. Hanya hembusan napas kasar yang keluar dari bibirnya.“Bagaimana hasilnya, Om?” tanya Santi yang mulai tak sabar

  • Bukan Sopir Biasa   Bab. 59

    Haryo terdiam. Dia bingung harus menjawabnya, karena hatinya masih meragu. Namun, tatapan Santi yang terus ke arahnya, mau tak mau Haryo berucap juga.“Baiklah, nanti saya akan beri nama kalau sudah tahu hasil tes DNA. Sekarang Bayu sedang mengurus administrasinya, agar saya dan anak kamu bisa melakukan tes DNA, Santi,” sahut Haryo, yang membuat Santi menghela napas panjang.Beberapa menit kemudian, Bayu pun tiba di ruangan itu. Dia lalu meminta Haryo dan bayinya Santi untuk ke laboratorium, untuk melakukan tes DNA.Akhirnya, mereka pun bergegas ke laboratorium.Sementara itu di tempat lain, tepatnya di rumah keluarga Bagas. Tampak di rumah itu kedatangan seorang wanita pemilik event organizer, yang sekaligus sahabat dari Hesti. Wanita itu diminta Hesti datang, untuk membicarakan acara tujuh bulanan Armila.“Wah, cucu kamu sudah mau tambah satu lagi. Selamat ya, Hes. Kebetulan juga kesehatan kamu sudah semakin membaik sekarang,” ucap Indah-sahabat Hesti.“Iya, alhamdulillah. Oh ya, na

  • Bukan Sopir Biasa   Bab. 58

    “Mas, kita pulang sekarang, yuk! Aku capek, mau istirahat,” ajak Armila, yang langsung diangguki oleh sang suami.“Ayo, Dek!” sahut Bagas. Dia lalu menoleh pada Santi yang masih cemberut. “San, aku duluan. Semoga operasi caesar nya nanti berjalan lancar. Nanti aku kasih tahu ayah kalau kamu sudah mau lahiran. Biar ayah mengatur waktunya untuk tes DNA.”Santi mengangguk lemah secara berkata, “Iya, dan terima kasih atas doanya. Oh ya, kasih tahu istri kamu tuh. Jangan ketus-ketus jadi orang.”Bagas hanya tertawa kecil mendengar kalimat terakhir yang Santi lontarkan. Di saat yang sama, Armila hanya tersenyum mendengar kata-kata Santi barusan.“Istriku aslinya nggak ketus kok, San. Dia baik hati orangnya. Makanya aku jatuh cinta sama dia. Selain cantik, dia juga baik. Mungkin tadi itu karena dia capek saja. Maklum saja namanya juga ibu hamil,” sahut Bagas ramah. Dia lalu menggandeng tangan Armila seraya berkata pada sang istri, “Yuk, kita pulang sekarang!”Armila mengangguk dan mengeratka

  • Bukan Sopir Biasa   Bab. 57

    Bagas yang gemas pada sikap sang istri, lantas mendekatinya. “Apa sih yang kamu lihat di situ, Dek? Kayaknya asyik banget sampai nggak mau menoleh ke arah Mas.”“Ini lho, Mas. Aku sedang cari nama bayi perempuan dan bayi lelaki. Soalnya kan anak kita belum ketahuan jenis kelaminnya. Jadi harus siapin dua nama dong.”“Terus sudah dapat?” tanya Bagas kalem.“Belum. Pusing aku jadinya, Mas. Nama-namanya pada bagus semua. Bingung pilih yang mana.”“Sudah, nggak usah bingung. Mas sudah siapin kok nama untuk anak kita nanti. Sekarang kita berangkat saja ke rumah sakit, yuk! Semoga saja USG kali ini bisa kelihatan jenis kelamin anak kita,” sahut Bagas. Dia lalu merangkul pundak Armila dan mengecup kening wanitanya itu.“Siapa namanya, Mas? Jadi penasaran aku.”“Ada saja. Nanti juga kamu akan tahu, Dek.” Bagas senyum-senyum sambil menggandeng tangan Armila keluar kamar.“Ish, kok main rahasia begitu sama istrinya. Siapa namanya, Mas? Kasih tahu dong ke aku sekarang. Kepo kan aku jadinya,” cel

  • Bukan Sopir Biasa   Bab. 56

    “Siapa mamanya Bara, Mil?”“Beliau adalah istri kedua ayahnya Mas Bagas, Ma.”Astuti tersentak dan melanjutkan lagi bisikannya. “Kamu harus hati-hati menjaga Bagas, Mil. Jangan sampai dia menuruni sifat ayahnya yang poligami. Pokoknya kamu harus jagain Bagas biar nggak kecantol sama perempuan lain.”Rupanya bisikan Astuti yang terakhir itu agak keras, sehingga sempat terdengar oleh Bagas.Bagas tersenyum mendengar bisikan ibu mertuanya, yang sempat dia dengar barusan. Dia yang berjalan di depan, lalu membalikkan tubuhnya menghadap ke arah Armila dan Astuti.“Insya Allah, saya nggak akan berpaling ke lain hati, Ma. Saya sendiri sudah pernah merasakan sakitnya dikhianati. Jadi saya juga nggak akan berbuat hal seperti itu pada istri saya ini. Saya sudah dibuat jatuh cinta pada anak Mama ini, dan itu akan saya jaga agar Dek Armi nggak kecewa sudah menerima saya sebagai suami,” ucap Bagas sungguh-sungguh, dan tentu saja disertai dengan senyumannya yang khas.“Alhamdulillah, kalau kamu suda

  • Bukan Sopir Biasa   Bab. 55

    “Alhamdulillah, akhirnya Bu Astuti mau punya cucu juga kayak teman-temannya,” sahut si bibi, yang diangguki oleh Astuti.“Iya dong, Bi. Memangnya mereka saja yang bisa punya cucu. Saya juga bisa,” sahut Astuti jumawa. Setelah berkata, dia lalu melenggang pergi meninggalkan dapur menuju ke kamarnya. Tak lupa, dia pun mengirim pesan pada Armila kalau pesanannya sudah jadi dan siap diantar.[Ya sudah, nanti sopir Mas Bagas yang akan jemput Mama. Aku juga kangen sama Mama. Nanti yang lama ya di sini nya. Kebetulan ini Mas Bagas sedang teler, Ma. Aku yang hamil, tapi dia yang pusing dan mual. Memang suami keren dia. Sayang banget sama istrinya, sampai pusing dan mual pun dia wakili.]Astuti mengerutkan keningnya setelah membaca pesan dari Armila.“Bagas yang ngidam? Wih, enak dong itu si Mila. Ngidamnya diwakilkan. Untung aku dulu merestui Bagas sebagai menantu. Nggak salah juga kan aku memberi restu. Orangnya baik, sayang dan cinta sama anakku. Pastinya, dia ternyata bukan sopir biasa. Ta

  • Bukan Sopir Biasa   Bab. 54

    Hesti mengangguk sambil tersenyum. “Bisa. Oh iya, aku mau kasih kabar baik. Aku sebentar lagi mau tambah cucunya. Nanti kalau kamu sudah sembuh, main ke rumahku. Aku kenalkan dengan istrinya Bagas.”“Iya, Mbak. Semoga aku cepat sembuh dan bisa pulang ke rumah secepatnya.”“Aamiin. Sudah dulu ya, Dew. Aku mau terapi dulu. Itu terapisnya sudah datang,” ucap Hesti.“Ok, Mbak.”Setelah itu, sambungan video call tersebut pun berakhir. Bersamaan dengan berakhirnya video call tersebut, terdengar notifikasi pesan masuk dari relasi bisnis Haryo.Dewi pun seketika membuka dan membaca isi pesan tersebut.[Pak Haryo, saya turut berduka cita atas meninggalnya anak Bapak, Bara. Saya baru tahu hari ini, setelah anak saya memberitahu perihal kematian Bara. Maklum ya, Pak, selama beberapa bulan ini saya berada di Amerika. Sekali lagi, saya dan istri mengucapkan bela sungkawa sedalam-dalamnya. Semoga amal ibadah Bara diterima oleh Allah SWT, dan tenang di alam sana. Aamiin.]Tangan Dewi gemetar hebat s

  • Bukan Sopir Biasa   Bab. 53

    “Memang dilema juga ya, Pak. Dari tadi memang istri Bapak selalu menanyakan perihal Bapak dan anaknya. Menurut saya, untuk saat ini sebaiknya Bapak jangan mengatakan dulu perihal anak Bapak. Kalau Bu Dewi tahu yang sebenarnya, bisa dipastikan akan syok dan itu tentu saja akan mengganggu kesehatannya yang belum pulih benar. Jadi beri saja alasan bahwa sekarang anak Bapak sedang tidak ada di Jakarta,” sahut dokter panjang lebar.Haryo pun manggut-manggut seraya berkata, “Baik, saya akan ikuti saran Dokter. Oh ya, bagaimana dengan perkembangan kesehatan istri saya, Dok?”Dokter Wahyu menghela napas panjang sebelum menjawab pertanyaan Haryo.“Seperti yang Pak Haryo ketahui, kalau tumor yang ada di tubuh Bu Dewi sudah menyebar ke beberapa bagian tubuh. Tapi tadi setelah saya periksa, ada kemajuannya meski sedikit. Jadi sekarang istri Bapak sudah dipindah ke ruang rawat. Perbanyak doa saja, Pak, semoga Bu Dewi diberi kesembuhan. Kami di sini akan berusaha semaksimal mungkin, tapi semua kan

DMCA.com Protection Status