**Sagara menatap lekat layar laptopnya. Pandangan tajam itu tidak beralih sejak berjam-jam yang lalu. Bibirnya sesekali menyeringai menatap grafik dalam laptop itu. Tanpa sepengetahuan Yasmin, Gara kini memiliki lebih dari setengah dari seluruh saham milik Arctic. Dan kini, perusahaan milik Henry Danurendra itu sedang berada di ambang titik kolaps. Entah apa yang terjadi dengannya, Gara tidak peduli. Yang Gara tahu hanyalah, ia bisa menguasai perusahaan itu cepat atau lambat. Mengakuisisinya sebagai milik Mellifluous, dan menyaksikan sendiri ayahnya gulung tikar."Sweet revenge," bisiknya pelan. Ia tahu, Yasmin tidak akan suka dengan hal ini, tapi ya sudahlah. misi utama Gara kan memang menghancurkan ayah dan adiknya. Sesuatu yang menjadi misi utama sejak lama. Bertemu dengan Carissa yang mantan tunangan Abian, tentu saja seperti bertemu jackpot. Sekali tepuk, dua nyamuk tumbang."Dan lebih bagusnya, aku jadi punya Rissa juga sekarang." Lelaki itu menyungging senyum. Memainkan cincin
**Tidak bagus, ini sungguh tidak bagus. Rissa sendiri sampai nekat merepotkan orang dengan titip dibelikan makanan agar tidak perlu keluar butik, tapi kini sang ibu mertua justru minta ditemani. Ia ingin menolak mentah-mentah tapi tidak sanggup. Tahu bahwa Yasmin hanya akan pergi jika Rissa yang menemani.Masalahnya, bagaimana jika nanti Abian masih ada di sana? Menemukannya datang bersama sang ibu?Bagaimana?"Mami, gimana kalo kita take away aja dan makan di butik?" Rissa mengusulkan. Terdengar bodoh, tapi tak ada salahnya mencoba, kan?"Heh? Take away? Mana enak minum kopi take away? Kopi tuh harus dinikmati di mana dia dibuat, tahu!""Be-begitu, ya? Tapi emm ... bukannya Mami lagi buru-buru, ya?""Buru-buru juga kalau makan siang doang ya nggak masalah, sih.""Oh, emm ... iya juga sih, ya?""Kamu kenapa, sih?" Yasmin melayangkan pertanyaan penuh tuntutan ketika melihat Rissa berjalan mengendap-endap seperti pencuri. Bicara yang tidak-tidak pula."Ah? Enggak, Rissa itu ....""Buru
**"Mami ...." Abian menyapa dengan suara kaku. "Selamat siang."Yasmin tertegun. Pandangan matanya lurus terpancang pada pria muda yang berdiri di hadapannya, bersisian dengan sang menantu. Selama beberapa saat, Yasmin tidak bisa mengucapkan apapun. Hanya terus diam tertegun dengan iris bergetar. Sementara itu Carissa merasakan keinginan yang kuat untuk menghilang ke bagian semesta yang mana saja asal tidak di situ."Bi-Bian ....""Yes, i'm."Jika saja ini bukan Abian, sudah pasti Rissa telah menarik ibu mertuanya untuk menyingkir dari tempat itu. Tapi ini adalah Abian, putra yang sudah lama berpisah dengannya."Bi-Bian, ngapain di sini?""Aku nunggu dia." Tiga kata itu Abian ucapkan penuh percaya diri. Membuat Carissa seketika sakit kepala.Kafe yang sebelumnya ramai oleh suara hiruk pikuk manusia itu, kini terasa sunyi senyap. Carissa berdoa dengan segala keyakinan yang ia miliki, jangan ada hal-hal buruk yang terjadi. Jangan ada perselisihan apapun sesudah ini. Meski agaknya itu m
**"Apa yang sebenernya terjadi, aku tanya?"Sagara ada di sana. Bersandar pada pilar ruangan dengan hasta terlipat di dada. Meski nada bicaranya datar-datar saja, namun sorot mata tajamnya tak bisa dianggap enteng. Terlihat membara penuh emosi."Kak Gara," bisik Carissa, satu juta kali lebih panik dari yang tadi. Ini adalah keadaan paling buruk yang pernah ia alami sepanjang hidup. Sementara Yasmin tampak seperti baru saja terbangun dari mimpi buruk dan sedang memasuki mimpi buruk tahap kedua."Ayo, bilang. Apa yang sebenernya terjadi? Atas dasar apa kamu ngelakuin itu? Atau hanya omong kosong yang kamu karang-karang sendiri agar Carissa mau balik sama kamu?""Gara–""Stop it!" Yasmin menengahi. Tak bisa dipungkiri, suaranya terdengar lelah dan putus asa. "Kita udah lama nggak saling bertemu, tapi sekalinya ada kesempatan, kenapa harus dalam keadaan yang seperti ini?"Benar sekali. Rissa hanya bisa menunduk dalam-dalam karenanya. Ia merasa sudah menjadi penyebab kedua putra Yasmin ja
**Carissa perlahan membuka kedua matanya yang terasa perih dan berat. Selama beberapa saat, ia masih mengerjap dan berusaha mengumpulkan ingatan. Tadi siang dirinya pergi begitu saja dari kafe setelah segala hal yang terjadi. Meninggalkan Yasmin, bersama Sagara dan Abian di sana. Rissa tidak tahan bersama orang-orang itu, maka ia memilih pergi dan pulang ke rumah saja. Sesampainya kemudian, ia duduk merenung di sofa kesayangannya hingga entah berapa lama waktu berlalu.Tapi kini ....Ia sudah berada di dalam kamar. Ketika ia menoleh, ada Sagara di sampingnya yang juga tengah tertidur. Matanya memejam rapat dengan desir napas halus. Rissa menatap wajah rupawan itu. Rahangnya yang tegas, alis kelam, bibir tipis yang merekah, kulit bersih dan lembut seperti beludru. Ah, Sagara adalah mahakarya Tuhan."Kenapa lihatin aku begitu?"Carissa terkesiap kaget. Ternyata Gara tidak benar-benar tidur dan menyadari saat dirinya dipandangi seperti itu. Dengan salah tingkah, Rissa bergeser pelan unt
***"Mami ...."Carissa mengetuk pintu ruangan mertuanya. Ragu-ragu mau masuk atau tidak. Biasanya perempuan itu pun bahkan tanpa mengetuk dulu, menerabas masuk begitu saja.Yasmin mengangkat wajah dari layar laptopnya, memandang lurus pada perempuan dia ambang pintu itu. Selama beberapa saat, justru tertegun tak bisa mengatakan apapun."Masuk," ucapnya setelah mendapatkan suaranya kembali.Rissa menarik kursi di depan meja kebesaran, lantas mengenyakkan tubuhnya di sana. Memandang sang ibu mertua sekilas sebelum mulai berkata-kata. Karena Yasmin sendiri tampaknya tak ada tanda-tanda akan memulai pembicaraan."Mami, Rissa mau minta maaf.""Hm?" Yasmin mengangkat wajah sekilas saja. "Minta maaf kenapa?""Karena Rissa udah bikin dua putra Mami berseteru.""Sadar pula kau. Aku kira mau sampai kapan betah berbohong.""Rissa sama sekali nggak ada maksud berbohong, Mami.""Lantas kenapa nggak jujur kalau mantan tunanganmu adalah Abian? Kamu nggak mungkin nggak tau kan kalau Abian itu adikny
**Sagara mengernyit. Mulai dari awal apanya?"Kamu cinta sama aku kan, Kak?""Kamu nanya?""Nah. Gimana kalau udah, kita lupain aja rencana awal. Kita jalanin aja pernikahan ini sebagaimana mestinya." Carissa berujar dengan senyum lembut. Memandang pria tampan yang berstatus suaminya dengan penuh cinta."Apa maksudmu?""Lupain aja rencana kamu buat bales Abian dan lain-lain. Kita hidup aja masing-masing mulai sekarang. Aku dan kamu, dan biar aja dia urus hidupnya sendiri."Whoa. Penawaran yang menggiurkan. Sagara mengulas senyum kecil. Lelaki itu meraih tengkuk Carissa dan menempatkan kecupan hangat di atas bibirnya. Selama beberapa saat, hanya diam dan tetap seperti itu."Gimana, Kak?""Gimana kalau kamu nggak perlu mikirin yang lain dan tetaplah begini saja. Aku nggak pernah memintamu untuk turut andil dalam permainanku, Ris."Sagara dengan aura dominan yang mematikan. Tatapan mengintimidasi serta suara baritone serak seperti itu. Rasanya kaki Rissa seperti tak bertulang dan rela m
**Rissa melotot sempurna. Rahangnya nyaris jatuh ke lantai. Ia sungguh tidak bisa mempercayai penglihatannya atas sepasang manusia yang sedang berada di dalam kabin lain. Pintu kabin itu terkuak sedikit, membuat Rissa bisa melihat dengan jelas, siapa yang berada di sana. Ia sedang dalam keadaan seratus persen waras dan matanya pun sehat-sehat saja, tidak sedang minus.Abian, dan Tamara.Demi langit dan bumi. Bagaimana bisa hal itu terjadi? "Ya Tuhan ...." Gadis itu mengucap tanpa sadar. Ia menutup mulut dengan telapak tangan, kedua iris hazelnya bergetar tak percaya. Tepat ketika objek di dalam sana mengalihkan pandang ke arahnya, ia menghindar pergi. Seketika ingat tujuan awalnya, pergi ke toilet."Ngapain mereka di sini?" desis Rissa, masih dilanda tremor. "Ini keliatan bukan hal yang baik. Gimana bisa Tamara kenal sama Bian? Dan di tempat seperti ini?"Menggeleng putus asa, Rissa berkali-kali menarik napas panjang untuk menenangkan diri. Ia tinggal di toilet selama beberapa saat.