Beranda / Rumah Tangga / Bukan Ibu Susu Palsu / 55 Dalam Hati Menjadi Rindu

Share

55 Dalam Hati Menjadi Rindu

Penulis: Miss_Pupu
last update Terakhir Diperbarui: 2025-04-24 17:48:44

"Biaya perawatan atas nama Nyonya Wati dan Tuan Raihan sudah ditanggung BPJS kesehatan."

Keterangan dari pihak kasir membuat Raya menggelengkan kepalanya. Lagi-lagi Wati berbohong kepadanya, padahal Raya ingin berbaik hati dan berdamai dengan mantan mertuanya.

Sebelum Raya berlalu dari rumah sakit, ia kembali ke ruangan Wati.

Raya melihat Wati masih menangis di kamarnya, entah tangisan apa yang tengah dikeluarkan oleh Wati.

"Kenapa Mama berbohong?" Raya bertanya ketika sudah kembali menghadap Wati.

Melihat Raya sudah kembali, Wati pun mendongak terkejut mendengar pertanyaan dari mantan menantunya.

"Mama tidak bermaksud membohongi kamu. Jika Mama jujur, kamu tak akan percaya," elak Wati.

"Aku sudah menemui pihak kasir. Semua biaya rumah sakit Mama dan Mas Raihan sudah ditanggung BPJS kesehatan." Raut wajah Raya terlihat kecewa.

"Maafkan mama, Raya. Mama terpaksa berbohong, agar kamu mau meminjamkan uangmu pada Mama," elak Wati lagi.

"Sudah, Ma. Tidak apa-apa. Tolong jangan ulan
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terkait

  • Bukan Ibu Susu Palsu   56 Mencarinya

    Pagi yang menegangkan itu membuat Aditya menunda pekerjaannya untuk pergi ke kantor. Aditya segera membawa Fatih ke Dokter. Perasaannya cemas memikirkan anak semata wayangnya yang tengah mengalami demam yang cukup tinggi pada suhu badannya. "Bisakah lebih cepat, Adit?" Anita yang duduk di kursi belakang di mobil Aditya terlihat resah sambil mengusap-ngusap punggung Fatih yang kini berada pada pangkuannya.Padahal Adit sudah melajukan kendaraan yang dengan kecepatan yang lumayan tinggi. Anita hanya risau. Iya benar-benar khawatir terjadi sesuatu yang tak diinginkan pada cucunya."Iya, Mah," jawab Aditya dengan singkat sambil fokus ke jalan Raya. Hanya Aditya dan Anita yang membawa Fatih ke rumah sakit. Mereka tidak mengajak Susi, karena pembantu rumah tangga itu masih banyak tugas dan pekerjaan di rumah."Bubu..." rengek Fatih. Dalam tangisannya, anak tampan itu terus saja memanggil nama bubu sebagai sebutan sayangnya kepada Raya. Padahal baru satu hari satu malam Raya meninggalkan

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-25
  • Bukan Ibu Susu Palsu   57 Mengadu Domba

    Aditya masih kebingungan di tepi jalan. Ia masih termenung di dalam mobilnya sendirian. Tak ada jalan keluar dari Hani. Jemari tangannya terlihat sibuk menekan kontak bernama Raya pada layar ponselnya. Aditya berusaha menghubungi Raya melalui sambungan telepon.Namun detik itu pula Aditya harus kecewa manakala nomor yang dia tuju sedang tidak aktif atau berada di luar service area.Aditya berdecak kesal. Ia melempar ponselnya ke kursi sebelah. Terlihat sangat menyesal. "Aku tidak menyangka kalau akan seperti ini jadinya. Aku egois. Aku tidak memikirkan hal yang lebih penting daripada mengusir Raya dari rumah," desis Aditya berbicara sendirian penuh rasa sesal.Namun tak lama ponselnya kembali berdering. Panggilan masuk datang dari Selin.Sebenarnya Aditya sangat malas menjawab sambungan telepon dari Selin. Tapi biar bagaimanapun Selin adalah adik iparnya. Akhirnya Aditya tetap menjawab telepon yang masuk dari Selin."Hallo, Mas Aditya. Kamu di mana? Aku datang ingin bertemu Fatih, ta

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-25
  • Bukan Ibu Susu Palsu   1 Kehilangan

    "Bayimu meninggal, Bodoh!" Raya terkejut. Sebelah tangan nampak menutup mulut yang sedikit menganga. Air matanya seketika luruh di pipi. Isi hatinya benar-benar hancur porak poranda. "Tidak...." Wati—sang mertua mendekat pada Raya, bukan untuk menenangkan sang menantu, melainkan malah mendorong kepala Raya dengan jemari tangannya. "Ini semua gara-gara kamu!" geramnya. Wati marah karena Raya nekad pergi ke Jakarta sendirian. Akibatnya Raya harus mendadak melahirkan karena batinnya terguncang usai memergoki sang suami bersama seorang wanita paruh baya tengah berduaan di kamar kostnya. Bagaimana mungkin ini gara-gara Raya, sedang ia tak pernah tahu kondisi kehamilannya selama ini. Wati adalah mertua yang so tahu, tak pernah membiarkan Raya memeriksa kandungan ke Dokter atau Bidan. Dunia Raya seketika hancur, dadanya semakin sakit. Mendengar bayinya meninggal terasa lebih menyakitkan dari pada memergoki suaminya selingkuh. Kepala Raya tiba-tiba pusing, pandangannya gelap hingg

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-14
  • Bukan Ibu Susu Palsu   2 Diusir

    Aditya nampak menyeringai. Ia kemudian langsung masuk ke ruangan tempat bayinya berada. Dari sudut matanya terlihat bulir bening yang terbendung. Pria itu nampak terharu. "Permisi, Pak. Atas izin dari neneknya, bayi Pak Adit sudah mendapatkan ASI." Perawat yang berjaga di ruangan bayi langsung mendekati Aditya. "Lalu, apakah ada perkembangan bagus pada bayi saya?" tanya Aditya nampak antusias. "Tentu saja, Pak. Kondisi bayi Pak Adit berangsur baik. Apalagi jika terus menerus mendapatkan ASI secara maksimal." Sejenak Aditya terdiam. Ia menatap wajah bayinya yang memang sedikit lincah dari biasanya. Tangan dan kaki sang bayi yang keriput kini bergerak-gerak lincah, membuat Aditya merasa lega. Ia kemudian mengembalikan pandangan pada perawat di sampingnya. "Dimana pemilik pendonor ASI itu? Saya ingin bertemu," tanya Aditya tak mau menunda waktu. "Ibu Raya sudah keluar dari rumah sakit sejak siang tadi, Pak." Napas Aditya seketika lesu. "Apakah Anda bisa membantu saya? Saya ingin ta

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-14
  • Bukan Ibu Susu Palsu   3 Dimanfaatkan

    Bukan hanya Wati, Winda pun nampak tercengang. Kebetulan mereka memang tengah membutuhkan uang yang banyak untuk membayar hutang-hutang Winda. "Minta tolong apa?" Wati kembali bertanya. "Saya membutuhkan ASI yang banyak untuk pemulihan bayi saya." Aditya menjawab. Pandangannya kemudian beralih pada Winda yang ia sangka adalah Raya. "Jika Raya bersedia mendonorkan ASI-nya, saya bersedia membayar berapa pun nominal yang Raya minta. Asalkan bayi saya mendapat ASI yang cukup sampai berat badannya maksimal." Mendengar penjelasan Aditya, Wati dan Winda nampak menganga karena tercengang. Sepertinya ini adalah kesempatan bagus bagi mereka. "Sebentar, Pak." Wati langsung menarik tangan Winda untuk masuk ke dalam kamar Winda. Tentu karena Wati ingin berbicara serius dengan putrinya itu. Di dalam kamar Winda, wajah Wati nampak masih terkejut. Isi kepalanya berseliweran tumpukan uang kertas berwarna merah. "Dengarkan Mama, Winda. Kita akan kembali ke depan menemui pria yang bernama Aditya b

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-14
  • Bukan Ibu Susu Palsu   4 Bertemu Kembali Dengan Bayi Mungil

    Beberapa jam setelah Wati dan Winda berlalu, kini tinggalah Raya sendiri d rumah yang sederhana itu. Keadaan rumah masih berantakan, Raya berusaha membereskan semuanya. Tapi pekerjaannya harus tertunda ketika mendengar pintu di depan rumah diketuk seseorang. Tok tok tok! Apakah Wati dan Winda sudah kembali? Secepat itukah? Raya bergegas mengelap tangannya yang basah usai mencuci piring. Ia segera melangkah menuju pintu utama. Ketika Raya membuka pintu, yang datang ternyata Raihan. Sedikit tercengang namun Raya berusaha tenang. "Kemana saja kamu, Mas?" tanya Raya pada suaminya. Namun tanggapan Raihan terlihat sinis. "Harusnya aku yang bertanya, kamu yang ke mana saja? Anak meninggal malah keluyuran!" geramnya. Mendengar itu, Raya menautkan kedua alisnya. "Aku keluyuran? Gak salah dengar aku?" Ia menunjuk wajahnya sendiri. "Sudahlah! Aku tidak bisa kamu bodohi." Raihan melangkah masuk, melewati tubuh Raya tanpa perduli. Pria itu seolah amnesia akan kesalahan sebelumnya. "Aku ba

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-14
  • Bukan Ibu Susu Palsu   5 Tertekan

    Ketika jarum pada benda bundar yang melilit pergelangan tangan Raya sudah menunjukan pukul lima sore, wanita berbulu mata lentik itu baru saja tiba di rumah Wati. Sempat ragu untuk masuk rumah karena takut dimarahi mertua, tapi Raya belum punya pilihan lain. Pintu utama di rumah Wati nampak terbuka, Raya tak usah repot mengetuk pintu. Ketika Raya sudah berdiri di ambang pintu, ia melihat Wati dan Raihan tengah berbincang serius di ruang tamu. "Begitulah istri kamu, Raihan. Kerjaannya hanya keluyuran. Menghabiskan semua uang hasil kerja kerasmu. Itulah alasan mengapa Mama tak pernah suka dengan Raya." Wati kembali memanipulasi keadaan dengan melempar bensin di atas bara yang tengah menyala. Degh! Dada Raya terasa geram mendengar ucapan Wati dari balik celah pintu. Langkahnya seketika tertahan. Bisa-bisanya Wati berbohong pada anaknya. Padahal selama ini Wati dan Winda yang telah menghabiskan uang kiriman dari Raihan. "Dulu, aku pikir Raya adalah wanita lugu, Ma. Tak disangka kalau

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-14
  • Bukan Ibu Susu Palsu   6 Bagai Disambar Petir

    Setiap pagi, ASI Raya selalu diperas, dibawa Wati dan Winda pergi untuk kemudian diberikan kepada Aditya Fadillah. Mereka bilang, ASI itu akan didonorkan pada bayi yang membutuhkan. Tapi ketika Raya meminta ikut, Wati langsung melarangnya. "Aku ingin melihat bayi yang aku beri ASI setiap hari itu." "Memangnya kamu tidak percaya pada Mama? Kamu pikir Mama berbohong?" "Tentu saja bukan itu alasannya, Ma. Aku hanya ingin ketemu saja dengan bayinya." "Tidak perlu. Pekerjaan di rumah masih banyak. Kamu cukup selesaikan pekerjaan kamu. Jangan membantah. Jangan membuat Mama marah dan kecewa. Diam di rumah, bereskan rumah, jangan kemana-mana!" Karena Raya banyak protes, pagi ini pintu rumah bahkan di kunci dari luar. Artinya, Raya tidak bisa kemana-mana. Kondisi saat ini membuat Raya kian tertekan. Sementara dalam hati, ia ingin sekali pergi ke Jakarta. Ada yang harus diselidiki. Raya tidak bisa diam saja. Ia segera berganti pakaian. Namun ketika melihat isi dompet, seketika tubuhnya l

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-20

Bab terbaru

  • Bukan Ibu Susu Palsu   57 Mengadu Domba

    Aditya masih kebingungan di tepi jalan. Ia masih termenung di dalam mobilnya sendirian. Tak ada jalan keluar dari Hani. Jemari tangannya terlihat sibuk menekan kontak bernama Raya pada layar ponselnya. Aditya berusaha menghubungi Raya melalui sambungan telepon.Namun detik itu pula Aditya harus kecewa manakala nomor yang dia tuju sedang tidak aktif atau berada di luar service area.Aditya berdecak kesal. Ia melempar ponselnya ke kursi sebelah. Terlihat sangat menyesal. "Aku tidak menyangka kalau akan seperti ini jadinya. Aku egois. Aku tidak memikirkan hal yang lebih penting daripada mengusir Raya dari rumah," desis Aditya berbicara sendirian penuh rasa sesal.Namun tak lama ponselnya kembali berdering. Panggilan masuk datang dari Selin.Sebenarnya Aditya sangat malas menjawab sambungan telepon dari Selin. Tapi biar bagaimanapun Selin adalah adik iparnya. Akhirnya Aditya tetap menjawab telepon yang masuk dari Selin."Hallo, Mas Aditya. Kamu di mana? Aku datang ingin bertemu Fatih, ta

  • Bukan Ibu Susu Palsu   56 Mencarinya

    Pagi yang menegangkan itu membuat Aditya menunda pekerjaannya untuk pergi ke kantor. Aditya segera membawa Fatih ke Dokter. Perasaannya cemas memikirkan anak semata wayangnya yang tengah mengalami demam yang cukup tinggi pada suhu badannya. "Bisakah lebih cepat, Adit?" Anita yang duduk di kursi belakang di mobil Aditya terlihat resah sambil mengusap-ngusap punggung Fatih yang kini berada pada pangkuannya.Padahal Adit sudah melajukan kendaraan yang dengan kecepatan yang lumayan tinggi. Anita hanya risau. Iya benar-benar khawatir terjadi sesuatu yang tak diinginkan pada cucunya."Iya, Mah," jawab Aditya dengan singkat sambil fokus ke jalan Raya. Hanya Aditya dan Anita yang membawa Fatih ke rumah sakit. Mereka tidak mengajak Susi, karena pembantu rumah tangga itu masih banyak tugas dan pekerjaan di rumah."Bubu..." rengek Fatih. Dalam tangisannya, anak tampan itu terus saja memanggil nama bubu sebagai sebutan sayangnya kepada Raya. Padahal baru satu hari satu malam Raya meninggalkan

  • Bukan Ibu Susu Palsu   55 Dalam Hati Menjadi Rindu

    "Biaya perawatan atas nama Nyonya Wati dan Tuan Raihan sudah ditanggung BPJS kesehatan." Keterangan dari pihak kasir membuat Raya menggelengkan kepalanya. Lagi-lagi Wati berbohong kepadanya, padahal Raya ingin berbaik hati dan berdamai dengan mantan mertuanya. Sebelum Raya berlalu dari rumah sakit, ia kembali ke ruangan Wati. Raya melihat Wati masih menangis di kamarnya, entah tangisan apa yang tengah dikeluarkan oleh Wati. "Kenapa Mama berbohong?" Raya bertanya ketika sudah kembali menghadap Wati.Melihat Raya sudah kembali, Wati pun mendongak terkejut mendengar pertanyaan dari mantan menantunya. "Mama tidak bermaksud membohongi kamu. Jika Mama jujur, kamu tak akan percaya," elak Wati. "Aku sudah menemui pihak kasir. Semua biaya rumah sakit Mama dan Mas Raihan sudah ditanggung BPJS kesehatan." Raut wajah Raya terlihat kecewa. "Maafkan mama, Raya. Mama terpaksa berbohong, agar kamu mau meminjamkan uangmu pada Mama," elak Wati lagi."Sudah, Ma. Tidak apa-apa. Tolong jangan ulan

  • Bukan Ibu Susu Palsu   54 Luka Tak Berdarah

    Anita segera mengejar langkah Raya yang sudah sampai di pintu utama.Langkah beratnya segera Raya hentikan begitu namanya dipanggil. Dadanya semakin terasa melemah. Raya ingin menoleh, tapi begitu berat."Raya, tetaplah tinggal di sini walau bukan lagi menjadi ibu susu Fatih." Anita meminta. Sebelah tangannya tampak meraih tangan Raya. Hingga membuat Raya harus kembali meneteskan air matanya. Raya menoleh pada Anita, menatap wanita paruh baya itu penuh dengan kasih sayang. "Tidak, Tante. Saya harus tetap pergi. Titip Fatih ya, Tante." Raya memeluk Anita. Terasa berat meninggalkan Fatih, tapi fitnah dari Aditya bagai senapan yang menusuk jantungnya. "Tante mohon, jangan pergi," pinta Anita lagi lirih.Namun Raya tetap memilih untuk pergi dari kediaman Aditya. Dia merasa sudah tak dibutuhkan lagi tanpa ASI. Langkah berat Raya kini telah jauh meninggalkan kediaman Fatih.Di bawah teriknya sinar matahari yang membakar kulit, Raya kini tengah duduk di kursi besi berwarna hitam yang ada

  • Bukan Ibu Susu Palsu   53 Fitnah Yang Menyakitkan

    Satu hari setelah kejadian malam itu, semua orang berkumpul di ruang tengah kediaman Aditya. Di sana ada Anita, Aditya dan juga Raya. Berita mengejutkan itu telah sampai ke telinga Raya yang saat ini sudah sadar dari mabuknya."Tidak, Tante. Saya tidak pernah mengkonsumsi barang haram. Apalagi sebuah pil ekstasi. Melihat jenisnya saja saya tidak pernah. Sungguh saya bersumpah, saya tidak bohong." Raya menautkan kedua telapak tangannya di depan Anita dan Aditya. Dia berusaha membela diri, menepis hasil laboratorium di tangan Aditya. "Tapi kenyataannya kamu telah berbohong, Raya. Kenapa kamu melakukan ini? Apa karena gara-gara Saya marah kemarin kamu berbuat nekat?" Aditya menimpali.Raya pun mengalihkan pandangannya pada Aditya. Dia segera menggelengkan kepala. "Saya tidak pernah berbuat nekat. Saya memang kecewa, kenapa Pak Aditya sempat marah pada saya. Tapi kepala saya masih waras dan tak berpikir ke jalan pintas," bantahnya lagi. Dihadapan Raya, Anita sampai tak mampu untuk berk

  • Bukan Ibu Susu Palsu   52 Tak Percaya

    Sampai malam hari, Raya masih tertidur pulas akibat efek dari obat yang tercampur dalam minuman dingin berwarna merah di cafe tadi siang.Obat terlarang yang dimasukkan Selin ke dalam minuman Raya, langsung bereaksi hingga membuat Raya kehilangan akal."Saya harap, Ibu Raya tidak boleh memberikan ASI kepada bayinya. Pengaruh dari obat terlarang yang dikonsumsi dapat membahayakan bayi dan dapat menular melalui ASI." Penjelasan Dokter pribadi yang sengaja dipanggil oleh Anita sangat mengejutkan.Anita dan Aditya nampak terkejut. Keduanya merasa tak percaya jika memang selama ini Raya telah mengkonsumsi obat-obatan terlarang. "Dokter, apa ini serius? Rasanya Raya tidak mungkin mengkonsumsi obat-obatan terlarang." Anita berusaha membantah keadaan."Saya sudah memeriksanya. Semua tanda-tanda yang dialami oleh ibu Raya, adalah bagian dari pengaruh obat-obatan terlarang yang sudah dikonsumsi."Lagi-lagi Anita dibuat tercengang. Nafasnya terasa tersengal di tenggorokan. Ia duduk lesu di so

  • Bukan Ibu Susu Palsu   51 Sempoyongan

    Aditya terlihat kacau. Sang Presdir tak mampu mengendalikan emosinya. Ia juga lupa bahwa wanita yang telah dimarahi adalah ibu susu anaknya. Aditya terduduk sambil memasang wajah sinis dan berpangku tangan. Dia juga memalingkan tatapan ke arah yang lain, enggan untuk membalas tatapan Raya padanya. "Maafkan saya, Pak. Saya memang bersalah." Raya menundukan kepalanya. Dia melihat emosi Aditya persis seperti saat pertama bertemu dahulu.Ucapan maaf Raya tidak mendapat respon. Setelah meletakkan ponsel pintar milik Aditya di atas meja, Raya segera keluar dari ruangan Aditya. "Saya pamit," ucapnya sebelum berlalu. Akan tetapi Aditya masih tertuju dalam pandangan yang sama, seolah tak peduli dengan Raya.Raya sudah keluar dari ruangan Aditya, langkah pelannya sesekali berhenti. Raya menoleh ke arah belakang, tak ada Aditya di sana. Nampaknya sang presdir tak lagi perduli dengan perasaannya hingga tak mau mengejar langkah Raya."Dari mana kamu?" Raya tersentak, tiba-tiba saja Seline sudah

  • Bukan Ibu Susu Palsu   50 Membuatnya Kecewa

    Raya melihat tubuh Wati digotong oleh beberapa orang ke pinggir jalan. Wanita berbulu mata lentik itu segera keluar dari kendaraan dan langsung mendekat pada Wati. Ia melangkah melewati beberapa orang yang berkerumun. "Permisi!"Dada Raya bergetar cemas. Debaran jantung terasa berdegup lebih kencang dari biasanya. Tepat di depan mata Raya, Wati tergeletak dengan beberapa luka di sekujur tubuhnya. Bukan hanya mantan mertua, Raya juga melihat Raihan—mantan suami yang turut menjadi korban kecelakaan tunggal pada hari itu. "Saya mengenal mereka, saya akan segera membawa mereka ke rumah sakit." Raya menjadi panik. Ia pun langsung berbicara pada beberapa orang yang berdiri mengelilingi Wati dan Raihan. Melalui sambungan telepon Raya segera menghubungi ambulans untuk membawa Wati dan Raihan ke rumah sakit. "Ma, bertahan ya." Air mata Raya menetes manakala naik mobil ambulans menamani Wati yang tak sadarkan diri. Karena panik dan tergesa-gesa, Raya sampai lupa menitipkan ponsel Aditya

  • Bukan Ibu Susu Palsu   49 Keputusan Akhir

    Namun meskipun Raya terus menolak bantuan dari Aditya, tetap saja dengan sembunyi-sembunyi Aditya meminta bantuan pengacaranya untuk mengurus perceraian Raya.Hari berganti. Jadwal mediasi kedua telah tiba. Berat rasanya Raya meninggalkan Fatih, mengingat tempo lalu Fatih menangis karena terlalu lama Raya tinggalkan.Tapi mau bagaimana lagi, Raya harus tetap memenuhi jadwal mediasi kedua, agar gugatannya segera diterima. Hingga ketika matahari mulai naik ke atas, Raya masih berada di kamar Fatih, menatap bayi tampan itu cukup lama. "Kenapa masih belum berangkat? Bukankah hari ini ada jadwal mediasi?"Tiba-tiba saja Aditya datang menghampiri Raya di kamar Fatih, duda tampan itu bertanya dengan penuh perhatian kepada Raya."Saya bingung, Pak. Berat rasanya jika harus meninggalkan Fatih dalam beberapa jam. Saya sangat khawatir kalau Fatih akan menangis, seperti tempo lalu," jawab Raya terlihat lesu. Aditya yang sudah tahu kalau anaknya memang tidak mau minum ASI melalui dot bayi, hany

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status