Daffin duduk di tepi tempat tidur. Pria itu sedang menyuapi istrinya sarapan pagi."Kapan sih tangan Hana boleh digerakkan? Pengen makan sendiri," ucapnya. Sudah hampir dua minggu ini, ia tidak bisa melakukan apa-apa dan selalu menyusahkan orang-orang yang di dekatnya. Hal ini yang membuat Hana merasa tidak enak hati dan tidak nyaman."Sebentar lagi, bakalan dilepas gendongan dan skor penyanggahnya, adek sabar ya." Daffin tersenyum. "Sejak kemarin katanya gitu terus." Hana memajukan bibirnya."Semalam dokter Irwan memberitahu Abang, katanya, hari ini gendongan sama penyangganya bakalan dilepas," jelasnya."Abang beneran? "Hana bertanya dengan mata yang terbuka lebar."Iya, nanti akan dicek dulu kondisi tangannya." Daffin kembali memasukkan bubur ayam ke mulut Hana."Hana beneran nggak sabar pengen dilepas ini gendongan. Abang Hana sudah kenyang." Hana berkata ketika Daffin akan memasukkan bubur ayam lagi ke mulutnya. "Satu lagi ya." Daffin mengangkat satu jarinya. "Iya," jawabnya y
Hana terbangun, setelah puas tertidur. Tidur di rumah sakit dan tidur di rumah sendiri, terasa jauh berbeda. Tidur di kamar sendiri, seperti ini, terasa begitu sangat nyaman dan nyenyak.Senang rasanya bila bisa pulang ke rumah, namun bayangan ketika berada di rumah ini, masih sangat menakutkan untuknya. "Seharusnya, bukan bayangan di rumah ini yang bikin aku takut, tapi dia." Hana memandang wajah suaminya yang saat ini tertidur dengan lelap.Selama berada di rumah sakit, sikap suaminya begitu sangat berbeda. Namun sampai saat ini, Hana tidak bisa percaya dengan ini semua. Ia takut, sikap baik Daffin, hanya karena berada di rumah sakit saja dan ketika sudah berada di rumah, akan kembali seperti dulu lagi. "Abang, bangun." Hana sudah tidak takut lagi membangunkan suaminya, karena dirinya memang sudah terbiasa membangunkan Daffin ketika berada di rumah sakit."Abang, bangun." Hana menggoyang-goyangkan tangan suaminya.Daffin membuka sedikit matanya dan tersenyum memandang istrinya. "M
"Tadi minta hati, sudah dikasih hati, malah minta jantung, sudah dikasih jantung malah ngelunjak." Hana mengomel dalam hati. "Kenapa diam?" Daffin memandang istrinya sambil menunggu.Hana tersenyum dan kemudian mencium bibir suaminya. "Terima kasih ya sayang."Mendengar ucapan Daffin yang memanggil sayang seperti ini, membuat hatinya senang. Meskipun masih ada keraguan akan sikap pria itu. "Iya," jawabnya dengan raut wajah yang masih tampak penuh keraguan.Daffin mencium punggung tangan istrinya. Ia kemudian menempelkan hidung mancungnya di hidung kecil dan mancung milik Hana. "Kita mulai lagi ya dari awal."Hana dapat merasakan hembusan nafas suaminya. Posisi yang begitu sangat dekat seperti ini, membuat mereka saling bertukar karbondioksida yang keluar dari lubang hidungnya masing-masing. Dengan sangat sabar, Daffin menunggu jawaban istrinya.Hana menganggukkan menganggukkan kepalanya, setelah berpikir sejenak. entah mengapa nyalinya begitu menciut setiap kali mendengar suaminy
Hana menganggukkan kepalanya. Bila seandainya istri-istri di luar sana, mendapatkan suami yang seperti ini, pasti sangat senang. Karena memiliki suami yang cerdas, Kaya raya, ganteng, pengertian serta perhatian. Namun dirinya mendapatkan perhatian seperti ini selalu menimbulkan pertanyaan besar di hatinya.Daffin menatap istrinya. Dengan jantung yang berdegup dengan sangat hebatnya. Kini matanya tertuju kea6 bibir istrinya. Hana hanya diam ketika melihat bibir suaminya semakin dekat dengan bibirnya. Ia tetap membuka matanya meskipun bibir Daffin, sudah semakin dekat dengan bibirnya. Apa yang menjadi perintah suaminya masih sangat diingatnya. Daffin tidak suka bila ia, memejamkan mata ketika akan dicium. Apa yang dulu diperintahkan Daffin kepadanya, kini teringat kembali dan dilakukannya dengan patuh. Hana tahu, disini, tidak ada mama serta papa mertuanya, yang akan selalu membela dan menjadi tempat mengadu.Daffin tidak mencium istrinya. Ia hanya menatap mata Hana dengan sangat
"Ayo, kita mandi sama." Daffin berangsur duduk.Hana menggelengkan kepalanya. "Kenapa gak mau?" Setelah apa yang mereka lakukan barusan, seharusnya Hana tidak takut lagi kepadanya. Namun tetap saja, istrinya menolak untuk mandi bersama.Hana diam dan menarik selimut, untuk menutup tubuhnya. Takut, hanya itu yang terlintas di pikirannya. Bagaimana bila Daffin kembali meminta lagi di dalam kamar mandi. Bagaimana bila pria itu memaksa dan tidak memberinya ampun seperti yang sudah-sudah. Melihat wajah Hana yang seperti ini, Daffin bisa membaca apa yang dipikirkan istrinya. Dipegangnya tangan Hana dan mencium punggung tangan tersebut. "Mandi aja, gak pakai yang lain."Hana diam dan ragu. Meskipun mulutnya tidak berkata apa-apa, namun raut wajahnya tidak bisa di dustainya. Diusapnya pipi istrinya kemudian mencium kening dan juga bibir dengan lembut dan penuh perasaan. "Bila nanti abang bohong, gigit ya." Daffin berbisik di telinga Hana.Hana diam memandang suaminya."Bila Abang bohong,
Daffin masih memeluk Hana dan memandang wajah istrinya dengan sedikit tersenyum. "Mana?" Tanya Daffin."Apa?" "I love you dan cium." Daffin memajukan bibirnya. Kini sikapnya semakin manja dengan istrinya."Apakah hari ini ada diskon 50%?" Hana bertanya dengan senyum yang tertahan. Melihat tingkah suaminya yang sok imut seperti ini, membuatnya ingin tertawa.Daffin tersenyum saat mendengar pertanyaan istrinya. Pria itu kemudian menganggukkan kepalanya."Bila sekarang dicium 10 kali berarti sisanya 15 kali Hana tersenyum.Daffin mengangguk kan kepalanya."I love you." Hana mencium bibir suaminya sesuai perintah. "Love you too, sayang." Daffin membalas kecupan istrinya.Apa yang dikatakan Daffin, seakan menembus ke dalam jantungnya. Kalimat itu memiliki makna yang dalam dan diucapkan dengan keseriusan. Namun Hana kembali disadarkan dengan apa yang dikatakan suaminya saat pertama kali ia menikah. Kalimat itu juga, ia dengan dari mama tirinya, yang membuat dirinya, semakin meragukan setia
Ia merasa terkejut ketika melihat kedatangan mama dan papanya. Ditelannya air ludah yang terasa kering dan juga kelat. Mita duduk di sofa sambil memandang putranya. "Ini hari libur, apa Mama sama papa nggak mau liburan?" Daffin memandang kedua orang tuanya secara bergantian."Hana mana?" tanya Mita tanpa menjawab pertanyaan dari Daffin."Di kamar, tidur." Mita menganggukkan kepalanya."Apa Mama, papa, nggak mau liburan. Atau bersantai di rumah?" Daffin kembali memberikan pertanyaan yang sama, ketika kedua orang tuanya itu tidak menjawab pertanyaan yang diberikannya. "Liburan dan bersantai, bisa di mana saja, tanpa harus repot-repot pergi ke mana-mana." Surya menjawab dengan santainya. Daffin diam mendengar ucapan papanya. Dirinya bingung harus berkata apa saat ini. Diawasi seperti ini sungguh membuat dirinya tidak nyaman."Akhirnya kamu bawa juga istri kamu pulang, kirain bakalan tetap di rumah sakit sampai 9 bulan." Mira menyindir putranya dan tidak bebas bergerak.Daffin han
"Ini mau? "Mita menawarkan Hana ayam bakar."Mau ma," jawab Hana yang tersenyum lebar. Surya tersenyum ketika melihat menantunya. "Makannya yang banyak.""Iya pa, sepertinya karena lama di rumah sakit. Kebanyakan dikasih vitamin, jadinya kuat makan." Hana tersenyum.Mita merasa kasihan ketika mendengar ucapan Hana. Menantunya begitu sangat polos tanpa memiliki firasat, kalau sudah dikerjai oleh suaminya sendiri. Daffin tersenyum dan mengusap kepala istrinya. "Ini enak." Diletakkannya sendok berisi sup daging di ujung bibir istrinya. Hana memandang suami."Ayo di coba." "Iya," jawabnya yang membuka mulutnya."Enak?" Daffin menunggu jawaban dari istrinya."Lebih enak yang Hana masak." Hana berbisik. Meskipun sudah mengecilkan suaranya namun Mita dan surya dapat mendengar apa yang dikatakannya."Apa iya?" Daffin dengan cepat mencicipi rasa sup daging sapi yang di mangkoknya.Hana diam dan menunggu jawaban yang akan disampaikan suaminya. Mungkin hanya perasaannya saja, bahwa rasa mas