"Bagaimana mungkin dia bisa tidur dengan nyenyak seperti ini." Daffin memandang istrinya, yang tertidur dengan damai, tanpa memiliki rasa bersalah terhadapnya. "Benar-benar pandai nyiksa ya dek." diusapnya kepala Hana dan kemudian mencium pipi. "Lihat ya sayang, nanti abang balas dendam." Daffin mengulum senyumnya. Pria itu kemudian mencium bibir istrinya dengan lembut dan kemudian melepaskannya."Enaknya tidur, sampai gak tahu di cium seperti ini." Senyum mengembang di bibirnya ketika istrinya, tidak bergerak sedikitpun saat di ciumnya.Ia kemudian berbaring di sebelah istrinya, tanpa melakukan apa-apa dan hanya menatap wajah cantik milik Hana. Semakin di pandang, semakin cantik dilihatnya. Daffin begitu sangat malas untuk melakukan apapun termasuk mengerjakan pekerjaannya. Saat ini, ia tidak bisa berkonsentrasi. Pada akhirnya Daffin memilih untuk berbaring saja. Setelah puas menatap wajah cantik istrinya, Daffin mengeluarkan ponsel dari dalam saku bajunya dan membuka kunci ponse
"Apa mau tambah?" Daffin tersenyum ketika memasukkan suapan terakhir ke dalam mulut istri nya."Sudah kenyang, Abang, Hana mandi dulu ya. Panas, gerah juga." Hana mengusap keringat di pelipis keningnya."Iya dek, Abang juga lagi nggak selera kalau baru selesai makan dan berkeringat seperti ini." Daffin tersenyum.Mulut Hana membulat. "Hana kirain mau langsung tancap gas.""Hahaha, yang sudah gak sabar. Mentang-mentang jablay beberapa hari." Dengan sengaja menggoda istrinya. Hana hanya diam dengan memajukan bibir bawahnya ke depan. "Perasaan dari tadi, dia yang mendesak-desak, sekarang malah ngetawain Hana," batinnya. Daffin tersenyum saat melihat wajah istrinya yang cemberut. "Beneran mandi ya bang, Hana nggak mau kalau main di kamar mandi.""Kenapa?" tanya Daffin."Perut Hana besar, kamar mandi sempit." Hana menjelaskan dengan kesal."Masa sih sempit, sebesar itu kamar mandinya." Hana mencubit pinggang suaminya hingga pria itu sedikit meringis. "geraknya susah.""Istri, Abang pan
Selama dua hari, Hana menghabiskan waktunya di dalam kamar bersama dengan Daffin. Pria itu tidak membiarkannya keluar dari kamar sama sekali."Abang Mama pulang nanti sore." "Iya." Daffin memeluk istrinya tanpa mau melepaskannya. "Abang, kenapa kita gak keluar-keluar dari kamar. Sudah 2 hari ini, kita cuma di kamar aja." Hana memandang wajah suaminya yang saat ini berbaring di sampingnya. Meskipun sudah tahu jawaban yang diberikan Daffin, namun tetap saja, ia bertanya. "Ini hukuman untuk istri yang pergi dari rumah tanpa meminta izin." Hanya kalimat ini yang selalu diucapkannya, setiap kali istrinya bertanya."Mana ada orang yang mau kabur minta izin." Hana memutar bola matanya. "Bila nanti mengulangi kesalahan yang sama seperti ini, Abang tidak mengurung dua hari saja. Namun 1 tahun, tidak boleh keluar dari kamar." Didalam kamar, mereka hanya menghabiskan waktunya, dengan menonton tv, makan dan tidur berdua seperti ini saja. Namun Daffin begitu sangat menikmatinya. Pria itu tah
Daffin duduk di atas tempat tidur. Agar posisinya nyaman, pria itu menyandarkan punggungnya di kepala tempat tidur. Dipandangnya layar ponsel yang saat ini ada di tangannya, kemudian melirik ke arah istrinya yang sedang sibuk berdandan di depan meja rias.Hana mengusap lipstik di bibirnya, kemudian memakai blush on di pipi dan juga maskara di bulu matanya. Sejak hamil, ia begitu sangat senang berdandan. Bahkan hampir setiap hari, kerjanya menonton tutorial make up di YouTube dan kemudian mempraktekkan sendiri, bagaimana cara bermake up."Apa belum siap, mommy?" Daffin memandang ke arah istrinya."Belum bentar lagi," jawab Hana yang tersenyum lebar. Bila istrinya berdandan, maka akan memakan waktu yang lama. Ia sangat mengetahui tentang hal itu."Halo." Daffin mengangkat telepon dari Fatan. Agar istrinya tidak memiliki rasa curiga, Daffin mengangkat sambungan telepon, tanpa pergi dari kamar."Halo pak Daffin," jawab Fathan."Iya ada apa?""Pak Daffin, anda pasti sudah mendengar berit
Daffin Memandang istrinya dan tersenyum. "Semoga papa dan mama, tenang di sana." Diusapnya punggung Hana."Amin, Hana selalu mendoakan mereka." Hana tersenyum."Anak yang pintar." Diciumnya bibir istrinya sekilas. Hana diam ketika melihat mobil yang semakin dekat dengan arah rumahnya. "Abang ini beneran jalan ke rumah Hana. Nanti berhenti sebentar ya di depan rumah Hana." Ia begitu sangat senang, bisa menunjukkan rumah yang pernah ditempatinya bersama dengan papa dan mamanya."Iya, nanti kasih tahu, Abang jadi penasaran." Daffin mengulum senyumnya. Istrinya begitu sangat polos, bahkan arah tujuan, yang di datangnya, sudah sangat jelas. Namun tetap saja tidak berfikir, bahwa tujuannya, ke rumah mendiang orang tuanya."Tapi kita berhenti di tepi jalan aja, kita gak bisa masuk ke dalam. Soalnya, rumah itu ada yang punya. Nanti, bila uang Hana cukup untuk beli, kita baru bisa masuk ke dalam rumah itu lagi. Hana sangat rindu dengan kamar papa. Kalau kamar Hana, setelah papa meninggal, di
"Kok diam aja, ayo kita lihat-lihat." Mita tersenyum.Hana tidak mampu meredam suara tangisnya ia menangis dan memeluk suaminya."Jangan nangis lagi." Daffin mengusap Air mata istrinya."Hana benar-benar nggak nyangka, kalau rumah ini bakal menjadi milik Hana lagi. Abang terima kasih Hana memegang tangan suaminya dan menciumnya.Daffin tersenyum dan menganggukkan kepalanya. "Iya sayang," jawabnya yang kemudian mencium kening istrinya. "Abang, terima kasih." Hana kembali berkata."Iya dek, maaf ya, Abang baru bisa dapat rumahnya sekarang.""Iya bang, gak apa." Hana memandang papa Surya. Ia menangis dan memeluk papa mertua. "Papa terima kasih." Dirinya begitu sangat beruntung memiliki papa mertua seperti surya yang memang benar-benar tulus menyayanginya."Iya nak, seandainya Daffin cerita sejak awal dengan papa, rumah ini sudah lama kita dapat." Surya mengusap kepala menantunya."Nggak apa-apa pak Hana sudah senang, akhirnya rumah ini bisa jadi rumah Hana lagi.""Iya nak, Alhamdulill
Daffin masuk ke dalam kamarnya. Pria itu tersenyum memandang istrinya yang sedang duduk di atas tempat tidur sambil memainkan ponsel di tangannya. Ia duduk di tepi tempat tidur.Karena diam memandang wajah suaminya."Lagi apa?" Sambil mengusap perut istrinya. Tatapan mata Hana, begitu sangat sulit untuk dibacanya. "Ada apa?" Tanyanya, dengan kening yang berkerut. Hana menatap Daffin tanpa berkata apa-apa. Ada rasa bersalah ketika melihat wajah suaminya. Sungguh tidak diduganya, suaminya begitu sangat kewalahan mencarinya. Ia baru mengetahui hal ini, setelah melakukan chat dengan Cinta dan juga Nara.Apa perutnya sakit Davin mengusap perut istrinya.Hana tersenyum dan menggelengkan kepalanya. Malu sekali, untuk menanyakan tentang hal ini. Apalagi, ia sudah sempat berburuk sangka kepada suaminya. "Terus kenapa diam aja?" Daffin memegang susu di tangan sebelah kanannya. "Hana sangat senang, terima kasih ya bang.""Senang kenapa, terimakasih untuk apa?"Terima kasih untuk cinta Abang b
"Ini tempat tidur kami, kalian silakan tidur di bagian sana dan bagian sana." Mega menunjukkan sudut yang bisa diisi oleh Berliana dan juga Susi. Susi dan Berliana diam ketika melihat tempat yang ditunjukkan oleh napi yang sekamar dengannya. Di bagian sudut kiri di samping pintu besi dan sudut kanan di depan pintu kamar mandi. Tempat yang ditunjuk, hanya bisa untuk duduk saja, tanpa bisa merebahkan tubuh. "Ini masih bisa untuk dua orang lagi." Berliana memandang lantai yang kosong."Apa kau tidak melihat badan kami besar. Mana muat untuk tempat tidur kami. Kau penghuni baru di sini, jangan pernah mengatur kami." Ditariknya rambut Berliana dengan keras. Napi yang bernama Eva itu, dengan sengaja memberikan peringatan untuk Berliana, yang sejak tadi sudah membuatnya menahan emosi.Berliana sudah tidak berani lagi untuk berbicara. Ia begitu sangat takut dan pada akhirnya hanya menganggukkan kepala. "Aku berjanji, akan membalas dendam kepadamu."Susi dan Berliana tidak berani lagi berkat