"Mama akan telepon Hana, tapi kamu jangan bersuara dan juga jangan mengintip ke layar ponsel Mama." Mita memperingatkan Daffin. Ia tidak tega melihat wajah putranya begitu sangat memprihatinkan di depannya.Dengan cepat Daffin menganggukkan kepalanya.Dikeluarkannya ponsel dari dalam tas berwarna maron miliknya. Mita kemudian menghubungi nomor ponsel menantunya. Untuk mempermudah komunikasinya bersama dengan Hana, wanita yang akan menjadi nenek itu, dengan sengaja memberikan ponsel baru untuk Hana."Halo Mama, gimana makan malamnya." Hana yang mengangkat sambungan telepon, langsung meneror mamanya dengan pertanyaan sederhana seperti ini."Belum juga dimakan, sewaktu mau makan mama ingat Hana,ucap Mita dengan tersenyum. Diarahkannya kamera ponselnya ke arah menu yang sedang tertata di atas meja."Mama, Hana pengen kepitingnya, kemudian udang krispi saus tiram, Cha kangkung." Hana begitu sangat berselera ketika melihat menu yang ada di atas meja. "Nanti mama bungkus ya." Mita terseny
Melihat perhatian yang diberikan kedua mertuanya seperti ini, sungguh membuat Hana merasa bahagia. Di saat dirinya memiliki masalah dengan suaminya. Di saat rasa percaya untuk suaminya sudah tidak ada lagi. Namun sikap kedua mertuanya tidak berubah sedikitpun. Bahkan mereka tampak begitu sangat menyayanginya, layaknya anaknya sendiri. Hana duduk di meja makan, sambil bermanja-manja dengan mama serta papa mertuanya. Ia menikmati makanan malam dengan candaan ringan."Hana makannya nggak boleh malas, jangan sibuk nonton aja." Surya melepaskan cangkrang kepiting dan meletakkan piring berisi kepiting ke depan menantunya."Nggak kok pa, tadi Hana beneran nggak selera, jadinya belum makan. Soalnya Hana pengen makan ini." Dicubitnya daging kepiting dan memasukkan ke dalam mulutnya."Hana sedang hamil, ingat yang di dalam itu anaknya ada dua, meskipun lagi nggak selera makan, tetap wajib makan." Mita menasehati menantunya. "Iya ma, nanti-nanti nggak diulangi lagi kok." Hana tersenyum dan me
Daffin duduk sendiri di meja makan. Dinikmatinya menu yang tadi dibelinya di restoran. Meskipun tidak makan bersama dengan istrinya, namun pria itu tetap ingin menikmati rasa makanan yang sama dengan Hana. "Benar firasat Abang, kalau adek sekarang malas makan." Daffin berkata sambil memasukkan nasi ke dalam mulutnya. Terbayang olehnya, ketika menyuapi Hana makan, setiap kali mereka makan bersama."Makan sendiri seperti ini nggak enak dek. Meskipun ini rasanya sangat enak, tapi abang rasa ambar." Ditelannya daging kepiting di mulutnya."Adek sabar ya, tunggu abang di rumah papa. Nanti Abang akan datang setelah semuanya selesai." Ia sedikit tersenyum dan melanjutkan makannya seorang diri. Sudah tidak sabar, ia ingin bertemu dengan istrinya segera.Meskipun makannya tidak banyak, namun setidaknya kini tenaganya sudah lebih fit daripada tadi. Setelah mendengar kabar istrinya, yang di rumah kedua orang tuanya, hatinya merasa lega. Malam ini, matanya sudah bisa untuk terpejam. Setelah sel
"Silakan masuk pak Daffin." Wanita yang merupakan asisten rumah tangga itu, mempersilahkan. Sudah beberapa kali Daffin datang ke sini, hingga asisten rumah tangga di sini sudah mengenalinya."Terimakasih ya Mak." Daffin duduk di sofa bersama dengan papanya, sambil menunggu si pemilik rumah datang."Silakan minum." Asisten rumah tangga itu meletakkan dua gelas jus jeruk di atas meja kaca."Terima kasih ya Mbak," jawab Daffin, begitu juga dengan surya yang mengucapkan terima kasih.Tenggorokannya terasa begitu sangat kering dan gugup. Diminumnya segera jus jeruk yang menyegarkan tenggorokannya, hingga menyisakan setengah bagian dari isi gelas.Surya yang sedang duduk sambil memandang layar ponselnya begitu sangat terkejut ketika mendengar suara keras yang menyebut namanya. "Hei kau Surya?" ucap Hendra ketika melihat wajah tamunya. "Kau Hendra ternyata."Jantungnya, seakan mau lepas dari tempatnya, ketika mendengar suara ngebas si pemilik rumah. Daffin diam memandang papanya. "Nggak n
"Aku bersyukur Sur, tidak jumpa dia waktu itu. Andai saja aku jumpa sama dia, lehernya sudah aku patahkan. Aku sudah masuk ke dalam penjara. Hanya ini hikmah yang aku dapat Sur." Hendra mengungkapkan perasaannya yang sebenarnya. "Jadi sekarang bisnis apa yang kamu jalankan?" tanya Surya."Aku sekarang melakukan bisnis kuliner. Kamu tahukan, istriku pintar masak. Jadi kami membuat bisnis kuliner dan restoran. Awalnya hanya warung makan kecil di pinggir jalan. Karena memang uang aku sudah tidak ada. Aku hanya bisa kontrak kios kayu dan membeli perlengkapan untuk jualan. Namun lama kelamaan bisnis kami berjalan dengan lancar. Alhamdulillah, aku sudah punya 3 cabang restoran." Hendra berkata dengan bangga."Kamu hebat, aku salut." Surya menepuk pundak sahabatnya."Ini baru benar-benar pertemuan tanpa diduga. Aku tidak menyangka aku benar-benar bisa bertemu dengan kamu."Dia baru cerita dengan aku tentang rumah ini, makanya aku datang ke sini.""Iya, sudah berulang kali Daffin datang ke
Setelah selesai sarapan pagi, Hana duduk di ruang televisi bersama dengan Mita. "Mama mau nonton gosip." Mita tersenyum dan mengambil remote yang ada di atas meja. Jiwa ingin tahunya meronta-ronta dan ingin mendengar berita tentang Berliana. "Iya ma, sebenarnya Hana malas lihat gosip." Hana memajukan bibirnya."Cemburu tanda cinta." Sambil menarik hidung Hana."Kalau papa pasti nggak sama seperti bang Daffin, sifatnya." Hana memandang mama mertuanya.Mita tertawa ketika mendengar ucapan Hana. "Daffin jauh berbeda dengan papa. Kalau papa itu lebih buaya daripada Daffin," ungkap Mita. Mata Hana terbuka lebar saat mendengar ucapan Mama mertuanya. Tidak terbayang olehnya, betapa sabarnya wanita yang duduk disampingnya, dalam menghadapi suaminya."Hana lihat saja, papa itu sangat ganteng. Waktu mudanya, kira-kira seperti Daffin itu gantengnya. Cuman kalau Daffin mukanya banyak mirip ke Mama. Tapi tetap saja, papa itu keren, ganteng. Papa itu banyak penggemar, atlit silat, pinter, IPK
Berliana terbangun ketika mendengar suara ribut-ribut di dalam apartemennya. Meskipun kepalanya masih terasa sakit dan juga pusing, ia tetap berangsur duduk dan keluar dari kamar. Betapa terkejutnya, ketika melihat mamanya yang sedang menangis-nangis dan menolak untuk dibawa polisi. Sedangkan para wartawan sudah ramai dan masuk ke dalam apartemennya, memberikan berbagai macam pertanyaan. "Ada apa ini?" Melihat mamanya yang diperlakukan seperti ini oleh pihak kepolisian, tidak bisa diterimanya. Di dorongnya tubuh pria nan tegak tersebut. "Kami memiliki surat perintah untuk menangkap ibu Susi dan juga Mbak Berliana." Pria berseragam coklat itu, menunjukkan surat perintah di tangannya.Wajah Berliana memucat ketika mendengar apa yang disampaikan oleh polisi itu. Tanpa mengetahui kesalahan yang dilakukannya, ia d ini dijemput paksa seperti ini "Kalian pasti salah," tolaknya. Ditepisnya tangan petugas yang akan memegang tangannya. "Kami tidak punya salah dengan siapapun. Kami juga ti
"Klien saya menuntut Mbak Berliana dan juga ibu Susi dengan tuduhan penipuan. Selain penipuan, pak Daffin juga mengatakan bahwa kalian menjual harta milik istri beliau."Tubuh Susi melemas, kakinya gemetar, ketika mendengar apa yang disampaikan pengacara Daffin. Apakah seperti ini bencinya Daffin kepada putrinya, sehingga dengan tega menghancurkan hidup Berliana. Berliana hanya diam dan merasakan sakit di hatinya. Apa yang dilakukan Daffin, sungguh membuat dirinya marah dan kecewa. Permasalahan ini sudah sangat lama dan mengapa mengungkitnya kembali. "Saya sudah menyiapkan semua berkas yang terkait dengan kasus penjualan rumah milik ibu Hana. Berkas-berkas ini akan menjadi bukti atas penipuan yang telah ibu Berliana lakukan bersama dengan ibu Susi. Penipuan ini terjadi sekitar hampir 5 tahun yang lalu." Effendi menunjukkan berkas-berkas yang ada di dalam map yang dipegangnya. Wajah Berliana memucak ketika mendengar ucapan pria tersebut."Apa maksudnya?" tanya Susi yang mendadak pik