Pangilan itu tidak berhenti. Tidak mungkin juga Nayra merijeknya atau malah mengangkatnya. Biar nanti Devran saja yang melakukannya. Karenanya dia melangkah ke kamar untuk memberi tahu Devran. “Mas ada telpon?” ujar Nayra pada Devran yang sedang memakai kausnya seusai membersihkan diri.“Mana?” tanyanya yang tak melihat Nayra membawa ponselnya.“Oh, aku akan ambilkan.”Baru Nayra kembali keluar untu mengambil ponsel Devran. Dengan cepat balik lagi ke kamar.Melihat layar yang menampangkan nama mamanya, Devran melirik Nayra yang masih di tempat. “Aku angkat panggilan, dulu,” tukas Devran.Nayra hanya mengangguk namun tak beranjak.“Aku harus angkat panggilan dulu, Nay. Keluarlah dulu!” Devran kembali mengingatkan Nayra. Membuat gadis itu tersentak. “Oh. Iya, Mas. Maaf!”Nayra baru menyadari Devran belum mau dia mengetahui banyak hal tentang urusannya. Padahal tadinya dia juga ingin sedikit tahu tentang keluarga pria itu dari obrolannya dengan sang mama.“Oh. Apa aku terlalu ke
Nayra tak mengerti. Dicium pria ini begini saja sudah menghilangkan perasaan sebalnya.Dia jadi lupa kalau tadi sudah menyepakati tidak mau disentuh Devran. Sekarang malah mengeliat sembari ta berhenti mendesah ah ih uh saja.“Enggak mau?” Devran bertanya seolah meledeknya.“Jangan ssekarang. Baru selesai makan, Mas.” Nayra beralasan.“oke, kau mau jalan-jalan dulu?” Devran menawarkan.“Enggak, Mas. Di rumah saja lihat TV. Musim hujan takut nanti kehujanan.”“Kan naik mobil?” kumat lagi kan lola gadis ini.“Eh, iya. Maksudnya nanti pas keluarnya...”Devran tak mau kembali berdebat dan merusak suasana lagi. Jadi mending menyumpal mulut Nayra dengan bibirnya saja. Nayra jadi terhanyut. Dia bahkan mulai memberikan balasan ciuaman pada Devran. “Nay, sekarang saja, ya? Sudah keras, nih!” bisik Devran.Nayra juga sudah pengen. Karenanya dia tak menolak ketika Devran menggendongnya ke kamar dan melakukan olahraga malam di sana.Maunya tadi Devran menggarap Nayra di dapur atau di sofa
‘Aku balik ke Jakarta dulu, Nenekku kritis!’Nayra melihat pesan dari Devran di ponselnya setelah dia bangun dan tidak mendapati pria itu di sampingnya.“Kenapa tidak membangunkanku?” gumam Nayra sedih.Semalam mereka masih begitu mesra dan intim, tiba-tiba paginya ditinggal begitu saja.Kenapa tidak membangunkannya, berpamitan sebagaimana mestinya dan baru balik ke Jakarta?Ada rasa kehilangan yang dirasanya seolah Devran tidak akan balik dan meninggalkannya begitu saja di sini. Nayra di serang rasa takut dan cemas.Dilihatnya lagi waktu pesan itu dikirim, itu dini hari pukul 03.00. Dia mencoba menghubungi Devran. Namun ponselnya tidak aktif. Apa masih di perjalanan?Sepanjang hari dengan pikiran yang tidak tenang, sebuah ketukan pintu terdengar.Deg!Jantungnya berdegup lagi. Kalau tidak ada Devran rasanya dia kembali diserang rasa takut. Bagaimana kalau ada orang-orang yang masih ada hubungan dengan ibu tirinya dan berusaha ingin mengganggunya?“Mbak?” suara itu menggugah Nayra.Na
“Om aku ziarah ke makam orang tuaku dulu, ya?” Nayra meminta Musa mengantar ke makam ayah bundanya.Mereka akan berangkat ke Jakarta dengan penerbangan malam ini. Jadi Nayra masih punya waktu untuk sekedar berpamitan di makam kedua orang tuanya.Sayangnya makam mereka tidak satu tempat. Sintiya yang punya kuasa saat itu untuk memberikan mandat agar ayah Nayra tidak dimakamkan di samping makan bundanya. Dengan alasan bahwa itu pesan dari ayahnya sebelum meninggal.Rasanya wanita itu sungguh tamak. Bahkan sudah meninggalpun masih juga membuat ayah dan bundanya terpisah. Padahal, toh dia tidak mencintainya. Hanya mengincar hartanya semata.Mengingat itu hati Nayra tak berhenti sakit hati.Hanya saja Mbok Mun dan Pak Parmin waktu itu menegarkannya agar mau mengikhlaskan saja. Biar proses pemakaman sang ayah berjalan cepat dan sebagaimana mestinya. Tidak terhambat hanya karena perdebatan wanita yang egois itu.Kasihan saja kalau dikematiannya sanga ayah malah tidak tenang jalannya menuju
“Apa saja kerjaan Mas Devran di Jakarta?” Nayra begelanyut manja di samping tubuh Devran sembari mengelus dada bidangnya.Dia suka sekali melihat Devran bertelanjang dada. Menampakkan perut roti sobek dan dada bidangnya.Dulu dia hanya bisa mengagumi bentukan body seperti ini di idol k-pop yang sering di tontonya di TV. Sekarang siapa sangka ternyata bisa memilikinya.Andai masih punya kontak teman-teman SMA-nya, Nayra akan memamerkan suaminya ini pada mereka.“Mas, kok gak dijawab?” Nayra menciumi wajah Devran agar pria ini mau menyahutinya. Devran pelit sekali menjelaskan sesuatu padanya. Hanya menurut kalau pas di beginikan.“Enggak usah tanya, dijawabpun kamu enggak bakal ngerti!” ujar Devran sembari memejamkan matanya.“Ish, masih jutek saja nih, orang!” Nayra mencubit perut pria itu dengan sebal karena jurusnya ternyata tidak berhasil.Devran membuka matanya dan menatap Nayra lalu menarik tubuh ramping itu di pinggangnya. Membuat gadis itu duduk mengangkangi pinggang Devran.“M
“Maaf, Mas. Apa karena aku mengangkat panggilan Tadi?” Nayra melihat wajah muram Devran saat kembali ke apartemen.Nayra menyesali mengapa tadi harus mengangkat panggilan itu. Dia mengiranya Musa yang memanggil, ternyata dia salah. Itu Tamara, mamanya Devran.“Tidak perlu dibahas. Bersiaplah, bukannya kau mau melihat-lihat kampusmu?” tukas Devran tak ramah.Wajah itu sungguh membuat Nayra tidak enak dan menyalahkan dirinya. Kenapa dia selancang itu mengangkat panggilan orang lain. Dia juga jadi sedih mendengar suara wanita itu yang meninggi setelah mendengar suaranya tadi.Bagaimana ini? Belum apa-apa dia sudah membuat mama mertuanya itu tidak menyukainya.“Kalau Mas Devran banyak kerjaan, aku bisa ke kampus sendiri, kok. Nanti tinggal cari taxi online.”Kata-kata Nayra bukannya malah membuat Devran senang, justru tatapan tajam yang menusuk hati yang didapatnya.“O-oke, Mas. Aku akan siap-siap!” Nayra langsung melipir ke kamar untuk bersiap-siap.“Ugh. Menyebalkan. Kalau niat ngantar
“Mahal sekali?” Nayra melihat harga buku-buku kuliahnya.Tapi dia baru ingat ada banyak uang di saldo rekening yang bisa diaksesnya di ponsel yang diberi Devran.“Kalau tidak jadi saya kembalikan ke tempatnya!” Penjaga toko buku itu menatap Nayra dengan kurang ramah. Dia merasa tidak suka dengan mahasiswa yang hanya tanya-tanya harga tapi mengeluh mahal dan tidak jadi membelinya. “Lagian mahasiswa miskin pakai ambil jurusan kedokteran?” gerutunya sembari melirik sebal. Mungkin dia lelah seharian menjaga toko. Nayra berpikiran positif saja.“Jadi kok, Bu. Saya transfer pakai aplikasi pembayaran, ya?” Nayra mengeluarkan ponselnya. Menscan barcode di meja kasir dan mengisi nominal yang akan dibayarnya.Memeriksa laporan keunagan yang masuk, wanita itu mulai mengembangkan senyumnya.“Baik, ini bukunya. Tetima kasih sudah berbelanja di toko kami!” ucapnya yang kini menjadi ramah.“Terima kasih kembali, Bu!” Nayra membalasnya dan berlalu.Benar apa kata temannya, hidup di Jakarta kalau tida
“Aku suka mata Mas Devran, aku suka hidung Mas Devran, aku suka semuanya...” Nayra berceloteh sembari tidur di atas tubuh Devran.“Kau pasti lebih suka yang ini!” Tangan Devran membimbing tangan Nayra untuk menggenggam sesuatu di bawah perutnya.Nayra langsung menarik tangannya sambil memekik geli. “Mas Devran mesum, ah!”“Kok mesum? Itu kan yang sering bikin kamu menjerit-jerit keenakan?” Devran mengingatkan Nayra.“Ayo ngaku! Enak apa tidak?” Lagi Devran menggoda.Gadis itu mencebik, gengsi mengakuinya.Hal itu menerbitkan rasa gemas Devran karena usahanya bermalam-malam meneyenangkannya ternyata tidak mendapat pengakuan. Padahal seorang pria suka sekali diakui pandai menyenangkan di ranjang.Dia kemudian bangkit mengubah posisi Nayra yang tadi bergela
“Nayra?”Terdengar suara memanggil-manggil Nayra.Itu memang suara Devran.Nayra harusnya bahagia, sejak tadi dia berharap Devran cepat datang. Tapi kehadiran Devran di detik dia bisa membujuk Ananda dengan baik jadi merusak suasana lagi dan membuat pria ini kembali kalut. Sialnya, Ananda malah menyobek plastik kapsul itu dan mengeluarkannya.“Dokter?!”“Buka mulutmu!” Ananda menyodorkan kapsul itu pada mulut Nayra.Reflek Nayra menutup mulutnya dengan kedua tangannya rapat.“Jangan cemas, aku juga akan memasukannya kedalam mulutku setelah memastikanmu tertidur dengan tenang.”“Uhmmm!” Nayra menggelang-gelengkan kepala tidak mau. Dia sungguh takut.“Buka mulutmu!” bentak Ananda yang kini malah menjambak Nayra.Mungkin bentakan itu terdengar sampai luar, hingga pintu kamar itu didobrak.Terlihat Devran yang langsung berlari hendak menyerang Ananda namun tertahan karena pria itu mengancam Nayra.“Coba saja kau mendekat!” Ananda memecah vas dan mengarahkannya pada leher Nayra yang ket
Ananda tetap melajukan mobilnya ke arah puncak. Mereka menginap di sebuah vila. Ketika Ananda hendak memesan makanan, Nayra langsung menarik tasnya dan bergegas mengambil ponsel untuk menghubungi Devran.Sayangnya, dia tidak menemukan ponselnya. Nayra tidak ingat apakah menjatuhkan ponselnya di suatu tempat.Atau jangan-jangan...“Kau mencari ponselmu?” Ananda masuk dan mengetahui keresahan Nayra.“Dokter, aku...”“Kau mau menghubungi Devran? Kau bilang tidak akan menghubunginya lagi tadi. Apa kau lupa?!” Ananda kembali bersikap aneh.Nayra yang tadi masih mencoba bersikap tenang kini mulai tak tahan.“Apa kau lupa aku juga punya mama yang pasti saat ini mencemaskanku. Kenapa kau seegois ini!” Nayra malah berteriak balik pada Ananda.Mata pria itu melebar mendengar gadis yang lemah lembut itu pada akhirnya berteriak padanya. Membuat Nayra jadi serba salah.Tapi biarlah. Pria ini juga harus mendengarnya.“Aku juga sebentar lagi akan menjadi seorang mama. Pasti akan sangat sedih menge
“Brengsek suamimu itu, Nay! Kau bukalah matamu dan lihat seberapa brengsek dia. Bodoh kamu!” Ananda mengumpat sembari sesekali memukul setir yang dipegangnya.Nayra hanya terdiam. Seorang Ananda yang santun dan selalu bersikap elegan, nyatanya bisa juga mencecarnya dengan sedikit kasar.Dia sudah bisa menilai karakter pria ini sejak saat para perampok itu mencegat. Sekarang melirik Ananda yang terus mengumpati keburukan suaminya, dia hanya diam saja. Takut malah akan membuat kondisi mental Ananda lebih buruk.Dia ingat, kakak kelas SMA-nya dulu yang nekat meminum racun serangga hanya karena gagal dalam seleksi SPMB dan dinyatakan tidak lolos sementara teman-temannya yang lain yang bahkan sama sekali tidak pernah mendapat peringkat di kelas selama SMA, justru lolos begitu saja.Merasa malu dan kecewa habis, nekat dia hendak mengakhiri hidupnya. Untungnya masih tertolong.Bisa jadi, Ananda tipikal yang seperti itu. Selama hidupnya dikelilingi keberuntungan, dipuja-puja secara fisik da
Nayra sudah diantar pulang oleh Yas karena Devran harus bicara dengan Ananda.Sungguh kesal kalau pria ini selalu mengganggu kebersamaannya dengan Nayra. Tapi, lebih baik diselesaikan dengan segera.Devran ingin setelah ini Nayra menjalani masa-masa kehamilannya dengan nyaman tanpa ada gangguan lagi.“Ada apa, bro?” Devran dengan santai menanyai pria yang masih tampak gusar itu.“Urusan tes DNA itu valid atau tidak bukanlah tanggung jawabku. Kau tidak bisa menjadikan ini sebagai sebuah alasan untuk menyingkirkanku dari dunia yang selama ini kutekuni!” Ananda berteriak marah tahu bahwa Devranlahh yang mengadukannya ke dewan kedokteran.Dia tentu tidak mau begitu saja menjadi konyol begini. Bahkan kuliahnya yang mengambil sub-spesialis sudah selesai tinggal menunggu lulus, malah gelar dokternya terancam dicopot. Ananda tidak akan terima hal itu.“Jangan mengelak lagi, kau pasti mensabotasenya.”“Apa? Apa buktinya? Hah!” Ananda berang.Devran jadi ikutan terpancing. Dia bahkan menendang
“Ikut aku, Nay!” Devran menarik lengan Nayra. Padahal masih ada Ludwig dan Farah di sana.“Mas?” Nayra hendak protes walau dia tidak berdaya hanya bisa mengikuti Devran.“Sudah jangan bawel!” Devran langsung meminta Nayra masuk mobil yang diparkirnya tak jauh dari tempat itu lalu segera dilajukannya pergi.Sedangkan di sana, Ludwig dan Farah hanya menatap tanpa bisa menahan seorang Devran.“Maaf, kalau sikap Devran seperti itu.” Ludwig sampai meminta maaf pada Farah.Setahunya Devran pria yang dingin dan sedikit kasar, bahkan pada mamanya sendiri. Tidak berlebihan kalau dia sampai berpikir Devran juga seperti itu ke semua orang. “Ah, Devran memang kelihatannya dingin. Tapi aku tahu kok, dia baik.” Farah menyampaikannya, sekedar mengoreksi pemikiran Ludwig.“Oh, maaf, aku tidak banyak tahu tentang dia.”Farah melirik pria itu dan baru menyadari bahwa Ludwig tampak sedih melihat sikap putranya yang tidak pernah mau sekedar duduk menikmati kopi bersama. Farah jadi kasihan.“Jangan m
Ananda anak pintar dan kutu buku sejak kecil. Dia selalu mendapat prestasi di sekolah karena memang dia tipikal anak yang tidak mau terlihat buruk.Pernah ada anak baru yang lebih menonjol mengalahkan Ananda, hal itu saja sudah membuat anak itu mengurung diri sepanjang waktu di kamarnya.“Bujuklah Ananda agar mau makan. Kasihan sepupumu, Dev!” Rosa waktu itu meminta Devran membantunya.Dengan sedikit usaha, Devran bisa masuk dari jendela, Ananda malah melemparinya dengan benda-benda yang ada di dekatnya.“Keluar! Kalau aku bilang tidak mau makan bukan urusanmu!” Ananda meneriaki Devran.“Ayolah, bro. Itu hanya tentang nilai. Kau bisa mengejarnya lain waktu.” Devran menghibur sepupunya.“Kau tak tahu apa-apa, Dev! Kau tak tahu rasanya belajar sampai tengah malam dan begitu keesokan harinya kau ujian, CBT komputermu tak berjalan. Waktu habis dan aku tertinggal. Enak saja mereka bilang aku tidak bisa mengulang ujian itu hanya karena tidak ada jadwa ujian susulan. Lebih enak lagi, anak
Perasaan Nayra sepagi ini sudah terasa manis. Nenek Renata menelpon dan bermimpi bahwa anak yang dikandung Nayra berjenis kelamin perempuan. Nayra suka sekali anak perempuan.Nanti kalau memang anak perempuan yang dilahirkannya, dia sudah tidak sabar menguncir rambutnya, membuatkannya baju rajut yang cantik, juga menghias kuku-kukunya.Mudah-mudahan mimpi Nenek Renata bisa terwujud.“Jangan terus tersenyum begitu, aku memang pandai memuaskanmu, tapi tak perlu juga mendeklarasikannya dengan senyuman sepanjang hari,” tukas Devran sembari memakai kemejanya. Dia harus segera berangkat kerja. Ada banyak agenda hari ini.Mendengar Devran mengatakan demikian Nayra langsung melototinya. “Besar kepala sekali Anda? Siapa juga yang senyum-senyum untuk Anda?”“Oh. Bukan senyum-senyum untukku? Atau senyum itu untuk....”“Jangan mulai deh, Mas. Mau kita bertengkar lagi sepagi ini?” Nayra mengingatkan.Jadi malah terbalik begini. Biasanya dialah yang suka memulai sebuah pertengkaran.“Emang kau piki
“Ouuuh, Mas!” Nayra sampai terlihat tak berdaya. Menggapai-gapai sesuatu di sekitarnya sekedar untuk diremasnya sebagi buncahan rasa itu.“Mas???” jeritnya tapi dia begitu menikmatinya.Peluh dikeningnya bercucuran dan tubuhnya benar-benar bergetar. Entah bagaiamana bisa pria itu tanpa memasukinya dengan sebagaimana mestinya, sudah membuat Nayra gelonjotan seperti ini.Nayra bahkan sudah mencambaki rambut kepala yang menyerusuk di sela kedua kakinya itu, namun Devran tak berhenti. Dia juga mau Nayra merasakan sensasi yang sama saat barusan tadi dirinya terpuaskan.“Sudah, Mas. Jangan heboh-heboh...”Devran baru mengurangi usahanya itu saat teringat istrinya sedang hamil dan tak boleh terlalu heboh. Takut mengusik janin yang anteng di dalam sana.Keduanya kembali terkulai di atas ranjang itu sambil saling memeluk dan tak rela terpisahkan.Devran juga tak mau Nayra sampai kelaparan, jadinya sembari menunggu Nayra selesai mandi, Devran memesankan makanan untuknya.Selesai memesan, dia
Devran sudah lama tidak memukuli orang. Sekarang mumpung ada mangsa dan juga suasana hatinya yang mendukung adrenalinnya naik, Devran tampak kesetanan menghajar tiga cecunguk itu satu persatu sampai mereka ampun-ampun dan mencium sepatu Devran.“Ampun, bos, ampun! Kita cuma cari sesuap nasi untuk anak istri kita!” salah satu pria yang sudah babak belur memohon-mohon.“Kembalikan barang istriku!” Devran merebut tas dan jam tangan Nayra.Tidak sulit membelikan lagi Nayra barang-barang mahal untuknya. Tapi tindakan mencuri atau merampok tentu tidak bisa dibenarkan dan dibiarkan begitu saja.Tapi, kali ini Devran bermurah hati. Dia tidak berlanjut mempolisikan mereka. “Pergi sebelum aku berubah pikiran!” ketusnya pada mereka.Sedikit tergesa sembari menyeret teman yang pingsan mereka pun langsung masuk ke dalam mobil dan meluncur menghilang.Saat itu Devran berbalik dan melihat Nayra berlari kecil untuk melihat Devran. Namun Ananda masih mempengaruhi Nayra.“Devran tidak kenapa-kenap