**"Mami ...." Abian menyapa dengan suara kaku. "Selamat siang."Yasmin tertegun. Pandangan matanya lurus terpancang pada pria muda yang berdiri di hadapannya, bersisian dengan sang menantu. Selama beberapa saat, Yasmin tidak bisa mengucapkan apapun. Hanya terus diam tertegun dengan iris bergetar. Sementara itu Carissa merasakan keinginan yang kuat untuk menghilang ke bagian semesta yang mana saja asal tidak di situ."Bi-Bian ....""Yes, i'm."Jika saja ini bukan Abian, sudah pasti Rissa telah menarik ibu mertuanya untuk menyingkir dari tempat itu. Tapi ini adalah Abian, putra yang sudah lama berpisah dengannya."Bi-Bian, ngapain di sini?""Aku nunggu dia." Tiga kata itu Abian ucapkan penuh percaya diri. Membuat Carissa seketika sakit kepala.Kafe yang sebelumnya ramai oleh suara hiruk pikuk manusia itu, kini terasa sunyi senyap. Carissa berdoa dengan segala keyakinan yang ia miliki, jangan ada hal-hal buruk yang terjadi. Jangan ada perselisihan apapun sesudah ini. Meski agaknya itu m
**"Apa yang sebenernya terjadi, aku tanya?"Sagara ada di sana. Bersandar pada pilar ruangan dengan hasta terlipat di dada. Meski nada bicaranya datar-datar saja, namun sorot mata tajamnya tak bisa dianggap enteng. Terlihat membara penuh emosi."Kak Gara," bisik Carissa, satu juta kali lebih panik dari yang tadi. Ini adalah keadaan paling buruk yang pernah ia alami sepanjang hidup. Sementara Yasmin tampak seperti baru saja terbangun dari mimpi buruk dan sedang memasuki mimpi buruk tahap kedua."Ayo, bilang. Apa yang sebenernya terjadi? Atas dasar apa kamu ngelakuin itu? Atau hanya omong kosong yang kamu karang-karang sendiri agar Carissa mau balik sama kamu?""Gara–""Stop it!" Yasmin menengahi. Tak bisa dipungkiri, suaranya terdengar lelah dan putus asa. "Kita udah lama nggak saling bertemu, tapi sekalinya ada kesempatan, kenapa harus dalam keadaan yang seperti ini?"Benar sekali. Rissa hanya bisa menunduk dalam-dalam karenanya. Ia merasa sudah menjadi penyebab kedua putra Yasmin ja
**Carissa perlahan membuka kedua matanya yang terasa perih dan berat. Selama beberapa saat, ia masih mengerjap dan berusaha mengumpulkan ingatan. Tadi siang dirinya pergi begitu saja dari kafe setelah segala hal yang terjadi. Meninggalkan Yasmin, bersama Sagara dan Abian di sana. Rissa tidak tahan bersama orang-orang itu, maka ia memilih pergi dan pulang ke rumah saja. Sesampainya kemudian, ia duduk merenung di sofa kesayangannya hingga entah berapa lama waktu berlalu.Tapi kini ....Ia sudah berada di dalam kamar. Ketika ia menoleh, ada Sagara di sampingnya yang juga tengah tertidur. Matanya memejam rapat dengan desir napas halus. Rissa menatap wajah rupawan itu. Rahangnya yang tegas, alis kelam, bibir tipis yang merekah, kulit bersih dan lembut seperti beludru. Ah, Sagara adalah mahakarya Tuhan."Kenapa lihatin aku begitu?"Carissa terkesiap kaget. Ternyata Gara tidak benar-benar tidur dan menyadari saat dirinya dipandangi seperti itu. Dengan salah tingkah, Rissa bergeser pelan unt
***"Mami ...."Carissa mengetuk pintu ruangan mertuanya. Ragu-ragu mau masuk atau tidak. Biasanya perempuan itu pun bahkan tanpa mengetuk dulu, menerabas masuk begitu saja.Yasmin mengangkat wajah dari layar laptopnya, memandang lurus pada perempuan dia ambang pintu itu. Selama beberapa saat, justru tertegun tak bisa mengatakan apapun."Masuk," ucapnya setelah mendapatkan suaranya kembali.Rissa menarik kursi di depan meja kebesaran, lantas mengenyakkan tubuhnya di sana. Memandang sang ibu mertua sekilas sebelum mulai berkata-kata. Karena Yasmin sendiri tampaknya tak ada tanda-tanda akan memulai pembicaraan."Mami, Rissa mau minta maaf.""Hm?" Yasmin mengangkat wajah sekilas saja. "Minta maaf kenapa?""Karena Rissa udah bikin dua putra Mami berseteru.""Sadar pula kau. Aku kira mau sampai kapan betah berbohong.""Rissa sama sekali nggak ada maksud berbohong, Mami.""Lantas kenapa nggak jujur kalau mantan tunanganmu adalah Abian? Kamu nggak mungkin nggak tau kan kalau Abian itu adikny
**Sagara mengernyit. Mulai dari awal apanya?"Kamu cinta sama aku kan, Kak?""Kamu nanya?""Nah. Gimana kalau udah, kita lupain aja rencana awal. Kita jalanin aja pernikahan ini sebagaimana mestinya." Carissa berujar dengan senyum lembut. Memandang pria tampan yang berstatus suaminya dengan penuh cinta."Apa maksudmu?""Lupain aja rencana kamu buat bales Abian dan lain-lain. Kita hidup aja masing-masing mulai sekarang. Aku dan kamu, dan biar aja dia urus hidupnya sendiri."Whoa. Penawaran yang menggiurkan. Sagara mengulas senyum kecil. Lelaki itu meraih tengkuk Carissa dan menempatkan kecupan hangat di atas bibirnya. Selama beberapa saat, hanya diam dan tetap seperti itu."Gimana, Kak?""Gimana kalau kamu nggak perlu mikirin yang lain dan tetaplah begini saja. Aku nggak pernah memintamu untuk turut andil dalam permainanku, Ris."Sagara dengan aura dominan yang mematikan. Tatapan mengintimidasi serta suara baritone serak seperti itu. Rasanya kaki Rissa seperti tak bertulang dan rela m
**Rissa melotot sempurna. Rahangnya nyaris jatuh ke lantai. Ia sungguh tidak bisa mempercayai penglihatannya atas sepasang manusia yang sedang berada di dalam kabin lain. Pintu kabin itu terkuak sedikit, membuat Rissa bisa melihat dengan jelas, siapa yang berada di sana. Ia sedang dalam keadaan seratus persen waras dan matanya pun sehat-sehat saja, tidak sedang minus.Abian, dan Tamara.Demi langit dan bumi. Bagaimana bisa hal itu terjadi? "Ya Tuhan ...." Gadis itu mengucap tanpa sadar. Ia menutup mulut dengan telapak tangan, kedua iris hazelnya bergetar tak percaya. Tepat ketika objek di dalam sana mengalihkan pandang ke arahnya, ia menghindar pergi. Seketika ingat tujuan awalnya, pergi ke toilet."Ngapain mereka di sini?" desis Rissa, masih dilanda tremor. "Ini keliatan bukan hal yang baik. Gimana bisa Tamara kenal sama Bian? Dan di tempat seperti ini?"Menggeleng putus asa, Rissa berkali-kali menarik napas panjang untuk menenangkan diri. Ia tinggal di toilet selama beberapa saat.
**"Kamu nggak tiba-tiba ngotot minta pulang karena tadi habis ketemu Tamara di dalam, kan?"Carissa tercekat. Kaget sekali saat Gara mengatakan itu dengan begitu gamblang. Rasanya seperti pencuri yang tertangkap basah."Bisa kita jalan sekarang, Kak? Aku bakal ceritain sambil kita jalan," pinta Carissa sungguh-sungguh. Dan walaupun Gara terlihat jengkel sekaligus tidak sabaran, tapi lelaki itu akhirnya tetap membawa mobilnya keluar halaman klab malam elit itu."Apa?" tagih Sagara beberapa saat kemudian, kala sudah berjalan agak jauh. "Apa yang kamu mau ceritain, coba ngomong."Carissa menelan saliva. Nyalinya mendadak ciut hanya dengan mendengar kata-kata yang bernada menyudutkan itu. Ia melirik sang suami takut-takut."M-maafin aku, Kak."Mendengar kata maaf, raut wajah Sagara kembali mengeras. Apalagi kali ini yang telah diperbuat istrinya? Mengapa perempuan ini selalu saja mencari bahan adu argumen? Karena sifat temperamennya mungkin semakin tidak bagus jika dalam kondisi mengemud
**Sagara menghela napas berat, mencoba mengusir berbagai kelebatan bayangan buruk yang sedari tadi memenuhi benaknya. Sudah ia yakinkan kepada dirinya sendiri, ini bukan apa-apa. Tapi tak pelak, berita yang ia dengar semalam itu benar-benar mengganggu."Jadi beneran Tamara sama Abian?"Pria itu tengah duduk dengan jemari bertaut menopang dagu, di atas meja kerja. Pandangannya yang semula tajam menatap Radit, kini mengawang kosong ke seberang ruangan. Ah, sial! Kepalanya terasa penuh sekali."Ya, bener. Dia bareng adek lo. Begitu lo hubungin gue semalem, gue langsung cari tahu. Carissa nggak salah lihat, kok. Memang beneran Tamara sama Abian.""Dan lo nggak denger apa yang diomongin dua manusia itu?"Radit berdecak. "Gimana gue bisa denger kalo keadaan bar kek gitu? Kita kan ke sana mau have fun, bukannya memulai misi penyelidikan. Ya jelas nggak ada alat buat gue bisa nyadap, lah. Mana gue tahu itu berdua ngomong apaan."Menghela napas lelah, Sagara kembali memandang ke arah sahabatn